Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik, dan bimbingan-Nya sehingga makalah Agama Islam ini dapat
terselsaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan
agar dapat di manfaatkan oleh para pembaca.

Sholawat dan salam senantiasa kita curahkn kepada baginda Rasullah


SAW beserta keluarga dan sahabatnya sekalian, yang telah memeperjuangkan
kehidupan kita kearah yang lebih baik dan bermartabat .

Makalah ini disusun oleh berdasarkan sumber-sumber yang penulis


dapat dari berbagaimedia dalam rangka melengkapi tugas kelompok mata
kuliah Pendidikan Agama Islam yang dibimbing oleh Bapak M. Latif Fauzi,
M.Pdi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak


kekurangan, oleh sebab itu, saran dan kritik yang mendukung sangat
diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini demi perbaikan di masa
mendatang.

Samarinda, 28 September 2015

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................

DAFTAR ISI............................................................................

ISLAM DAN LINGKUNGAN HIDUP.........................................

a) Ekologi dalam Prespektif Islam...................................


b) Syarat Ekologi............................................................
c) Penghijauan Bumi......................................................
d) Menghidupkan Lahan Mati........................................
e) Menjaga Keseimbangan Alam...................................
f) Dunia Islam dan Kerusakan......................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................
ISLAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Dien Islam yang kaffah ini telah melarang segala bentuk pengerusakan terhadap alam
sekitar, baik pengerusakan secara langsung maupun tidak langsung. Kaum Muslimin,
harus menjadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar. Oleh karena
itu, seyogyanya setiap Muslim memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan
hidup. Karena pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua umat
manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allâh Azza wa Jalla ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena
bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Karena bumi yang kita tempati ini
adalah milik Allâh Azza wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk menempatinya
sampai pada batas waktu yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh karena itu,
manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang
muncul.

Allah Azza wa Jalla berfirman :

َ‫ّللا آياتَ تِ ْلك‬ َِ ‫ّللا وما ۗ ِبا ْلح‬


ََِ ‫ق عليْكَ نتْلوها‬ ََ َ‫ِل ْلعال ِمينَ ظ ْل ًما ي ِريد‬

Itulah ayat-ayat Allah Azza wa Jalla. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar
dan tiadalah Allâh berkehendak untuk menganiaya hamba-hambaNya. [Ali Imrân/3:108]

Allah Azza wa Jalla menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan sarana
bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokok mereka yang merupakan tujuan
diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat beribadah hanya kepada Allâh semata.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫ّللا ي ْذكرونَ الَذ‬


‫ِين‬ َِ ‫ت خ ْل‬
ََ ‫ق فِي ويتفكَرونَ جنوبِ ِه َْم وعلىَ وقعودًا قِيا ًما‬ َِ ‫سماوا‬ َ ِ ‫ل هذا خل ْقتَ ما ربَنا و ْاْل ْر‬
َ ‫ض ال‬ ًَ ‫اط‬
ِ ‫ف ِقنا سبْحانكَ ب‬
َ‫ار عذاب‬ َ
َِ ‫الن‬

(Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allâh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata),
"Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka. [Ali Imrân/3:191]

i
Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam jihâd fi sabîlillah.
Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan
keperluan yang jelas.

Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat
dari perbuatan umat manusia. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan firmanNya :

َ‫اس أ ْيدِي كسبتَْ بِما وا ْلبحَْ َِر ا ْلب َِر فِي ا ْلفسادَ ظهر‬
َ ِ َ‫ي ْر ِجعونَ لعلَه َْم ع ِملوا الَذِي ب ْعضَ ِليذِيقه َْم الن‬

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusi, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [ar-Rûm/30:41]

Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Zaid bin Râfi’ berkata, 'Telah
nampak kerusakan,' maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan
paceklik dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.”

Mujâhid rahimahullah mengatakan, “Apabila orang zhâlim berkuasa lalu ia berbuat zhâlim
dan kerusakan, maka Allâh Azza wa Jalla akan menahan hujan karenanya, hingga
hancurlah persawahan dan anak keturunan. Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala
tidak menyukai kerusakan.” Kemudian Mujâhid rahimahullah membacakan ayat di atas.

Tapi, apakah kerusakan yang terjadi itu hanya disebabkan perbuatan manusia yang
merusak lingkungan atau mengekplorasi alam semena-mena ataukah juga disebabkan
kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang mereka lakukan ? Jawabnya adalah kedua-
duanya.
Ibnu Katsîr rahimahullah telah menjelaskan dalam tafsirnya: “Makna firman Allâh (yang
artinya) “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia,” yaitu kekurangan buah-buahan dan tanam-tanaman disebabkan
kemaksiatan. Abul ‘Aliyah berkata, “Barangsiapa berbuat maksiat kepada Allâh di muka
bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan langit
adalah dengan ketaatan. Oleh karena itu apabila nabi ‘Isa turun di akhir zaman, beliau
akan berhukum dengan syariat yang suci ini pada masa tersebut. Beliau akan membunuh
babi, mematahkan salib dan menghapus jizyah (upeti) sehingga tidak ada pilihan lain
kecuali masuk Islam atau diperangi. Dan di zaman itu, tatkala Allâh telah membinasakan
Dajjal dan para pengikutnya serta Ya’jûj dan Ma’jûj, maka dikatakanlah kepada bumi,
“Keluarkanlah berkahmu.” Maka satu buah delima bisa dimakan oleh sekelompok besar
manusia dan mereka bisa berteduh di bawah naungan kulitnya. Dan susu unta mampu
mencukupi sekumpulan manusia. Semua itu tidak lain disebabkan berkah penerapan
syariat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka setiap kali keadilan ditegakkan,
akan semakin banyaklah berkah dan kebaikan. Karena itulah disebutkan dalam hadits
shahih, yang artinya, "Sesungguhnya apabila seorang yang jahat mati, niscaya para
hamba, kota-kota, pepohonan dan binatang-binatang melata merasakan ketenangan.”

Salah satu bukti bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan alam sekitar adalah
perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang
beliau jadikan sebagai salah satu cabang keimanan, perintah beliau untuk menanam
pohon walaupun esok hari kiamat. Disamping kita telah menjaga kehidupan manusia di
sekitar kita. Bukankah satu pohon adalah jatah untuk dua orang ?

Dalam hal ini pemerintah berhak memerintahkan rakyat untuk menanam pohon. al-
Qurthubi berkata dalam tafsirnya, "Bercocok tanam termasuk fardhu kifâyah. Imam
(penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan yang semakna
dengan itu, seperti menanam pohon.”

Bahkan untuk memotivasi umat beliau agar gemar menanam pohon beliau bersabda :

َْ ‫س ِلمَ ِم‬
‫ن ما‬ ً ‫صدقةَ بِ َِه لهَ كانَ إِ ََّل دابَةَ أ َْو إِ ْنسانَ ِم ْنهَ فأَكلَ غ ْر‬
ْ ‫سا غرسَ م‬

Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang
memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala
sedekah.[3]

Bahkan pohon itu akan menjadi asset pahala baginya sesudah mati yang akan terus
mengalirkan pahala baginya.

i
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َْ ‫غرسَ أ َْو ِبئْ ًرا حفرَ أ َْو نه ًْرا أجْ رى أ َْو ِع ْل ًما علَمَ م‬
‫ م ْوتِ َِه ب ْعدَ قب ِْر َِه فِي هوَ وَ أجْ رهنََ ِللع ْب َِد يجْ ِري سب َْع‬: ‫ن‬
َ ‫س ِجدًا بنى أ َْو ن ْخ‬
ً‫ل‬ ْ ‫ست ْغ ِفرَ ولدًا تركَ أ َْو مصْحفًا ورثَ أ َْو م‬ ْ ‫ م ْوتِ َِه ب ْعدَ لۗهَ ي‬.

Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati
dan berada dalam kuburnya. (Tujuh itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu,
mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid,
mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya
sesudah ia mati.

Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membakar areal


persawahan dan lain-lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak alam yang bisa
mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir bandang, kabut asap, pemanasan
global adalah beberapa diantara akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam
bukan hanya karena faktor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik dan kemaksiatan
juga punya andil dalam memperparah kerusakan alam. Bukankah banjir besar yang
melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap
dakwah Nuh Alaihissallam ? Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas
menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan yang mereka
lakukan ?

Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan
keberkahan bumi.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Diantara pengaruh buruk perbuatan maksiat


terhadap bumi adalah banyak terjadi gempa dan longsor di muka bumi serta terhapusnya
berkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati kampung kaum Tsamûd,
beliau melarang mereka (para sahabat) melewati kampung tersebut kecuali dengan
menangis. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang mereka meminum airnya,
menimba sumur-sumurnya, hingga beliau memerintahkan agar menggunakan air yang
mereka bawa untuk mengadon gandum. Karena maksiat kaum Tsamûd ini telah
mempengaruhi air di sana. Sebagaimana halnya pengaruh dosa yang mengakibatkan
berkurangnya hasil panen buah-buahan.

Imam Ahmad telah menyebutkan dalam Musnadnya, ia berkata, “Telah ditemukan dalam
gudang milik Bani Umayyah sebutir gandum yang besarnya seperti sebutir kurma.
Gandum itu ditemukan dalam sebuah kantung yang bertuliskan, “Biji gandum ini tumbuh
pada masa keadilan ditegakkan.”
Kebanyakan musibah-musibah yang Allâh Azza wa Jalla timpakan atas manusia sekarang
ini disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan.

Sejumlah orang tua di padang pasir telah mengabarkan kepadaku bahwa mereka pernah
mendapati buah-buah yang ukurannya jauh lebih besar daripada buah-buahan yang ada
sekarang.”[5]

Barangkali ada yang bertanya apakah maksiat yang tidak ada sangkut pautnya dengan
alam bisa juga merusak alam ? Jawabnya, ya bisa. Bukankah Hajar Aswad menghitam
karena maksiat yang dilakukan oleh manusia ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

َ‫سودَ الحجرَ نزل‬ َ ‫ الث َ ْل‬، َ‫آدمَ بنِي خطايا فس َودتْه‬


ْ ‫جِ ِمنَ بياضًا أشدَ الجنۗۗ َِة ِمنَ اْل‬

Hajar Aswad turun dari surga lebih putih warnanya daripada salju, lalu menjadi hitam
karena dosa-dosa anak Adam.[6]

Begitulah pengaruh dosa dan maksiat! Hajar Aswad yang turun dari surga dalam keadaan
berwarna putih bersih lebih putih dari salju bisa menghitam karena dosa. Ini
membuktikan bahwa dosa dan maksiat juga memberikan pengaruh pada perubahan yang
terjadi pada alam sekitar.

Apabila manusia tidak segera kembali kepada agama Allâh Azza wa Jalla , kepada sunnah
Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti menjadi musibah. Hujan yang sejatinya, Allâh
turunkan untuk membawa keberkahan dimuka bumi, namun karena ulah manusia itu
sendiri, hujan justru membawa berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah longsor dan
beragam bencana muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat yang biasanya
tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir !

Tidakkah manusia mau menyadarinya? Atau manusia terlalu egois memikirkan diri sendiri
tanpa mau menyadari pentingnya menjaga alam sekitar yang bakal kita wariskan kepada
generasi mendatang !?

Allah Azza wa Jalla memberi manusia tanggung jawab untuk memakmurkan bumi ini,
mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata. Dan Allâh Subhanahu wa
Ta’ala akan menuntut tanggung jawab itu di akhirat kelak.

Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya
menjaga kelestarian lingkungan hidup. Mereka punya kewajiban untuk melestarikan alam
semesta.

i
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

ِ ‫ض فِي ت ْف‬
َ‫سدوا وّل‬ َ ِ ‫إِصْل ِحها ب ْعدَ ْاْل ْر‬

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.
[al-A’râf/7:56]

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini sebagai berikut, "Firman Allâh Azza wa Jalla
(yang maknanya-red), 'Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya.' Allâh melarang tindakan perusakan dan hal-hal yang
membahayakan alam, setelah dilakukan perbaikan atasnya. Sebab apabila berbagai
macam urusan sudah berjalan dengan baik lalu setelah itu terjadi perusakan, maka hal itu
lebih membahayakan umat manusia. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla melarang hal itu
dan memerintahkan para hamba-Nya agar beribadah, berdoa, dan tunduk serta
merendahkan diri kepada-Nya.”

Sesungguhnya dengan akal yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan, manusia lebihkan dari
makhluk-makhluk lainnya. Kita lebih mulia dari hewan. Coba anda lihat, hewan saja
memiliki kesadaran menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup, lalu apakah kita
selaku manusia justru menghancurkannya ? Janganlah kamu berbuat kerusakan sesudah
Allâh memperbaikinya! Maka kita punya tanggung jawab besar untuk menjaga
keseimbangan alam dan lingkungan hidup demi kesejahteraan hidup manusia di bumi ini.
Bukankah Allah Azza wa Jalla telah berfirman :

َ‫سيَ ِفيها وأ ْلقيْنا مددْناها و ْاْل ْرض‬


ِ ‫ن ِفيها وأ ْنبتْنا روا‬
َْ ‫م ْوزونَ ش ْيءَ ك َِل ِم‬

Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami
tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. [al-Hijr/15:19]

Ya, semua sudah ada ukurannya, semua ada aturannya. Allâh Azza wa Jalla telah
menciptakan semua itu dengan sangat detail dan teratur.

Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Selanjutnya Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa
Dia yang telah menciptakan bumi, membentangnya, menjadikannya luas dan terhampar,
menjadikan gunung-gunung diatasnya yang berdiri tegak, lembah-lembah, tanah
(dataran), pasir, dan berbagai tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang sesuai. Ibnu
‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata tentang firman Allâh Azza wa Jalla “Segala sesuatu
dengan ukuran” Mauzun artinya adalah diketahui ukurannya (proporsional dan
seimbang). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Qatâdah
dan ulama yang lainnya. Di antara para ulama ada yang mengatakan, “maksudnya ukuran
yang telah ditentukan.” Sedang Ibnu Zaid mengatakan, “Maksudnya yaitu dari setiap
sesuatu yang ditimbang dan ditentukan ukurannya.”

Dalam ayat lain Allâh Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan tentang siklus hidrologi yang
menjadi salah satu elemen terpenting bagi kelangsungan kehidupan makhluk di muka
bumi.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

َ ‫سلَ الَذِي‬
َ‫ّللا‬ ِ ‫الرياحَ ي ْر‬
ِ َ‫اء فِي فيبْسطهَ سحَابًا فتثِير‬ َِ ‫سم‬ َ ‫ي ْخرجَ ا ْلودْقَ فترى ِكسفًا ويجْ علهَ يشاءَ كيْفَ ال‬
َْ ‫ن ِب َِه أصابَ ف ِإذا ۗ ِخل ِل َِه ِم‬
‫ن‬ َْ ‫ن يشاءَ م‬
َْ ‫شرونَ ه َْم ِإذا ِعبا ِد َِه ِم‬ ِ ‫ست ْب‬
ْ ‫ي‬

Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allâh
membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan
itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi
gembira. [ar-Rûm/30:48].

Begitulah proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability)


bumi. Proses ini dikenal sebagai siklus hidrologi, mencakup proses evaporasi, kondensasi,
hujan dan aliran air ke sungai, danau dan laut.

Kewajiban ini kita laksanakan dengan menjalankan syariat Allâh Azza wa Jalla di muka
bumi, memakmurkannya dengan tauhid dan sunnah. Sembari terus menumbuhkan
kesadaran bahwa kita tidak sendiri hidup di muka bumi. Ada makhluk-makhluk Allâh
Subhanahu wa Ta’alaainnya selain kita di sekitar kita.

Dan juga dengan menjauhi kekafiran, syirik dan maksiat. Karena dosa dan maksiat akan
mendorong manusia untuk merusak dan mengotori alam ini dengan noda-noda maksiat
mereka. Mereka inilah inilah yang sebenarnya tidak memahami tujuan penciptaan alam
semesta ini.

i
a) Ekologi dalam Prespektif Islam
Menurut Chapman, dewasa ini semua agama: Islam, Kristen, Yahudi, Hindhu, Budha,
Tao dan lain-lainnya, sejatinya telah menumbuhkan kesadaran akan kearifan terhadap
lingkungan hidup. Dari sisi ajaran Islam misalnya, kita mengenal kearifan lingkungan dari
konsep-konsep semisal tauhid, ihsan, syukr, khalifatullah fi-alrdl, amanah, akhirat,
ihsan dan rahmatan li al-’alamin.

Tauhid merupakan pilar dan pijakan seluruh aktivitas manusia terhadap Tuhan dan
alam. Tauhid dengan demikian mampu memancarkan peran khalifatullah fi al-ardl yang
secara bertanggungjawab mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam dengan baik
dan seimbang. Eksplorasi alam ini tentunya sebagai manifestasi rasa syukur dan wujud
belas kasih atau rahmatan li al-’alamin kepada alam lingkungan. Operasi dan
implementasi tauhid, syukur dan khalifatullahdan sifat ramah lingkungan semuanya
merupakan manifestasi sifat amanah dan sikap ihsan. Dengan demikian, perbuatan-
perbuatan manusia akan dimintakan pertanggungjawabannya di akhirat nanti (ini
konsep eschathology). Konsep-konsep di atas merupakan mata rantai aplikatif dan sebagi
jawaban bahwa Islam sejatinya peduli terhadap lingkungan.

Lebih jauh, dua pemikir muslim modern, Sayyed Hossein Nasr dan Yusuf al-Qaradlawy
juga mengurai konsep ihsansebagai salah pilar Islam terhadap pemeliharaan lingkungan.
Kata Qaradlawy, ihsan dapat dimaknai dalam dua pengertian:pertama, melindungi dan
menjaga dengan sempurna. Kedua,bermakna memperhatikan, menyayangi, merawat dan
menghormati. Pandangan Qaradlawy menegaskan bahwa Islam peduli dengan
lingkungan. Meski belum nampak teknik operasional bentuk konservasi lingkungan.

Sayyed Hossein Nasr juga menilai bahwa konsep ihsandalam Islam. Menurut
Nasr, ihsan melambangkan the beauty of human soul (keindahan jiwa manusia). Lebih
detail Nasr menjelaskan: ”The person who has realized ihsan is fully aware of the
centrality of the qualities of compassion and love, peace and beauty in the Islamic spiritual
universe and is able to see written on the Divine Throne. (orang yang sadar
akan ihsan sepenuhnya sadar akan makna penting sifat-sifat belas kasih dan cinta kasih,
perdamaian dan keindahan dalam semesta spiritual Islam dan ia dapat melihat dengan
mata batin akan ayat-ayat yang tertulis di dalam Tahta Ilahi). Nasr juga menguti hadits
Qudsi yang berbunyi: inna rahmatiy taghlibu ghadlbiy (sesungguhnya rahmat-Ku
mengalahkan siksa-Ku). Pandangan al-Qaradlawi dan Nasr di atas menegaskan bahwa
antroposentrisme dalam Islam sejatinya tidak ada dan tidak diajarkan.
Selanjutnya, embrio-embrio gagasan ekologis-teologis di atas, meskipun bersifat normatif,
menurut hemat penulis, laik dan saatnya untuk dikembangkan dalam rangka menciptakan
peradaban Islam yang ramah lingkungan. Dengan basis ekologis-normatif diharapkan lahir
para intelektual dan manusia yang berwawasan lingkungan hidup. Fakta sejarah
menampilkan, dengan basis syariah normatif mampu melahirkan manusia-manusia
berkualitas pada abad pertengahan. Inilah yang oleh Nasr Hamid Abu Zaid diistilahkan
dengan hadlarat al-nash (peradaban teks). Peradaban teks meskipun bernuansa apologis
dan romantisisme sejarah, telah digunakan karakter bangsa Arab yang melalui ’peradaban
teks’ yang hanya berbasis pada dimensi deduktif, platonik dan atomistik, faktanya mampu
berkembang.Berbeda dengan peradaban Barat yang berdimensi induktif, empirisme dan
penelitian-penelitian ilmiah.

Namun demikian, peran teks-teks syariah dalam konservasi lingkungan tidak dapat
dinafikan begitu saja. Ia berperan pada penguatan basis-basis intelektual dan spiritual.
Sebab, menurut penulis konservasi lingkungan dan alam yang terlanjur rusak ini, tidak
cukup diselesaikan dengan aktivitas-aktivitas fisik dan teknologi an sich.Melainkan
dimensi yang tidak kalah penting adalah penguatan dimensi non-fisik yaitu spiritual dan
intelektual yang berwawasan lingkungan hidup. Dengan demikian dekonstruksi tafsir ini
diharapkan mampu memperkuat basis-basis tersebut.

Kesimpulan

Dari uraian dan analisis di atas dapat diambil kesimpulan-kesimpulan bahwa


antroposentrisme sejatinya lahir bukan dari agama Islam. Pandangan antroposentrisme
muncul disebabkan metode penafsiran yang parsial dan atomistik. Islam memandang
manusia dengan lingkungan alam bersifat simbiosa mutual dan manusia secara fungsional
merupakan makhluk pembangun (khalifah) yang amanah dan ber-ihsan. Konsep
pembangunan Islam bersifat menyeluruh dan integral dengan tetap mengedepankan
aspek kelestarian lingkungan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep
ekoteologi Islam adalah membangun bumi dan manusia dengan prinsip keseimbangan.

i
b) Syarat Ekologi dalam Prespektif Islam
Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk
hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita
mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Ekologi
merupakan cabang ilmu dari biologi yang mempelajari tentang kehidupan. Kata “ekologi”
(Ökologie) pertama kali digunakan pada tahun 1866 oleh Ernst Haeckel seorang Ilmuwan
berkebangsaan Jerman. Para filsuf kuno dari Yunani (Hippocrates dan Aristoteles) telah
melakukan pencatatan dan observasi pertama kali pada sejarah alamiah dari tumbuhan
dan hewan. Ekologi tidak sama (sinonim) dengan lingkungan, paham lingkungan, sejarah
alam atau Ilmu lingkungan. Ekologi lebih dekat berhubungan dengan fisiologi, biologi
evolusi, genetic dan etologi. Seorang ahli ekologi berusaha untuk menjelaskan tentang :

1. Proses kehidupan dan adaptasi

2. Distribusi dan kelimpahan organisme

3. Perpindahan material dan energy pada komunitas hidup

4. Suksesi perkembangan dari ekosistem

5. Kelimpahan dan distribusi dari keanekaragaman hayati pada konteks lingkungan.

Ekologi merupakan ilmu manusia. Ada banyak aplikasi dari ekologi seperti biologi
konservasi, managemen lahan basah, managemen sumber daya alam (pertanian,
kehutanan dan perikanan), perencanaan kota (urban ekologi), kesehatan masyarakat,
ekonomi, ilmu dasar dan terapan dan interaksi sosial manusia (ekologi manusia).

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen
penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor biotik antara lain suhu, air,
kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang
terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi memiliki syarat, yaitu
populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu
sistem yang menunjukkan kesatuan.
i. Individu

Individu berasal dari bahasa latin yaitu in artinya tidak dan dividus artinya dapat di bagi.
Jadi individu adalah suatu satuan struktur yang membangun suatu kehidupan dalam
bentuk makhluk. Jika kita bayangkan pandangan ke sebuah kebun maka kita mungkin
akan menemukan beberapa tumbuhan misalnya pohon jambu, pohon pisang, jahe,
rumput, dsb

ii. Populasi

Populasi dapat di katakan sebagai kumpulan individu suatu spesies makhluk hidup yang
sama.

iii. Komunitas

Komunitas adalah beberapa kelompok makhluk yang hidup bersama-sama dalam suatu
tempat yang bersamaan misalnya populasi semut,populasi kutu daun dan pohon tempat
mereka hidup membentuk suatu masyarakat atau suatu komunitas dengan
memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapatlah di peroleh gambaran
tentang kedewasaan organisasi komunitas tersebut.

Komunitas dengan populasinya adalah ibarat makhluk dengan sistem organnya, tetapi
dengan tingkat organisasi yang lebih tinggi sehingga memiliki sifat yang khusus atau
kelebihan yang tidak di miliki oleh baik sistem organ maupun organisasi hidup lainnya.

iiii. Ekosistem

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak
terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga
suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan
hidup yang saling mempengaruhi.Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit
biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik
sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu
siklus materi antara organisme dan anorganisme.

i
c) Penghijaun Bumi
Benarkan ajaran Islam telah memberi pedoman atau dasar-dasar pelestarian dan
pengelolaan lingkungan? Secara keimanan, jawabnya tentu: ya. Sebab ajaran Islam adalah
ajaran penutup yang berlaku hingga akhir zaman. Prinsip ini memestikan ajaran Islam
memiliki jawaban terhadap semua persoalan kemanusiaan, sejak dia pertama kali
diturunkan hingga kiamat kelak.

Tapi, pernahkan kita membaca secara langsung bagaimana sumber-sumber ajaran Islam
berbicara tentang persoalan lingkungan itu.berikut ini beberapa bentuk sikap yang secara
khusus di jelaskan dalam ajaran islam mengenai lingkungan.yaitu tentang:

Perintah berlaku ihsan (baik) kepada segala sesuatu

Merusak lingkungan merupakan salah satu sifat orang munafik

Larangan terhadap perbuatan yang dapat menimbulkan mudharat/merugikan


orang lain

Menanam tumbuhan yang bermanfaat sama dengan bersedekah

‫ أو يزرع‬، ً‫ ما من مسلم يغرس غرسا‬: ‫عن أنس رضي هللا عنه أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫ إال كان له به صدقة‬، ‫ فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة‬، ً‫ زرعا‬. (‫)رواه البخاري ومسلم‬
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak
seorang pun muslim yang menanam tumbuhan atau bercocok tanam, kemudian buahnya
dimakan oleh burung atau manusia atau binatang ternak, kecuali yang dimakan itu akan
bernilai sedekah untuknya.”

، ‫ وبيد أحدكم فسيلة‬، ‫ إذا قامت الساعة‬: ‫عن أنس رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫ وهذا سند صحيح على شرط‬: ‫ (رواه أحمد وقال األلباني‬. ‫فإن استطاع أن ال يقوم حتى يغرسها فليفعل‬
‫)مسلم‬
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kiamat
telah terjadi dan di tangan seorang dari kalian memegang bibit korma, bila dia dapat
untuk tidak meniggalkan tempatnya sebelum dia menanam bibit itu, maka hendaknya dia
lakukan.”

Berbuat baik kepada setiap makhluk bernyawa bernilai pahala

Mengoptimalkan manfaat lahan bernilai pahala, dan setiap bagian yang


dinikmati dari hasil lahan tersebut adalah sedekah.
d) Menghidupkan Lahan Mati

Islam mencintai manusia meluaskan bagiannya dalam menggarap dan bertebaran di


muka bumi sertamenghidupkan tanah yang matinya sehingga kekayaan mereka banyak
dan mereka menjadi kuat. Oleh karena itu, Islam menyukai pemeluknya mendatangi
tanah yang mati lalu menghidupkannya, menggali kebaikannya dan memanfaatkan
keberkahannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ً ‫َمنْ أَحيَا أَر‬
َْ ‫ضا َميِّتَةًْ فَ ِّه‬
ْ‫ي لَه‬

“Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya.”
Urwah pernah berkata, “Sesungguhnya bumi adalah milik Allah dan hamba-hamba juga
hamba Allah. Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka dia lebih berhak
kepadanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang membawa ajaran ini.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
ٌ‫ص َدقَ ْة‬ ْ ‫ َو َما أ َ َكلَهْ ال َع َوا ِّف‬،‫ضا َميِّت َ ْةً فَلَهْ ِّفي َها أَج ٌر‬
َ ْ‫ي فَه َْو َله‬ ً ‫َمنْ أَح َيا أَر‬
“Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka di sana ia akan memperoleh
pahala dan tanaman yang dimakan binatang kecil (seperti burung atau binatang liar),
maka hal itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Darimiy dan Ahmad dan dishahihkan oleh
Syaikh al-Albani dalam al-Irwaa’ (4/6))
Syarat Menghidupkan Tanah Yang Mati
Disyaratkan untuk sebuah tanah agar bisa dikatakan mati adalah dengan jauh dari
keramaian, agar bukan termasuk milik mereka dan tidak ada dugaan milik mereka. Untuk
mengetahui jarak jauh dari keramaian adalah dengan mengembalikannya kepada ‘uruf.

Umumnya para fuqaha di setiap negeri berpendapat bahwa tanah itu dapat dimiliki
dengan dihidupkan, meskipun mereka berselisih tentang syarat-syaratnya. Dan bahwa
bukan termasuk mawat adalah tanah haram dan ‘Arafah, maka tanah ini tidak bisa
dimiliki dengan dihidupkan, karena dapat mempersempit manasik.

Menurut penyusun al-Fiqhul Muyassar hal. 261, bahwa untuk sahnya menghidupkan
tanah yang mati disyaratkan dua hal:
Bukan milik seorang muslim. Jika ternyata milik seorang muslim, maka tidak boleh
dihidupkan kecuali dengan izin yang syar’i.
Orang yang menghidupkan tanah yang mati adalah seorang muslim. Oleh karena itu,
orang kafir tidak boleh menghidupkan tanah yang mati di wilayah Islam.

i
e) Menjaga Keseimbangan Alam
Menjaga keseimbangan alam adalah tanggung jawab semua insan manusia di muka
bumi ini. Sebagai makhluk yang tercipta dengan jasmani dan rohani yang terbilang
sempurna di banding makhluk lain, manusialah yang memiliki peran penting menjaga dan
melestarikan alam semesta ini.Sebab tidak menutup kemungkinan kerusakan alam karena
polusi / polusi sangat membahayakan penduduk bumi.
Berikut akan saya uraikan 5 langkah menjaga keseimbangan dan kelestarian alam
semesta demi kelangsungan makhluk hidup di dalamnya.

1. REBOISASI

Reboisasi adalah penanaman kembali hutan gundul.Pastinya sudah tidak asing lagi di
telinga sobat semua.Penanaman pohon baru harus sering dilakukan sob, tentunya harus
melibatkan semua elemen masyarakat sob.Hutan memegang peran penting sebagai paru-
paru dunia sob, jadi kita smua wajib menjaga dan melestarikannya.

2. PENGHIJAUAN DI LINGKUNGAN SETEMPAT

Tidak cukup hanya penghijauan di hutan saja sob.Kita juga harus bersama-sama
menanamkan kepedulian terhadap lingkungan yang kita huni.Sobat pasti sudah tahu
fungsi penghijauan di lingkungan tempat tinggal masing-masing kan ??? Yang di antaranya
akan saya bahas di artikel ini. Berikut ini beberapa manfaat penghijauan lingkungan
sekitar kita;
- Menyerap udara kotor yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor, seperti mobil dan
sepeda motor.Jika rumah Anda dekat dengan kawasan industri (pabrik) penghijauan di
lingkungan setempat juga mampu menyerap udara kotor yang berasal dari cerobong asap
pabrik tersebut.
- Menyerap panas; setidaknya dengan penghijauan mampu menyerap panas yang di
sebabkan oleh global warming sob.
- Menyerap debu yang berterbangan di udara saat musim kemarau.Dan tentunya masih
banyak lagi manfaat dari penghijauan yang di lakukan.
3. membuang sampah pada tempatnya

Dalam hal ini setiap individu harus menyadari bahwa sampah yang kita buang tidak pada
tempatnya akan merugikan diri kita sendiri serta orang lain.Sebagai contoh; sampah-
sampah yang kita buang di sungai dapat mengakibatkan banjir saat datang musim
penghujan.Bahkan lebih parahnya lagi sampah-sampah ini mencemari air sungai
tersebut.Pastinya akan banyak ikan, udang dan penghuni sungai yang lain keracunan yang
di sebabkan oleh berbagai macam unsur kimia yang terkandung dari sampah plastik dan
sejenisnya.Sampah yang di buang di sungai juga pastinya akan sampai ke laut
sob.Berubahlah pantai yang tadinya bersih menjadi kotor oleh sampah yang berserakan di
tepi pantai.

4. JAGA DAN AWASI LINGKUNGAN SEKITAR KITA DARI ORANG TAK


BERTANGGUNG JAWAB

Banyaknya orang yang sudah tidak peduli lagi terhadap kelestarian alam membuat
mereka melakukan hal-hal egois, tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi di kemudian
hari.Misalnya; nelayan yang mencari ikan di laut dengan bahan peledak (bom), serta
racun.Sudah pasti bahan- bahan tersebut membunuh semua biota laut yang ada, baik itu
berukuran raksasa maupun yang punya ukuran kecil (teri) .bagaimana nanti anak cucu kita
jika masih banyak orang yang melakukan hal itu.Pastinya mereka tidak akan mengenal
keberagaman biota laut nusantara ini.

5. TANAMKAN kepedulian DIRI SENDIRI SERTA ANAK

Bumi yang kita huni membutuhkan individu-individu yang mampu menjaganya dari
kerusakan terutama yang di lakukan oleh kelalaian dan keserakahan manusia.

Lewat coretan ini saya mengajak semua elemen masyarakat.Di manapun Anda berada,
siapapun Anda, untuk menjaga serta melestarikan lingkungan demi terwujudnya
keseimbangan alam yang jadi tempat lahir dan mati kita semua.

Sekian coretan yang tersirat menjadi tersurat.Semoga coretan-coretan ini menjadi


manfaat bagi semua.Mohon maaf jika ada kesalahan pada tulisan ini.Saya hanya manusia
biasa yang tak lepas dari khilaf.Kesempurnaan semata-mata hanya milik Allah SWT.

i
f) Dunia Islam Dan Kerusakan Alam
Menurut Al-Quran, sebenarnya manusialah yang menyebabkan terjadinya kerusakan
di bumi.
Di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa segala kerusakan dibumi ini disebabkan oleh
ulah manusia.“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan kerena perbuatan
tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali.”(QS. Ar-Ruum [30]: 41)
Manusia memang ditakdirkan memiliki hawa nafsu yang membuat manusia menjadi
serakah. Dengan keserakahan manusia saat ini yang menjadi-jadi, akhirnya menyebabkan
kerusakan. “(Allah) yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali
tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.
Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (QS. Al-
Mulk: 3)

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi
ini dan semua yang ada didalamnua. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan (Al-Qur’an) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan
itu.”(QS. Al-Mukminun: 71)

Hampir seluruh masyarakat dunia saat ini dikuasai oleh Peradaban Barat, peradaban yang
konsumtif, tamak, peradaban yang mengagungkan keduniaan. Banyak sekali teknologi-
teknologi baru yang ditemukan akan tetapi sayangnya tidak dibarengi dengan ketakwaan,
sehingga teknologi tersebut hanya digunakan untuk memenuhi hawa nafsu belaka.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.islampos.com/penyebab-terjadinya-bencana-alam-menurut-hadist-nabi-
94480/ islam dan kerusakan alam

related:nixonselly.blogspot.com/2013/06/iad-manusia-dan-lingkungannya.html IAD :
Manusia & lingkungan Hidup

Herawan, Ary. 2013. Makalah Kerusakan Alam dan Islam

wawasankeislaman.blogspot.com/2012/02/fiqh-ihyaaul-mawat-1.html

relats:almanhaj.or.id/content/3456/slash/0/islam-dan-lingkungan-hidup/ islam dan


lingkungan hidup

Anda mungkin juga menyukai