Anda di halaman 1dari 34

Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan Disfungsi Seksual

Diajukan untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Psikologi Abnormal

Dosen : Sara Palila, S.Psi., M.A., Psi

Disusun oleh :

Kelompok 7

Beta Hasna (18107010032)

Amanda Nuzlia Habibatul F (18107010065)

Program Studi Psikologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora


Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2019

Perilaku Seksual yang Normal dan Abnormal


Dalam lingkup perilaku seksual, konsep yang kita miliki tentang apa yang normal
dan apa yang tidak sangat dipengaruhi oleh faktor sosiokultural. Sebagai contoh,
survey terhadap 3432 sampel yang mewakili pria dan wanita antara usia 18 dan 59
tahun, ditemukan bahwa 63% pria dewasa dan 42% wanita dewa yang disurvei
melaporkan bahwa mereka telah melakukan masturbasi pada tahun-tahun
sebelumnya. (Lauman dkk., 1994).
Sikap terhadap homoseksual sangat bervariasi dari satu budaya ke budaya lain dan
dari waktu ke waktu. Dalam masyarakat AS, American Psychiatryc Association
memutuskan untuk menghilangkan homoseksualitas dari daftar gangguan mental.
Walaupun homoseksualitas tidak dianggap gangguan mental, lesbian dan gay
terus menjadi target permusuhan, ketakukan, dan prasangka yang ekstrem.
Perilaku seksual dapat dianggap abnormal jika hal tersebut bersifat self-defeating,
menyimpang dari norma, menyakiti orang lain, menyebabkan distres personal,
atau mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berfungsi secaara normal.
A. Gangguan Identitas Gender
Identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria
atau wanita. Identitas gender secara normal didasarkan pada anatomi gender.
Namun, pada gangguan identitas gender terjadi konflik antara anatomi gender
seseorang dengan identitas gendernya.
Gangguan identitas gender dapat berawal sejak masa kanak-kanak. Anak-anak
dengan gangguan ini menemukan bahwa anatomi gender mereka merupakan
sumber distres yang terus-menerus dan intensif. Diagnosis tidak digunakan hanya
untuk melabel anak perempuan “tomboi” dan anak laki-laki “banci”. Diagnosis
diterapkan kepada anak yang secara uat menolak sifat anatomi mereka atau pada
mereka yang terfokus pada pakaian atau aktifitas yang merupakan stereotip dari
gender lain.
Gangguan gender muncul sekitar lima kali lebih banyak pada pria daripada
wanita. Bisa berakhir atau berkurang pada masa remaja, ketika anak dapat
menerima identitas gender mereka. Atau bisa juga bertahan selama masa remaja
atau bisa juga bertahan selama masa remaja atau dewasa dan menyebabkan
identitas transeksual (Cohen-Kettenis dkk., 2001). Anak tersebut bisa juga
mengembangkan orientasi gay dan lesbian pada masa remaja (Zucker & Green,
1992). Identitas gender berbeda dengan orientasi seksual. Gay dan lesbian
memiliki minat erotis pada anggota gender mereka sendiri, tetapi identitas gender
mereka (perasaan menjadi pria atau wanita) konsisten dengan anatomi seks
mereka. Tidak seperti orientasi seksual gay atau lesbian, gangguan identitas
gender sangat jarang ditemukan.
Perspektif Teoritis
Tidak seorang pun mengetahui apa penyebab gangguan identitas gender (Money,
1994).
Perspektif Psikodinamika
Teoritikus psikodinamika menunjuk pada pendekatan hubungan ibu-anak laki-laki
yang sangat ekstrem, hubungan yang renggang antara ibu dan ayah yang tidak ada
atau jauh dari anaknya (Stoller, 1969). Anak perempuan yang memiliki ibu lemah
dan tidak berpengaruh serta ayah yang kuat dan maskulin dapat mengidentifikasi
dirinya secara berlebihan kepada sang ayah dan mengembangkan perrasaan
psikologis bahwa dirinya adalah “laki-laki kecil”.
Kita mengetahui bahwa orang-orang dengan gangguan identitas gender sering
menunjukkan prefensi lintas gender dalam hal mainan, permainan, dan pakaian
pada awal masa kanak-kanak. Jika ada pengalaman belajar pada masa awal yang
penting dalam hal gangguan identitas gender, maka gangguan itu akan terjadi
sangat awal di kehidupan. Ketidakseimbangan hormonal di masa-masa prenatal
juga dapat berpengaruh. Dari semua itu, peneliti menduga bahwa gangguan
identitas hender dapat terjadi sebagai hasil dari interaksi di uterus antara
perkembangan otak dan pelepasan hormon seks (Zhou dkk., 1995). Namun,
spekulasi tentang asal muasal gangguan identitas gender masih tetap sulit
dibuktikan.
Diagnosis
GENDER DSYPHORIA
Individu yang memiliki ketidaksesuaian yang ditandai antara jenis kelamin
bawaan saat lahir dan ketidak sesuaian yang ditandai antara jenis kelamin baeaan
saat lahir dan jenis kelamin yang di ekspresikan.
GENDER DYSPHORIA in CHILDREN
Karakteristik diagnostik :
A. Ketidak cocokan yang ditandai antara gender yang dialami / yang di
ungkapkan dengan jenis kelamin yang seharusnya, durasi minimal 6 bulan,
ditunjukkan oleh setidaknya enam dari berikut ini (salah satunya harus kriteria
A1 ) :
1. Keinginan kuat untuk memiliki jenis kelamin lain atau desakan bahwa
seseorang adalah jenis kelamin yang lain (atau beberapa alternatif gender
berbeda dari jenis kelamin yang seharusnya).
2. Pada anak laki laki, preferensi yang kuat untuk berpakaian silang atau
memakai pakaian perempuan; atau pada anak perempuan, preferensi yang kuat
mengenakan pakaian maskulin dan ketahanan yang kuat terhadap pakaian
feminim.
3. Keinginan yang kuat untuk peran lintas gender dalam bermain dan bermain
fantasi.
4. Preferensi kuat untuk mainan, permainan atau kegiatan yang digunakan oleh
jenis kelamin yang berbeda.
5. Keinginan yang kuat untuk bermain gender yang berlawanan.
6. Pada anak laki laki terdapat penolakan kuat terhadap permainan dan kegiatan
permainan kasar dan berantakan; atau pada anak perempuan , penolakan kuat
terhadap permainan, mainan dan aktivitas feminim.
7. Ketidaksukaan yang kuat terhadap anatomi seksual seseorang.
8. Keinginan kuat untuk karakteristik primer atau sekunder yang cocok dengan
jenis kelamin seseorang.
B. Kondisi ini terkait dengan gangguan atau gangguan klinis yang signifikan
secara sosial, sekolah atau bidang fungsi penting lainnya.
GENDER DYSPHORYA in ADOLESCENT-ADULTS

Kriteria diagnostik :
A. Ketidak cocokan yang ditandai antara gender yang alami / yang di
ungkapkan dengan jenis kelamin yang seharusnya, durasi minimal 6 bulan,
ditunjukkan oleh setidaknya paling sedikit dua dari berikut ini :
1. Ketidakcocokan yang ditandai antara gender yang dialami / diekspresikan
dan / karakteristik seks sekunder.
2. Keinginan kuat untuk menyingkirkan karakteristik seks utama dan /seks
sekunder karena ketidaksesuaian yang ditandai dengan gender yang diinginkan
( atau pada remaja, keinginan untuk mencegah perkembangan karakteristik seks
sekunder).
3. Keinginan kuat pada karakteristik seks primer dan / sekunder dari jenis
kelamin yang berlawanan.
4. Keinginan kuat untuk menjadi jenis kelamin yang berlawanan.
5. Keinginan kuat untuk diperlakukan sebagai jenis kelamin berlawanan.
6. Keyakinan kuat bahwa seseorang memiliki perasaan dan reaksi khas jenis
kelamin berlawanan.
B. Kondisi ini terkait dengan gangguan yang signifikan secara sosial, pekerjaan
atau area penting lainnya yang berfungsi.

Kode diagnostik PPDGJ dan DSM


F 6 4 Gangguan
identitas
jenis
kelamin
F 6 4 . Transeksualisme
0
F 6 4 . Transvetisme
1 peran ganda
F 6 4 . Gangguan
2 identitas jenis
kelamin masa
kanak
F 6 4 .
3
F 6 4 .
4
F 6 4 .
5
F 6 4 .
6
F 6 4 .
7
F 6 4 . Gangguan
8 identitas jenis
kelamin lainnya.
F 6 4 . Gangguan
9 identitas jenis
kelamin YTT.

B. Parafilia
Kata parafilia diambil dari akar bahasa Yunani para, yang artinya
“pada sisi lain”, dan philos artinya “mencintai”. Pada parafilia, orang
menunjukkan keterangsangan seksual (mencintai) sebagai respon terhadap
stimulus yang tidak biasa. Menurut DSM-IV, parafilia melibatkan
dorongan dan fantasi seksual yang berulang dan kuat, yang bertahan
selama 6 bulan atau lebih yang berpusat (1) objek bukan manusia seperti
pakaian dalam, sepatu, kulit, atau sutra, (2) perasaan merendahkan atau
menyakiti diri sendiri atau pasangannya, atau (3) anak-anak dan orang lain
yang tidak dapat atau tidak mampu memberikan persetujuan.
Perspektif Psikodinamika
Para teoritikus psikodinamika melihat banyak parafilia sebagai
pertahanan terhadap kecemasan kastrasi yang tersisa dari periode Oedipal.
pikiran akan hilangnya penis di dakanm vagina secara tidak sadar sadar
disamakan dengan kastrasi.
Perspektif Belajar
Para teoritikus belajar menjelaskan parafilia dalam kaitannya dengan
conditioning dan observational learning. sejumlah objek atau aktivitas
secara tidak sengaja dihubungkan dengan rangsangan seksual. Objek atau
aktifitas tersebut kemudian dapat kapasitas untuk menimbulkan
rangsangan seksual.
Prespektif Sosio-kultural
Seperti pola lain dari perilaku abnormal, parafilia melibatkan
faktor biologis, psikologis dan sosiokultural yang beragam. Money dan
Lamacz (1990) mengembangkan hipotresis modelmultifaktoral yang
melacak perkembangan parafilia pada masa kanak-kanak. nerejka
menyatakan bahwa pengalaman di masa kanak-kanak menggoreskan pola,
atau “peta cinta”, yang mirip dengan program komputer dalam otak untuk
menentuk jenis stimulus dan perilaku yang dapat merangsang seseorang
secara seksual.

a. Ekshibisionisme
Ekshibionisme melibatkan dorongan kuat dan berulang
untuk menunjukan alat genital pada orang tak dikenal yang tidak
menduganya, dengan tujuan agar korban terkejut, syok, atau
terangsang secara seksuual. Orang tersebut dapat bermasturbasi
sambil membayangkan atau benar-benar menunjukan alat
genitalnya (hampir semua kasus terjadi pada pria).
Sasaran/korbannya hampir selalu wanita. Orang yang didiagnosis
mengidap ekshibisionisme biasanya tidak tertarik pada kontak
seksual aktual dengan korban dan karena itu biasanya tidak
berbahaya.
Pria dengan gangguan ini cenderung pemalu, tergantung, serta
kurang memiliki keterampilan sosial dan seksual, akan terhambat
secara sosial (Dwyer, 1988). Sejumlah orang meragukan
maskulinitas mereka dan memiliki perasaan inferior. Rasa jijik atau
ketakukan korban membangkitkan rasa menguasai situasi dan
meningkatkan keterangsangan seksual mereka.
b. Fetishisme
Kata erancis fetiche diduga berasal dari bahasa Portugis
feitico, yang berarti “daya tarik ajaib”. Dalam kasus ini, ajaib“
terletak pada kemampuan objek untuk merangsang secara seksual.
Ciri utama fetishisme adalah dorongan seksual yang kuat dan
berulang serta membangkitkan dantasi yang melibatkan objek tidak
hidup, seperti bagian etrtentu dari pakaian. Pada banyak kasus,
munculnya fetishisme dapat dilacak dari masa kanak-kanak awal.
c. Transvestik Fetishisme
Ciri utama dari gangguan ini adalah dorongan yang kuat
dan berulang serta fantasi yang berhubungan yang melibatkan
memakai pakaian lawan jenis dengan tujuan untuk mendapatkan
rangsangan seksual. Transvestik fethishisme dilaporkan hanya
terjadi pada pria heteroseksual. Sebagian besar pria dengan
transvestisme sudah menikah dan terlibat dalam aktivitas seksual
dengan istri mereka, tetapi mereka mencari tambahan kepuasan
seksual dengan cara berpakaian seperti wanita.
d. Voyeurisme
Ciri utama dari gangguan ini adalah bertindak berdasarkan
atau mengalami distress akibat munculnya dorongan seksual yang
terus menerus sehubungan dengan fantasi yang melibatkan
melihat/memerhatikan orang, biasanya orang yang tidak dikenal,
yang sedang tidak berpakaian atau membuka pakaian atau sedang
melakukan aktifitas seksual di mana mereka tidak menduganya.
Tujuan melihat atau “mengintip” adalah untuk mencapai kepuasan
seksual.
e. Froterisme
Berasal dari kata Prancis frottage mengacu pada teknik
artistik dari membuat gambar dengan cara menggosok pada objek
yang timbul. Ciri utama dari parafilia frotisme adalah adanya
dorongan seksual yang kuat secara persisten dan fantasi terkait
yang melibatkan menggosok atau menyentuh tubuh orang tanpa
izin.
f. Pedofilia
Pedofilia diambil dari bahasa Yunani paidos, yang berarti
“anak”. Ciri utama dari pedofilia adalah dorongan seksual yang
kuat dan berulakang serta adanya fantasi yang melibatkan aktivitas
seksual dengan anak-anak yang belum puber (biasanya usi 13
tahun atau lebih muda). untuk mendapat diagnosis pedofilia, orang
tersebut setidaknya harus berusia 16 tahun, dan setidaknya harus 5
tahun lebih tua daripada anak atau anak-anak yang mereka rasakan
ketertarikan secara seksual atau yang menjadi korban.
Penyebab pedofilia kompleks dan bervariasi. sejumlah
kasus cocok dengan stereotip lemah, pemalas, mempunyai
hubungan ssosial yang canggung dan seorang penyendiri yang
merasa terancam oleh orang dewasa dan berbelokpada anak-anak
untuk mendapat keleluasaan dan kepuasan seksual karena anak-
anak tidak banyak mengkritik dan menuntut (Ames & Houston,
1990).
g. Masokisme Seksual
Masokisme seksual, berasa dari nama seorang Novelis
Austria, Leopard Ritter von Sacher-Masoch (1836-1895), yang
menulis cerita dan novel tentang pria yang mencari ikepuasan
seksual dari wanita yang memberikan rasa nyeri/sakit pada dirinya,
sering dalam bentuk flagellation ]icumbuk atau dipulkul. ekspreso
masokisme yang palingh berbahaya adalah hipoksifilia, dimana
partisipan akan merasa terangsang secara seksual dengan dikurangi
konsumsi oksigennya-misalnya dengan mengguinakan jerat,
kantung plastik, bahan kimia, atau tekanan pada dada saat
melakukan aktivitas seksual seperti masturbasi.
h. Sadisme Seksual
Sadisme seksual dinamai berdasarkan nama Marquis de
Sade, pria Prancil pada abad ke-18 yang terkenal, yang menulis
cerita tentang kenikmatan mencapai kepuasan seksual dengan
memberi rasa sakit atau rasa malu pada orang lain. Sadisme
seksual adalah sisi kebalikan dari masokisme seksual. banyak
orang memiliki fantasi sadistik atau masokistik pada saat-saat
tertentu atau melakukan permainan seks yang melibatkan simulasi
atau bentuk ringan sadomasokisme dengan pasangan mereka.
orang yang terlibat dalam sadomasokisme biasanya saling bertukar
peran saat melakukan aktivitas seksual atau dari satu aktivitas
lainnya.
i. Parafilia lainnya
Ada beberapa bentuk lain dari parafilia. termasuk
diantaranya melakukan panggilan telepon gelap,
nekrofilia,partialisme, zoofilia, dab rangsangan seksual yang
terkait dengan kotoran manuia, obat pencahar, dan urein.

Intervensi
Orang dengan parafilia biasanya tidak mencari penanganan atas keinginan sendiri.
Mereka biasanya menerima penanganan di penjara setelah divonis melakukan
penyerangan seksual. atau mereka dirujuk ke sebuah penyedia penanganan oleh
pengadilan. dalam konsisi ini, tidak mengherankan bahwa pelaku penyerangan
seksual sering kali melawan atau menolak penanganan.
Intervensi Biologis
Penanganan obat (Urand dan Barlow,2006). Obat paling popular yang digunakan
untuk menangani parafilia (Bradford, 1997) adalah antiandrogen yang disebut
cyproterone acetate. obat ini mengeliminasi nafsu dan fantasi.
intervensi kognitif behavioral
Untuk mengurangi perilaku yang tidak dikehendaki dengan meminta klien
membayangkan konsekuensi-konsekuensi yang sangat aversif dari perilakunya
dan membangun asosiasi negative dan bukan asosiasi positif dengan konsekuensi-
konsekuensi tersebut.
Intervensi Perilaku
Salah satu teknik behavioral yang digunakan untuk menangani parafilia adalan
aversive conditioning. Tujuan dari penanganan ini adalah membangkitkan respons
emosional negatif pada stimulus atau fantasi yang tidak tepat. Stimulus yang
membangkitkan rangsangan seksual dipasangkan berulang kali dengan stimulus
aversif dengan harapan agar stimulus tersebut juga akan menjadi aversif.
Keterbatasan mendasar dari aversive conditioning adalah hal ini tidak dapat
membantu individu untuk mendapatkan perilaku yang lebih adaptif sebagai ganti
dari pola respons maladaptif.

Maletzky (1991, 1998) melaporkan angka keberhasilan dari studi progam


penanganan terbesar hingga saat ini, berdasar pada lebih dari 7000 kasus
pemerkosa dan pelaku penyerangan seksual yang mengidap parafilia. Penanganan
menggunakan berbagai teknik behavioral, termasuk aversive conditioning dan
metode nonaversif, untuk membantu individu memperoleh perilaku yang lebih
adaptif.
Kode diagnostik PPDGJ dan DSM

F 6 5 Parafilia
F 6 5 . Fetihism
0
F 6 5 . Transvestisme
1 Fetihistik
F 6 5 . Ekshibionism
2
F 6 5 . Voyeurism
3
F 6 5 . Pedofilia
4
F 6 5 . Sadomasokisme
5
F 6 5 . Gangguan
6 Preferensi
Seksual
Multipel
F 6 5 .
7
F 6 5 . Gangguan
8 Preferensi
Seksual Lainnya
F 6 5 . Gangguan
9 Preferensi
Seksual YTT
C. Disfungsi Seksual

Perspektif Biologis

Penyebab disfungsi seksual secara umum dibagi menjadi dua jenis, yaitu
faktor fisik dan faktor psikologis. Disfungsi seksual yang terjadi akibat
faktor fisik dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, antara lain:
Gangguan hormon, diabetes.penyakit jantung, tekanan darah tinggi,
penyakit saraf, seperti penyakit Parkinson dan multiple sclerosis, cedera
pada saraf, terutama saraf yang mengatur ereksi. Efek samping dari obat-
obatan tertentu, contohnya obat antidepresan.

Baik pria maupun wanita, gangguan hormon dapat mengakibatkan


disfungsi seksual. Contohnya, penurunan kadar hormon estrogen
saat menopause juga akan menurunkan hasrat seksual seorang wanita.
Selain itu, penurunan hormon testosteron pada pria juga dapat
mengurangi hasrat melakukan kegiatan seksual.

Perspektif Psikodinamika

Bukan hanya gangguan fisik, disfungsi seksual juga dapat terjadi akibat
gangguan psikologi. Faktor psikologi yang dapat menimbulkan disfungsi
seksual utamanya adalah: Depresi, Perasaan bersalah, trauma masa lalu
termasuk pelecehan seksual.

Perspektif Kognisi

Seperti terkena stres, kecemasan, kekhawatiran berlebihan akan performa


seksualnya. Masalah dalam hubungan atau pernikahan. Hal itu
dapatmengakibatkan terjadinya gangguan disfungsi seksual.

Macamnya :
1.ERECTILE DISORDER (Disfungsi Ereksi)

Definisi

Disfungsi ereksi atau impotensi adalah ketika Anda tidak bisa ereksi secara
optimal untuk berhubungan seks. Disfungsi ereksi memengaruhi pria dari segala
ras dan seluruh bagian di dunia. Pria biasanya memiliki disfungsi ereksi setelah
mereka tua. Sebagai contoh, disfungsi ereksi terjadi dalam: Sekitar 12 persen pria
yang lebih muda dari 60 tahun22 persen pria usia 60-69 tahun30 persen pria usia
70 tahun ke atas.

Perspektif Biologis

Penyebab impotensi yaitu: Gangguan yang membuat aliran darah lebih rendah
atau kerusakan saraf di penis. Kerusakan saraf penis bisa diakibatkan dari operasi
panggul atau perut (terutama operasi prostat), terapi radiasi, penyakit tulang
belakang, diabetes, gangguan hormon. Faktor-faktor lain termasuk stroke,
merokok, alkohol, dan obat-obatan. Obat-obatan sering menyebabkan disfungsi
ereksi (terutama pada pria lebih tua) termasuk antihipertensi, antidepresan,
beberapa obat penenang, cimetidine, digoxin, diuretik, dan obat-obatan terlarang.

Beragam faktor risiko bisa berkontribusi pada impotensi, termasuk: Kondisi


medis, terutama diabetes atau kondisi jantung. Konsumsi tembakau, yang
membatasi aliran darah ke pembuluh darah dan arteri, lambat laun menyebabkan
kondisi kesehatan kronis yang menyebabkan disfungsi ereksi. Kelebihan berat
badan, terutama jika klien obesitas. Perawatan medis tertentu, seperti operasi
prostat atau pengobatan radiasi untuk kanker. Cedera, terutama jika merusak saraf
atau pembuluh darah yang mengontrol ereksi. Obat, termasuk antidepresan,
antihistamin, dan obat-obatan untuk mengobati kondisi tekanan darah tinggi,
nyeri, atau prostat. Kondisi psikologis, seperti stres, kecemasan, atau depresi.
Penggunaan narkoba dan alkohol, terutama jika Anda menggunakan narkoba
jangka panjang atau peminum berat. Bersepeda berkepanjangan, yang dapat
menyebabkan saraf dan memengaruhi aliran darah ke penis, dapat menyebabkan
disfungsi ereksi sementara atau permanen.

Gejala

Bisa ereksi kadang-kadang meskipun tidak setiap waktu. Bisa ereksi, namun tidak
berlangsung cukup lama untuk seks, benar-benar tidak bisa ereksi. Gejala utama
impotensi adalah ketidakmampuan untuk ereksi atau ketidakmampuan
mempertahankan ereksi sampai kegiatan seks berakhir. Jika penyebabnya
psikologis, ini mungkin diakibatkan kecemasan, perubahan mood, depresi,
insomnia, dan kekhawatiran tentang kinerja seksual. Jika penyebabnya adalah
fisik, gejala penyakit medis biasanya termasuk sirkulasi yang buruk di kaki, nyeri
dada, sesak napas saat olahraga (mungkin sakit jantung). Diabetes juga sering
dikaitkan dengan disfungsi ereksi.

Diagnosis

Kriteria diagnostik :
A. Setidaknya satu dari tiga gejala berikut ini harus di alami pada
hampir semua atau semua (sekitar 75%-100%) aktivitas seksual (dalam
konteks situasional yang teridentifikasi atau, jika umum, dalam semua
konteks):
1. Ditandai dengan adanya kesulitan dalam mendapatkan ereksi
selama aktivitas seksual.
2. Ditandai dengan kesulitan dalam mempertahankan ereksi
sampai selesainya aktivitas seksual.
3. Ditandai dengan adanya penurunan pada kekakuan ereksi.
B. Gejala pada kriteria A telah bertahan selama minimal 6 bulan.
C. Gejala pada kriteria A menyebabkan distress yang signifikan secara
klinis pada individu.
D. Disfungsi seksual tidak dijelaskan dengan baik oleh gangguan
mental nonseksual atau sebagai konsekuensi dari masalah yang parah
mengenai hubungan atau stressor signifikan lainnya dan tidak
disebabkan oleh efek zat/obat atau kondisi medis lainnya.

Intervensi Biologis

Impotensi Ini bisa diatasi dengan mengurangi faktor risiko. Beberapa contoh
pengobatan yaitu dengan obat melalui mulut. Dokter dapat membuat resep pil
untuk mengobati disfungsi ereksi. Obat umum meliputi: sildenafil (viagra),
vardenafil (levitra, staxyn), tadalafil (cialis), avanafil (stendra). Jika kesehatan
klien secara umum masih baik, dokter mungkin meresepkan salah satu obat-
obatan ini. Klien sebaiknya tidak mengonsumsi pil ini untuk mengobati disfungsi
ereksi jika klien sudah mengonsumsi nitrat, sejenis obat jantung. Semua pil
disfungsi ereksi bekerja dengan meningkatkan aliran darah ke penis. Mereka tidak
menyebabkan ereksi otomatis. Terapi testosteron. Beberapa pria mengalami
disfungsi ereksi yang mungkin diperumit oleh rendahnya tingkat hormon
testosteron. Dalam hal ini, terapi terapi testosteron mungkin direkomendasikan
sebagai langkah pertama. Perangkat vakum: cara lain untuk ereksi adalah dengan
menggunakan perangkat dengan tabung vakum yang dirancang khusus. Klien
menempatkan penis ke dalam tabung, yang terhubung ke pompa. Seperti udara
yang dipompa keluar dari tabung, darah akan mengalir ke penis dan membuatnya
lebih besar dan lebih kencang. Kemudian klien harus memindahkan cincin elastis
yang dirancang khusus, dari ujung tabung ke dasar penis untuk menjaga darah
mengalir kembali ke dalam tubuh klien. Menggunakan alat vakum memerlukan
beberapa kali latihan. Pengobatan lain: implan penis melibatkan operasi
penempatan perangkat ke kedua sisi penis. Implan ini terdiri dari batang karet
yang menggembung atau bisa juga kaku. Perangkat yang menggembung
memungkinkan klien untuk mengontrol kapan dan berapa lama klien harus ereksi.
Sedangkan batang kaku akan menjaga penis kencang tapi tetap bisa ditekuk.

Di samping itu dokter juga bisa menggunakan terapi psikologis untuk


memperbaiki faktor mental dan perasaan, jika itu penyebab disfungsi ereksi klien.
Tes yang biasa dilakukan untuk impotensi (disfungsi ereksi). Untuk kebanyakan
pria, pemeriksaan fisik dan menjawab pertanyaan (sejarah medis) adalah yang
diperlukan dokter untuk mendiagnosis disfungsi ereksi. Klien mungkin
memerlukan tes lebih atau konsultasi dengan spesialis.

Tes untuk kondisi penyebab lain impotensi yaitu: Tes darah, sampel darah klien
mungkin akan dikirim ke laboratorium untuk memeriksa tanda-tanda penyakit
jantung, diabetes, kadar testosteron yang rendah, dan kondisi kesehatan lainnya.
Tes urin, seperti tes darah, tes urin digunakan untuk mencari tanda-tanda diabetes
dan kondisi kesehatan lain yang mendasar. Ultrasound (USG), tes ini biasanya
dilakukan oleh spesialis di kantornya Ini melibatkan penggunaan tongkat yang
diarahkan di atas pembuluh darah yang memasok darah ke penis. Ini
menghasilkan gambar video yang akan jadi petunjuk bagi dokter jika klien
memiliki masalah aliran darah. Tes ini kadang-kadang dilakukan dengan
kombinasi suntikan obat ke dalam penis untuk merangsang aliran darah dan
menghasilkan ereksi. Uji ereksi semalam, kebanyakan pria mengalami ereksi saat
tidur tanpa mengingatnya. Tes sederhana ini melibatkan perangkat khusus yang
membungkus penis klien sebelum tidur. Perangkat ini akan mengukur jumlah dan
kekuatan ereksi yang dicapai dalam semalam. Ini dapat membantu menentukan
apakah disfungsi ereksi klien berhubungan dengan penyebab psikologis atau
fisik .Uji psikologis. Dokter mungkin bertanya beberapa pertanyaan untuk
mendeteksi depresi dan penyebab psikologis lain dari disfungsi ereksi.

2.FEMALE ORGASMIC DISORDER (Gangguan Orgasme pada


wanita)

Definisi
Orgasme adalah perasaan kelegaan intens setelah menerima stimulasi seksual.
Orgasme dapat bervariasi dalam intensitas, durasi, dan frekuensi. Orgasme dapat
terjadi dengan sedikit stimulasi seksual, namun kadang diperlukan stimulasi yang
lebih banyak. Gangguan orgasme adalah kondisi yang terjadi saat seseorang sulit
untuk mencapai orgasme, bahkan saat mereka terangsang secara seksual dan
mendapatkan cukup stimulasi seksual. Gangguan ini lebih umum terjadi pada
wanita. Kondisi ini juga dikenal sebagai anorgasmia atau disfungsi orgasme pada
wanita.

Perspektif Biologis

Penyebab disfungsi orgasme sangat bervariasi pada masing-masing individu. Itu


sebabnya, menentukan penyebab masalah ini cukup sulit dilakukan. Wanita
cenderung memiliki kesulitan mencapai orgasme akibat faktor fisik, emosional,
atau psikologis. Faktor-faktor yang mungkin berkontribusi meliputi: Usia lanjut,
kondisi medis, seperti diabetes, riwayat operasi ginekologis, seperti histerektomi,
penggunaan obat-obatan tertentu, terutama selective serotonin reuptake inhibitors
(SSRIs) untuk depresi, budaya atau kepercayaan religius, rasa malu, rasa bersalah
dalam menikmati aktivitas seksual, riwayat kekerasan seksual, kondisi kesehatan
mental, seperti depresi atau kegelisahan, stres, kepercayaan diri yang rendah,
asalah dalam hubungan, seperti konflik yang belum diselesaikan atau kurangnya
kepercayaan. Kadang, kombinasi dari faktor-faktor ini dapat menyulitkan
seseorang (khususnya wanita) untuk mencapai orgasme. Ketidakmampuan untuk
orgasme dapat menyebabkan stres, yang membuat semakin sulit untuk mencapai
orgasme di kemudian hari.

Perspektif Psikodinamika

Hal yang memiliki kemungkinan risiko lebih tinggi terjadinya gangguan orgasme
apabila seseorang mengalami konduksi berikut : Riwayat kekerasan seksual atau
perkosaan, rasa jenuh pada aktivitas seksual atau hubungan, kelelahan dan stres
atau depresi, kurangnya pengetahuan mengenai fungsi seksual, perasaan negatif
terhadap seks (sering kali dipelajari pada masa kanak-kanak atau remaja), rasa
malu dalam menanyakan jenis sentuhan yang paling baik

Gejala

Tanda dan gejala utama dari disfungsi orgasme adalah ketidakmampuan mencapai
klimaks seksual. Tanda umum lainnya adalah mengalami orgasme yang tidak
memuaskan atau memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai klimaks.
Wanita dengan disfungsi orgasme dapat mengalami kesulitan mencapai orgasme
selama hubungan seksual atau masturbasi.

Terdapat 4 jenis disfungsi orgasme, yaitu:

1. Anorgasmia primer. Ini adalah kondisi di mana seseorang tidak pernah


mengalami orgasme.

2. Anorgasmia sekunder. Jenis disfungsi ini membuat Anda kesulitan


mencapai orgasme, namun pernah mengalaminya sebelumnya.

3. Anorgasmia situasional. Kondisi ini merupakan jenis disfungsi orgasme


yang paling umum. Kondisi terjadi saat Anda hanya bisa mencapai orgasme
dalam situasi tertentu, seperti saat seks oral atau masturbasi.

4. Anorgasmia umum. Jenis disfungsi ini membuat Anda tidak dapat


mencapai orgasme dalam situasi apa pun, bahkan saat Anda sangat terangsang
dan stimulasi seksual cukup.

Diagnosis

Apabila dokter menduga klien memiliki kondisi ini, pemeriksaan fisik dan
beberapa tes akan direkomendasikan. Selain itu, dokter juga akan menanyakan
tentang riwayat seksual klien. Hal ini dapat menemukan penyebab gangguan
orgasme dan dapat mengidentifikasi faktor lain yang dapat berkontribusi terhadap
kondisi. Dokter juga dapat merujuk klien ke ginekolog untuk pemeriksaan
lanjutan. Ginekolog dengan spesialisasi kesehatan wanita dapat
merekomendasikan perawatan lebih lanjut untuk gangguan orgasme.

Kriteria diagnostik :
A. Kehadiran salah satu dari gejala berikut dan dialami hampir semua atau
semua (sekitar 75% - 100%) kesempatan aktivitas seksual (dalam konteks
situasional yang teridentifikasi atau, jika umum dalam semua konteks) :
1. Ditandai dengan adanya penundaan, ditandai dengan jarang atau tidak
adanya orgasme.
2. Ditandai dengan adanya pengurangan pada intensitas sensasi orgasme.
B. Gejala pada kriteria A telah bertahan selama minimal 6 bulan.
C. Gejala dalam kriteria A menyebabkan distress yang signifikan secara
klinis pada individu.
D. Disfungsi seksual tidak dijelaskan dengan baik oleh gangguan mental
nonseksual atau sebagai konsekuensi dari masalah yang parah mengenai
hubungan (misalnya kekerasan pasangan) atau stressor signifikan lainnya dan
tidak dapat dikaitkan dengan efek zat obat-obatan atau kondisi medis lainnya.

Intervensi Biologis

Penanganan/perawatan yang akan Anda dapatkan terkait dengan disfungsi


orgasme yang Anda rasakan bergantung pada penyebab terjadinya gangguan.
Beberapa cara yang mungkin dapat Anda lakukan untuk menangani kondisi ini,
yaitu: Mengatasi kondisi medis penyebabnya, mengganti pengobatan
antidepresan,

Intervensi Belajar

Melakukan terapi perilaku kognitif atau terapi seksual, meningkatkan stimulasi


klitoris selama masturbasi dan hubungan seksual, konseling pasangan adalah
pilihan perawatan lain yang populer. Konselor akan membantu klien dan pasangan
mengatasi konflik yang di alami. Pada beberapa kasus, terapi hormon estrogen
dapat digunakan. Hal ini dapat meningkatkan gairah seksual atau jumlah aliran
darah ke kelamin untuk meningkatkan sensitivitas.

3. AROUSAL DISORDER / FEMALE SEXUAL INTEREST

Definisi

Gangguan rangsangan seksual (sexual arousal disorder), dapat disebabkan


kurangnya minat, respon dan kepuasan dari hubungan seksual. Gangguan ini
merupakan kombinasi atas hambatan psikologis terhadap rangsangan dan
kesenangan seksual dengan aktifitas mental dan fisik yang spesifik. Keadaan ini
disebut juga female sexual arousal disorder (FSAD).

Perspektif Biologis

Setiap wanita bisa mengalami disfungsi seksual. Gangguan ini bisa muncul hanya
sekali atau berkali-kali dalam seumur hidup. Gangguan ini dapat disebabkan oleh
perubahan fisiologis, emosi, psikologis, gaya hidup, dan hubungan dengan
pasangan. Kondisi medis tertentu. Penyakit seperti diabetes, penyakit jantung,
arthritis (radang sendi), dan gangguan ekskresi dapat menurunkan libido.
Melahirkan, menopause, kanker leher rahim, kanker rahim, dan kanker payudara
pun dapat menyebabkan disfungsi seksual pada wanita. Obat-obatan.
Antidepresan dan obat tekanan darah juga dapat memengaruhi gairah wanita.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko disfungsi seksual pada wanita,
meliputi: Depresi atau kecemasan (anxiety), penyakit jantung, penyakit saraf,
seperti cedera tulang belakang dan multiple sclerosis, penggunaan obat
antidepresan dan obat tekanan darah tinggi

Perspektif Belajar

Manusia mempelajari mengenai hal-hal tabu, dosa, masalah rumah tangga,


riwayat pelecehan seksual atau diperkosa, depresi ataupun stres dapat menurunkan
gairah seksual pada wanita.
Perspektif Psikodinamika

Tekanan psikologis, terutama dengan pasangan, pernah mengalami pelecehan


seksual

Gejala

Tanda-tanda dan gejala disfungsi seksual pada wanita meliputi: Hilangnya minat
berhubungan seksual, nyeri saat berhubungan seks, perasaan tidak bahagia, rasa
bersalah, atau malu, frustrasi, gelisah dan cemas, kurang tidur.

Diagnosis

Dokter akan mendiagnosis berdasarkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik


(termasuk pemeriksaan panggul). Tes darah dapat dilakukan untuk memastikan
bahwa ini bukanlah gejala diabetes atau penyakit tiroid.

Kriteria diagnostik :
A. Kurang atau berkurang secara signifikan gairah / minat seksual, seperti
yang ditunjukkan setidaknya oleh tiga hal berikut :
1. Tidak tertarik/berkurangnya minat dalam aktivitas seksual.
2. Tidak ada/berkurangnya pikiran ataupun fantasi seksual erotis.
3. Tidak adanya/berkurangnya inisiasi aktivitas seksual dan biasanya tidak
mau menerima usaha pasangan untuk memulai.
4. Tidak adanya/berkurangnya kenikmatan seksual dihampir semua atau
semua (sekitar 75%-100%) hubungan seksual.
5. Tidak ada/berkurangnya minat gairah seksual sebagai respon terhadap
isyarat seksual/erotis internal atau eksternal (misalnya tertulis, lisan, visual).
6. Sensivitas genital atau nongenital yang tidak ada selama aktivitas seksual
pada hampir semua atau semua (sekitar 75%-100%) hubungan seksual.
B. Gejala pada kriteria A bertahan selama minimal 6 bulan.
C. Gejala dalam kriteria A menyebarkan distress yang signifikan secara
klinis pada individu.
D. Disfungsi seksual tidak dijelaskan dengan baik oleh gangguan mental
nonseksual atau sebagai konsekuensi dari masalah yang parah mengenai
hubungan atau stressor lainnya, dan tidak disebabkan oleh efek zat/obat atau
kondisi medis lainnya.

Intervensi Biologis

Pengobatan tergantung pada penyebabnya. Jika disebabkan oleh penggunaan obat-


obatan, dapat disembuhkan dengan mengubah dosis atau mengganti obat. 1).
Wanita menopause (mengalami perubahan fisiologis) yang mengalami nyeri saat
berhubungan seks karena vagina kering dapat menggunakan pelumas dan krim
estrogen. 2). Wanita dengan arthritis yang parah dapat mengubah posisi saat
berhubungan seks dan menggunakan obat naproxen atau ibuprofen sebelum
melakukan hubungan seks.

Intervensi Kognisi

Pendidikan seks, psikoterapi, dan kegiatan pendukung serta perubahan gaya hidup
dapat membantu mengatasi disfungsi seksual ini.

Intervensi Perilaku

Terapi perilaku (CBT) pada kedua pasangan sebagai pengobatan juga dapat
menemukan penyebab utama masalah. Klien dapat berkonsultasi dengan
komunitas tertentu untuk masalah pelecehan seksual.

4.GENITO PALVIC PAIN / PENETRATION DISORDER (Vaginismus)

Definisi

Vaginismus adalah gangguan di mana otot di sekitar vagina mengencang dengan


sendirinya saat penetrasi seksual. Vaginismus tidak mempengaruhi gairah seksual,
namun dapat menghambat hubungan intim. Vaginismus menyebabkan rasa sakit,
kesulitan, dan mengakibatkan rasa tidak puas saat beraktivitas seksual. Kondisi ini
dapat bervariasi dari rasa tidak nyaman ringan, hingga rasa perih dan sakit.
Vaginismus dapat berlangsung seumur hidup (primer) atau sementara (sekunder).
Vaginismus sangat umum terjadi pada wanita. Banyak wanita pernah memiliki
kondisi ini secara ringan dalam hidup. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien
dengan usia berapapun. Vaginismus dapat ditangani dengan mengurangi faktor-
faktor risiko. Diskusikan dengan dokter untuk informasi lebih lanjut.

Perspektif Biologis

Vaginismus tidak memiliki penyebab yang jelas. Namun, beberapa faktor fisik
dan non-fisik dapat berkontribusi pada kelainan ini. Pada beberapa kasus yang
serius, kombinasi hal-hal berikut dapat menyebabkan vaginismus. Penyebab fisik
dapat meliputi: Kondisi medis seperti Persalinan, perubahan yang terkait usia, rasa
tidak nyaman sementara, trauma pada pelvis, sejarah kekerasan, efek samping
pengobatan.

Perspektif Kognisi

Penyebab non-fisik dapat meliputi: Ketakutan atau antisipasi terhadap rasa sakit
saat berhubungan, ketakutan akan kerobekan, takut hamil, dll, gelisah atau stress.
Isu pada pasangan: kekerasan, menjauh secara emosional, ketidakpercayaan,
kecemasan terhadap perasaan menderita, kehilangan kendali, dll. Masalah pada
hubungan, halangan seksual, takut hamil, ingatan rasa sakit sebelumnya akibat
infeksi, operasi, atau kondisi ginekologis lainnya.

Perspektif Psikodinamika

Pengalaman masa kecil: cara didik, paparan terhadap gambar seksual. prosedur
medis yang menakutkan saat masa kecil, riwayat kekerasan seksual atau trauma,
kejadian traumatis: perkosaan, sejarah kekerasan.

Perspektif Perilaku
Pengalaman hubungan seksual pertama yang menyakitkan, sehingga ia belajar,
ternyata berhubungan seksual itu menyakitkan.

Gejala

Gejala-gejala vaginismus dapat bervariasi tingkat keparahannya. Gejala-gejala


umum dari vaginismus biasanya meliputi: Penetrasi yang terasa sakit
(dispareunia) dengan vagina yang perih atau mengencang sehingga menyebabkan
rasa sakit, kesulitan atau tidak dapat melakukan penetrasi, rasa sakit seksual
jangka panjang dengan atau tanpa penyebab yang diketahui, rasa sakit saat
memasang tampon, rasa sakit saat pemeriksaan ginekologis, kejang otot atau
berhenti bernapas saat mencoba penetrasi.

Diagnosis

Klien akan ditanyai tentang gejala dan sejarah medis. Pemeriksaan fisik akan
dilakukan. Kejang pada vagina dapat terdeteksi melalui pemeriksaan fisik. Hal ini
dapat mengonfirmasi diagnosis vaginismus. Selain itu, menggunakan spekulum
(alat untuk membuka vagina secara perlahan) mungkin tidak dapat dilakukan.
Cairan vagina mungkin hanya sedikit. Pada beberapa kasus yang parah, anestesi
lokal atau umum dapat diberikan untuk melakukan pemeriksaan.

Kriteria diagnostik :
A. Kesulitan yang terus-menerus atau berulang dengan satu (atau lebih) dari
yang berikut :
1. Penetrasi vagina saat bersenggama
2. Nyeri vulvovaginal atau pelvis yang menandakan saat melakukan
hubungan seks atau usaha penetrasi.
3. Menandai ketakutan atau kecemasan akan nyeri vulvovaginal atau pelvis
dalam mengantisipasi, selama, atau sebagai akibat penetrasi vagina.
4. Menandai tegang atau pengencangan otot dasar panggul saat mencoba
penetrasi vagina
B. Gejala pada kriteria A bertahan selama minimal 6 bulan.
C. Gejala dalam kriteria A menyebabkan kesedihan yang signifikan secara
klinis pada individu.
D. Disfungsi seksual tidak dijelaskan dengan baik oleh gangguan mental
nonseksual atau sebagai konsekuensi dari kesusahan hubungan yang parah
(misalnya kekerasan pasangan) atau stressor signifikan lainnya, dan tidak
disebabkan oleh efek zat/obat atau kondisi medis lainnya.

Intervensi Biologis

Pilihan perawatan bervariasi, tergantung pada penyebab rasa sakit. Untungnya,


vaginismus adalah salah satu gangguan pada wanita yang paling sering berhasil
disembuhkan. Biasanya, vaginismus akan diobati dengan terapi relaksasi vagina,
terapi emosional dan operasi.

Pada kasus infeksi atau kondisi medis yang berkontribusi pada rasa sakit,
mengatasi penyebab dengan pengobatan dapat memperbaiki kondisi klien.
Mengganti pengobatan yang diketahui menyebabkan masalah lubrikasi juga dapat
mengeliminasi gejala. Banyak wanita yang sudah mengalami menopause
disebabkan kurangnya pelumas akibat rendahnya kadar estrogen. Sering kali,
kondisi ini dapat ditangani dengan estrogen topikal yang dioleskan langsung pada
vagina.

Selain itu, latihan kendali pelvic floor (latihan Kegel) dan latihan vagina dapat
meringankan rasa sakit secara perlahan dan membantu mengatasi vaginismus.
Latihan Kegel meliputi aktivitas kontraksi dan relaksasi yang membantu
meningkatkan kendali otot pelvic floor. Latihan vagina bertujuan untuk membantu
klien terbiasa dengan objek yang masuk ke dalam vagina.
Operasi adalah opsi lainnya yang digunakan untuk memperlebar vagina. Hal ini
mungkin perlu dilakukan pada situasi tertentu. Sebagai contoh, apabila operasi
sebelumnya menyebabkan jaringan luka yang membatasi vagina, seperti
episiotomi saat persalinan. Pada kasus ini, operasi kecil dapat membantu
mengangkat jaringan luka, dengan memotong jaringan luka dengan hati-hati dan
menjahit dengan jahitan kecil. Operasi dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau
umum.

5. MALE HYPOACTIVE DISORDER (Gangguan Hasrat Seksual Hipoaktif)

Definisi

Libido pria memang naik turun dari waktu ke waktu. Gairah seksual satu pria juga
pasti berbeda antara satu dengan lainnya. Namun, jika terus merasa terganggu
ajakan pasangan untuk berhubungan seksual, bisa jadi Anda mengidap
Hypoactive Sexual Desire Disorder.

Perspektif Biologis

Secara hormon, kelainan Hypoactive Sexual Desire Disorder ini merupakan


kelainan hasrat seksual hipoaktif, akibat penuruan kadar hormon seks testoteron
pada pria.

Perspektif Psikodinamika

Adanya trauma dan gangguan psikis.

Perspektif Kognisi

Beberapa kemungkinan yang menyebabkan pria dapat mengidap Hypoactive


Sexual Desire Disorder adalah : Komunikasi tidak lancar, komunikasi memang
salah satu hal yang paling penting dalam hubungan. Jika klien dan pasangan
sudah lama tidak saling bertukar pikkiran mengenai hubungan percintaan,
kelainan ini kerap terjadi karena adanya rasa bosan diantara klien dan
pasangannya. Jarang memiliki waktu bersama, bukan hanya komunikasi,
kesibukan klien atau pasangan membuat hubungan menjadi tidak harmonis.
Dengan jarangnya memiliki waktu bersama, mengakibatkan kontak emosional
dalam hubungan semakin berkurang. Hal ini juga berdampak besar pada psikis
klien. Depresi, tingkat stress yang di alami dapat berkibar menurunkan minat seks.
Untuk memastikan, seseorang mengidap penyakit ini. Pengidap harus
mengunjungi ahli medis, untuk mendapatkan diagnosa yang lebih akurat.

Diagnostik

Kriteria diagnostik :
A. Gagasan atau fantasi seksual / erotis yang terus menerus atau berulang
(atau tidak ada pikiran / hasrat seksual / erotis dan keinginan untuk melakukan
aktivitas seksual. Penilaian kekurangan dibuat oleh klinisi dengan
mempertimbangkan faktor faktor yabg mempengaruhi fungsi seksual, seperti
usia dan konteks umum dan sosiokultural dari kehidupan individu.
B. Gejala pada kriteria A bertahan selama minimal 6 bulan.
C. Gejala dalam kriteria A menyebabkan kesedihan yang signifikan secara
klinis pada individu.
D. Disfungsi seksual tidak dijelaskan dengan baik oleh gangguan mental
nonseksual atau sebagai konsekuensi dari hubungan yang parah atau stressor
lainnya, dan tidak disebabkan oleh efek zat/obat atau kondisi medis lainnya.

Intervensi

Untuk pria yang mengalami Hypoactive Sexual Desire Disorder, membutuhkan


penanganan spesial karena kelainan yang dialami oleh pria ini sangat sulit
ditangani daripada yang terjadi pada wanita.
Selain itu, kelainan ini juga sebagai pertanda adanya gangguan kejiwaan pada
pengidap. Karena bagi pria yang mengidap Hypoactive Sexual Desire Disorder,
bahayanya jauh lebih mengancam ketimbang bahaya wanita mengidap disfungsi
ereksi.

6. DELAYED EJACULATION (Ejakulasi Tertunda)

Kriteria diagnostik :
A. Salah satu dari gejala berikut harus dialami pada hampir semua atau
semua kejadian (sekitar 75%-100%) aktivitas seksual pasangan, dan tanpa
penundaan yang diinginkan individu.
1. Ditandai dengan adanya penundaan ejakulasi.
2. Ditandai dengan jarang atau tidak adanya ejakulasi.
B. Gejala pada kriteria A bertahan selama minimal 6 bulan.
C. Gejala dalam kriteria A menyebarkan distress yang signifikan secara
klinis pada individu.
D. Disfungsi seksual tidak dijelaskan dengan baik oleh gangguan mental
nonseksual atau sebagai konsekuensi dari masalah yang parah mengenai
hubungan atau stressor lainnya, dan tidak disebabkan oleh efek zat/obat
atau kondisi medis lainnya.

7. PREMATURE EARLY EJACULATION

Definisi

Banyak pria yang mengalami masalah dengan pengendalian ejakulasi, mereka


tidak mampu memperlama excitemen sexual, cukup lama untuk memyelesaikan
hubungan.

Kriteria diagnostik :
A. Pola ejakulasi yang terus menerus atau berulang terjadi selama aktivitas
seksual pasangan dalam waktu sekitar 1 menit setelah penetrasi vagina dan
sebelum keinginan individu itu terjadi.
B. Gejala dalam kriteria A harus ada paling sedikit selama 6 bulan dan harus
dialami pada hampir semua atau semua (sekitar 75%-100%) aktivitas seksual
(dalam konteks situasional yang teridentifikasi atau jika digeneralisasi dalam
semua konteks.
C. Gejala dalam kriteria A menyebabkan kesedihan secara klinis signifikan
pada individu.
D. Disfungsi seksual tidak dijelaskan dengan baik oleh gangguan mental
nonseksual atau sebagai konsekuensi dari hubungan yang parah atau stressor
lainnya, dan tidak disebabkan oleh efek zat/obat atau kondisi medis lainnya.

8. SUBSTANCE MEDICATION INDUCED SEXUAL DYSFUNCTION

Definisi

Kriteria diagnostik :
A. Gangguan fungsi seksual yang signifikan secara klinis ada dalam gambar
yang lucu.
B. Ada bukti dari sejarah, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium baik (1)
dan (2) :
1. Gejala pada kriteria A berkembang selama atau segera setelah keracunan zat
atau penarikan atau setelah terpapar obat.
2. Zat/ obat yang terlibat mampu menghasilkan gejala pada kriteria A.
C. Gangguan ini tidak lebih baik dijelaskan oleh disfungsi seksual independen
semacam itu bisa mencangkup hal hal berikut :
Gejala gejalanya mendahului timbulnya zat / penggunaan obat : gejala menetap
selama periode waktu yang substansial (mis, sekitar 1 bulan) setelah
penghentian atau penarikan akut atau intoksikasi parah; atau ada bukti lain yang
menunjukkan adanya disfungsi seksual non-substansi / pengobatan yang
independen (mis, riwayat kejadian berulang ulang / obat obatan yang tidak
berulang) .
D. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama proses delirium.
E. Gangguan tersebut menyebabkan kesedihan secara klinis signifikan pada
individu.

Intervensi Biologis

Bagi wanita dengan kadar estrogen rendah, terapi pengganti


hormon estrogen dapat diberikan guna membantu elastisitas vagina
dengan meningkatkan aliran darah dan pelumas pada vagina. Terapi ini
dapat diberikan dalam bentuk cincin vagina, krim, atau tablet. Sedangkan
bagi pria dengan kadar testosteron rendah, dokter dapat memberi terapi
hormon testosteron untuk meningkatkan kadar testosteron dalam tubuh.
Untuk menangani disfungsi seksual akibat suatu penyakit adalah dengan
mengobati penyakit yang mendasarinya. Misalnya, penderita diabetes
akan diberikan metformin atau insulin untuk mengontrol kadar gula dalam
darah. Banyak orang mengonsumsi ‘obat kuat’ untuk mengatasi disfungsi
seksual. Obat tersebut memang dapat meningkatkan performa saat
berhubungan seksual, tetapi memiliki efek samping sakit kepala hingga
gangguan penglihatan. Konsumsi ‘obat kuat’ hanya boleh atas
persetujuan dokter karena dapat menimbulkan gangguan kerja organ
jantung, terutama pada penderita yang sudah memiliki penyakit jantung
sebelumnya.

Intervensi Kognisi

Terapi psikologi dilakukan oleh psikolog atau psikiater untuk membantu


seseorang mengatasi gangguan psikologi yang menyebabkan disfungsi
seksual. Contohnya adalah terapi untuk mengatasi kecemasan, rasa
takut, atau perasaan bersalah yang berdampak pada fungsi seksual
penderitanya. Selain itu, dokter atau psikolog akan memberikan
pemahaman tentang seks dan tingkah laku seksual kepada pasien.
Pemahaman tentang hubungan seksual perlu dimiliki penderita agar
kegelisahan tentang kemampuan seksualnya dapat teratasi. Sesi terapi
juga dapat dilakukan bersama dengan pasangan untuk mengetahui
tentang kebutuhan dan kegelisahan masing-masing sehingga dapat
mengatasi hambatan dalam aktivitas seksual.

B. Kode diagnostik PPDGJ dan DSM

F 5 2 Disfungsi
seksual
F 5 2 . Kurang atau
0 hilangnya
nafsu seksual
F 5 2 . Penolakan
1 dan
kurangnya
kenimatan
seksual
F 5 2 . . Penolakan
1 1 seksual
0
F 5 2 . . Kurangnya
1 1 kenikmata
1 n seksual
F 5 2 . Kegagalan
2 dari
responden
genital
F 5 2 . Disfungsi
3 orgasme
F 5 2 . Ejakulasi dini
4
F 5 2 . Vaginismus
5 non-organik
F 5 2 . Dispareunia
6 non-organik
F 5 2 . Dorongan
7 seksual yang
berlebihan
F 5 2 . Disfungsi
8 seksual
lainnya,
bukan
disebabkan
oleh
gangguan
atau penyakit
organik
F 5 2 . Disfungsi
9 seksual, YTT,
bukan
disebabkan
oleh
gangguan
atau penyakit
organik
C. Intervensi menurut islam

Anda mungkin juga menyukai