Anda di halaman 1dari 32

PANDUAN

EARLY WARNING SYSTEM


(EWS)

i
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT PERTAMINA PLAJU
PALEMBANG
NOMOR : isi

TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN EARLY WARNING SYSTEM (AWS)
RUMAH SAKIT MUBAMMADIYAi1 GRESIK

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik

Menimbang 1. Bahwa dalam meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan


pasien di Rumah Sakit Pertamina Plaju maka diperlukan
Panduan Early Warning System (EWS). Penerapan EWS
bertujuan untuk mengenali tanda-tanda penurunan kondisi pasien
secara lebih cepat di ruang perawatan yang tidak mempunyai
sistem observasi secara ketat.
. Bahwa berdasarakan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam point 1 tersebut, maka perlu ditetapkan keputusan
direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik
Mengingat 1. ’Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Rs Pertamina Plaju.
2. Undang- ndang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran;
5. Permenkes RI No. 290/MENKES/PER/IIF2008tentang persetujuan
'tindakan kedokteran;
/6. Permenkes RI No. 129/MENKES/SK/IF2008 tentang Standar
.’ Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
/7. erinenkes RI Nomor : 1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang
’Standar Pelayanan Kedokteran;
8. Keputusan Menteri Kesehatan No. 631/MENKES/SK/IV/2005
tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis Di Rumah
Sakit;
9. Peraturan Mentri Kesehatan No.1419/MENKES/PER/X/2005
" . tentang Penyelenggaraan Praktek Dokter dan Dokter Gigi;
“10. Permenkes RI No.755/MENKES/PER/lX/2010 tentang Standart
Pelayanan Kedokteran;
11. Permenkes No.5025/MENKES/PER/IV/2011 tentang Registrasi
dan Perizinan Praktek;
12. Permenkes RI Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit

Memperhatikan Memo Internal Nomor : 08/MI-PRW/RSMG/IF2019 tentang


pengajuan panduan Early Warning System (EWS)
MEMUTUSKAN

Menetapkan PANDUAN EARLY WARNING SYSTEM(EWS


Pertama Memberlakukan Panduan Early Warning System (EWS) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini
Kedua : Untuk digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan Early Warning
System (EWS)
Eetiga Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya,
Keempat Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan
ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Palembang
Pada tanggal : 16 Maret
2019 Direktur,

Tembusan :
1. Jajaran Struktural Terkait
2. Arsip
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga buku Panduan Early Warning System
(EWS) Rumah Sakit Pertamina Plaju ini dapat diselesaikan.

Buku Panduan ini merupakan pedoman kerja bagi semua pihak yang terkait dalam
memberikan pelayanan kepada pasien di Rumah Sakit Pertamina Plaju..

Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas


bantuan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Panduan Early Warning
System (EWS) Rumah Sakit Pertamina Plaju.

Palembang, 10 Maret 2019

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................................. i

Peraturan Direktur Tentang Panduan Early Warning System (EWS).............................ii

Kata Pengantar................................................................................................................. iv

Daftar Isi........................................................................................................................... v

BAB I DEFINISI............................................................................................................. 1

BAB II RUANG LINGKUP............................................................................................. 3

BAB III TATA LAKSANA............................................................................................. 4

BAB IV DOKUMENTASI.............................................................................................. 20

BAB V PENUTUP.......................................................................................................... 21

Daftar Pustaka.................................................................................................................. 22

v
Lampiran : PERATURAN-DIREKTUR RS PERTAMINA PLAJU
Nomor : 11.b/PRN/III.6.AU/H/2019
Tertanggal : 16 Maret 2019
Tentang : Panduan Early Warning System (EWS)

BAB I
DEFINISI

A. DEFINISI
Early Warning System (EWS) adalah sistem peringatan dini yang dapat
diartikan sebagai rangkaian sistem komunikasi informasi yang dimulai dari deteksi
awal, dan pengambilan keputusan selanjutnya. Diteksi dini merupakan gambaran dan
isyarat terjadinya gangguan fungsi tubuh yang buruk atau ketidakstabilitas fisik pasien
sehingga dapat menjadi kode dan atau mempersiapkan kejadian buruk dan
meminimalkan dampaknya, penilaian untuk mengukur peringatan dini ini
menggunakan Early Warning Score.
Early warning system (EWS) adalah panduan yang digunakan oleh petugas
layanan kesehatan untuk menentukan secara cepat derajat penyakit atau kondisi aktual
dari pasien. EWS berdasarkan atas tanda-tanda vital utama yaitu respiratory rate,
saturasi oksigen, temperatur, tekanan darah, denyut nadi, dan respon pasien (Alert,
verbal, pain, unresponsive).
Penerapan EWS ini didasari oleh keinginan untuk bisa mengenali tanda-tanda
penurunan kondisi pasien secara lebih cepat di ruang perawatan yang tidak
mempunyai sistem observasi secara ketat.
Staf yang tidak bekerja di daerah pelayanan kritis / intensif mungkin tidak
mempunyai pengetahuan dan pelatihan yang cukup untuk melakukan asesmen serta
mengetahui pasien yang akan masuk dalam kondisi kritis. Padahal banyak pasien di
luar daerah pelayanan kritis mengalami keadaan kritis selama di rawat inap.
Seringkali pasien memperlihatkan tanda bahaya dini (contoh tanda – tanda vital
yang memburuk dan perubahan kecil status neurologisnya) sebelum mengalami
penurunan kondisi klinis yang meluas sehingga mengalami kejadian yang tidak
diharapkan.
Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali sedini-
dininya pasien yang kondisinya memburuk. Sebagian besar pasien yang mengalami
gagal jantung atau gagal paru sebelumnya memperlihatkan tanda-tanda fisiologis di
luar

1
kisaran normal yang merupakan indikasi keadaan pasien memburuk. Hal ini dapat
diketahui dengan early warning system (EWS).
Penerapan early warning system (EWS) membuat staf mampu mengidentifikasi
keadaan pasien memburuk sedini-dininya dan bila perlu mencari bantuan staf yang
kompeten. Dengan demikian, hasil asuhan akan lebih baik. Pelaksanaan early warning
system (EWS) dapat dilakukan menggunakan skor. Semua staf dilatih untuk
menggunakan early warning system (EWS).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di RS Muhammadiyah Gresik
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai acuan dalam prosedur pengenalan dini kegawatdaruratan pada pasien
rawat inap
b. Mengurangi jumlah panggilan code blue pada pasien yang dirawat di ruang
perawatan umum
c. Peningkatan respon time dalam pertolongan kedaruratan dan tindakan definitif
selanjutnya.

2
BAB III
RUANG LINGKUP

Early Warning System (EWS) atau Early Warning System Score (EWSS) digunakan
pada ruangan rawat inap biasa yang tidak mempunyai sistem observasi secara ketat seperti
yang dilakukan di ruangan intensif. Sistem ini bisa diterapkan pada seluruh ruang rawat
inap di RS Muhammadiyah Gresik yang meliputi semua ruang rawat inap dan ruang
bersalin.
Skoring EWS dikelompokkan menjadi :
1. National Early Warning Score (NEWS) adalah sebuah pendekatan sistematis yang
menggunakan skoring untuk mengidentifikasi perubahan kondisi seseorang sekaligus
menentukan langkah selanjutnya yang harus dikerjakan. Penilaian ini dilakukan pada
orang dewasa (berusia lebih dari 16 tahun), tidak untuk anak-anak dan ibu hamil.
2. Sistem skoring NEWS menggunakan pengkajian yang menggunakan 7 (tujuh)
parameter fisiologis yaitu pernafasan, tekanan darah sistolik, nadi, suhu, saturasi
oksigen, kebutuhan alat bantu O2 dan status kesadaran untuk mendeteksi terjadinya
perburukan/kegawatan kondisi pasien yang tujuannya adalah mencegah hilanya nyawa
seseorang dan mengurangi dampak yang lebih parah dari sebelumnya
3. Pediatric Early Warning System (PEWS) adalah penggunaan skor peringatan dini dan
penerapan perubahan kompleks yang diperlukan untuk pengenalan dini terhadap pasien
anak di rumah sakit
4. Sistem skoring PEWS menggunakan pengkajian yang menggunakan 10 (sepuluh)
parameter fisiologis yaitu warna kulit, upaya respirasi, penggunaan alat bantu O2,
denyut jantung, waktu pengisian capillary refill, tekanan darah sistolik, tingkat
kesadaran dan suhu kesadaran untuk mendeteksi terjadinya perburukan/ kegawatan
kondisi pasien yang tujuannya adalah mencegah hilangnya nyawa seseorang dan
mengurangi dampak yang lebih parah dari sebelumnya
5. Irish Maternal Early Warning System (I-MEWS) adalah penggunanaan skor peringatan
ini yang mengalami perubahan pada pasien ibu hamil dimulai usia 20 minggu sampai
kelahiran anak usia 6 minggu.
6. Sistem skoring I-MEWS menggunakan pengkajian dengan 9 parameter fisiologis, yaitu
respirasi, saturasi oksigen, suhu, nadi, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik,
tingkat kesadaran, pemeriksaan urin (protein, glukosa atau yg lainnya), dan skor nyeri.

3
BAB IV
TATA LAKSANA

A. PENILAIAN EARLY WARNING SYSTEM


Skoring EWS merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menilai kondisi
fisiologis pasien yang meliputi tanda vital dan kesadaran secara langsung kepada pasien
sehingga akan diketahui perkembangan perburukan pasien lebih awal termasuk pasien
sepsis untuk dilakukan intervensi penanganan secepatnya maupun sebuah keputusan
untuk memindahkan pasien ke ICU.
Penilaian skor peringatan dini (EWS) ini juga mengedepankan SDM PPA
(Profesional Pemberi Asuhan) untuk melakukan pencatan, penilaian dan respon atau
menanggapi perubahan parameter fisiologis klinis secara rutin kepada pasien.
Kata kunci yang dibutuhkan adalah (a) deteksi dini (b) ketepatan waktu (c)
kompetensi klinis, sehingga tujuan EWS akan tercapai. Penggunaan skor penilaian ini
diharapkan akan memberikan pemahaman yang sama dari masing-masing individu
profesional pemberi asuhan (PPA) dalam memahami dan menilai pasien, jadi tidak
menimbulkan persepsi yang berbeda-beda.
B. KONSEP HENTI JANTUNG
Henti jantung adalah faktor utama penyebab kematian, oleh karena itu kita harus
mengetahui berbagai kondisi yang mengakibatkan henti jantung terjadi. Sangat jarang
sekali henti jantung terjadi secara tiba-tiba tetapi biasanya sudah adanya tanda “triger”
didalam tubuh yang kita abaikan. Henti jantung sendiri didefinisikan sebagai kondisi
hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba yang berasal dari jantung atau tidak. Hilangnya
fungsi jantung yang bukan berasal dari jantung biasanya disebabkan oleh kegagalan
fungsi organ lain yang akan memperberat fungsi jantung dalam menghantarkan oksigen
untuk metabolisme sel.
Delivery Oxygen
Fungsi jantung adalah untuk menghantarkan oksigen (delivery oxygen) dalam sistem
sirkulasi ke seluruh tubuh sebagai modal sel dalam melakukan metabolisme dan
menghantarkan kembali sisa-sisa metabolisme sel untuk di keluarkan. Penghantaran
oksigen ke seluruh tubuh ini sendiri dipengaruhi oleh fungsi jantung, fungsi paru
maupun hemoglobin. Hal ini dapat dirumuskan delivery oksigen sebagai:

4
Prinsip hemodinamik tubuh harus terjaga keseimbangan dengan baik, yaitu oksigen
yang digunakan (Oxygen comcumtion) harus seimbang dengan oksigen yang
dihantarkan (delivery oxygen). DO2 lebih banyak berperan sebagai penyeimbang untuk
memenuhi kebutuhan oksigen metabolisme jaringan. Apabila terjadi gangguan dari
salah satu unsur delivery oxygen diatas maka akan terjadi perubahan juga pada
indikator lainnya sebagai kompensasi untuk memastikan bahwa delivery oxygen
(penghantaran oksigen) keseluruh tubuh tetap terjaga dengan baik memenuhi
kebutuhan jaringan. Tetapi kemampuan kompensasi ini ada batasnya, apabila telah
melewati batas kemampuan atau gagal organ maka akan berpotensi berhentinya fungsi
jantung. Oleh karena itu para PPA dalam pengelolaan pasien harus memahami betul
kondisi-kondisi yang mungkin mengakibatkan berhentinya fungsi jantung.

Teory of Everything

Teori ini menerangkan tentang sebab-sebab yang menjadikan faktor terjadinya henti
jantung, sehingga bila kita benar-benar memahami teori ini akan menurunkan angka
henti jantung. Sebelumnya telah dijelaskan mengenai keseimbangan antara penggunaan
dan pengiriman oksigen ke jaringan (delivery oxygen dan oxygen consumption)
sangatlah menentukan terjadinya henti jantung. Menurut theory of everything kejadian
henti jantung dipengaruhi oleh faktor sirkulasi, dysritmia, respiratory dan neurologis.

Sirkulasi bisa disebabkan (a) hemorhagic, misalnya prosesur bedah, keganasan,


antikoagulopaty, perdarahan saluran cerna, (b) sepsis misalnya infeksi,
immunocompromised, geriatri dll, (c) tamponade/tension pneumothorax: trauma,
penggunaan ventilator / barotrauma, COPD, (d) Cardiac Heart Faillure /CHF,
(e) Emboli Paru: keganasan, immobillisasi, kegemukan.

Dysritmia banyak karena ventrikel takikardi yang bisa disebabkan oleh ACS (Acute
coronary syndrome), coronary artery disesase, atrial fibrilasi maupun lainnya, hal ini
bisa berlanjut menjadi ventrikel fibrilasi. Vagal bloc juga akan menyebabkan terjadinya
henti jantung.

Respirasi yaitu kondisi yang banyak disebabkan oleh faktor dari fisiologi pernafasan.
Kondisi ini bisa ditemui dalam beberapa hal, diantaranya (a) sumbatan jalan

5
nafas/obstruksi : obstrucsi sleep apneu (OSA) pada orang kegemukan, lidah jatuh,
tumor mulut, sedasi atau narkotik, setelah dilakukan prosedur, asma berat, riak/cairan
di mulut yang banyak hal ini biasanya ditandai dengan suara ngorok “snoring” pada
sumbatan parsial dan bila sumbatan total malah tidak akan terdengar suara dan pasien
tidak akan bisa berbicara, (b) ARDS / ALI (acute respiratory syndrome / acute lung
injury), (c) kelainan pada paru / penyakit paru : asma, COPD/PPOK, pneumonia,
edema paru,atelektasis, dll, (d) RSI (rapid squence intubation/induction), intubasi
pemasangan ETT yang dilakukan secara cepat, (d) tracheostomi.

Neurologic, pada faktor ini bisa disebabkan (a) Trauma susunan saraf pusat, TBI
(traumatic Brain Injury), post craniotomy, kecelakaan lalu lintas, (b) CVA
(cerebrovascular incident), vascolopathy (c) faktor lainnya karena kenaikan tekanan
intra kranial, tumor otak

C. Parameter Fisiologi dalam National Early Warning System (NEWS).


Perlu diingat bahwa secara fisiologi faktor paramater dalam penilaian NEWS ini akan
memberikan dampak kompensasi tubuh bila terjadi sesuatu hal, sehingga bisa dirunut
apa yang sekiranya menyebabkan untuk dilakukan evaluasi dan diteruskan dengan
intervensi, perlu juga diingat bahwa tanpa mengetahui faktor penyebab dan kita secara
cepat memotong kompensasi fisiologis yang terjadi bisa membahayakan tubuh
penderita.
Urutan pencatatan parameter fisiologis pada NEWS 2 sedikit banyak mencerminkan
bagan urutan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) yang
digunakan untuk menilai pasien yang sakit akut.
Berikut kami uraikan parameter fisiologi dalam penilaian NEWS 2:
1) Laju pernafasan
Pernafasan manusia adalah proses alamiah yang terjadi pada kondisi normal, dia
akan mempunyai efek kompensasi meningkat pada kondisi beberapa hal diantaranya
ketakutan, nyeri, stres, kondisi hypercapneu, asidosis metabolik, gangguan sistem
saraf pusat. Bila sudah dalam taraf lanjut maka akan diikuti penurunan laju
pernafasan dan kemudian terjadinya henti jantung.
2) Saturasi oksigen
Pengukuran saturasi oksigen non-invasif dengan pulse oximetry adalah secara rutin
digunakan dalam penilaian klinis akut, tetapi pada saat NEWS dikembangkan itu
tidak sering dimasukkan ke dalam sistem EWS. Sebagai pengukuran rutin saturasi
oksigen telah menjadi lebih umum, itu dianggap sebagai parameter penting untuk
dimasukkan
6
dalam monitoring. Saturasi oksigen adalah alat yang kuat untuk penilaian terpadu
fungsi paru dan jantung. Teknologi yang dibutuhkan untuk pengukuran saturasi
oksigen, yaitu pulsa oximetry, sekarang tersedia secara luas, portabel dan murah.
The NEWS Development Group merekomendasikan bahwa saturasi oksigen yang
diukur dengan pulse oximetry harus menjadi bagian rutin dari penilaian berat
tidaknya penyakit akut. Kita harus mengerti manakala saturasi oksigen dalam kondisi
turun kurang dari 95 % dan jauh lebih hati-hati manakala telah sampai kurang dari 92
%. Hal ini ada berbagai kemungkinan, diantaranya kegagalan sistem sirkulasi dan
distribusi dari fungsi hemodinamik atau kegagalan proses ventilasi dan diffusi yang
terjadi didalam paru-paru. Pada taraf penurunan sudah mencapai dibawah 92%
biasanya akan semakin menurun dengan cepat dan akan membutuhkan waktu lama
untuk mengembalikan ke kondisi semula.
3) Suplemen Oksigen
Perlu diingat bahwa pada orang yang telah membutuhkan suplemen oksigen, berati
dia sudah dalam kondisi memerlukan perhatian atau pengawasan bukan pasien
seperti pada umumnya. Pemberian suplemen oksigen ini bertujuan untuk
meningkatkan saturasi oksigen, sehingga dianggap distribusi kebutuhan oksigen
untuk metabolisme di perifer mencukupi, walaupun faktor lain stabilnya
hemodinamik juga mempengaruhi hal ini. Hati-hati pada pasien yang sudah terbiasa
dengan fungsi pernafasan dalam kondisi hiperkapni misalnya COPD / PPOK,
menjaga kisaran saturasi oksigen dalam interval 88-92% lebih bijak, hal ini
dikarenakan mereka sudah terbiasa dalam kondisi hiperkapneu. Bila diterapi dengan
oksigen tinggi dalam kondisi normokapneu maka ada kemungkinan akan terjadi
gagal nafas atau apneu pada pasien ini.
Meskipun COPD adalah penyebab paling umum yang menyebabkan gagal nafas, ada
beberapa hal yang juga menyebabkan kondisi hiperkapneu misalnya: obesitas
morbid, deformitas dinding dada atau gangguan neuromuskuler. Untuk semua pasien
ini, awal target pada kisaran saturasi oksigen 88-92%, disarankan menunggu
ketersediaan analisa gas darah (AGD) dengan kanul 24 % atau masker venturi 28 %.
Untuk pasien lain yang kondisi normal bisa menggunakan target saturasi antara 96-
100 %
4) Tekanan darah sistolik
Tekanan darah sistolik yang tinggi merupakan salah satu faktor yang mungkin akan
memunculkan kelainan kardiovaskuler, baik serangan jantung mendadak, stroke
maupun kondisi akut lainnya. Tetapi tidak kalah pentingnya menilai perburukan atau

7
penurunan tekanan darah sistolik juga merupakan salah satu tanda perburukan suatu

8
penyakit. Hipotensi mungkin menunjukkan suatu keadaan perburukan pada
kekurangan cairan, gangguan pengisian jantung, sepsis, gangguan pompa jantung,
gangguan irama jantung, depresi SSP (Susunan Saraf Pusat), hipoadreanlisme,
penggunaan obat-obatan, syok anafilaktik. Oleh karena itu bila mendapati orang
dengan tensi sitolik < 100 mmHg, perlu mendapatkan perhatian sampai dipastikan
semua parameter fisiologis dalam kondisi normal. Sedangkan orang yang
mempunyai tekanan sistolik > 200 mmHg perlu dinilai faktor psikologis apakah
terdapat faktor kesakitan, takut, stres atau memang mempunyai riwayat penyakit
darah tinggi. Bila memang riwayat darah tinggi juga memerlukan perhatian efek
komplikasi organik pada organ yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler.
Tekanan darah diastolik tidak menjadikan penilaian khusus dalam NEWS tetapi perlu
mendapat perhatian bila terjadi peningkatan yang tiba-tiba.
5) Herat rate atau denyut jantung
Heart rate atau denyut nadi mempunyai arti klinis yang penting, hal ini dikarenakan
sering memberikan gambaran kompensasi yang dilakukan oleh jantung dalam
menjaga hemodinamik. Nadi yang meningkat (takikardi) sering disebabkan karena
faktor nyeri, takut, stres, kekurangan cairan, penurunan tekanan darah, demam,
sepsis, maupun kekurangan cairan. Keadaan lainnya bisa karena aritmia, gangguan
metabolik, hipertiroid, intoksikasi obat simpatomimetik, antikholinergik narkoba.
Kondisi naiknya denyut nadi perlu mendapatkan perhatian dikarenakan akan
membutuhkan oksigen yang besar untuk jantung, bila hal ini tidak terpenuhi bisa
mengakibatkan terhentinya fungsi jantung. Kondisi menurunnya denyut nadi
(Bradikardi) juga merupakan indikator yang penting, hal ini bisa diakibatkan fungsi
kompensasi yang melemah maka akan diikuti penurunan denyut jantung, bila hal ini
tidak mendapatkan perhatian atau intervensi maka bisa akan dikuti dengan
berhentinya fungsi jantung. Bradikardi juga bisa disebabkan karena faktor obat (beta
blocker), neostigmin, maupun obat sedasi yang terlalu dalam, hipotermi, depresi SSP,
hipotiroidisme ataupun blokade jantung.
6) Suhu Tubuh
Temperatur mempunyai peranan yang penting dalam menilai kondisi orang, baik dia
dalam kondisi pireksia / hipertermi maupun hipotermi. Bisa disebabkan oleh faktor
infeksi atau sepsis bisa juga karena faktor kekuragan cairan pada pasien.
7) Tingkat kesadaran AVPU
Perubahan tingkat kesadaran merupakan indikator penting untuk menentukan
keparahan penyakit akut. Dahulu dengan melihat AVPU (Awarness, Verbal respon,

9
Pain respon dan Un respon). Kondisi ini perlu dicatat bagaimana respon yang
diberikan pasien kepada kita, apakah sadar penuh, dia akan respon dengan panggilan
yang keras, dengan rangsang nyeri yang kuat atau justru tidak memberikan respon
sama sekali dalam berbagai rangsangan. Pada penilain menggunakan GCS juga bisa
menjadikan indikator orang yang terjadi delirium atau bingung (skor < 5 untuk verbal
respon) tingkat kesadarannya secara tiba-tiba, kondisi ini memerlukan perhatian yang
lebih, karena dalam penilaian NEWS 2 akan berada dalam skor 3 (merah). Oleh
karena itu tingkat kebingungan / delirium yang baru muncul dimasukan menjadi
indikator penilaian, sekarang menjadi ACVPU (new onset Confusion).
Awarness: Pasien yang benar-benar terjaga. Pasien seperti itu akan mengalami
pembukaan mata secara spontan, akan merespons suara dan akan memiliki fungsi
motorik. Sebelumnya, seorang pasien dapat dianggap sadar penuh bahkan jika
disorientasi atau bingung. Ini tidak lagi dianggap tepat karena perubahan akut dalam
mentas atau baru mengalami kebingungan sekarang mendapat nilai lebih tinggi (3
poin NEWS) pada grafik NEWS 2, karena ini dapat menjadi indikasi serius risiko
kerusakan klinis, terutama pada pasien dengan sepsis.
New Confusion atau Disorientasi / Kebingungan yang baru muncul: Seorang pasien
mungkin waspada tetapi bingung atau disorientasi. Tidak selalu memungkinkan
untuk melakukannya tentukan apakah kebingungan itu 'baru' ketika seorang pasien
mengalami sakit akut. Presentasi seperti itu seharusnya selalu dianggap 'baru' hingga
dikonfirmasi sebagai sebaliknya. Kebuntuan baru atau perburukan yang semakin
memburuk, delirium atau mentor lainnya yang berubah harus selalu menimbulkan
kekhawatiran tentang kemungkinan serius penyebab yang mendasari dan menjamin
evaluasi klinis yang mendesak.
Verbal / Suara: Pasien membuat semacam respon ketika Anda berbicara dengan
mereka, yang bisa di salah satu dari tiga ukuran komponen yaitu mata, suara atau
motorik, misalnya mata pasien terbuka ketika ditanya 'Apakah Anda baik-baik saja?'.
Itu respons bisa sesedikit gerutuan, rintihan, atau sedikit gerakan anggota badan
ketika diminta oleh suara.
Pain / Nyeri: Pasien membuat respons terhadap stimulus rasa sakit. Seorang pasien
yang tidak sadar dan tidak menanggapi respon suara (maka untuk menilai harus
dengan rangsang nyeri) kemungkinan akan menunjukkan hanya penarikan dari nyeri,
atau bahkan fleksi atau perpanjangan ekstremitas dari stimulus nyeri. Orang
melakukan

1
0
penilaian harus selalu berhati-hati dan terlatih dalam memberikan respon nyeri untuk
menilai kesadaran.
Un respon / Tidak responsif: Ini juga sering disebut sebagai kondisi pasien 'tidak
sadar'. Hasil ini dicatat jika pasien tidak memberikan respon mata, suara atau motorik
terhadap suara atau rasa sakit.
D. Langkah-langkah Penggunaan NEWS 2
Penilaian skor NEWS 2 seperti telah dibicarakan di atas didasarkan kepada parameter
fisiologi tuhuh, hal ini dimulai ketika pasien datang atau saat dilakukan monitoring
pasien. Tujuh parameter fisiologis tersebut adalah:
1. Tingkat respirasi / pernafasan
2. Saturasi oksigen
3. Suplementasi Oksigen
4. Tekanan darah sistolik
5. Denyut nadi
6. Tingkat kesadaran atau disorientasi baru
7. Suhu

Pasien dilakukan pemeriksaan saat pertama kali datang atau saat monitoring pasien
sesuai indikator parameter fisiologis, hasil kemudian di masukan dalam tabel
sesuai keadaan yang didapat, pada orang yang menggunakan oksigen disesuaikan
dengan apakah dia termasuk skala 1 atau skala 2.
Untuk penilaian kesadaran yang sebelumnya normal tiba-tiba terjadi perubahan
dalam menanggapi pertanyaan dengan koheren (nyambung), tidak bingung atau
disorientasi. Kondisi ini akan mendapatkan skor 3 sebanding dengan penilaian
GCS yang mendapatkan skor 4 bukan 5 dalam respon verbal.

10
Penilaian dengan skor yang didapatkan dari masing-masing indikator
dikumpulkan menjadi satu kemudian ditotal untuk menuntun ke respon atau
intervensi yang sesuai. Bila dalam penilaian didapatkan skor 3 pada salah satu
indikator parameter fisiologis, maka penderita diperlakukan dalam kategori
merah.

E. Penentuan Skor NEWS


Menentukan skor NEWS 2 harus menghasilkan persepsi yang sama antara petugas satu
dengan yang lainnya, sehingga yang boleh melakukan penilaian NEWS 2 adalah
petugas yang sudah mengikuti pelatihan. Oleh karena itu setiap rumah sakit mempunyai
kewajiban untuk membuat sebuah pelatihan didalam rumah sakit atau
memberangkatkan tenaganya untuk memahami tentang NEWS dalam memberikan
penilaian.
Ketentuan dan perencanaan yang harus dilakukan:
1) Semua petugas kesehatan yang merekam data atau menilai skor NEWS 2 harus
dilatih dalam penggunaannya.
2) Semua staf yang menggunakan NEWS 2 harus memahami pentingnya skor berkaitan
dengan respon untuk menanggapi tanda dari NEWS dan sifat dari respons klinis yang
diperlukan.
3) Pasien dengan skor NEWS sedang (5-6), petugas yang merespon harus memiliki
kompetensi klinis yang ditetapkan, dalam penilaian dan penanganan pasien kritis
akut.
4) Pasien dengan skor NEWS 2 total 7 atau lebih harus mendapatkan respon DPJP
minimal spesialis yang mempunyai keterampilan perawatan kritis, termasuk
manajemen saluran napas.
5) Harus ada kesepakan atau standar prosedur operasional berkaitan respon waktu
terhadap laporan pasien kritis dimana respon ini harus bisa sampai
mengesampingkan tugas-tugas lainnya.
6) Hasil skoring NEWS harus tercatat dengan baik secara berkelanjutan walaupun
pasien dilakukan perawatan lanjutan di ICU dengan monitoring invasif maupun non
invasif
7) Dalam keadaan ini untuk memastikan data lengkap perlu monitoring secara terus
menerus dengaan meminimalkan data terlewat, misalnya untuk skor NEWS 2 dengan
total 5 atau lebih bisa dilakukan setiap jam.
8) Pada pasien skor NEWS 7 atau lebih dokter penanggung jawab pelayanan harus
mempertimbangkan segala kemungkinan termasuk CPR (Cardiopulmonry
11
resucitation ataupun penggunaan ventilasi mekanik (ventilator).

12
SKOR NEWS DAN RESPON KLINIS YANG DIBERIKAN

Frekuensi
Skor Klasifikasi Respon Klinis Tindakan
Monitoring

0 Sangat Dilakukan monitoring Melanjutkan Min 12 jam


Rendah
monitoring
1-4 Rendah Harus segera Dievaluasi Perawat Min 4-6
oleh Perawat terdaftar yang jam
Mengassesmen
Kompeten harus
perawat/
Memutuskan apakah
Meningkatkan
perubahan frekuensi
frekuensi
Pemantauan klinis Atau
monitoring
wajib eskalasi perawatan
klinis

3 dg sedang Harus segera Dievaluasi Perawat Min 1 jam


para oleh Perawat yang
Lapor kepada tim
meter Kompeten a
medis apakah
tungg
memerlukan tind
gal
medis
5-6 Sedang Harus segera Melakukan Perawat Min 1 jam
tinjauan mendesak oleh
Berkolaborasi
klinisi yang terampil dengan
dengan tim/
Kompetensi dalam penilaian
pemberian
penyakit / Akut di bangsal
Assesmen
biasanya oleh dokter atau
kegawatan
perawat dengan
meningkatkan
mempertimbangkan Apakah
perawatan dengan
eskalasi perawatan ke tim
fasilitas monitor
Perawatan kritis yang lengkap
Diperlukan (yaitu tim
Penjangkauan perawatan
kritis)

≥7 Tinggi Harus segera memberikan Berkolaborasi Bad set


penilaian darurat dengan tim medis
monitor/
/ pemberian
Secara klinis oleh tim
every time
penjangkauan/ critical care Assesmen
outreach dengan kompetensi kegawatan /
jika perlu
Penanganan pasien kritis dan
pindah ruang

13
biasanya terjadi transfer ICU
pasien ke area perawatan
dengan alat bantu.

F. Pediatric Early Warning System (PEWS)


1. PEWS adalah alat monitoring yang dianggap mampu membantu perawat dalam
memantau dan mengontrol kondisi anak, sehingga dapat memberikan laporan
secepat mungkin kepada dokter mengenai perburukan kondisi anak.
2. PEWS juga dapat menentukan tingkat perawatan dan ruang dimana anak akan dirawat.
3. PEWS digunakan pada pasien anak/ pediatrik ( Berusia saat lahir-16 tahun)
4. PEWS dapat digunakan untuk untuk mengasesmen pengakit akut, mendeteksi
penurunan klinis, dan menginisiasi respon klinis yang tepat waktu dan sesuai.
5. PEWS tidak digunakan pada:
a. Pasien dewasa lebih dari 16 tahun
b. Pasien dengan Cyanotic heart Desease , missal kan TOF ( Tetralogi Of Fallot)
6. PEWS juga dapat diimplementasikan untuk asesmen prehospital pada kondisi akut
oleh first responder seperti pelayanan ambulans, pelayanan kesehatan primer,
Puskesmas untuk mengoptimalkan komunikasi kondisi pasien sebelum diterima
rumah sakit tujuan
a. Tabel parameter Pediatrik Eearly Warning Score

Physiological

Parameter 3 2 1 0 1 2 3

Pernapasan ≤10 11-15 16-29 30-39 40-49 ≥50

Retraksi dinding normal ringan sedang parah


dada

Saturasi oksigen ≤85 86-89 90-93 ≥94

Pemberian Tidak ≤2L ≤2L


oksigen

Temperatur ≤35 36-37 ≥38,5

Tekanan darah ≥80 80-89 90-119 120- 130-139 ≥140


sistolik 129

14
Denyut nadi ≤50 50-69 70-110 110- 130-149 ≥150
129

Kapilla reffil ≥2 >2

Kesadaran A V V/U

Score EWS

Keterangan :

0 – 2 : skor normal (hijau), penialain setiap 4 jam.


3 : skor rendah (hijau), penilaian setiap 1-2 jam
4 : skor menengah (kuning) penilaian setiap 1
jam
5 : skor tinggi (merah) penilaian setiap 30 menit

b. Parameter tambahan PEWS


Parameter tambahan dapat digunakan sebagai penilaian tambahan dan
tindaklajut dari tindak klinik yang disesuaikan pada tiap individu anak.
1. Saturasi Oksigen
2. Kapilla reffil (waktu)
3. Tekanan sistolik
4. Warna kulit
5. Suhu

15
Nilai normal tanda-tanda vital

Usia Heart rate Respiratory rate

Bayi baru lahir (lahir-1 bulan) 100-180 40-60

Infant (1-12 bulan) 100-180 35-40

Tooddler (13 bulan-3 tahun) 70-110 25-30

Preschool (4-6 tahun) 70-110 21-23

Shool Age (7-12 tahu) 70-110 19-21

Dolescent (13-19 tahun) 55-90 16-18

c. Tabel deteksi dini PEWS


Parameter 0 1 2 3
-Alert -Cenderung tidur -- Gelisah -Lethagic
-Sadar -Rewel -- Respon nyeri
Perilaku menurun
-Sesuai keadaan
sebelum sakit
-Merah -Pucat -Sianosis -Sianosis
-Capilary refill 1- -Capilary refill > -Capilary refill > 4 -Capilary refill > 5
2 detik 3 detik detik detik
Kardio -Takhikardi 30
-Takhikardi
vaskuler diatas normal.

-20 diatas
-Bradikardi
parameter
normal.
-Normal -Frekwensi lebih -Frekwensi kurang
-Frekwensi lebih
parameter dari 10 diatas dari parameter
dari 20 diatas
parameter normal dengan
parameter
normal. retraksi
normal.
Respirasi -Tidak ada -Menggunakan -Menggunakan -Mengorok
retraksi otot bantu otot bantu
pernafasan pernafasan
-Memakai O2 -Memakai O2 dgn -Memakai O2 dgn
dgn FIO2 > 30% FIO2 > 40% atau FIO2 > 50% atau
atau O2 > 3 lpm O2 > 6 lpm O2 > 8 lpm

16
d. Prosedur :
1. Setiap hari Kepala ruangan/ kepala tim/ kepala jaga di ruang perawatan
pasien membagi tanggung jawab pasien kepada perawat pelaksana yang
berdinas saat itu.
2. Setiap perawat pelaksana melakukan penilaian PEWS pada saat
observasi rutin dengan melakukan pemeriksaan perilaku bayi dan anak,
fungsi kardivovaskular dan fungsi respirasi dengan menggunakan tabel
dibawah untuk menilai skor respon klinik
3. Cara penilaian skor respon klinis adalah dengan menjumlahkan nilai
yang didapat dari masing- masing parameter fisiologis pada tabel PEWS
diatas
4. Setiap hasil penilaian skor respon klinis PEWS pasien yang dilakukan
oleh perawat pelaksana dilaporkan kepada kepala ruangan/ kepala tim/
kepala jaga.
5. Kepala ruangan/ kepala tim/Kepala jaga dibantu oleh perawat pelaksana
melakukan langkah-langkah sesuai hasil penilaian skor respon klinis
yang didapat
e. Respon Klinis hasil skoring PEWS
1) Skor respon klinis 0 - 1 :
 Catat pada rekam medis
 Lakukan observasi rutin setiap 4 jam
2) Skor respon klinis 2 :
 Catat pada rekam medis
 Lakukan observasi rutin setiap 3 jam
3) Skor respon klinis 3 :
 Catat pada rekam medis
 Laporkan kepada dokter jaga ruangan/ PPDS jaga/DPJP
 Dokter jaga ruangan/ PPDS Assesmen ulang
 Dokter jaga ruangan/ PPDS DPJP
 Lakukan observasi rutin setiap 2 jam
4) Skor respon klinis 5 – 6 :
 Catat pada rekam medis
 Laporkan kepada DPJP PICU/ NICU (pada jam kerja) atau
dokter jaga PICU/ NICU (diluar jam kerja)

17
 DPJP PICU/ NICU (pada jam kerja) atau dokter jaga PICU/
NICU (diluar jam kerja) Asessmen ulang

G. Irish Maternal Early Warning System (I-


MEWS) Parameter yang digunakan adalah
1. Respiratory rate
2. Oxygen saturations
3. Temperature
4. SBP ( Systole Blood Presure )
5. DBP ( Diastole Blood Presure )
6. Pulse rate
Parameter EWSS in Maternity :

• Tingkat kesadaran diganti oleh DBP  mendeteksi preeklamsia


• Tingkat kesadaran menurun  indikasi penyakit kritis
• Kondisi klinis tetap merupakan kriteria penting untuk memanggil bantuan terlepas dari
EWS
 output urin, lokia, perdarahan dll
• Sepsis puerpuralis kondisi yang sering terlewat juga
Respiration Rates :

• observasi wajib  indikator paling awal dan paling sensitif dari penurunan kondisi pasien
• respirasi teratur, dihitung 30 detik  gandakan.
• Jika ada kelainan yang terdeteksi, respirasi dihitung selama satu menit penuh
• Normal  11-19 x/menit
• < 10  kuning
• > 20  merah muda
• Takipneau  curiga sepsis sampai terbukti tidak
Oxygen saturations:

• Oxygen saturation levels reflect the percentage of arterial haemoglobin saturated


with oxygen in the blood, and is referred to as SpO2
• The accepted parameters for SpO2 on IMEWS are 96-100%.
• < 96  merah muda
Temperature :

• Termometer air raksa

18
• Nilai normal  36-37.4° C.
• 35,1-35,9 atau 37,5-37,9  kuning
• < 35 atau > 38  merah muda
• Hiperpireksia atau hipotermia  hati-hati sepsis
• Pemberian antibiotika harus dipertimbangkan  melihat kondisi klinis dan laboratorium
SBP dan DBP :

• Nilai normal  100/50mmHg -139/89mmHg


Dituliskan pada sebuah grafik  melihat tren perjalanan kondisi pasien
Heart Rate (Pulse Rate) :

• arteri radial  mudah diakses


• arteri karotid dan femoralis  kasus kolaps,
• Dihitung 30 detik, digandakan
• 60 detik bila irregular
• Nilai normal  60-99x/menit
• 50-59  kuning
• 100-119  merah muda
Urine :

• Protein urine  (+, ++, +++, ++++)


• Glucosa urine
• Produksi urine
– PEB  akibat injeksi SM
 Gangguan ginjal

Assessment of Neurological Response- AVPU Scale:

• A - Alert and orientated to person, place, time and event


• V - Responds to voice / verbal stimuli (e.g. post op. recovery)
• P – Responds to painful stimuli with a purposeful or nonpurposeful movement.
• U–Unresponsive-The patient does not respond to any stimuli.

19
Pain Score:

Tindak lanjut Klinis MIEWS :

1. Jika ditemukan 1skor kuning maka Mengulang pemeriksaan fisik dalam


waktu 30 – 60 menit
2. Jika ditemukan 2 skor kuning atau 1 merah maka Lapor dokter obgyne
( DPJP) dan lakukan pemeriksaan fisik ulang setelah 30 menit
3. Jika ditemukan > 2 kuning atau ≥ 2 merah maka Lapor dokter obgyne (
DPJP) dan lakukan permintaan review secepatnya.
Ulang pemeriksaan fisik setiap 15 menit

19
BAB V
DOKUMENTASI

Pencatatan EWS di Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik disesuaikan dengan kelompoknya


serta didokumentasikan ke dalam rekam medis pasien, yaitu :
1. Lembar observasi National Early Warning Score (NEWS)
2. Lembar observasi Pediatrik Early Warning System (PEWS)
3. Lembar observasi Irish Maternal Early Warning System (I-MEWS)

20
BAB VI
PENUTUP

Penerapan early warning system adalah salah satu standar akreditasi rumah sakit
yang harus dipenuhi oleh rumah sakit. Hal ini menjadi penting untuk meningkatkan
keselamatan pasien dengan cara mengurangi terjadinya delay dalam pelayanan dan
pengenalan secara dini tanda-tanda kegawatan. Dengan penerapan early warning system ini
diharapkan angka mortalitas bisa menurun dan kepuasan pasien bisa meningkat.

Ditetapkan di:Palembang
Pada tanggal : 10 Maret 2019
Direktur
RS Pertamina Plaju

dr. Christine S. Tangkere, MARS


NBM : 1.312.914

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Hill, K. (2012). National Early Warning Score. Nursing in Critical Care, 17(6), 318-318.
2. Morgan, D. (2010). Core Topics in Critical Care Medicine. Anaesthesia and Intensive
Care, 38(6), 1145-1147.
3. Smith, G. B., Prytherch, D. R., Meredith, P., Schmidt, P. E., & Featherstone, P. I. (2013).
The ability of the National Early Warning Score (NEWS) to discriminate patients at risk
of early cardiac arrest, unanticipated intensive care unit admission, and
death. Resuscitation, 84(4), 465-470.

22
EARLY WARNING SCORE
(EWS)

No.Dokumen Revisi Halaman


RS Pertamina Plaju A/SPO/PRW/55/2019 0 1/3
Palembang

Ditetapkan
STANDAR Tanggal Terbit Direktur
PROSEDUR 25 Maret 2019

OPERASIONAL dr. Christine S Tangkere, Mars

Pengertian Sistem peringatan dini yang dapat diartikan sebagai rangkaian


sistem komunikasi informasi yang dimulai dari deteksi awal,
dan pengambilan keputusan selanjutnya.

Tujuan 1. Sebagai acuan dalam prosedur pengenalan dini


kegawatdaruratan pada pasien rawat inap
2. Mengurangi jumlah panggilan code blue pada pasien yang
dirawat di ruang perawatan umum
3. Peningkatan respon time dalam pertolongan kedaruratan
dan tindakan definitif selanjutnya

Kebijakan Penerapan early warning system (EWS) membuat staf mampu


mengidentifikasi keadaan pasien memburuk sedini-dininya
dan bila perlu mencari bantuan staf yang kompeten. Sesuai
dengan Peraturan Direktur RS Muhammadiyah Gresik No:
11.b/PRN/III.6.AU/H/2019 tentang Pemberlakuan Panduan
EWS.

Prosedur 1. Perawat melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital setiap


sift dan didokumentasikan di dalam lembar observasi
pasien yang ada di dalam rekam medis pasien.
2. Lakukan Scoring EWS (sesuaikan dengan kriteria dan
umurnya) :
- Pada saat masuk ruang rawat inap
- Setiap shift / minimal 8 jam
- Jika pasien mengalami perubahan kondisi
- Jika anda khawatir tentang perubahan kondisi pasien
3. Jumlah skor lalu lakukan respon klinis sesuai skor dan
warna :
a. Pada Dewasa (EWS)
- Bila nilai 0 : monitor miniml 8 jam
- Bila nilai 1-4 (resiko ringan) : monitor minimal 4-6 jam
1) Lakukan asesmen segera oleh PJ shift
2) Tentukan jika perubahan frekuensi monitoring
EARLY WARNING SCORE
(EWS)

RS PERTAMINA PLAJU No.Dokumen Revisi Halaman


Jl. Pengantingan No. 1 A/SPO/PRW/55/2019 0 2/3
Komperta Plaju Palembang

diperlukan
3) Tentukan jika perawatan yang lebih advance
diperlukan
4) Hubungi DPJP dan dokter jaga untuk review
- Bila nilai 5-6 (resiko sedang ): monitor minimal tiap 1
jam
1) Review oleh dokter jaga
2) Laporkan hasil review ke DPJP
3) Tentukan jika perawatan yang lebih advance
dibutuhkan
4) Lakukan implementasi sesuai prioritas
- Bila nilai >7 (resiko tinggi) : monitoring tiap 15 sd 30
menit (kontinyu)
1) Riview oleh dokter jaga
2) Laporkan hasil review ke DPJP
3) Tentukan jika perawatan yang lebih advance
dibutuhkan
4) Lakukan implementasi sesuai prioritas
5) Pertimbangkan untuk perawatn ICU
b. Pada anak (PEWS)
- Bila skor 0-1
1) Catat pada rekam medis
2) Lakukan observasi rutin setiap 4 jam
- Bila skor 2
1) Catat pada rekam medis pasien
2) Lakukan observasi rutin tiap 3 jam
- Bia skor 3
1) Catat pada rekam medis pasien
2) Laporkan pada dokter jaga ruangan / DPJP
3) Dokter jaga ruangan assessment ulang
4) Dokter jag ruangan DPJP
- Bila skor 4
1) Catat pada rekam medis pasien
2) Laorkan dokter jaga ruangan / DPJP
3) Dokter jaga ruangan assessment ulang
4) Dokter jaga ruangan DPJP
5) Laporan ke DPJP
6) KIE keluarga
- Bila skor 5-6
1) Catat pada rekam medis pasien
2) Laporkan ke DPJP
3) DPJP assessment ulang
EARLY WARNING SCORE
(EWS)

RS PERTAMINA PLAJU No.Dokumen Revisi Halaman


Jl. Pengantingan No. 1 Komperta A/SPO/PRW/55/2019 0 3/3
Plaju Palembang

4) KIE keluarga
c. Pada maternitas
- Bila satu kuning
Mengulang pemeriksaan fisik dalam waktu 30-60 menit
- Bila 2 kuning atau 1 merah
Lapor dokter obgyn (DPJP) dan lakukan pemeriksaan
fisik ulang setelah 30 menit
- Bila >2 kuning atau ≥1 merah
Lapor dokter obgyn (DPJP) dan lakukan permintaan
review secepatnya. Ulang pemeriksaan fisik setiap 15
menit.
4. Pengkajian ulang dilakukan oleh PJ shift dan dilaporkan
ke dokter jaga / DPJP sesuai dengan petunjuk dan
didokumentasikan ke status RM

Unit Terkait 1. IGD


2. ICU
3. Unit Rawat Inap
4. IBS

Anda mungkin juga menyukai