1, DEFINISI
Gagal nafas (respiratory failure) merupakan diagnosis yang ditegakkan secara
klinisdimana sistem pernafasan tidak mampu untuk melakukan pertukaran gas secara
normaltanpa bantuan. (Corwin, 2011)
2. ETIOLOGI
Gagal nafas dapat disebabkan oleh kelainan intrapulmonal dan ektrapulmonal.
Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran nafas bawah,sirkulasi pulmoner,
jaringan interstitial,kapiler alveolar. Kelainan ektrapulmonal merupakan kelainan pada pusat
nafas, neuromuskular, pleura maupun saluran nafas atas.
5. Penyakit akut paru Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia
kimiawi atau pnemoniadiakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi
lambung yang bersifatasam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru
adalah beberapakondisi lain yang menyababkan gagal nafas. ( Nemaa, 2015 )
3. PATOFISIOLOGI
Pemahaman mengenai patofisiologi gagal nafas akut merupakan hal yang sangat
penting di dalam hal penatalaksanaannya. Secara umum terdapat empat dasar mekanisme
gangguan pertukaran gas pada sistem pernafasan yaitu :
1. Hipoventilasi
sedangkan kelainan intrapulmonel dapat meliputi seluruh mekanisme tersebut. Sesuai dengan
patofisiologinya gagal nafas akut dapat dibedakan kedalam 2 bentuk yaitu: hiperkapnia atau
kegagalan ventilasi dan hipoksemia atau kegagalan oksigenasi. Gagal nafas pada umumnya
disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2, disertai dengan
penurunan pH yang abnormal, penurunan PaO2, dengan nilai perbedaan tekanan O2 di
alveoli-arteri (A-a)DO2 meningkat atau normal.
Kegagalan ventilasi dapat disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan ektrapulmoner dan
ketidakseimbangan V/Q yang berat pada kelainan intrapulmoner atau terjadi kedua-duanya
secara bersamaan. Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan ektrapulmoner disebabkan
karena terjadinya penurunan aliran udara antara atmosfer dengan paru tanpa kelainan
pertukaran gas di parenkim paru. Dengan demikian akan didapatkan peningkatan PaCO2,
penurunan PaO2, dan nilai (A-a) DO2 normal. Kegagalan ventilasi pada penderita penyakit
paru terjadi sebagai berikut :
sebagian alveoli mengalami penurunan ventilasi relatif terhadap perfusi, sedangkan sebagian
lagi terjadi peningkatan ventilasi relative terhadap perfusi. Awalnya daerah dengan ventilasi
rendah dapat dikompesasi dengan daerah terventilai tinggi sehingga tidak terjadi peningkatan
PaCO2. Tetapi apabila ketidakseimbangan ventilasi ini sudah semakin beratnya maka
mekanisme kompensasi tersebut gagal sehingga terjadi kegagalan ventilasi yang ditandai oleh
peningkatan PaCO2, penurunan PaO2, dengan peningkatan (A-a) DO2 yang bermakna. Pada
gagal nafas tipe hipoksemia, PaCO2 adalah normal atau menurun, PaO2 adalah menurun dan
peningkatan (A-a) DO2. Gagal nafas tipe ini terjadi pada kelainan pulmoner dan
ektrapulmoner. Mekanisme terjadinya hipoksemia terjadi akibat ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi dan pintasan darah kanan-kiri, sedangkan gangguan difusi dapat merupakan gangguan
penyerta.
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletakdi bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera
kepala,stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan
dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau
dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru
dapat mengarah kegagal nafas akut
4. MAINIFESTASI KLINIS
2. Gejala
5. KLASIFIKASI
Berdasarkan pada pemeriksaan AGD, gagal nafas dapat dibagi menjadi 3 tipe.
Tipe I merupakan kegagalan oksigenasi atau hypoxaemia arteri ditandai dengan tekanan
parsial O2 arteri yang rendah.
Tipe II yaitu kegagalan ventilasi atau hypercapnia ditandai dengan peningkatan tekanan
parsial CO2 arteri yang abnormal (PaCO2 > 46 mm Hg), dan diikuti secara simultan dengan
turunnya PAO2 dan PaO2, oleh karena itu perbedaan PAO2 - PaO2 masih tetap tidak
berubah.
Tipe III adalah gabungan antara kegagalan oksigenasi dan ventilasi ditandai dengan
hipoksemia dan hiperkarbia penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2
DAFTAR PUSTAKA
https://www.studocu.com/my/document/sekolah-menengah-kebangsaan-damansara-utama/
bahasa-melayu-tingkatan-1-5/11-lp-gagal-napas-wahyu-eko-sri-mananda/23190878
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/14005/1/a3094ca3eede2196d8bdb1a6fffc6b2c.pdf
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.
Brunner & Suddarth, (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.
Jakarta :EGC.
Murat K & Michael R P. (2015). Respiratory Failure. Available from
:http://emedicine.medscape.com/article/167981-overview
Nemaa PK. 2015. Respiratory Failure. Indian Journal of Anaesthesia, 47(5)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Nemaa PK. 2003. Respiratory Failure. Indian Journal of Anaesthesia, 47(5): 360-6
Shapiro BA and Peruzzi WT. 1994. Physiology of respiration. In Shapiro BA and Peruzzi
WT (Ed) Clinical Application of Blood Gases. Mosby, Baltimore, Pp. 13-24.
Sue DY and Bongard FS.2003. Respiratory Failure. In Current Critical Care Diagnosis and
Treatment, 2nd Ed, Lange-McGrawHill, California, Pp. 269-89
Behrendt C.F. (2000). Acute Respiratory Failure in the United States: Incidence and 31-day
survival. Chest, Volume 118, Number 4, p 1100-1105.
Mangku G. 2002. Respirasi. In Universitas Kedokteran Fakultas Kedokteran Laboratorium
Anestesiologi dan Reanimasi. Diktat Kumpulan Kuliah Buku I. Denpasar. Pp 42-49.
Murat K, Michael R P. 2012. Respiratory Failure. Available from :http://
emedicine.medscape.com/article/167981-overview. Accessed: 1 Maret 2014