Anda di halaman 1dari 14

PENANGANAN GAGAL NAFAS (Respiratory Failure)

Oleh; Nama: HAIRINA BINTI MAZLAN Npm: 1301-1211-3096

Bagian Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung 2011

DAFTAR ISI

Halaman BAB I: ABSTRAK .. 3 ABSTRACT 4

BAB II: PENDAHULUAN .. 5 BAB III: TINJAUAN PUSTAKA....... 6 BAB IV: SIMPULAN... 13 BAB V :DAFTAR PUSTAKA.. 14

BAB I: ABSTRAK

Gagal nafas adalah kegagalan sistem respiratori untuk mempertahankan oksigenasi darah (dalam pertukaran O2 dan CO2) dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan. Gagal nafas dapat dibagi menjadi dua yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara skruktural dan fungsional. Manakala gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik dan empysema. Diagnosis pada pasien gagal nafas dapat dilakukan dengan pengukuran oksigen (PaO2) dan karbon dioksida(PaC02) di darah arterial. Pa02 kurang dari 60 mmhg atau Pco2 melebihi 45mmhg mebuktikan bahwa pasien mempunyai masalah gagal nafas. Penanganan awal harus dilakukan pada pasien gagal nafas kerana gagal nafas merupakan mayor utama pasien dimasukkan ke ICU dan penyebab kematian. Di Indonesia, penyebab utama terjadinya gagal nafas adalah disebabkan oleh penyakit pneumonia dan penyakit pulmunari obstruktif kronik (PPOK). Indikasi daripada penanganan gagal nafas adalah, pertama, adalah untuk fungsi jantung, paru dan organ lain yang terlibat, manakala mengidentifikasi dan

mengubatinya penyebab adalah indikator kedua. Penanganan terhadap masalah gagal nafas secara umum adalah untuk mengembalikan saturasi oksigen dengan pemberian oksigen yang tinggi atau penggunaan ventilator pada pasien gawat darurat. Pengobatan medikamentosa juga dapat diberi dengan pemberian steroid dan bronkodilator. Kata kunci ; gagal nafas, diagnosis, penanganan

ABSTRACT Respiratory failure is the failure of the respiratory system to maintain blood oxygenation (in the exchange of O2 and CO2) in the amount of which can lead to disturbances in life. Respiratory failure can be divided into two, namely acute respiratory failure and chronic respiratory failure. Acute respiratory failure is the respiratory failure that arises in patients whose lungs are structurally and functionally normal. Whereas a chronic respiratory failure is occurs in patients with chronic lung diseases like chronic bronchitis and emphysema. Diagnosis of the patients with respiratory failure can be done with measurements of oxygen (PaO2) and carbon dioxide (PaCO2) in arterial blood. PaO2 less than 60 mm Hg or PaCO2 more than 45 mm Hg show that the patient has respiratory failure problem. Initial treatment should be performed on patients with respiratory failure as it is a major cause of patient admission to the ICU and the cause of death. In Indonesia, the major cause of respiratory failure is pneumonia and chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Indication of the management of respiratory failure are, first, is for the functioning of the heart, lungs and other organs that are involved, while identification and treatment of the etiology are the second indicator. Treatment of respiratory failure in general is to restore the oxygen saturation with a high oxygen delivery or the use of ventilators in emergency patients. Medical treatment can also be given by administering steroids and bronchodilators. Keywords : respiratory failure, diagnosis, management

BAB II :PENDAHULUAN

Gagal nafas merupakan masalah keupayaan untuk bernafas tetapi bukan sesuatu penyakit. Gagal nafas dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan sistem pernafasan untuk

mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi. Gagal nafas merupakan masalah utama yang dapat dikernakan berbagai masalah medis yang dapat disebabkan oleh masalah paru atau bukan dari parunya sendiri. Gagal nafas juga menjadi sebagai masalah pengobatan seumur hidup (life-threatening) yang dimana telah mewujudkan konsep pengobatan intensif (Intensive care unit-ICU) di rumah sakit utama. ICU menyediakan peralatan untuk mensuport untuk mempertahankan fungsi vital pada pasien gagal nafas. Penanganan gagal nafas harus dilakukan dengan segera kerna risiko kematian lebih tinggi. Selain itu, gagal nafas juga berisiko menyebabkan multipel gagal organ yang lain. Penanganan gagal nafas merupakan kompentensi dokter umum dalam mengatasi masalah tersebut. Karsus-karsus gagal nafas haruslah dapat didektesi awal dan ditangani awal sebelum dirujuk kerumah sakit utama kerana risiko pasien yang didiagnosa sebagai mati dalam perjalanan (Death On Arrival). Tujuan penulisan karya tulis ini dilakukan adalah untuk membahaskan mengenai penanganan gagal nafas yang benar disamping membahaskan juga mengenai ilmu dasar ilmiah mengenai gagal nafas.

BAB III:TINJAUAN PUSTAKA

3.1 GAGAL NAFAS ( Respiratory failure) 3.1.1 DEFINISI Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997) Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbon dioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung Harapan Kita, 2001) Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

3.1.2 PATOFISIOLOGI Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan
6

ventilator karena kerja pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

3.1.3. ETIOLOGI 1. Depresi Sistem saraf pusat Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.

2. Kelainan neurologis primer Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.

3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.

4. Trauma Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.

5. Penyakit akut paru Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

3.1.4 TANDA DAN GEJALA A. Tanda Gagal nafas total Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan(Gagal nafas parsial) Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing. Ada retraksi dada B. Gejala Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

3.1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemerikasan gas-gas darah arteri Hipoksemia Ringan : PaO2 < 80 mmHg Sedang : PaO2 < 60 mmHg Berat : PaO2 < 40 mmHg Pemeriksaan rontgen dada Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui Hemodinamik Tipe I : peningkatan PCWP EKG Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan Disritmia

3.1.6. PENGKAJIAN Pengkajian Primer 1. Airway Peningkatan sekresi pernapasan Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi 2. Breathing Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi. Menggunakan otot aksesori pernapasan Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis 3. Circulation

Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia Sakit kepala Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk Papiledema Penurunan haluaran urine

3.1.7. PROGNOSIS Prognosis tergantung pada : 1.Faktor penyababnya 2.Penyakit primernya COPD, angka kematian tinggi 3.Berat dan lamanya gagal napas 4.Fasilitas (alat dan ahli) 5.Komplikasi yang terjadi Penderita yang dapat hidup, untuk sampai pada paru menjadi normal kembali memerlukan waktu yang berbulan-bulan

10

3.2 PENANGANAN GAGAL NAFAS 1.Terapi medis

Memperbaiki gangguan oksigenasi :


o

O2 dosis tinggi (Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong) . Pemberian oksigen yang lama bias menyebabkan toksik, maka pemberian oksigen juga harus di kontrol untuk short- dan long term terapi.

Ventilator (Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP) dapat di kombinasi dengan pemakaian ETT( endotrakeal tube)

Membersihkan jalan napas

Fisioterapi bila ada eksaserbasi PPOM. Inhalasi nebuliser

2.Terapi cairan dan elektrolit Terapi cairan harus dikontrol dan dimonitor dan elak pemberian yang berlebihan kerana kebanyakkan karsus gagal nafas selalu diikuti oleh edema paru

3.Medikamentosa Stimulasi pernapasan dengan oksapram IV (1-4) mg/menit- diberi untuk memperbaiki cardiac output dan memperbaiki tekanan shok Bronkolidator (contohnya: theophylline kompoun), agen sympathomimetic (albuterol, metaproterenol, isoproterenol), anticholinergics (ipratropium bromide),) dan kortikosteroid bila ada obstruksi jalan napas disebabkan oleh bronkokonstriksi dan disebabkan oleh peningkatan inflamasi . Antibiotik- tujuan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi(sepsis) seperti pneumonia

11

Medikasi lain morphine (2.5-10 mg by mouth or 1-2 mg IV/subcutaneous every 1-4 hours): untuk mengurangi sensasi nafas pendek. lorazepam, (0.5-1.0) sublingually- untuk mengurangi kepenatan ketika sesak nafas

4. Diet (Intravenous Nutritional Support) Pemberian nutrisi support adalah untuk mengekalkan dan memberi tenaga apabila pasien diamankan dari ventilator, kerna kekuatan otot akan berkurang dan lemas jika pemberian nutrisi tidak adekuat. Pemberian nutrisi harulah mempunyai kandungan karbohidrat dan protei yang seimbang. 5. Fisiotherapi Fisioterapi adalah termasuk chest perkusi, suksion, dan mengubah posisi tidur. Hal ini dapat membantu dalam membuang sekresi berlebihan, mengekalkan alveolar infiltration dan mengelakkan daripada atelectasis . 6. Monitor X-ray Monitoring gambaran x ray juga dapat membantu dokter untuk mengetahui fungsi jantung dan paru dalam penanganan masalah henti nafas. Mesin x ray yang digunakan selalunya adalah bedside X-ray machine . 7.Transplantasi paru Transplantasi paru dilakukan pada pasien dengan henti nafas yang di diagnosa dengan end-stage respiratory failure.

12

BAB IV: SIMPULAN

Penanganan gagal nafas merupakan tindakan gawat darurat kerana karsus ini sering menimbulkan kematian. Penyebab gagal nafas selalunya disebabkan oleh ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Terdapat 2 macam gagal nafas yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik. Manakala secara etiologinya, gagal nafas dapat di klasifisikan kepada dua macam yaiutu intrapulmonari (edema paru, pneumothorax, hematothorak PPOK, emphysema ,dan sebagainya) dan ekstrapulmonari (trauma kepala, mati batang otak dan sebagainya). Indikator terhadap gagal nafas dapat diliat daripada peningkatan frekuensi pernafasan dan kapisital vital. Pemeriksaan penunjang yanag dapat dilakukan untuk mementukan keparahan gagal nafas dapat dilakukan dengan pemeriksaan Blood Gas Analysis(BGA). Dari hasil BGA, dapat diliat terjadinya hikposia ringan (PaO2<80mmhg), sedang(Pa02<60mmhg) atau berat (Pa02<40 mmhg). Penanganan gagal nafas dapat dilakukan dengan terapi medis (pemberian 02, pemakaian ventilator dengan ETT), terapi cairan dan elektrolit, pemberian medikamentosa ( bronkodilator, agen simpatomemtik, antikolinergik, dan kortikosteroid). Penanganan gagal nafas pada pasien yang diadiagnosa sebagai end-stage respiratory failure dapat dilakukan transplantasi paru.

13

BAB V: DAFTAR PUSTAKA 1. Anthony s.Fauci Harrison, Principle of internal medicine ,17th edition/2008, hal1675-1677 2. Kathryn L.Mc Cance, Pathophysiology the Biologic Basis For Disease in Adult and Children, 5th edition/2007 hal 1201-1211 3. http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-padakegagalan-pernapasan.html 4. http://www.healthnewsflash.com/conditions/respiratory_failure.php 5. Ajmal Gilani, MD; Albert Hinn, MD; Peter Lars Jacobson, MD, End-of-Life Physician Education Resource Center www.eperc.mcw.edu. ALS: Management of Respiratory Failure. 6. http://copd.about.com/od/complicationsofcopd/a/respfailure.htm

14

Anda mungkin juga menyukai