Anda di halaman 1dari 4

1.

Apakah trauma okuli kimia dilakukan tindakan pembedahan dan kapan dilakukan
pembedahan?

Tatalaksana bedah dilakukan pada fase akut hingga perbaikan akhir untuk
mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi komplikasi. Berbagai pilihan
tindakan pembedahan yang dapat dilakukan pada fase akut hingga reparasi awal
adalah transplantasi membran amnion dan tenoplasty.
Transplantasi membrane amnion : membrane amnion ditransplantasi pada ulkus kornea
—mendorong proses epitelisasi dalam penyembuhan kornea dan mencegah
pembentukan jaringan parut maupun kekeruhan kornea.
Tenoplasty : jika ditemukan scleral melting atau iskemik (umumnya pada klasifikasi DUA
kelas V-VI)—pembedahan menggunakan vital connective tissue within the orbit to
reestablish limbal vascularity dan memudahkan reepitalisasi kornea dengan epitel
konjungtiva

Sedangkan tindakan
pembedahan yang dapat dilakukan pada fase reparasi akhir adalah adalah
keratoplasty : mengganti kornea mata yang rusak atau keruh dengan kornea baru
transplantasi epitel limbal: pengambilan sel induk limbal dari mata yg sehatuntuk
implantasi ke mata yang sakit untuk mengatasi defisiensi sel induk limbal untuk
mengembalikan epitel kornea normal.
Transplantasi membran amnion atau
penambalan dengan mukosa dari rongga mulut dilakukan satu sampai dua minggu
setelah trauma kimia terjadi untuk membantu menekan peradangan, meningkatkan
reepitelisasi, dan mencegah pembentukan simblefaron.
Transplantasi sel punca
limbal atau autologous conjunctival menggunakan jaringan dari mata pasien yang
tidak terluka dapat memfasilitasi penyembuhan defek epitel kornea pada trauma
kimia unilateral.
Transplantasi sel punca limbus dapat dilakukan saat kondisi tidak
meradang dan tidak ada tanda-tanda reepitelisasi kornea.

2. Edukasi pasien trauma okuli pre hospital:

Persiapan dan langkah untuk melakukan teknik irigasi pada mata yakni :

a) Usahakan diri kita tidak panik. Jika panik, dapat menarik napas terlebih dahulu untuk
menenangkan diri sendiri.

b) Hindari menggosok mata dengan apapun untuk menghindari zat kimia lebih masuk ke
dalam mata, baik mata yang terkena ataupun mata yang tidak terkena zat kimia.

c) Selanjutnya carilah sumber air bersih terderkat, diusahakan dari air mengalir, semisal
dari keran air untuk membilas mata.
d) Sebelum membilas mata, ingatlah untuk miringkan kepala sesuai dengan arah mata
yang yang terkena pajanan zat asam atau basa, dengan cara ini diharapkan zat tidak
berpindah ke mata satunya. Sebagai contoh : bila mata kanan yang terkena, maka
miringkan kepala ke kanan.

e) Selanjutnya lakukan pembilasan atau aliri mata dengan air ke arah luar dari mata
dengan larutan normal saline atau dengan air mengalir selama 15 sampai 30 menit.
Semakin lama durasi pembilasan mata dengan air maka akan semakin baik supaya
menghindari trauma pada mata yang lebih parah.

f) Jika dirasa sudah, lakukan evaluasi, dengan merasakan apakah pada mata sudah lebih
baik atau dirasa tambah parah atau sakit.

g) Jika kondisi mata dirasa tambah sakit atau parah, jangan menunda untuk membawa
diri ke IGD rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan dan pemeriksaan lanjutan
oleh tenaga kesehatan di sana.

Tatalaksana trauma okuli di IGD:


1. Anamnesis
Jenis bahan kimia yang menyebabkan cedera mata sebaiknya digali, misalnya
dengan menunjukkan botol bahan kimia. Waktu dan durasi pajanan, gejala yang
timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di
tempat kejadian juga perlu ditanyakan. Keluhan pada cedera mata akibat bahan
kimia biasanya meliputi penurunan penglihatan, nyeri sedang sampai berat pada
mata, tidak dapat membuka kelopak mata atau blefarospasme, hiperemi
konjungtiva, dan fotofobia.
2. Irigasi mata dengan normal saline 30-60 menit sampai didapatkan pH netral.
Pengecekan pH dilakukan dengan kertas lakmus setelah irigasi 30 menit. Irigasi
diteruskan hingga mencapai pH netral (pH 7,0- 7,4).

3. Pemeriksaan oftalmologi pada pasien trauma dimulai dari pemeriksaan


ketajaman visus dan lapang pandang, kemudian dilanjutkan dengan inspeksi
menggunakan slit lamp atau lup untuk melihat bagian anterior mata untuk
mengidentifikasi luka, termasuk kedalaman dan ukuran luka (Bastuti et al.,
2021). Idealnya seperti itu, tetapi karena di IGD bisa menggunakan senter.
Pemeriksaan bagian anterior bola mata dilakukan secara sistematis dari bagian
luar dimulai dari bagian periorbita dan kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea,
bilik mata depan, pupil (kesimetrisan, bentuk, dan tepi yang reguler atau
ireguler), iris, dan lensa. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan melihat
segmen posterior bola mata dengan funduscopy dan penilaian posisi serta
pergerakan bola mata (Kuhn and Morris, 2021). Pemeriksaan segmen posterior
dapat dilakukan dengan oftalmoskop untuk melihat kejernihan vitreous humor
dan memeriksa fundus. Pemeriksaan gerakan bola mata juga penting dilakukan
untuk menilai otot-otot ekstraokular. Selain itu, tekanan intraokular (TIO) dapat
dinilai dengan tonometry. Pada cedera mata yang disebabkan oleh bahan kimia,
bentuk kornea dapat bervariasi dari jernih, defek epitel kornea, keratitis pungtata
sampai kerusakan seluruh epitel, dan perforasi kornea. Hal ini juga dapat
menyebabkan penurunan visus (Loon and Tay, 2019). Pada pemeriksaan
konjungtiva dan sklera dapat ditemukan inflamasi konjungtiva dan iskemia
perilimbus. Pada bilik mata depan dapat dijumpai adanya flare dan cells, yang
menunjukkan adanya reaksi inflamasi pada bilik mata depan (temuan ini biasa
terjadi pada trauma basa dan biasanya menandakan penetrasi yang lebih dalam).
Pada cedera kimia, dapat terjadi peningkatan tekanan intraokular akibat fibrosis
anyaman trabekular dan debris inflamasi yang terjebak di dalamnya, serta
kerusakan/jaringan parut akibat inflamasi konjungtiva dan rusaknya sel goblet
4. Setelah dilakukan irigasi, berikan antibiotik profilaksis. Pasien dengan trauma
kimia derajat ringan hingga sedang, selain irigasi dan debridemen, siklopegik
(scopolamine 0,25%, atropin 1%) 3-4x per hari, dapat diberikan untuk
mencegah spasme siliar. Selain itu, setelah irigasi, pasien dengan cedera kimia
juga perlu diberikan antibiotik topikal, seperti ofloxacin dan tetrasiklin topikal.
Pasien dapat dipertimbangkan untuk diberikan steroid topikal, seperti
prednisolone acetate 1%, dexamethasone 0,1% dapat mengurangi reaksi
inflamasi dan edema, namun pemberian ini harus hati-hati mengingat efek
samping peningkatan tekanan intraokular (Utomo dkk., 2021).

Pasien dengan cedera mata kimia juga dapat diberikan lubrikan atau artificial
tears yang tidak mengandung pengawet, dengan tujuan untuk membantu
reepitelisasi, sehingga diharap dapat meningkatkan penyembuhan jaringan pada
permukaan mata, seperti kornea dan dapat membantu mengembalikan
penglihatan.

3. Apakah ada penanganan khusus pada trauma kimia bahan tertentu? Misalkan bahan
kimia asam jenis HF karena HF ini efek merusaknya bisa lebih parah disbanding zat
asam lainnya

HF : larutan hydrogen fluoride anhidrat anorganik dalam air. Penggunaannya :


industry kaca, logam, penghilang karat di rumah tangga
HF dapat merusak struktur superfisial mata—inflamasi konjungtiva, dan menembus
stroma kornea—kekeruhan kornea, jaringan parut kornea, erosi, ulserasi epitel
kornea
1. Irigasi dengan air untuk mengencerkan dan membilas HF secara mekanis dari
permukaan kornea.
2. Irigasi dengan hexafluorine yang merupakan agen pengkelat amfoter, hipertonik
yang khusus dikembanngkan untuk dekontaminasi paparan HF pada mata dan
kulit. Sifat amfoternya memungkinkan pengikatan ion hydrogen dan fluoride
sehingga menetralkan keasaman dan mengurangi toksisitas jaringan,
hexafluorine yang hipertonik juga dapat mencefah penetrasi HF dan dapat
memulihkan sebagian HF yang telah menembus ke dalam jaringan.

4. Bagaimana prognosis dari trauma kimia asam dan basa ? lebih parah yg mana?
Penyebab dari trauma kimia pada permukaan okuler
disebabkan bahan kimia yang bersifat asam maupun basa. Zat basa pada trauma
kimia memiliki efek lipofilik yang akan menyebabkan saponifikasi asam lemak dari
membran sel sel, menembus stroma kornea dan menghancurkan ikatan kolagen.
Jaringan yang rusak kemudian mengeluarkan enzim proteolitik, yang menyebabkan
kerusakan lebih lanjut. Zat asam pada trauma kimia menyebabkan kerusakan yang
superfisial dan secara umum kerusakan jaringan yang terjadi tidak seberat akibat
zat basa dikarenakan munculnya reaksi kerusakan dengan mendenaturasi dan
mengendapkan protein dalam jaringan. Protein yang terkoagulasi bertindak sebagai
penghalang untuk mencegah penetrasi lebih lanjut, namun zat asam yang
berkonsentrasi tinggi akan memberikan efek penetrasi yang dalam seperti efek
yang ditimbulkan zat basa dan dapat membahayakan tajam penglihatan.

Anda mungkin juga menyukai