Anda di halaman 1dari 5

A.

JENIS-JENIS NILAI
Oleh : Alfi mufida
1. Nilai Sosial Menurut Prof. Notonegoro
Prof. Notonegoro (dalam makalah Hamid, A, Nilai dan Norma Sosial),
berpendapat bahwa nilai sosial dalam masyarakat dapat dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu :
a. Nilai Material
yaitu, nilai yang terkandung dalam materi suatu benda yang berguna
bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh: bahan bangunan (pasir,
batu-batuan) yang berguna untuk membuat rumah, gedung bertingkat,
sekolah, dan lain-lain.
b. Nilai vital
adalah sesuatu yang berguna bagi manusia agar dapat melakukan
aktivitas atau kegiatan dalam kehidupannya. Misalnya, komputer
sebagai alat teknologi canggih yang membantu kegiatan administrasi
di perkantoran.
c. Nilai spiritual/rohani
yaitu suatu hal yang berguna untuk kebutuhan rohani.
Dibagi menjadi 4, yaitu:
1) Nilai Religius
Nilai religius merupakan nilai yang berisi filsafat-filsafat hidup
yang dapat diyakini kebenarannya, misalnya nilai-nilai yang
terkandung dalam kitab suci.
2) Nilai Estetika
Nilai estetika merupakan nilai keindahan yang bersumber dari
unsur rasa manusia (perasaan atau estetika) misalnya, kesenian
daerah atau penghayatan sebuah lagu.
3) Nilai Moral
Nilai moral merupakan nilai mengenal baik buruknya suatu
perbuatan misalnya, kebiasaan merokok pada anak sekolah.
4) Nilai Kebenaran/Empiris
Nilai Kebenaran/Empiris merupakan nilai yang bersumber dari
proses berpikir menggunakan akal dan sesuai dengan fakta-
faktayang terjadi (logika/rasio) misalnya, ilmu pengetahuan
bahwa bumi berbentuk bulat.
2. Nilai Sosial Menurut C. Kluckhon
Menurut C. Kluckhon (dalam makalah Putra, O. A, sosiologi-nilai
sosial) nilai sosial pada masyarakat mendasarkan pada lima masalah
pokok, yaitu:
1) Nilai hakikat hidup manusia,
Masyarakat yang menganggap hidup itu baik, buruk atau hidup
buruk tetapi berusaha untuk mengubah menjadi hidup yang baik.
2) Nilai hakikat karya manusia,
Masyarakat yang menganggap karya manusia untuk
memungkinkan hidup, memberikan kedudukan yang terhormat atau
sebagai gerak hidup untuk menghasilkan karya lagi.
3) Nilai hakikat kehidupan manusia dalam ruang dan waktu,
Masyarakat yang memandang penting berorientasi masa lampau,
masa sekarang atau masa mendatang.
4) Nilai hakikat hubungan manusia dengan alam sekitar,
Masyarakat yang memandang alam sebagai suatu hal yang
dahsyat, suatu yang bisa dilawan manusia atau berusaha mencari
keselarasan dengan alam.
5) Nilai hakikat manusia dengan sesamanya,
Masyarakat yang lebih mendahulukan hubungan vertikal antara
manusia dengan sesamanya, hubungan horizontal antara manusia
dengan sesamanya, atau bergantung dengan orang lain adalah
tindakan tidak benar.
3. Menurut Sutan Takdir Alisyahbana (dalam Sumasno Hadi, 2011:13) ketika
menjelaskan kebudayaan asli Indonesia menyebutkan ada enam nilai,
yaitu:

1. Nilai ekonomi, didefinisikan sebagai tujuan untuk memakai atau


menggunakan benda-benda dan kejadian-kejadian secara efektif bagi
kehidupan manusia.
2. Nilai teori, didefinisikan sebagai proses penilaian secara objektif mengenai
identitas benda-benda dan kejadian-kejadian alam sekitar.
3. Nilai kuasa, didefinisikan sebagai kepuasan yang timbul ketika orang lain
mengikuti norma dan nilai kita.
4. Nilai solidaritas, didefinisikan sebagai proses saling menghargai dalam
konteks interaksi dan komunikasi.
5. Nilai estetika, didefinisikan sebagai nilai yang berkaitan keindahan.
6. Nilai agama, didefinisikan sebagai penilaian pada keagungan Allah sebagai
pencipta alam semesta dan seisinya.

Terkait dengan penjelasan di atas, maka ditinjau dari proses


pembentukannya, nilai sosial dapat terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Nilai yang telah mendarah daging (internalized value), yakni nilai yang
menyatu dengan kepribadian dan kebiasaan seseorang sehingga dalam
pelaksanaannya tidak lagi melalui proses berpikir (bawa sadar). Contoh: rasa
hormat terhadap ayah ibu, guru, atau orang yang lebih tua; rasa sayang
terhadap adik atau orang yang lebih muda; rasa penghambaan kepada Allah,
dsb
2. Nilai dominan, yakni nilai yang dianggap lebih penting dibanding nilai-nilai
yang lainnya. Nilai ini terbentuk dari budaya penghormatan dan kearifan lokal
masyarakat setempat. Contoh: Sikap masyarakat Jawa ketika menunjuk
sesuatu yaitu menggunakan jempol (dominan di komunitas tertentu), sikap
membungkuk seraya menurunkan tangan kanan ketika lewat di depan orang
yang dihormati (nilai dominan di masyarakat bugis)
Selain itu, berdasarkan lingkungan terciptanya proses pembentukannya, nilai
dapat juga terbagi menjadi:

1. Nilai sosial di lingkungan keluarga. Contoh implementasinya: berdoa sebelum


dan sesudah makan
2. Nilai sosial di lingkungan sekolah. Contoh implementasinya: berdoa sebelum
dan sesudah belajar
3. Nilai sosial di lingkungan bermasyarakat. Contoh implementasinya:
menghargai tetangga
4. Nilai campuran (perpaduan lebih dari satu nilai sosial).

Semakin banyak nilai-nilai sosial yang diimplementasikan dengan baik,


maka kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara menjadi lebih
aman, tenteram, serta kokoh dalam persatuan dan kesatuan.

B. CIRI NILAI MORAL


Oleh : Alfi Mufida (220711601193)
Menurut Bertens (2001: 143-147) nilai moral mempunyai ciri-ciri :
1. Berkaitan dengan Tanggung Jawab. Hal ini ditandai dengan nilai-nilai
yang berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab. Nilai-
nilai moral mengakibatkan seseorang dikatakan bersalah atau tidak
bersalah, karena ia bertanggung jawab.
2. Berkaitan dengan Hati Nurani. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan
“imbauan” dari hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa
hanya nilai ini menimbulkan “suara” dari hati nurani yang menuduh kita
bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila
mewujudkan nilai-nilai moral.
3. Mewajibkan. Dapat dikatakan bahwa kewajiban absolut yang melekat
pada nilai-nilai moral berasal dari kenyataan bahwa nilai-nilai ini
menyangkut pribadi manusia sebagai keseluruhan, sebagai totalitas.
4. Bersifat Formal. Kita merealisasikan nilai-nilai moral dengan
mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu “tingkah laku moral”. Nilai-
nilai moral tidak memiliki “isi” tersendiri, terpisah dari nilai-nilai lain. Tidak
ada nilai-nilai moral yang “murni”, terlepas dari nilai-nilai lain. Hal itulah
yang dimaksud dengan nilai moral bersifat formal. Max Scheler
mengungkapkan hal yang sama juga dengan menegaskan bahwa nilai-
nilai moral “membonceng” pada nilai-nilai lain.

Anda mungkin juga menyukai