Anda di halaman 1dari 14

TUGAS REKAYASA MUTU (TIN1351)

Analisis Standar Mutu Susu Segar

Kelompok 18
Kelas K2

Dimas Fikri Kamandanu F3401211100


Ahmad Ghifari Ramadhani F3401211106

Dosen Pengampu
Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2023
DAFTAR ISI
A. RUANG LINGKUP .................................................................................................... 3
B. DEFINISI .................................................................................................................... 3
B.1. Susu Segar (Raw Milk) ............................................................................................ 3
B.2. Nomor Kontrol Veteriner (NKV) ............................................................................ 3
C. CARA PENARIKAN CONTOH ................................................................................ 3
C.1 Peralatan ................................................................................................................... 3
C.2 Cara Kerja ................................................................................................................ 3
C.2.1 Tanding Berbentuk Curah ................................................................................. 3
C.2.2 Tanding Berbentuk Terkemas ........................................................................... 4
D. SYARAT MUTU ........................................................................................................ 5
E. CARA ANALISA ....................................................................................................... 6
E.1 Berat jenis (SNI 01-2782-1992) ............................................................................... 6
E.2 Kadar lemak (SNI 01-2782-1992) ............................................................................ 6
E.3 Kadar bahan kering tanpa lemak (SNI 01-2782-1992)............................................. 7
E.4 Kadar protein (SNI 01-2782-1992) .......................................................................... 8
E.5 Warna, bau, rasa, kekentalan (SNI 01-2782-1992) .................................................. 8
E.6 Derajat asam (SNI 01-2782-1992) ........................................................................... 9
E.7 Kadar pH (Nababan et al. 2014)............................................................................... 9
E.8 Uji alkohol (SNI 01-2782-1992) .............................................................................. 9
E.9 Cemaran mikroba (SNI 2897:2008) ......................................................................... 9
E.10 Jumlah sel somatis (Joint IDF/ISO Standard-IDF 148-1-ISO/13366-1) .............. 10
E.11 Residu antibiotik (SNI 7424:2008)....................................................................... 10
E.12 Uji pemalsuan (SNI 01-2782-1992) ..................................................................... 11
E.13 Titik beku (SNI 01-2782-1992) ............................................................................ 12
E.14 Uji peroksidase (SNI 01-2782-1992) ................................................................... 13
E.15 Cemaran logam berat (SNI 01-2896-1998) .......................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14
STANDAR MUTU SUSU SEGAR
SNI 3141.1:2011

A. RUANG LINGKUP
Standar ini menetapkan persyaratan mutu, pengambilan contoh, pengujian,
pengemasan, dan pelabelan susu sapi segar.
Standar ini digunakan hanya untuk susu sapi segar sebagai bahan baku
pengolahan lanjut.

B. DEFINISI
B.1. Susu Segar (Raw Milk)
Cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan
cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau
ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali
pendinginan

B.2. Nomor Kontrol Veteriner (NKV)


Sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-
sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit
usaha pangan asal hewan.

C. CARA PENARIKAN CONTOH


C.1 Peralatan
Alat pengambilan contoh harus dibuat dari bahan yang tidak mempengaruhi
sifat-sifat kimia dari contoh. Beberapa alat pengambilan contoh cairan adalah botol
logam, silinder dengan klep, botol logam “Go Devil”, tabung/pipa pengambil
contoh, sekop tangan, dan pipa berkeran pengambil contoh.

C.2 Cara Kerja


Alat yang dipergunakan untuk pengambilan contoh harus bersih dan kering.
Pengambilan dilaksanakan di tempat yang terlindung dari hal-hal yang dapat
mempengaruhi contoh (debu, hujan, suhu, dan lain-lain).

C.2.1 Tanding Berbentuk Curah


Bila tanding berbentuk curah, contoh sebaiknya diambil ketika bahan dialirkan
melalui pipa penyalur ke dalam tangki, terutama bila dalam tangki bahan berbentuk
semi padat (lemak, minyak sawit, dan lain-lain). Bagi cairan yang telah tertampung
dalam bak atau tangki pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan salah
satu alat yang sesuai.

C.2.1.1 Pengambilan Contoh dari Pipa Penyalur


Kecepatan aliran cairan dalam pipa harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat
menyebabkan gerakan yang mengaduk cairan. Contoh diambil dengan
menggunakan pipa berkeran. Contoh diambil pada selang waktu tertentu yang
ditentukan oleh percobaan, tergantung kepada sifat bahan. Penampungan contoh
sedemikian rupa sehingga masing-masing pengambilan volumenya sama, dan pada
akhirnya diperoleh jumlah yang dikehendaki. Batas ukuran tanding yang dapat
diwakili oleh satu contoh maksimum 500 ton. Bila besar tanding lebih dari 500 ton,
maka kelebihannya dianggap tanding lain.

C.2.1.2 Pengambilan Contoh dari Tangki


Bila tangki berbentuk silinder vertikal, berada di darat, atau tangki kapal,
pengambilan contoh dilakukan sebagai berikut :
Contoh diambil pada jarak tiap 30 cm dari dasar sampai ke permukaan cairan.
Volume tiap pengambilan harus sama, dan seluruhnya disatukan jadi satu contoh.
Bila isi tangki diketahui homogen, contoh diambil dari lima tempat ketinggian,
satu kali pada jarak sepersepuluh tinggi cairan dari dasar, tiga kali dari pertengahan
tinggi cairan, dan satu kali dari 9/10 tinggi cairan dari dasar; kelima hasil
pengambilan yang sama volumenya masing-masing, dicampur menjadi satu contoh.
Bila tangki merupakan tangki mobil, atau tangki silinder horizontal, peng.
ambilan contoh dilakukan sebagai berikut :
Beberapa bagian contoh diambil dengan perbandingan volume tertentu, seperti
dilukiskan dalam Tabel 1. Banyaknya pengambilan bagian contoh dan berapa
perbandingan volumenya ditentukan oleh berapa persen tinggi tangki terisi oleh
cairan. Bagian-bagian itu dicampur menjadi satu contoh.

Gambar 1. Tabel 1

C.2.2 Tanding Berbentuk Terkemas


Cairan mungkin dikemas dalam tangki kecil atau drum, atau dalam wadah-
wadah kecil seperti botol, kaleng, dan lain-lain yang kemudian beberapa
botol/kaleng dikemas lagi dalam dus/peti, dan lain-lain.

C.2.2.1 Cairan dikemas dalam drum atau tangki kecil berkapasitas 20-200 L
Sesuai dengan sifat dari bahan bila perlu drum terlebih dahulu digoyang-
goyangkan atau isi drum diaduk hingga serba sama. Contoh dapat diambil misalnya
dengan menggunakan tabung pengambil contoh. Tergantung kepada jumlah drum,
contoh diambil sebagai berikut :
Gambar 2. Tabel jumlah drum

Pemilihan drum-drum mana yang akan diambil contohnya, ditentukan dengan


cara acak menggunakan Daftar Nomor Acak pada Tabel II.
Misal tanding terdiri dari 50 drum. Semua drum diberi nomor dari 01, 02,
03....... 50. Berdasarkan petunjuk di atas, contoh harus diambil dari 4 drum, dan
dengan menggunakan Daftar Nomor Acak ternyata drum no. 04, 46, 29, 17. Dari
tiap drum diambil cairan yang volumenya sama, lalu dicampur menjadi satu contoh.
Batas ukuran tanding yang dapat diwakili oleh satu contoh maksimum 500 ton. Bila
besar tanding lebih dari 500 ton, maka kelebihannya dianggap tanding lain.

C.2.2.2 Cairan dikemas dalam wadah-wadah kecil, seperti botol, kaleng dan
lain- lain.
Tergantung kepada jumlah wadah dalam tanding dan ukuran masing-masing
wadah, jumlah contoh yang diambil adalah seperti terlukis dalam Tabel III. Misal
terdapat 400 kotak, masing-masing berisi 48 kaleng berukuran no. 300. Jumlah
kaleng seluruhnya 19.200 buah. Berdasarkan Tabel III jumlah contoh yang harus
diambil 13 buah yang diambil secara acak menggunakan Daftar Nomor Acak.
Seluruh 13 wadah diserahkan untuk pemeriksaan.

D. SYARAT MUTU
Tabel 1. Syarat mutu susu segar (SNI 3141.1:2011)
Karakteristik Satuan Syarat

Berat jenis (pada suhu 27.5 °C) g/ml 1,0270


Kadar lemak minimum % 3,0
Kadar bahan kering tanpa lemak minimum % 7,8
Kadar protein minimum % 2,8
Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan
Derajat asam °SH 6,0-7, 5
pH - 6,3-6,8
Uji alkohol (70%) v/v - Negatif
Cemaran mikroba maksimum:
1. Total Plate Count CFU/ml 1×10⁶
2. Staphylococcus aureus CFU/ml 1×10²
3. Enterobacteriaceae CFU/ml 1×10³
Jumlah sel somatis maksimum sel/ml 4×10⁵
Residu antibiotik - Negatif
Uji pemalsuan - Negatif
Titik beku °C -0,520 s.d. -0,560
Uji peroksidase - Positif
Cemaran logam berat maksimum:
1. Timbal (Pb) µg/ml 0,02
2. Merkuri (Hg) µg/ml 0,03
3. Arsen (As) µg/ml 0,1

E. CARA ANALISA
E.1 Berat jenis (SNI 01-2782-1992)
E.1.1 Prinsip pengujian
Benda padat yang dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan
ke atas seberat volume cairan yang dipindahkan.

E.1.2 Prosedur pengujian


1. Pengukuran B.J dilakukan minimum 3 (tiga) jam setelah pemerahan.
2. Homogenkan susu dengan sempurna (dituangkan dari gelas piala satu ke
gelas piala lainnya), kemudian dengan hati-hati dituangkan kedalam tabung
tanpa menimbulkan buih.
3. Dengan hati-hati laktodensimeter dicelupkan ke dalam susu dalam tabung
tadi, biarkan timbul dan tunggu sampai diam.
4. Baca skala yang ditunjukkan dan angka yang terbaca menunjukkan angka
ke-2 dan ke-3 dibelakang koma, sedangkan desimal ke-4 dikira-kira. Contoh
: Bila skala yang terbaca adalah 28, maka angka yang didapat adalah 1,0280
5. Lakukan pengukuran sebanyak tiga kali berturut-turut, masing-masing
dilakukan setelah membenamkan kembali laktodensimeter.
6. Temperatur susu diukur dengan ketelitian 0,5 °C dan tandon Hg dari
termometer haruslah berada di dalam susu pada waktu pengukuran
dilakukan.

E.2 Kadar lemak (SNI 01-2782-1992)


E.2.1 Prinsip pengujian
Asam sulfat pekat merombak dan melarutkan kasein dan protein lainnya,
sehingga menyebabkan hilangnya bentuk dispersi lemak. Pemisahan lemak
dipercepat dengan penanibalian anil alkohol yang akan mencairkan lemak dengan
panas yang ditimbulkannya. Sentrifugasi akan menyebabkan lemak terkumpul di
bagian skala dari butirometer.

E.2.2 Prosedur pengujian


Untuk: susu penuh, susu yang sebagian lemaknya diambil dan susu yang tidak
dihomogenisasi.
1. Masukkan 10 ml asam sulfat pekat ke dalam butirometer.
2. Tambalikan 10,75 mil contoh susu dan 1 ml amil alkohol. Urutan dari
pemasukan bahan ke dalam butirometer harus runtut seperti cara di atas.
3. Butirometer disumbat sampai rapat, kemudian dikocok sehingga bagian-
bagian di dalamnya tercampur rata.
4. Setelah terbentuk warna ungu tua sampai kecoklatan (terbentuk karamel),
masukkan butirometer ke dalam sentrifus dan sentrifugasi pada 1200 rpm
selama 5 menit.
5. Kemudian masukkan butiran meter ke dalam penangas air dengan suhu 650
°C selama 5 menit.
6. Setelah itu, bacalah skala yang tertera pada butirometer. Skala tersebut
menunjukkan kadar lemak.
Untuk susu yang dihomogenisasi
1. cara pengerjaan contoh sama dengan di atas, hanya setelah pembacaan
skala, butirometer kembali disentrifugasi dan dimasukkan ke dalam
penangas air(65" c), lalu skala dibaca kembali.
2. ulangi cara tersebut sebanyak dua sampai tiga kali.
3. apabila perbedaan hasil pembacaan skala antara 2 dan 3, antara 3 dan 4 lebih
dari 0.05%, maka pengukuran ini dianggap salah.

E.3 Kadar bahan kering tanpa lemak (SNI 01-2782-1992)


E.3.1 Prinsip pengujian
Sejumlah contoh susu dikeringkan pada suhu yang tetap (konstan) sampai berat
kering yang konstan tercapai. Berat setelah pengeringan adalah berat bahan kering.

E.3.2 Prosedur pengujian


1. Keringkan cawan dan tutupnya dalam oven dengan suhu 102-112°C selama
30 menit.
2. Setelah itu masukkan cawan beserta tutupnya ke dalam eksikator sampai
suhunya sama dengan suhu kamar, kemudian timbang (G1).
3. Masukkan 3 ml contoh susu ke dalam cawan dan timbang kembali beserta
tutupnya (G2).
4. Letakkan cawan di atas penangas air (mendidih) selama 30 menit. Untuk
mencegah terbentuknya kulit, teteskan etanol sebanyak 5-10 tetes.
5. Masukkan kembali cawan ke dalam oven (suliu 102 2°C) selama I jam dan
letakkan tutup cawan disamping cawan.
6. Tutup kembali cawan dan masukkan ke dalam eksikator dan biarkan hingga
suhu cawan sama dengan suhu kamar.
7. Timbang cawan beserta tutupnya (G3.1.).
8. Masukkan kembali cawan ke dalam oven selama 1 jam dan setelah itu
masukkan kembali ke dalam eksikator hingga suhunya sama dengan suhu
kamar, kemudian timbang lagi (G3.2.).
9. Lakukan prosedur tersebut sampai tercapai berat konstan (G3.1-G3.2) atau
selisih hasil pengukuran sebelum dan sesudahnya tidak melebihi 0,5 mg.

E.4 Kadar protein (SNI 01-2782-1992)


E.4.1 Prinsip pengujian
Pemanasan contoh susu dalam asam sulfat pekat mengakibatkan terjadinya
destruksi protein menjadi unsur-unsurnya. Untuk mempercepat proses destruksi
tersebut sering ditambahkan kalium sulfat bersamaan dengan cupri sulfat (sebagai
indikator) sehingga gugus N (organik) akan berubah menjadi gugus amonium
sulfat. Melalui penambalan natrium hidroksida dan pemanasan terjadilah proses
destilasi dimana amonium sulfat akan dipecah menjadi amonia. Selanjutnya
amonium yang dibebaskan akan ditangkap oleh asam borat, sedangkan sisa asam
borat yang tidak bereaksi dengan amonia akan dititrasi dengan asam klorida 0,1 N.
Selisih jumlah titrasi contoh dengan blanko merupakan jumlah ekivalen nitrogen.

E.4.2 Prosedur pengujian


1. Masukkan ke dalam labu Kjeldahl 5 gram contoh susu, batu didih, 10 gram
K2SO3 dan 0,25 gram CuSO. Kenudian tambahkan 20 ml H2SO4 dan
campur dengan baik.
2. Panaskan hingga tidak ada uap, teruskan pemanasan sampai mendidih dan
sekali-sekali labu diputar.
3. Setelah cairan dalam labu terlihat jernih dan tak berwarna, teruskan
pemanasan selama 90 menit, kemudian didinginkan.
4. Setelah mencapai suhu kamar, tambahkan 150 ml aquades serta beberapa
butir batu gelas, campur dan biarkan hingga dingin.
5. Di dalam erlenmeyer terpisah masukkan 50 ml asani borat, 4 tetes indikator
dan campurkan. Kemudian tempatkan di bawah pendingin (Leibig)
sehingga ujung pipu mengenai asam borat.
6. Melalui dinding, masukkan secara perlahan-lahan dan hati-hati 80 ml
larutan NaO11 ke dalam labu Kjeldahl schingga NaO11 tidak tercampur
dengan isi dari labu tersebut.
7. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu
Kjeldahl, mula-mula secara perlahan-lahan sampai dua lapisan cairan
tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih. Atur
panasnya sampai terjadi proses destilasi (waktu pemanasan minimum 20
menit).
8. Menjelang berakhirnya proses destilasi letakkan erlenmeyer pada tempat
yang lebih rendah sehingga ujung pipa tidak menyentuh larutan asam borat
lagi.
9. Dinginkan hasil destilasi (destilat) dan jaga agar larutan asam borat tidak
turut panas
10. Titrasi destilat dengan HCl 0,1 N.
11. Lakukan prosedur diatas terhadap 5 ml aquades sebagai blanko/kontrol.

E.5 Warna, bau, rasa, kekentalan (SNI 01-2782-1992)


1. Warna: susu akan menjadi kebiruan jika ditambah air atau dikurangi
lemaknya dan menjadi kemerahan jika mengandung darah dari sapi yang
menderita mastitis.
2. Bau: lemak susu mudah menyerap bau disekitarnya
3. Rasa: susu dapat berubah rasa menjadi pahit, berasa lobak, sabun, tengik,
atau anyir dikarenakan oleh kuman dan bakteri tertentu.
4. Kekentalan: susu akan berlendir jika terkontaminasi bakteri cocci.

E.6 Derajat asam (SNI 01-2782-1992)


E.6.1 Prinsip pengujian
Derajat Soxhlet (°SH) adalah jumlah 0,25 N NaOH yang digunakan dikalikan
untuk menetralkan susu.

E.6.2 Prosedur pengujian


1. Ke dalam labu Erlenmeyer dimasukkan 50 ml susu
2. Ditambahkan 2 ml indikator phenolphthalein
3. Salah satu labu Erlenmeyer dititrasi dengan larutan 0,25 N NaOH hingga
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang ketika dikocok
4. Sebagai warna pembanding, susu di Erlenmeyer lain ditambahkan 1 ml
cobalt sulfat. Warna ini hanya dapat dipakai selama 3 jam

E.7 Kadar pH (Nababan et al. 2014)


E.7.1 Prosedur pengujian
1. Susu dimasukkan ke dalam gelas Beker sebanyak 20 mL
2. Celupkan elektrode pH meter ke dalam gelas Beker tersebut (sebelumnya
telah dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4,0 dan pH 7,0).
3. Baca hasilnya pada layar pH meter.

E.8 Uji alkohol (SNI 01-2782-1992)


E.8.1 Prinsip pengujian
Kestabilan sifat koloidal protein-protein susu tergantung pada selubung air yang
menyelimutinya. Hal ini terutama pada kasein. Bila susu dicampur dengan alkohol
yang mempunyai sifat dehidrasi maka protein tersebut akan terkoagulasi sehingga
susu tersebut akan pecah. Semakin tinggi derajat keasaman susu yang diperiksa,
maka akan semakin rendah jumlah alkohol dengan kepekatan tertentu yang
diperlukan untuk memecahkan susu dengan volume yang sama. Percobaan mulai
positif pada derajat asam S-9 °SH.

E.8.2 Prosedur pengujian


1. Masukkan 5 ml alkohol ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan alkohol 70% dalam jumlah yang sama.
3. Amati terhadap adanya gumpalan dan atau pemisahan bagian-bagian
protein susu.
4. Adanya butiran atau gumpalan menunjukkan hasil positif.

E.9 Cemaran mikroba (SNI 2897:2008)


E.9.1 Pengujian Total Plate Count (TPC)
Total Plate Count (TPC) dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba
yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang
ditumbuhkan pada media agar.
E.9.2 Pengujian Most Probable Number (MPN) Coliform
Metode Most Probable Number (MPN) terdiri dari uji presumtif (penduga) dan
uji konfirmasi (peneguhan), dengan menggunakan media cair di dalam tabung
reaksi dan dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif. Pengamatan tabung positif
dapat dilihat dengan timbulnya gas di dalam tabung Durham.

E.9.3 Pengujian MPN Escherichia coli


Pengujian dilakukan dengan uji pendugaan, uji peneguhan dan isolasi-
identifikasi melalui uji biokimia Indole, Methyl red, Voges-Proskauer dan Citrate
(IMVIC).

E.9.4 Pengujian jumlah Staphylococcus aureus


Metode yang digunakan adalah dengan hitung cawan secara sebar pada
permukaan media.

E.9.5 Pengujian Salmonella sp.


Pertumbuhan Salmonella pada media selektif dengan pra pengayaan (pre-
enrichment), dan pengayaan (enrichment) yang dilanjutkan dengan uji biokimia dan
uji serologi.

E.9.6 Pengujian Campylobacter sp.


Pertumbuhan Campylobacter pada media selektif melalui tahapan pra-
pengayaan, pengayaan, isolasi dan identifikasi serta konfirmasi.

E.9.7 Pengujian Listeria monocytogenes


Metode pengujian ini didasarkan pada isolasi dan identifikasi bakteri Listeria
monocytogenes dengan cara pembiakan pada media selektif.

E.10 Jumlah sel somatis (Joint IDF/ISO Standard-IDF 148-1-ISO/13366-1)


E.10.1 Prinsip pengujian
Sebagian kecil susu yang akan diperiksa disebar di atas slide untuk membentuk
olesan. Olesan tersebut dikeringkan. Selama proses ini, sel-sel diwarnai. Kemudian,
sel-sel yang telah diwarnai dihitung menggunakan mikroskop. Jumlah sel yang
dihitung dalam area yang ditentukan dikalikan dengan faktor kerja, untuk
memberikan jumlah sel per mililiter.
E.10.2 Prosedur pengujian
1. Siapkan untuk setiap sampel uji setidaknya dua olesan dan hitung yang
terbaik (misalnya, olesan yang tidak rusak oleh proses pewarnaan).
2. Celupkan slide ke dalam etanol (dengan fraksi volume 95%).
3. Nyalakan dengan api lalu biarkan dingin. Sampel uji berupa olesan dan
pewarnaan dapat disiapkan dengan metode Newman-Lampert.

E.11 Residu antibiotik (SNI 7424:2008)


E.11.1 Prinsip pengujian
Residu antibiotika akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada
media agar. Penghambatan dapat dilihat dengan terbentuknya daerah hambatan di
sekitar kertas cakram atau silinder cup atau agar well. Besarnya diameter daerah
hambatan menunjukkan konsentrasi residu antibiotika. Pengujian ini harus
dilakukan secara aseptis dengan memperhatikan kaidah berlaboratorium yang baik
di laboratorium mikrobiologi.

E.11.2 Pelaksanaan pengujian


1. Cairkan media agar yang telah dibuat dengan pemanasan, kemudian
letakkan pada penangas air hingga temperatur mencapai 55 °C ± 1 °C.
2. Pipet 1 ml biakan kuman uji vegetatif atau spora, dan campurkan ke dalam
100 ml media yang telah dicairkan hingga merata. (Khusus untuk media
agar B.stearothermophilus : pipet 1 ml biakan spora, dan tambahkan 2,5 %
larutan dextrose 2 %, kemudian campurkan ke dalam 100 ml media yang
telah dicairkan hingga merata).
3. Kemudian pipet 8 ml media yang telah mengandung kuman uji atau spora
ke dalam setiap cawan petri sesuai dengan jenis golongan antibiotika yang
akan diuji.
4. Setiap jenis golongan antibiotika menggunakan minimal 3 cawan petri
(triplo).
5. Tempatkan cawan petri pada bidang yang datar sampai media membeku.
6. Teteskan terlebih dahulu masing-masing larutan baku pembanding yang
telah disiapkan ke dalam kertas cakram atau yang sejenis sebanyak 75 μl
(diameter 8 mm) atau 100 μl (diameter 10 mm) dan biarkan sampai
menyerap seluruhnya sebelum diletakkan pada media dalam cawan petri.
Teteskan juga larutan baku pembanding sebagai kontrol positif dan larutan
dapar sebagai kontrol negatif.
7. Tempatkan masing-masing cawan petri pada bidang datar dalam ruangan
dengan temperatur kamar selama 1 jam.
8. Inkubasikan dalam inkubator selama 16 jam sampai dengan 18 jam untuk
golongan makrolida dan aminoglikosida pada temperatur 36 °C ± 1 °C,
golongan tetrasiklin pada temperatur 30 °C ± 1 °C, dan golongan penisilin
pada temperatur 55 °C ±1 °C.
9.
E.12 Uji pemalsuan (SNI 01-2782-1992)
E.12.1 Uji terhadap penambahan susu masak
Di dalam susu segar terdapat enzim peroksidase yang akan terurai/musnah oleh
pemanasan di atas 75°C. linzim ini akan memilicbaskan oksigen dari larutan
peroksida yang ditambahkan ke dalam susu. Oksigen akan bersenyawa dengan zat
pemulas sehingga warnanya berubah.

E.12.2 Uji terhadap penambahan gula


Uji ini digunakan untuk membuktikan adanya sakarosa. Gula akan terhidrolisa
olch FCI pekat menjadi 1-hidroksi metil furfural. Furfural dan turunannya akan
bereaksi dengan resorsin membentuk warna merah jambu.

E.12.3 Uji terhadap penambahan pati


Dengan penambahan larutan lugol, adanya pati amilum di dalam contoh susu
akan dibuktikan dengan terbentuknya warna biru.
E.12.4 Uji terhadap penambahan bahan pengawet
• Formaldehida (formalin): hasil positif menunjukkan terbentuknya warna
ungu setelah ditambahkan 10 ml larutan asam klorida mengandung besi
pada 2 ml susu dan dipanaskan.
• Hidrogen peroksida: hasil positif menunjukkan terbentuknya warna kuning
hingga merah jingga setelah ditambahkan 10 tetes larutan titanilsulfat pada
10 ml susu.
• Sublimat: hasil positif menunjukkan terbentuknya warna abu-abu setelah
ditambahkan 100 ml amoniak pada 100 ml susu.

E.12.5 Uji residu desinfektan


Mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae akan memfermentasi glukosa dan
membentuk gas. Adanya desinfektan akan menghambat proses fermentasi dan
proses pembentukan gas.

E.13 Titik beku (SNI 01-2782-1992)


E.13.1 Prinsip pengujian
Kenaikan atau penurunan titik beku susu adalah selisih antara titik beku air
dengan standar titik beku susu. Kenaikan titik beku menyatakan adanya indikasi
penambahan air, sedangkan penurunan titik beku menyatakan adanya indikasi
penambahan susu bubuk atau tepung.

E.13.2 Prosedur pengujian


1. Dalam tabung reaksi berdiameter 2,5 cm dimasukkan 30 cc aquadestilata
yang telah dimasak dan didinginkan, kemudian tabung disumbat dengan
gabus yang mempunyai dua lubang.
2. Pada lubang pertama masukkan/tanamkan kristal es dan aduk cairan dengan
alat pengaduk, sedang lubang yang satu lagi dimasukkan thermometer
Beckmann dengan ujungnya tepat berada di pertengahan cairan.
3. Masukkan tabung ini ke dalam cairan pendingin berisolasi dengan suhu 2-
6" C sambil diaduk terus secara teratur dan perlahan-lahan sampai suhu
dalam tabung mencapai 1°C dibawah titik beku air.
4. Masukkan tabung ke dalam tabung reaksi berdiameter 5 cm sehingga mantel
pendingin dan tabung pembeku tidak bersentuhan.
5. Kemudian masukkan keduanya ke dalam cairan pendingin kembali dimana
cairan pendingin harus kira-kira 4 cm lebih tinggi dari permukaan air di
dalam tabung pertanian.
6. Ke dalam: cairan pendingin dimasukkan kristal es murni kecil dan diaduk
secara merata. Penaikan tiang raksa harus diperhatikan hingga kira-kira
selama 1 menit tiang raksa tidak bergerak lagi.
7. Bila hal ini sudah tercapai, ketuk thermometer perlahan-lahan dan tingginya
tiang air raksa diperiksa dengan loupe hingga 0,001° C. Bila es yang
terbentuk sudah meleleh lagi, ulangi lagi cara kerja ini dengan catatan
perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,005° C.
8. Dengan cara yang serupa dilakukan perlakuan terhadap 30 cc susu. Akan
tetapi cairan hanya didinginkan sampai 1,5" C dibawah titik beku air dan
yang dimasukkan/ditanamkan adalah sepotong kecil susu beku. Perbedaan
antara dua kali penentuan tidak boleh lebih dari 0,005" C.
9. Bila menggunakan thermometer yang tidak ditera lebih dahulu, hendaknya
dengan thermometer ini kita menentukan titik beku larutan 10 gr NaCl
murni dalam 1 liter air, di mana titik ini harus -0,603" C.

E.14 Uji peroksidase (SNI 01-2782-1992)


E.14.1 Prinsip pengujian
Enzim peroksidase yang terdapat dalam susu segar akan terurai dan menjadi
non aktif apabila susu dipanaskan pada 70-80°C. Enzim akan membebaskan O2 dari
larutan H2O2 yang akan dibubuhkan dalam susu. Oksigen akan bereaksi dengan zat
pemulas dan menyebabkan perubahan warna.

E.14.2 Prosedur pengujian


1. Masukkan 5 ml contoh susu ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 2 tetes larutan paraphenildiamide 2%
3. Tambahkan 1-4 tetes larutan H2O2 0,2 - 1%
4. Perubahan warna diamati

E.15 Cemaran logam berat (SNI 01-2896-1998)


E.15.1 Prosedur pengujian
1. Sebanyak 5 ml sampel susu sapi segar dimasukkan ke dalam cawan porselen
50 ml, ditambah dengan 5 ml Mg(NO3)2 10% dalam etanol 95%.
2. Campuran diuapkan di atas penangas air sampai kering. Sampel hasil
penguapan tersebut dipanaskan dengan muffle furnace pada suhu 500 oC
selama 2 jam.
3. Setelah itu didinginkan, kemudian ditambah 1 ml aquadest dan 2 ml HNO3
p.a. lalu dikeringkan menggunakan penangas air.
4. Sampel hasil pengeringan tersebut dipanaskan lagi dengan muffle furnace
sampai suhu 500 oC selama 1 jam hingga sampel menjadi abu putih.
5. Abu putih tersebut ditambah dengan 5 ml campuran HCl pekat dan HNO 3
pekat (3:1) hingga semua abu larut.
6. Kemudian disaring menggunakan kertas Whattman Nomor 42, lalu dituang
ke dalam labu takar 50 mL, dan ditambahkan dengan aquabidest hingga
tanda batas serta dihomogenkan.
7. Larutan sampel hasil preparasi ditentukan absorbansinya dengan SSA pada
λ = 283,3 nm
8. Absorbansi yang didapat disubtitusikan pada persamaan standar yang
didapat dari kurva standar dengan larutan seri standar standar Pb 0; 0,25;
0,5; 1; 2; dan 4 µg/mL.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2782-1992. Metoda Pengujian
Susu Segar
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-2896-1998. Cara uji cemaran
logam dalam makanan.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 2897:2008. Metode pengujian
cemaran mikroba dalam daging, telur, dan susu, serta hasil olahannya.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 7424:2008. Metoda uji tapis
(screening test) residu antibiotika pada daging, telur, dan susu secara
bioassay.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 3141.1:2011. Standar mutu susu
segar.
[ISO/IDF] International Organization for Standardization/International Dairy
Federation. 2008. IDF 148-1/ISO 13366-1. Enumeration of somatic cells.
Nababan LA, Suada IK, Swacita IBN. 2014. Ketahanan susu segar pada
penyimpanan suhu ruang ditinjau dari uji tingkat keasaman, didih, dan
waktu reduktase. Indonesia Medicus Veterinus. 3(4) : 274-282.

Anda mungkin juga menyukai