Kelompok 3
Nama : Nurfadillah Awaluddin 09220190054
Rafiq Pramudya 09220190067
Nurishaq. M. 09220180088
Moh Syamsul S 09220190064
Indra Sakti Nurpratama 09220190065
Jery Rahmat Dani 09220190074
Resdi Apriandi 09220190075
Qais Augrah Ramadhan P.A 09220190076
Carman Tasia 09220190143
Muhammad Aldy 09220190149
Menyetejui Mengetahui
Segala puji bagi Allah SWT ata segala nikmat-Nya yang telah diberikan,
yaitu keindahan iman dan islam. Segala pujian bagi Allah yang telah
menganugerahkan akal dan juga pikiran sebagai wadah untuk berpikir menuju arah
yang lebih baik sholawat serta salam kepada nabi Muhammad SAW beserta para
sahabatnya yang telah menjadikan islam sebagai pedoman ideologi dunia.
Penyusun
ii | P a g e Dehidrasi Osmosis
ABSTRAK
Gambar 3.1 Gambar Alat yang digunakan praktikum Dehidrasi osmosis ....................... 38
Gambar 1 Stopwatch ....................................................................................................... 38
Gambar 2 Motor Pengaduk ............................................................................................. 38
Gambar 3 Oven ............................................................................................................... 38
Gambar 4 Desikator ........................................................................................................ 38
Gambar 5 Gelas Piala 250 Ml ......................................................................................... 38
Gambar 6 Penggaris ........................................................................................................ 38
Gambar 7 Stirer .............................................................................................................. 38
Gambar 8 Neraca Analitik .............................................................................................. 38
Gambar 9 Petri Dish ........................................................................................................ 38
Gambar 10 Pisau Cutter .................................................................................................. 38
Gambar 11 Pinset ............................................................................................................ 38
Gambar 12 Spatula .......................................................................................................... 38
Gambar 13 Pengaduk ..................................................................................................... 38
iv | P a g e Dehidrasi Osmosis
DAFTAR TABEL
vi | P a g e Dehidrasi Osmosis
DAFTAR ISI
ix | P a g e Dehidrasi Osmosis
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Mempelajari pengaruh waktu pada proses dehidrasi osmosis.
2.1 Dehidrasi
Dehidrasi adalah kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan yang keluar
lebih banyak dari pada jumlah cairan yang masuk. Pengeluaran air harus seimbang
dengan pemasukan air, apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh,
akan timbul kejadian dehidrasi. Banyaknya energi yang dipergunakan dalam
aktivitas akan mengeluarkan cairan tubuh berupa keringat melalui kulit dan
karbon dioksida yang keluar melalui pernafasan. Keluarnya cairan dalam jumlah
yang banyak dapat meningkatkan suhu tubuh sehingga mengganggu proses
metabolisme dan juga mengakibatkan berkurangnya kadar elektrolit yang
berdampak pada penurunan kinerja fisik. Dehidrasi merupakan kehilangan air
secara berlebihan yang akan mengganggu ketidakseimbangan tubuh. Semua
cairan tubuh setiap waktu kehilangan dan mengalami penggantian
bagian-bagiannya, namun komposisi cairan harus dipertahankan agar selalu berada
dalam keadaan tetap (Hawa, 2018).
2.2 Osmosis
Osmosis adalah difusi pelarut melalui membran. Jika terdapat dua larutan yang
tidak sama konsentrasinya, maka molekul air melewati membran sampai kedua
larutan seimbang. Jika sel dimasukkan ke dalam larutan isotonis, bentuk sel tetap
karena keadaan seimbang. Akan tetapi, jika sel tumbuhan berada dalam larutan
hipertonis (konsentrasi larutan lebih tinggi daripada cairan sel), air dalam plasma
sel akan berosmosis keluar sehingga sel mengerut atau menyusut. Protoplasma yang
kekurangan air menenyusut volumenya mengakibatkan membran sel terlepas dari
dinding sel, sehingga terjadi plasmolisis.
Sebaliknya, jika sel berada dalam larutan hipotonis (konsentrasi larutan lebih
rendah daripada cairan sel), air dari luar akan masuk ke dalam sel sehingga sel
membengkak. Pada larutan hipertonik, sebagian besar molekul air terikat (tertarik)
10 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Pada dehidrasi osmosis, perbedaan konsentrasi merupakan penyebab
terjadinya transfer massa, sehingga semakin tinggi konsentrasi larutan, maka akan
semakin banak padatan yang masuk dan semakin banyak penurunan kandungan air.
Perubahan kandungan air dalam bahan, memiliki fenomena yang berbeda dengan
perubahan kandungan gula. Keuntungan aplikasi VI adalah peningkatan kualitas
karena proses berlangsung pada suhu rendah, sehingga meminimalisasi kerusakan
akibat panas dan mempertahankan nutrisi, warna dan aroma menyediakan suatu
proses osmosis yang akan berlangsung lebih cepat (Yulianingsih, Sugiarto dan
Putranto, 2015).
2.6 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di
kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut
di kurangi sampai batas tertentu sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi
di dalamnya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan
volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan transpor, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih
murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di
keringkan, misalnya tembakau, kopi, teh dan biji-bijian.
Disamping keuntungan-keuntungannya, pengeringan juga mempunyai
beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah,
misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan
sebagainya. Kerugian yang lainnya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu
pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali
(rehidrasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di
berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara
untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan.
11 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Penyedotan uap air ini dapat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan
dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari
bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan
tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas
permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu
pengeringan (Muntikah dan Razak, 2017).
Pengeringan merupakan proses pengeluaran air dari suatu bahan pangan
menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar
air dimana mutu bahan pangan dapat dicegah dari serangan jamur, enzim dan
aktivitas serangga. Pengeringan diartikan juga sebagai proses pemisahan atau
pengeluaran air dari suatu bahan yang jumlahnya relatif kecil dengan menggunakan
panas. Metode pengawetan dengan pengeringan berdasarkan prinsip bahwa
mikroba dan reaksi-reaksi kimia hanya terjadi jika air tersedia damlah jumlah
cukup.
Pengeringan merupakan proses pemindahan panas dan uap secara simultan
yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang
biasanya berupa panas. Proses pengeringan atau penghidratan berlaku apabila
bahan yang dikeringkan kehilangan sebagian atau keseluruhan air yang
dikandungnya. Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah
penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan teruap,
yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut.
Berbagai metode pengeringan yang umum dan telah lama dikenal antara lain
pengeringan dengan cara dijemur maupun pengeringan menggunakan alat
pengering. Pengeringan juga dapat berlangsung dengan cara lain yaitu dengan
memecahkan ikatan molekul-molekul air yang terdapat di dalam bahan. Apabila
ikatan molekul-molekul air yang terdiri dari unsur dasar oksigen dan hidrogen
dipecahkan, maka molekul tersebut akan keluar dari bahan. Akibatnya bahan
tersebut akan kehilangan air yang dikandungnya (Hermawan, 2015).
12 | P a g e Dehidrasi Osmosis
2.7 Pengeringan Osmosis
Pengeringan osmotik dengan larutan osmotik membutuhkan dua sampai tiga
kali lebih sedikit energi dibandingkan dengan pengeringan secara konvensial,
temperatur proses relatif rendah. Pengeringan osmotik melibatkan proses
perendaman bahan makanan berkadar air tinggi ke dalam suatu larutan osmosis
pada umumnya larutan gula atau garam. Osmosis merupakan suatu proses di mana
suatu liquid dapat melewati suatu membran semipermeabel secara langsung.
Apabila terdapat dua larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut yang
berbeda dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel, maka akan terjadi
perpindahan air dari larutan hipotonik (larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang
lebih rendah) ke larutan hipertonik (larutan dengan konsentrasi zat lebih tinggi).
Pori dalam membran semipermeabel terlalu kecil untuk dilewati oleh molekul zat
terlarut misalnya gula, tetapi cukup besar untuk dilewati molekul air. Molekul air
dari larutan maupun dari pelarut murni secara random dapat melewati membran
semipermeabel.
Akan tetapi, laju pergerakan molekul air dari air larutan dengan laju pergerakan
molekul air dari larutan air ditentukan oleh besarnya entropi dan tekanan yang
diaplikasikan ke salah satu kaki karena entropi larutan adalah lebih besar
dibandingkan dengan entropi pelarut murni, maka secara spontan laju molekul air
yang melewati air-larutan akan lebih cepat dibandingkan dengan laju molekul air
dari larutan air.
Oleh sebab itu, bila kita membiarkan kedua larutan untuk selang waktu
tertentu maka ketinggian permukaan larutan pada salah satu kaki akan mengalami
kenaikan. Proses ini akan terus berlangsung sampai ketinggian mencapai tinggi
tertentu dimana pada ketinggian tersebut tekanan larutan memiliki tekanan yang
dapat menyeimbangkan laju pergerakan molekul air air dari larutan-air dan air-
larutan. Tekanan inilah yang disebut sebagai tekanan osmosis (Octyaningrum,
2015).
13 | P a g e Dehidrasi Osmosis
2.8 Pengeringan Oven Drying
Pengeringan oven (oven drying) merupakan alternatif pengeringan matahari.
Tetapi metode pengeringan ini membutuhkan sedikit biaya investasi. Pengeringan
oven dapat melindungi pangan dari serangga, debu, dan tidak tergantung pada
cuaca. Pengeringan oven tidak disarankan untuk pengeringan pangan karena energi
yang digunakan kurang efisien daripada alat pengering lain, selain itu sulit
mengontrol suhu rendah pada oven dan pangan yang dikeringkan dengan oven lebih
rentan hangus.
Keuntungan pengeringan oven yaitu tidak tergantung cuaca, kapasitas
pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak memerlukan tempat
yang luas dan kondisi pengeringan dapat dikontrol. Proses pengeringan yang terjadi
pada oven yaitu panas yang diberikan pada bahan pangan dalam sebuah oven dapat
melalui radiasi dari dinding oven, konveksi dari sirkulasi udara panas, dan melalui
konduksi melalui wadah tempat bahan pangan diletakkan. Udara, gas lain, dan uap
air akan menguap akibat transfer panas secara konveksi, dan panas diubah menjadi
panas konduksi pada permukaan bahan dinding dan dinding oven.
Rendahnya kelembaban udara dalam oven menciptakan gradien tekanan uap
yang menyebabkan perpindahan air dari bagian dalam bahan menuju permukaan
bahan, perluasan hilangnya air bahan ditentukan oleh sifat alami bahan dan laju
pemanasan dan perpindahan air pada pada saat pengeringan bahan dalam oven.
Perubahan ini serupa dengan pengeringan dengan udara panas lainnya, semakin
cepat pemanasan dan semakin tinggi suhu yang digunakan menyebabkan perubahan
yang kompleks pada komponen permukaan bahan pangan (Octyaningrum, 2015).
Drying adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan
menggunakan energi panas. Kelebihan dari proses pengeringan ini adalah bahan
menjadi lebih tahan lama, volume bahan kecil sehingga memudahkan
pengangkatan dan pengepakan, berat bahan menjadi berkurang sehingga
memudahkan pengangkutan.
14 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Pengeringan juga mempunyai kekurangan yaitu dapat merusak sifat dan
karakteristik dari bahan yang dikeringkan, seperti contohnya bentuk, sifat-sifat
kimiawi, penurunan mutu. Pengeringan suatu bahan dapat berlangsung dengan baik
jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut dan uap air
dikeluarkan dari seluruh permukaan bahan tersebut. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan bahan, suhu
pengeringan, aliran udara dan tekanan uap di udara.
Metode dalam pengeringan bermacam-macam sesuai dengan alat
pengeringan yang dipakai. Oven dryer adalah alat yang berguna untuk memanaskan
atau mengeringkan peralatan laboratorium, zat-zat kimia maupun pelarut organik,
dapat pula digunakan untuk mengukur kadar air. Oven dryer dapat digunakan
sebagai pengering apabila dengan kombinasi pemanas dengan humidity rendah dan
sirkulasi udara yang cukup. Kecepatan pengeringan tergantung dari tebal bahan
yang dikeringkan, dimana penggunaan alat ini untuk skala kecil. Oven dryer yang
dipakai ini terdiri dari beberapa tray serta memiliki sirkulasi udara di dalamnya.
Kelebihan dari oven dryer adalah dapat dipertahankan dan diatur suhu
pengeringannya, pengeringan tidak bergantung pada cuaca, dan lebih praktis cara
kerjanya.
Dalam metode pengeringan, penambahan drying agent sangat dibutuhkan
karena untuk mempercepat suatu perpindahan air selama terjadinya proses
pengeringan sehingga waktu pengeringan berlangsung lebih cepat. Hal ini
disebabkan molekul pada drying agent, drying agent memiliki kemampuan
menghidrasi molekul struktural pada suatu bahan yang ada di dalam air
(Wibawanto, Ananingsih dan Pratiwi, 2014).
15 | P a g e Dehidrasi Osmosis
dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.
Penentuan kadar air sangat penting dalam banyak masalah industri, misalnya
dalam evaluasi material balance atau kehilangan selama pengolahan. Kita harus
tahu kandungan air (dan kadang juga distribusi air) untuk pengolahan optimum,
misalnya dalam penggilingan serealia, pencampuran adonan sampai konsistensi
tertentu, dan produksi roti dengan daya awet dan tekstur tinggi. Kadar air harus
diketahui dalam penentuan nilai gizi pangan, untuk memenuhi standar komposisi
dan peraturan-peraturan pangan.
Kepentingan yang lain adalah bahwa kadar air diperlukan untuk penentuan
mengetahui pengolahan terhadap komposisi kimia yang sering dinyatakan pada
dasar dry matt. Penentuan kadar air yang cepat dan akurat bervariasi tergantung
struktur dan komposisinya. Dari segi analisis pangan, kandungan air dalam pangan
dapat dibagi menjadi tiga macam bentuk. Air bebas adalah air dalam bentuk sebagai
air bebas dalam ruang intergranular dan dalam pori-pori bahan.
Air demikian ini berlaku sebagai agensia pendispersi bahan-bahan koloidal
dan sebagai solvent senyawa-senyawa kristalin. Air yang terserap (teradsorpsi)
pada permukaan koloid makromolekular (pati, pektin, selulosa, protein). Air ini
berkaitan erat dengan makromolekul-makromolekul yang mengadsorpsi dengan
gaya absorpsi, yang diatributkan dengan gaya Van der Waals atau dengan
pembentukan ikatan hidrogen. Air terikat, berkombinasi dengan berbagai substansi,
sebagai air hidrat. Klasifikasi tersebut tidak mutlak. Istilah air bebas, terabsorpsi,
dan terikat itu relatif (Aventi, 2015).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan
yang dinyatakan dalam bentuk persen. Kadar air menunjukkan jumlah absolut air
yang terdapat dalam pangan. Kadar air dihitung sebagai persentase kandungan air
suatu bahan yang dinyatakan dalam basis basah atau basis kering.
16 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Kadar air sangat berhubungan dengan kelembaban nisbi (RH) udara.
Kelembaban nisbi adalah perbandingan antara tekanan uap air di udara dengan
tekanan uap air jenuh pada suhu yang sama. Jika kadar air bahan rendah sedangkan
RH disekitarnya tinggi maka akan terjadi perpindahan uap air dari lingkungan ke
bahan, dengan demikian bahan menjadi lembab sehingga kadar airnya menjadi
lebih tinggi. Jumlah air yang berada di dalam bahan pangan dinyatakan dalam
persentase yang merupakan hasil analisis secara gravimetri. Nilai ini menujukkan
jumlah kadar air keseluruhan pada bahan pangan, kecuali air tipe I, yaitu air terikat.
Kadar air merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan umur
simpan produk pangan. Semakin tinggi kadar air, pangan akan semakin mudah
untuk rusak, baik karena kerusakan mikrobiologis maupun reaksi kimia. Pada buah-
buahan dan sayuran segar, kandungan air menunjukkan tingkat kesegaran produk
tersebut. Namun, pada produk pangan kering seperti biskuit, peningkatan kadar air
menyebabkan produk tersebut mengalami penurunan mutu menjadi tidak renyah
ataupun lunak.
Penurunan mutu tersebut diartikan bahwa pangan sudah mencapai batas umur
simpannya, hal ini disebabkan karena sudah melewati batas kritis kadar airnya.
Kualitas biskuit juga akan menurun jika terjadi perubahan biologis, seperti adanya
pertumbuhan mikroorganisme, reaksi enzimatis dan pencoklatan nonenzimatik,
perubahan fisik dan sifat sensorik seperti tekstur, kerenyahan, kekerasan, warna
serta rasa. Oleh sebab itu kadar air sangat berperan penting dalam menentukan daya
awet bahan pangan.
Kadar air juga dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa bahan
pangan. Pangan dengan kadar air yang tinggi lebih mudah terkontaminasi mikroba,
hal ini disebabkan karena air dapat membantu mikroba untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Bahan pangan kering dapat
juga menghasilkan air bila terjadi peningkatan suhu selama pengepakan, akibatnya
kelembaban pada permukaan akan berubah. Uap air ini akan berkondensasi pada
permukaan bahan pangan terutama jika suhu penyimpanan menurun. Namun jika
17 | P a g e Dehidrasi Osmosis
disimpan dengan benar, maka kemungkinan kerusakan tersebut dapat
diminimalisir, sehingga dapat meningkatkan shelf life produk (Amelia, 2016).
2.10 Larutan
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih.
Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solven). Zat yang
jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang jumlahnya sedikit
disebut zat terlarut.
Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja dipilih zat yang lebih sedikit sebagai pelarut,
tergantung pada keperluannya, tetapi di sini akan digunakan pengertian yang biasa
digunakan untuk pelarut dan terlarut. Campuran yang dapat saling melarutkan satu
lama lain dalam segala perbandingan dinamakan larutan miscible. Udara
merupakan larutan miscible.
Jika dua cairan yang tidak bercampur membentuk dua fase dinamakan cairan
immiscible. Suatu larutan sudah pasti berfase tunggal. Berdasarkan wujud
daripelarutnya, suatu larutan dapat digolongkan ke dalam larutan padat, cair
ataupun gas. Zat terlarut dalam ketiga fasa larutan tersebut juga dapat berupa gas,
cair ataupun padat. Campuran gas selalu membentuk larutan karena semua gas
dapat saling campur dalam berbagai perbandingan.
Dalam larutan cair, cairan disebut “pelarut” dan komponen lain (gas atauzat
padat) disebut “terlarut”. Jika dua komponen pembentuk larutan adalahcairan maka
komponen yang jumlahnya lebih besar atau strukturnya tidakberubah dinamakan
pelarut. Beberapa jenis-jenis larutan adalah sebagai berikut:
18 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Oleh karena itu, muncul istilah larutan ideal, sebagai upaya untuk
menjelaskan keadaan sistem dari larutan nyata. Molekul-molekul gas ideal
dipandang sebagai molekul-molekul bebas yang tidak berantaraksi satu sama lain.
Dalam larutan cair pendekatan keidealan berbeda dengan gas ideal. Dalam larutan
ideal partikel-partikel pelarut dan terlarut yang dicampurkan berada dalam kontak
satu sama lain. Pada larutan ideal dengan zat terlarut molekuler, gaya antar aksi
antara semua partikel pelarut dan terlarut setara.
Dalam larutan non-ideal, gaya antar atom, ion atau molekul harus
dipertimbangkan dalam perhitungan. Sebagai contoh perhatikan daya hantar listrik
larutan elektrolit kuat, misalnya NaCl. Jika larutan NaCI sangat encer kurang dari
0,01 M, daya hantarnya diharapkan sesuai dengan disosiasi garam ke dalam ion-
ionnya, tetapi jika konsentrasi larutan besar perbedaan antara harapan dan amatan
menjadi lebih besar. Penyebabnya, ion-ion berlawanan muatan mengadakan baku
tarik satu sama lain, baku tarik ini menimbulkan ion-ion saling berdekatan sehingga
larutan jadi lebih pekat. Setiap ion dikelilingi oleh molekul pelarut yang berlawanan
muatan, kecenderungan ini dapat menghambat laju ion-ion menuju elektroda yang
menyebabkan daya hantar listriknya lebih rendah dari harapan.
2.10.2 Larutan Jenuh, Tak Jenuh dan Lewat Jenuh
Larutan jenuh dari sebuah zat adalah larutan yang di dalamnya terdapat zat
terlarut berada dalam kesetimbangan dengan zat yang tidak larut. Misalnya, untuk
membuat larutan jenuh NaCl dalam airpada 25°C, kita harus menambahkan NaCl
berlebih ke dalam air dan mengaduknya terus sampai tidak ada lagi NaCl yang
melarut.
Larutan tak jenuh mengandung zat terlarut dengan konsentrasi lebih kecil
daripada larutan jenuh. Larutan NaCl pada 25°C yang mengandung NaCl kurang
dari 36,5 gram disebut larutan tak jenuh. Dalam larutan tak jenuh belum dicapai
kesetimbangan antara zat terlarut dan zat yang tidaklarutnya. Jika zat terlarut
ditambahkan ke dalam larutan maka larutan mendekati jenuh.
Larutan lewat jenuh menunjukkan keadaan yang tidak stabil, sebab larutan
mengandung zat terlarut yang jumlahnya melebihi konsentrasi kesetimbangannya.
19 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Larutan lewat jenuh umumnya terjadi jika larutan yang sudah melebihi jenuh pada
suhu tinggi diturunkan sampai mendekati suhu kamar.
2.10.3 Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit
Dalam larutan cair, zat padat dapat berada dalam suatu bentuk ion-ionnya
maupun molekulernya. Jika NaCl terlarut dalam air, ion Na+ dan ion Clˉ masing-
masing akan terhidrasi dalam air, dan ion-ion yang terhidrasi itu secara bebas dapat
bergerak ke seluruh medium sebuah larutan. Akan tetapi, apabila glukosa atau
etanol larut dalam zat-zat air tersebut tidak akan berada dalam sebuah bentuk
ioniknya melainkan dalam suatu bentuk molekulernya.
Zat-zat yang di dalam air membentuk ion-ion dinamakan zat elektrolit, dan
larutan yang dibentuknya dinamakan larutan elektrolit. Secara eksperimen larutan
elektrolit dapat diketahui dari sifatnya, misalnya dapat menghantarkan arus listrik.
Zat-zat yang tergolong elektrolit, yaitu asam, basa dan garam.
Zat-zat seperti etanol dan glukosa yang di dalam pelarut air membentuk
molekuler dinamakan non-elektrolit, dan larutan yang dibentuknya dinamakan
larutan non-elektrolit. Dalam keadaan murni, asam merupakan senyawa kovalen,
tetapi jika dilarutkan ke dalam air akan terurai menjadi ion-ionnya (Khoerunnisa,
2017).
Zat elektrolit yang terurai sempurna di dalam air dinamakan elektrolit kuat,
sedangkan zat elektrolit yang hanya terurai sebagian membentuk ion-ionnya di
dalam air dinamakan elektrolit lemah. Asam dan basa yang merupakan elektrolit
kuat disebut asam kuat dan basa kuat. Asam dan basa yang hanya terionisasi
sebagian di dalam air dinamakan asam lemah dan basalemah. Selain HCl, HBr, HI,
HNO3, H2SO4, dan HClO4, umumnya tergolong asam lemah. Basa kuat adalah
hidroksida dari logam alkali dan alkali tanah kecuali berlium.
Lemah atau kuatnya suatu asam dan basa tidak ada kaitannya dengan
kereaktifan asam atau basa. Larutan HF, misalnya merupakan asam lemah yang
hanya 8% terionisasi dari larutan sebesar 0,1 M, tetapi larutan HF sangat reaktif
terhadap banyak zat, termasuk terhadap gelas (polisilikat) (Khoerunnisa, 2017).
2.11 Kelarutan
20 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah
yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang
tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat itu.
Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut, atau
per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu.
Jika kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka zat itu
dikatakan tak larut (insoluble). Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari
kelarutannya, maka larutannya disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh
lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute
yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya, maka larutannya disebut lewat jenuh
(supersaturated). Larutan lewat jenuh lebih pekat daripada larutan jenuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain jenis zat terlarut, jenis
pelarut, temperatur dan tekanan.
2.11.1 Pengaruh jenis zat pada kelarutan
Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur
dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda umumnya kurang
dapat saling bercampur (like dissolves like). Senyawa yang bersifat polar akan
mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa non-polar akan sangat mudah
larut dalam pelarut non-polar. Contohnya alkohol dan air bercampur sempurna
(completely miscible), air dan eter bercampur sebagian (partially miscible),
sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely immiscible) (Khoerunnisa,
2017).
21 | P a g e Dehidrasi Osmosis
(pelarutnya) berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan
partial), yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu.
Contohnya kelarutan suatu oksigen dalam cairan yaitu air yang akan
bertambah menjadi 5 kali jika tekanan partial-nya dinaikkan menjadi 5 kali. Hukum
ini tidak akan berlaku jika untuk gas yang bereaksi dengan suatu pelarut, misalnya
HCl atau NH3 dalam air.
2.11.3 Pengaruh temperatur pada kelarutan
Kelarutan gas umumnya berkurang pada suatu temperatur yang lebih tinggi.
Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul sebuah gelembung-gelembung gas yang
keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi
berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang
lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur
yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat.
Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses
pengkristalan kembali. Jika salah satu proses bersifat endoterm, maka proses
sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas
Le Chatelier kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm.
Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah
pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat
eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu lebih tinggi (Khoerunnisa,
2017).
2.12 Proses Pelarutan
Bagaimana proses yang terjadi ketika suatu zat dicampurkan membentuk
suatu larutan. Hal ini bergantung pada struktur dan sifat zat yang akan dicampurkan.
Zat-zat yang memiliki struktur sama atau mirip dengan zat yang akan dicampurkan
akan mudah saling melarutkan, sebaliknya zat-zat yang berbeda struktur satu
dengan lainnya, tidak akan saling melarutkan. Selain itu, kepolaran suatu zat akan
membantu meramalkan kelarutan zat.
2.12.1 Pelarutan cair-cair
22 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Dalam membahas pelarutan zat cair dalam zat cair lainnya, banyak ilmuwan
kimia mengemukakan istilah like dissolved like sebagai prinsip umum untuk
menyatakan pelarutan. Istilah ini mempunyai makna bahwa zat-zat cair yang
mempunyai struktur serupa akan saling melarutkan satu sama lain dalam segala
perbandingan, sebab molekul-molekul zat cair yang dicampurkan mempunyai gaya
tarik antarmolekul sama atau hampir sama dalam jenis maupun kekuatan ikatannya.
Misalnya pada pentana, C5H12 dan heksana, C6H14, yang keduanya adalah
molekul non-polar yang jika dicampurkan akan saling bercampur satu sama lain
dalam segala perbandingan. Molekul zat non-polar bercampur melalui gaya dispersi
yang sama kuat, dimana gaya tarik antarmolekul C5H12 dalam cairan pentana murni
dan gaya tarik antarmolekul C6H14 dalam heksana mumi sama dengan gaya tarik
antarmolekul C5H12 (Khoerunnisa, 2017).
23 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Fakta ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Agar pentana larut disumbangkan
sebagai energi untuk memecahkan ikatan hidrogen antarmolekul air. Oleh karena
itu, kelarutan pentana dalam air sangat kecil.
Banyak cairan zat organik larut dalam air secara mudah. Kebanyakan zat
organik yang larut dalam air adalah yang mengandung oksigen dan memiliki massa
molekul rendah, contohnya metanol dan etanol. Baik metanol maupun etanol larut
dalam air dalam segala perbandingan. Kedua golongan alkohol itu mengandung
gugus hidroksil yang banyak (Khoerunnisa, 2017).
2.12.2 Pelarutan Padat-Cair
Zat padat umumnya mempunyai kelarutan terbatas dalam pelarut cair. Fraksi
mol I2 dalam CCl4 mencapai jenuh pada 25°C sekitar 0,011. Jika dibandingkan
dengan Br2 yang berwujud cair pada suhu yang sama tidak mempunyai batas
kelarutan dalam CCl4 sehingga Br2 dalam CCl4 tidak dapat membentuk larutan
jenuh.
Perbedaan gaya tarik antarmolekuler menyebabkan zat padat akan
mempunyai kelarutan terbatas di dalam suatu pelarut. Gaya tarik antarmolekuler
dalam zat padat akan lebih besar daripada gaya tarik antarmolekuler dalam zat cair
untuk suhu yang sama sehingga dapat diduga bahwa gaya tarik antar molekul I 2
akan lebih besar daripada gaya tarik antar molekul CCl 4.
Oleh sebab itu, kelarutan pada I2 dalam CCl4 akan relatif lebih rendah.
Keadaan ini didukung oleh adanya fakta bahwa zat padat dengan titik leleh lebih
rendah akan memiliki kelarutan lebih besar dibandingkan dengan zat padat yang
memiliki titik leleh lebih tinggi untuk struktur molekuler yang serupa atau sama.
Zat padat non-polar atau sedikit polar memiliki kelarutan tinggi dalam suatu
zat cair yang memiliki kepolaran rendah, tetapi kelarutannya akan lebih rendah
dalam pelarut polar. Contohnya DDT yang dimana memiliki struktur serupa dengan
CCl4 dan CHCl3 sehingga DDT larut baik dalam pelarut non-polar atau sedikit polar
sebagaimana halnya pada CCl4 dan CHCl3 dibandingkan dalam pelarut polar
lainnya.
24 | P a g e Dehidrasi Osmosis
2.12.3 Pelarutan Gas-Cair
Terdapat dua prinsip utama yang berkaitan dengan adanya kelarutan gas
dalam cairan. Pertama, makin tinggi titik cair suatu gas, gaya tarik antarmolekul
makin mendekati sifat cairan. Dengan demikian, gas dengan titik cair lebih tinggi
memiliki kelarutan lebih besar. Kedua, pelarut yang paling baik untuk suatu jenis
gas adalah suatu pelarut mempunyai gaya tarik kuat antarmolekul dalamnya mirip
dengan yang dimiliki oleh suatu gas (Khoerunnisa, 2017).
2.13 Gula
Gula sering kita jumpai pada kehidupan sehari –hari dan biasanya
digunakan sebagai pemanis dalam membuat minuman seperti teh, kopi, susu dan
lain sebagainya gula juga bisa digunakan dalam pemanis untuk jajanan pasar
seperti dadar gulung, kelanting dan lain sebagainya. Gula banyak sekali macamnya
ada gula aren atau gula merah, gula pasir yang sering kita konsumsi, gula halus
untuk pembuatan roti. Dari peryataan itulah maka kita dapat mempelajari
kandungan gula pada suatu makanan maupun minuman. Apa bila kita kekurangan
gula kita juga dapat terkena penyakit seperti pusing, lemas tidak ada tenaga. Gula
memiliki beberapa jenis diantaranya:
2.13.1 Monosakarida
Monosakarida yang pada umumnya terasa manis. Dalam bahan makanan
hanya tiga jenis monosakarida yang mempunyai arti gizi yaitu glukosa, fruktosa
dan galaktosa.
Dalam proses metabolisme, glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang
beredar di dalam sel merupakan sumber energi. Tingkat kemanisan glikosa hanya
separoh dari sukrosa, sehingga dapat digunakan lebih banyak untuk tingkat
kemanisan yang sama. Fruktosa, dinamakan juga levulosa atau gula buah, adalah
gula paling manis. Fruktosa mempunyai rumus kimia yang sama dengan glukosa,
C6H12O6, namun strukturnya berbeda. Susunan atom dalam fruktosa merangsang
lidah sehingga menimbulkan rasa manis. Miniman ringan banyak menggunakan
sirup jagung tinggi fruktosa sebagai bahan pemanis di dalam tubuh, fruktosa
25 | P a g e Dehidrasi Osmosis
merupakan hasil pencernaan sukrosa. Galaktosa, tidak terdapat bebas di alam
seperti halnya glukosa dan fruktosa, akan tetapi terdapat dalam tubuh sebagai hasil
pencernaan laktosa.
Glukosa atau dinamakan juga dekstrosa atau gula anggur, terdapat luas di
alam dalam jumlah sedikit, yaitu di dalam sayur, buah, sirup jagung, sari pohon dan
bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Tetapi, glukosa memegang peranan sangat
penting dalam ilmu gizi. Glukosa merupakan hasil akhir dari pencernaan pati,
sukrosa, maltosa, dan laktosa pada hewan dan manusia. (Asseggaf, 2015).
Monosakarida adalah karbohidrat yang susunan molekulnya paling
sederhana. Dalam tubuh monosakarida langsung diserap oleh dinding usus halus,
kemudian masuk ke aliran darah. Monosakarida merupakan hasil akhir pemecahan
sempurna dari karbohidrat yang lebih kompleks susunannya dalam proses
pencernaan. Monosakarida yang penting yaitu glukosa, fruktosa, galaktosa.
Glukosa disebut juga dekstrosa, banyak terdapat dalam buah-buahan dan sayuran.
Semua karbohidrat dalam tubuh akhirnya akan diubah menjadi glukosa. Fruktosa
(levulosa) terdapat bersama dalam buah, sayur, dan madu. Galaktosa hanya
ditemukan berasal dari penguraian disakarida (Muntikah dan Razak, 2017).
2.13.2 Disakarida
Disakarida adalah suatu karbohidrat yang jika dihidrolisis menghasilkan
gabungan dua macam monosakarida. Beberapa contoh disakarida adalah sebagai
berikut:
a. Maltosa
Disakarida Maltosa digunakan pada makanan bayi dan pada susu
bubuk beragi (malted milk). Gula ini merupakan disakarida utama yang
diperoleh dari hidrolisis pati. Pati diurai menjadi maltosa secara acak, oleh
enzim yang terdapat pada air liur. Maltosa ditemukan sebagai hasil perantara
dari penguraian pati. Maltosa akan dipecah menjadi dua molekul glukosa.
b. Sukrosa
Disakarida sukrosa ialah gula pasir biasa. Tebu ditanam di pekarangan
sejak 6000 tahun sebelum Masehi di India. Gula inversi adalah campuran D-
26 | P a g e Dehidrasi Osmosis
glukosa dan D-fruktosa yang diperoleh dengan hidrolisis asam atau enzimatik
dari sukrosa. Enzim yang mengkatalis hidrolisis sukrosa adalah invertase.
Sukrosa terdapat dalam gula tebu dan gula aren. Dalam pencernaan sukrosa
dipecah menjadi glukosa dan fruktosa.
c. Laktosa
Laktosa meruoakan suatu disakarida alamiah yang dijumpai hanya pada
binatang-binatang menyusui, air susu manusia dan sapi mengandung kira-kira
5% Laktosa. Laktosa diperoleh secara komersial sebagai hasil sampingan.
Laktosa banyak terdapat dalam susu, di dalam tubuh akan dipecah menjadi
glukosa dan galaktosa.
d. Selobiosa
Disakarida yang diperoleh dari hidrolisis selulosa disebut selobiosa.
Seperti maltosa, selobiosa tersusun dari dua satuan glukopranosa yang
digabung menjadi satu. Hidrolisis kimia dari selobiosa dalam asam berair
menghasilkan suatu campuran glukosa, produk-produk yang sama seperti
yang diperoleh dari maltosa.
2.13.3 Oligosakarida
Oligosakarida merupakan gabungan dari molekul-molekul monosakarida
yang jumlahnya antara 2 (dua) sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida.
Sehingga oligosakarida dapat berupa disakarida, trisakarida dan lainnya.
Oligosakarida secara eksperimen banyak dihasilkan dari proses hidrolisa
polisakarida dan hanya beberapa oligosakarida yang secara alami terdapat di alam.
Oligosakarida yang paling banyak digunakan dan terdapat di alam adalah bentuk
disakarida seperti maltosa, laktosa dan sukrosa.
Sering terjadi salah kaprah dalam mengenal definisi gula, karena umumnya
gula bagi masyarakat adalah gula pasir. Padahal gula pasir adalah suatu disakarida.
Molekul disakarida yang disusun oleh dua molekul monosakarida yang
dihubungkan oleh ikatan glikosida. Ikatan glikosida terjadi dari kondensasi gugus
hidroksil dua molekul monosakarida, yaitu berasal dari gugus hidroksil dari atom
27 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Carbon yang pertama dengan salah satu gugus hidroksil pada atom karbon nomor
2, 4, atau 6, yang berasal dari monosakarida yang kedua.
2.13.4 Polisakarida
Polisakarida adalah karbohidrat dengan susunan molekul kompleks, terdiri
dari banyak molekul monosakarida. Contoh: pati, glikogen dan selulosa. Pati
merupakan sumber energi yang sangat penting karena sebagian besar karbohidrat
terdapat dalam bentuk pati. Molekul dekstrin lebih sederhana bentuknya dibanding
tepung, mudah larut dalam air, mudah dicerna, sehingga baik untuk makanan bayi.
Glikogen merupakan cadangan karbohidrat yang disimpan dalam hati dan
otot, jumlahnya terbatas. Bila diperlukan oleh tubuh, glikogen diubah kembali
menjadi glukosa. Selulosa adalah polisakarida yang tidak dapat dicerna, tetapi
berguna dalam mekanisme pencernaan yaitu merangsang alat pencernaan
mengeluarkan getah bening, membentuk volume makanan sehingga terasa
kenyang, serta memadatkan sisa-sisa zat gizi yang tidak diserap lagi oleh dinding
usus (Muntikah dan Razak, 2017).
Pada umumnya polisakarida mempunyai molekul besar dan lebih kompleks
daripada mono dan oligosakarida.Molekul polisakarida terdiri atas banyak molekul
monosakarida. Polisakarida yang terdiri atas satu macam monosakarida saja disebut
homopolisakarida, sedangkan yang mengandung senyawa lain disebut
heteropolisakarida.
Berat molekul polisakarida bervariasi dari beberapa ribu hingga lebih dari
satu juta. Polisakarida yang dapat larut dalam air akan membentuk larutan koloid.
Beberapa polisakarida yang penting di antaranya ialah amilum, glikogen, dekstrin
dan selulosa.
Polisakarida adalah senyawa dalam mana molekul-molekul mengandung
banyak satuan monosakarida yang disatukan dengan ikatan gukosida. Polisakarida
memenuhi tiga maksud dalam sistem kehidupan sebagai bahan bangunan, makanan
dan zat spesifik. Polisakarida bahan bangunan misalnya selulosa dan kitin.
Polisakarida makanan yang lazim adalah pati dan glikogen. Sedangkan polisakarida
28 | P a g e Dehidrasi Osmosis
zat spesifik adalah heparin, satu polisakarida yang mencegah koagulasi darah
(Asseggaf, 2015).
c. Faktor lingkungan
Temperatur, kelembaban relatif, oksigen dan cahaya mempengaruhi
proses pembusukan makanan. Pemanasan yang berlebihan menyebabkan
kerusakan struktur protein, kerusakan vitamin, pemecahan lemak, serta
mempercepat reaksi enzimatik. Pembekuan dan pencairan kembali (thawing)
29 | P a g e Dehidrasi Osmosis
menyebabkan makanan menjadi kenyal atau kering sama sekali. Pengeringan
dengan temperatur awal tinggi dapat menyebabkan casehardening
(pengeringan bagian permukaan bahan).
Kelembaban relatif (RH) sangat mempengaruhi kadar air dalam bahan,
bila kadar air bahan rendah dan RH di sekitar tinggi maka terjadi penyerapan
uap air dari udara, permukaan bahan makanan menjadi basah dan memicu
pertumbuhan mikroba. Oksigen memicu pertumbuhan mikroba, merusak
vitamin A dan C, mengubah warna, dan menyebabkan proses oksidasi lemak
yang menimbulkan bautengik. Cahaya mengkatalisasi perubahan protein,
memicu reaksi browning non enzimatik, merusak riboflavin, vitamin A,
vitamin C, dan warna makanan (Witono, Miryanti dan Yuniarti, 2014).
d. Waktu
Waktu mempengaruhi faktor penyebab kerusakan lainnya
(mikrobiologi aktivitas enzim, oksigen, cahaya). Waktu yang lebih lama
menyebabkan kerusakan lebih besar.
30 | P a g e Dehidrasi Osmosis
(antioksidan alami), nitrit dan nitrat sebagai aditif dan antioksidan,
propionat, sorbat, benzoat untuk mengontol pH tetap rendah (Witono,
Miryanti dan Yuniarti, 2014).
2. Inhibisi dengan mengontrol air
Air yang perlu dikontrol adalah water activity (aw) atau aktivitas
air. Aw menunjukkan air yang diperlukan untuk aktivitas mikroba,
aktivitas enzimatik dan reaksi kimia. Aw didefinisikan sebagai
perbandingan tekanan uap air dalam bahan makanan dan tekanan uap
jenuh air pada temperatur yang sama. Dimana tekanan uap bahan dan
tekanan uap jenuh air pada T yang sama. Contohnya pengeringan.
3. Inhibisi dengan mengontrol tekstur
Tekstur dikontrol agar tidak terjadi pengerutan dan perubahan
tampilan karena kehilangan air terlalu banyak. Contohnya edible
coating, waxing
4. Inhibisi dengan mengontrol atmosfer
31 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Beberapa penerapan dehidrasi osmosis di bidang indudstri di antaranya
adalah:
2.15.1 Manisan Buah
Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan gula. Pemberian gula
berfungsi sebagai pemanis atau penambah cita rasa terhadap produk olahan, dan
sebagai pengikat komponen flavor. Ada dua macam bentuk olahan manisan buah,
yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan basah diperoleh setelah penirisan
buah dari larutan gula, sedangkan manisan kering diperoleh bila manisan yang
pertama kali dihasilkan (manisan basah) dijemur sampai kering, kemudian
menambahkan bahwa manisan kering adalah manisan basah yang telah ditiriskan
kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering
mekanis sampai kadar air mencapai ± 20%.
Pada pembuatan manisan kering, terdapat kombinasi teknologi pengawetan
bahan pangan yaitu pengeringan dan penambahan gula dengan konsentrasi yang
tinggi sekitar 60-75%. Proses pengeringan akan menurunkan kadar air bahan
sehingga aktivitas airnya (aw) juga menurun. Pengolahan manisan sayur-sayuran
atau buah-buahan dapat bersifat mengawetkan, yaitu dengan cara pemberian gula
yang mengakibatkan aktivitas air (aw) rendah dan dikombinasikan dengan
pengeringan sehingga kadar air bahan menjadi rendah. Gula bertindak sebagai
bahan pengikat air yang juga menurunkan aktivitas air (aw) sehingga tidak dapat
digunakan untuk pertumbuhan mikroba seperti bakteri, jamur dan khamir
(Hermawan, 2015).
32 | P a g e Dehidrasi Osmosis
melainkan juga di mancanegara. Permintaan ikan asin di Jepang dan Amerika
sebenarnya masih tinggi, tapi karena kualitas ikan asin kita yang masih rendah maka
ekspor Indonesia untuk ikan asin justru menurun.
Pembuatan ikan asin di Indonesia umumnya dilakukan secara tradisional
tanpa kontrol yang memadai. Pemberian garam seringkali berlebihan sehingga rasa
ikan terlalu asin, disamping itu kemungkinan terjadi case hardening juga besar dan
ada pula bagian yang masih basah sehingga tinggi exposurenya terhadap
pertumbuhan mikroba. Pengeringan dilakukan menggunakan sinar matahari tanpa
kontrol sehingga kadar nutrisi dalam ikan menjadi menurun (Witono, Miryanti dan
Yuniarti, 2014).
Saat intensitas sinar matahari tidak konstan, ada pengolah ikan yang
menambahkan bahan kimia berbahaya seperti pestisida dan formalin. Faktor
kebersihan dalam pengolahan tradisional juga sulit dikontrol karena ada
kemungkinan serangan belatung atau lalat selama penjemuran, terutama bila
dijemur dalam waktu lama.
Dehidrasi osmosis adalah teknik ekstraksi air dari materi melalui perendaman
dalam larutan osmotik. Kemudian terjadi arus berlawanan simultan yaitu aliran air
dari bahan ke dalam larutan dan secara bersamaan zat terlarut dipindahkan dari
larutan ke dalam bahan makanan. Pembuatan ikan asin melalui perendaman dalam
larutan garam pekat merupakan proses dehidrasi osmosis. Kelebihan pembuatan
ikan asin menggunakan dehidrasi osmosis antara lain kadar nutrisi ikan dapat
dipertahankan, tidak membutuhkan energi besar untuk mengeringkan ikan, dan
prosesnya sederhana. Saat ini proses dehidrasi osmosis telah banyak diaplikasikan
terutama untuk produk buah dan sayur, sedangkan untuk produk ikan masih jarang
sehingga perlu diteliti (Witono, Miryanti dan Yuniarti, 2014).
33 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Melon (Cucumis melo L.) merupakan nama buah sekaligus tanaman yang
menghasilkannya, yang termasuk dalam suku labu-labuan atau Cucurbitaceae.
Buahnya biasanya dimakan segar sebagai buah meja atau diiris-iris sebagai
campuran es buah. Bagian yang dimakan adalah daging buah (mesokarp).
Teksturnya lunak, berwarna putih sampai merah, tergantung kultivarnya.
Tumbuhan ini berumah satu dengan bunga dua tipe: bunga jantan dan
hermafrodit. Bunga jantan muncul biasanya pada saat tanaman masih muda atau
bila tumbuhnya kurang baik.
Buah bertipe pepo. Bagian mesokarp menebal menjadi daging buah yang
berair. pemuliaan diarahkan pada daging buah yang tebal, manis, serta jika
mungkin, harum.
Buah pir (Pyrus bretschneideri) selain banyak dijumpai disekitar kita di setiap
musim dan harganya pun relatif murah, juga merupakan buah yang segar yang
umumya disukai masyarakat. Tubuh juga memerlukan vitamin C untuk pertahanan
tubuh dan untuk kesehatan rongga mulut. Vitamin C seringkali kita dapat dari buah-
buahan dan sayuran.
Buah pir merupakan salah satu buah yang sering dikonsumi oleh masyarakat
Indonesia adalah Pir asia (Pyrus pyrifolia) karena buah pir memilki karakteristik
yang manis, asam dan renyah. Selain itu juga pada buah pir terkandung seperti serat
pangan (dietary fiber), vitamin C, vitamin E, provitamin A/karotenoid, tembaga,
kalsium, fosfor, niasin, dan hidrogen peroksida yang baik untuk gigi. Tingginya
konsumsi masyarakat Indonesia akan buah pir dibuktikan dengan adanya import
dari China, Afrika Selatan, Australia, Korea Selatan dan Amerika yang mencapai
69 ribu ton untuk buah pir tersebut (Adiyanto, 2014).
Seiring dengan perkembangan jaman sekarang konsumen menginginkan
buah dikonsumsi dalam kondisi segar dan mudah dalam hal pendistribusian ke
34 | P a g e Dehidrasi Osmosis
konsumen. Maka dilakukan suatu upaya yaitu proses olah minimal yang merupakan
proses yang meliputi pencucian, sortasi, pembersihan, pengupasan, pemotongan
dan lain sebagainya serta tanpa mempengaruhi sifat mutu bahan yang diolah. Proses
olah minimal akan menawarkan jaminan mutu lebih baik karena tanpa proses olah
minimal maka konsumen tidak dapat melihat langsung kondisi buah sedangkan
dengan pemrosesan konsumen dapat langsung melihat kondisi buah tersebut.
2.16.2 Taksonomi
Menurut ilmu taksonomi tumbuhan, buah melon diklasifikasikan sebagai:
a. Kingdom : Plantae
b. Divisi : Spermatophtya
c. Sub Divisi : Angiospermae
d. Kelas : Dicotyledone
e. Ordo : Cucurbitales
f. Family : Cucurbitaceae
g. Genus : Cucumis
h. Spesies : Cucumis melo L
2.16.3 Kandungan dalam buah melon
a. Tinggi kandungan kalium
Kekurangan kalium dapat menyebabkan detak jantung menjadi
tidak teratur dan aliran darah tidak lancar. Nah, salah satu manfaat buah
melon adalah mengandung dosis kalium seimbang untuk tubuh, pada
satu cangkir (100 gram) daging buahnya. Kalium dalam melon ini juga
membantu mencegah naiknya tekanan darah. Anda bisa memodifikasi
buah melon, semangka, dan blewah sebagai menu salad sarapan
pagi Anda.
b. Mengandung vitamin C
Buah melon mengandung vitamin C yang berguna baik
untuk kesehatan. Perharinya, Anda bisa mengonsumsi satu cangkir
melon, yang sama dengan kebutuhan harian vitamin C Anda. Vitamin C
berguna baik untuk tubuh, karena bisa meningkatkan sistem kekebalan
tubuh dan membantu mencegah penyakit serta infeksi yang menyerang.
35 | P a g e Dehidrasi Osmosis
c. Baik untuk yang sedang diet
Buah melon mengandung sejumlah serat yang membantu mengatur
pencernaan serta menurunkan kadar kolesterol tubuh secara
keseluruhan. Pencernaan yang baik, biasanya berhubungan juga dengan
buang air secara teratur. Artinya, dengan makan buah melon,
bisa mengurangi kemungkinan adanya masalah pencernaan,
seperti sembelit contohnya.
Selain itu, melon juga merupakan buah yang rendah kalori. Jadi
kalau ingin diet, boleh Anda memperhitungkan melon sebagai asupan
diet. Manfaat buah melon ini akan banyak membantu tubuh untuk
menjaga kestabilan berat badan, serta menghindari tubuh dari penyakit-
penyakit tertentu seperti tekanan darah tinggi bahkan hingga kanker.
d. Kaya kandungan vitamin B6
Seperti vitamin B lainnya, vitamin B-6 berfungsi sebagai
koenzim, enzim yang berguna untuk mengaktifkan proses kimia. Enzim
ini digunakan salah satunya untuk memetabolisme protein. Vitamin B-
6 dalam buah melon, penting untuk merangsang sistem saraf serotonin,
neurotransmitter yang membantu mengatur mood dan membuat tidur
Anda lebih nyenyak.
Selain itu kandungan vitamin B-6 pada buah melon dapat
mengubah kandungan homosistein menjadi zat bermanfaat menjadi
asam aminio yang baik untuk tubuh. Penting untuk mengubah zat
homosistein, karena zat tersebut sering dikaitkan dengan adanya risiko
peningkatan masalah kardiovaskular. Selain vitamin B6, melon juga
mengandung vitamin B1 dan vitamin B3 yang juga bermanfaat bagi
kesehatan tubuh.
e. Baik untuk ibu hamil
Selama kehamilan, tubuh seorang ibu membutuhkan asupan
vitamin dan mineral yang lebih tinggi daripada biasanya. Kondisi ini
juga harus diperhatikan, karena ini adalah periode di mana tubuh ibu
36 | P a g e Dehidrasi Osmosis
hamil harus mendapat nutrisi maksimal akibat imunitas yang cenderung
lebih lemah dari biasanya.
Dengan makan buah melon, ibu dapat memberikan tubuh
sejumlah nutrisi penting selama kehamilan. Salah satu contohnya,
kandungan kalium melon yang menjaga kesehatan jantung, serta
vitamin C yang memperkuat sistem kekebalan tubuh. Jika Anda ingin
sehat melahirkan anak yang sehat, disarankan untuk makan 100 gram
melon perharinya.
37 | P a g e Dehidrasi Osmosis
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
38 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Gambar 10. Pisau Cutter Gambar 11. Pinset Gambar 12. Spatula
3.2 Bahan
1. Buah melon
2. Larutan Gula (C6H12O6) 15 % dan 30 %
3. Aquadest (H2O)
4. Aluminium foil
5. Tissue
39 | P a g e Dehidrasi Osmosis
3.4 Diagram Alir
41 | P a g e Dehidrasi Osmosis
BAB IV
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
42 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Kadar air 15 %
Kadar Air Yang Tersisa 54,714 56,005 54,846
52,462 50,805
46,164 48,266
7 14 21 28 35 42 49
Menit
Pembahasan:
Pada grafik diatas, dapat diperoleh data bahwa di menit 7, 14, 21, 32 dan
56 kadar air tersisa mengalami penurunan walaupun dalam jumlah yang
sedikit. Hal ini sesuai dengan teori (Spetriani, 2019) yang menyatakan bahwa
semakin lama proses perendaman dan kepekatan suatu larutan maka akan
semakin cepat mengalami penurunan kadar air dalam sampel. Sedangkan
pada menit 42, kadar air tersisa mengalami penurunan yang sangat drastis hal
ini di sebabkan geometri dari sampel buah memiliki ukuran yang lebih tipis
dan kecil apabila dibandingkan dengan yang sampel yang lain. Sehingga
sampel cepat mengalami dehidrasi osmosis. Di menit 49, kadar air mengalami
peningkatan yang cukup signifika. Hal ini tidak sesuai dengan teori dehidrasi
osmosis. Peristiwa ini dapat terjadi karena ukuran geometri bahan pada
sampel memiliki ukuran yang besar sehingga lambat mengalami proses
dehidrasi osmosis.
4.2 Hasil Perhitungan Untuk Larutan Gula 30%
Dari hasil perhitungan diperoleh data untuk sampel buah melon dengan
ukuran 2 x 2 x 0,5 cm sebagai berikut :
43 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Tabel 4.3.2 . Hasil perhitungan kadar air tersisa pada buah apel ukuran 2 x 2
x 0,5 cm untuk larutan gula 30% b/v
Kadar air 30 %
63,807
Kadar Air Yang Tersisa
7 14 21 28 35 42 49
Menit
Pembahasan:
Berdasarkan grafik diatas, dapat diperoleh data bahwa pada menit 7, 14, 21,
35, 49 dan 56 kadar air tersisa menurun. Hal ini sesuai dengan teori (Spetriani,
2019) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu larutan maka akan
semakin cepat pula bagi sampel untuk mengalami proses dehidrasi osmotis. Bukan
44 | P a g e Dehidrasi Osmosis
hanya pengaruh konsentrasi saja, tetapi proses pengadukan dan lamanya
perendaman juga menjadi salah satu faktor yang mempercepat suatu sampel
mengalami dehidrasi osmosis. sementara dimenit ke 28 dan 42, kadar air
mengalami kenaikan. Hal ini tidak sesuai dengan konsep dehidrasi osmosis.
Peristiwa tersebut dapat terjadi karena salah satu faktor yang mempengaruhi proses
dehidrasi osmosis dimana ukuran geometri bahan pada sampel memiliki ukuran
yang besar sehingga pada sampel lambat mengalami proses dehidrasi osmosis
meskipun konsentrasinya tinggi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
pengaruh waktu terhadap dehidrasi osmosis itu yaitu semakin lama waktu pada
proses dehidrasi osmosis maka semakin berkurang kadar air yang tersisa didalam
sampel. Pada sampel buah melon dengan ukuran 2×2×0,5 cm, setelah ada proses
dehidrasi osmosis pada waktu 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49 dan 56 menit, adapun untuk
kadar air tersisa untuk larutan gula 15% b/v adalah 52,462 %; 50,805 %; 54,714%;
56,005%; 54,846%; 46,164% dan 48,266% dan kadar air tersisa yang ada pada
larutan gula 30% b/v adalah 47,301%; 54,268%; 52,409%; 47,300%; 63,807%;
51,191%; dan 51,608%.
5.2 Saran
a. Saran untuk asisten
Sebaiknya asisten lebih sering menemani ataupun membimbing praktikan
b. Saran untuk laboratorium
Sebaiknya alat-alat yang rusak, segera diperbaiki.
45 | P a g e Dehidrasi Osmosis
DAFTAR PUSTAKA
Adiyanto, I. O. (2014) ‘Pengaruh Lama Perendaman Gigi Dengan Jus Buauh Pir
(Pyrus Communis) Terhadap Perubahan Warna Gigi Pada Proses Pemutihan
Gigi Secara In Vitro’, Universitas Diponegoro Semarang, 2(5), p. 255.
Amelia, L. (2016) ‘Perbandingan Pengukuran Kadar air Metode Moisture Analyzer
dengan Metode Oven pada Biskuit Sanwich Cookies di PT Mondelez Indonesia
Manufakuring’, Institut Pertanian Bogor.
Asseggaf, H. D. (2015) ‘Penetapan Kadar Gula’, UPN Veteran Jawa Timur, pp. 1–
7.
Aventi. (2015) ‘Penelitian Pengukuran Kadar Air Buah Proses Pengeringan
(Drying)’, Seminar Nasional Cendekiawan 2015, 1(1), pp. 12–27.
Hawa, K. (2018) ‘Manfaat Jus Tomat (Solanum lycopersicum L.) Untuk
Menurunkan Kelelahan Kerja Cleaning Service Di Rumah Sakit Umum
Daerah Wates’, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta,
53(9), pp. 1689–1699. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
Hermawan, R. (2015) ‘Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Larutan Gula pada Proses
Dehidrasi Osmosis Buah Pepaya (Carica papaya, L)’, Universitas Lampung,
Bandar Lampung, 66, pp. 37–39.
Khoerunnisa, D. F. (2017) 'Kimia Fisika 2. In: Larutan 1', Universitas Terbuka,
Jakarta.
Magdalena, A., Waluyo, S. dan Sugianti, C. (2015) ‘Pengaruh Suhu dan
Konsentrasi Larutan Gula Terhadap Proses Dehidrasi Osmosis Buah Waluh
(Cucurbita Moschata)’, Jurnal Rekasayasa Pangan dan Pertanian, 2(4), pp. 1–
8. doi: 10.1007/s10237-010-0215-9.
Muntikah dan Razak, M. (2017) ‘Ilmu Teknologi Pangan’, Kementerian Kesehatan
46 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Republik Indonesia, 66, pp. 37–39.
Nurbayanti, H. (2017) ‘Biologi Umum Difusi dan Osmosis’, Universitas Jember,
pp. 8–10.
Octyaningrum, A. (2015) ‘Karateristik Pengeringan Rimpang Jahe Menggunakan
Metode Pengeringan Oven Dengan Pra Proses Peredaman Osmotik’, Digital
Repository Universitas Jember, p. 27. Available at:
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/65672/Ainul Latifah-
101810401034.pdf?sequence=1.
Purwoko, D. O. (2014) ‘Pengaruh Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula Selama
Proses Dehidrasi Osmosis Terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Sensoris
Manisan Kering Jambu Biji (Psidium Guajava L.)’, Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang, p. 8.
Rum, R. R., Supratomo, S. dan Mursalim, M. (2019) ‘Pengaruh Suhu dan
Konsentrasi Larutan Gula Terhadap Proses Dehidrasi Osmosis Bengkuang
(Pachyrhizus erosus)’, Jurnal Agritechno, 12(1), pp. 56–65. doi:
10.20956/at.v12i1.186.
Wibawanto, N. R., Ananingsih, V. K. dan Pratiwi, R. (2014) ‘Produksi Serbuk
Pewarna Alami Bit Merah (Beta vulgaris L.) Dengan Metode Oven Drying’,
Universitas Katolik Soegijapranata, pp. 38–43.
Witono, J. R. B., Miryanti, A. dan Yuniarti, L. (2014) ‘Studi Kinetika Dehidrasi
Osmotik Pada Ikan Teri Dalam Larutan Biner dan Terner’, Lembaga Penelitian
kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.
Yulianingsih, R., Sugiarto, Y. dan Putranto, W. (2015) ‘Perpindahan Massa Selama
Proses Vacuum Impregnation Process’, Jurnal Teknologi Pertanian, 16(3), pp.
159–166.
47 | P a g e Dehidrasi Osmosis
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
A.1 Tabel L.3.3 Data Hasil Pengamatan dengan Konsentrasi Gula 15%
A.2 Tabel L.3.4 Data Hasil Pengamatan dengan Konsentrasi Gula 30%
48 | P a g e Dehidrasi Osmosis
7 49 2,0239 1,6795
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
49 | P a g e Dehidrasi Osmosis
gram
30% mL x 1000 mL
Berat zat terlarut =
100%
Berat zat terlarut = 300 gram
0,2307 gram
= x 100%
1,4273 gram
= 16,163%
2. 14 menit
1,5999 gram - 1,3148 gram
Kadar H2O = x 100%
1,5999 gram
0,2851 gram
= x 100%
1,5999 gram
= 17,820%
3. 21 menit
1,5930 gram - 1,3714 gram
Kadar H2O = x 100%
1,5930 gram
0,2216 gram
= x 100%
1,5930 gram
50 | P a g e Dehidrasi Osmosis
= 13,911%
4. 28 menit
1,9224 gram - 1,6798 gram
Kadar H2O = x 100%
1,9224 gram
0,2426 gram
= x 100%
1,9224 gram
= 12,620%
5. 35 menit
1,6677 gram - 1,4379 gram
Kadar H2O = x 100%
1,6677 gram
0,2298 gram
= x 100%
1,6677 gram
= 13,779%
6. 42 menit
1,6295 gram - 1,2635 gram
Kadar H2O = x 100%
1,6295 gram
0,3660 gram
= x 100%
1,6295gram
= 22,461%
7. 49 menit
1,3979 gram - 1,1133 gram
Kadar H2O = x 100%
1,3979 gram
0,2846 gram
= x 100%
1,3979 gram
= 20,359%
51 | P a g e Dehidrasi Osmosis
1,8341 gram - 1,4430 gram
Kadar H2O = x 100%
1,8341 gram
0,3911 gram
= x 100%
1,8341 gram
= 21,324%
2. 14 menit
1,5797 gram - 1,3529 gram
Kadar H2O = x 100%
1,5797 gram
0,2268 gram
= x 100%
1,5797 gram
= 14,357%
3. 21 menit
1,9703 gram - 1,6508 gram
Kadar H2O = x 100%
1,9703 gram
0,3195 gram
= x 100%
1,9703 gram
= 16,216%
4. 28 menit
1,8584 gram - 1,4621 gram
Kadar H2O = x 100%
1,8584 gram
0,3963 gram
= x 100%
1,8584 gram
= 21,325%
5. 35 menit
1,8868 gram - 1,7959 gram
Kadar H2O = x 100%
1,8868 gram
0,0909 gram
= x 100%
1,8868 gram
= 4,818%
52 | P a g e Dehidrasi Osmosis
6. 42 menit
1,7300 gram - 1,4284 gram
Kadar H2O = x 100%
1,7300 gram
0,3016 gram
= x 100%
1,7300 gram
= 17,434%
7. 49 menit
2,0239 gram - 1,6795 gram
Kadar H2O = x 100%
2,0239 gram
0,3444 gram
= x 100%
2,0239 gram
= 17.017%
53 | P a g e Dehidrasi Osmosis
Kadar H2O(49) = 68,625 % - 17,017% = 51,608%
54 | P a g e Dehidrasi Osmosis