Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN UJIAN

(BJU) UAS TAKE HOME


EXAM (THE) SEMESTER
2021/22.1 (2021.2)

Nama Mahasiswa : Prilla Martawatie

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 041118802

Tanggal Lahir : 30 April 1995

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4409/ Arbitrase, Mediasi Dan Negosiasi

Kode/Nama Program Studi : Ilmu Hukum S1

Kode/Nama UPBJJ : Palembang

Hari/Tanggal UAS THE : Rabu / 29 Desember 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS
TERBUKA

Surat Pernyataan
Mahasiswa Kejujuran
Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Prilla Martawatie


NIM : 041118802
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4409/ Arbitrase, Mediasi Dan Negosiasi
Fakultas : Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi : Ilmu Hukum S1
UPBJJ-UT : Palembang

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada
laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal
ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan
aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun,
serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas
Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Palembang, 29 Desember 2021

Yang Membuat Pernyataan

Prilla Martawatie
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1. Putusan yang sudah diputus oleh BANI bisa saja diajukan pembatalan apabila putusan tersebut
mengandung unsur – unsur yang tertuang pada pasal 70 dalam UU 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu:
a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu
atau dinyatakan palsu;
b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh
pihak lawan ; atau
c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan
sengketa.

Sedangkan untuk pengajuan keberatan yang dirasakan di atur dalam UU no 30 tahun 1999 tercantum
pada pasal 71 sampai dengan pasal 72 yang isinya :
Pasal 71
Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera
Pengadilan Negeri.
Pasal 72
1. Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
2. Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri
menentukan lebih lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase.
3. Putusan atas permohonan pembatalan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima.
4. Terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung
yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir.
5. Mahkamah Agung mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan banding
tersebut diterima oleh Mahkamah Agung.

Dari kedua pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk mengajukan pembatalan paling lama 30 hari dan
hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah didaftarkan di pengadilan dan kewenangan
untuk memeriksa pembatalan putusan arbitrase berada di tangan ketua pengadilan negeri dan dilakukan
menurut proses peradilan perdata.
Pihak yang mengajukan tuntutan harus mengemukakan alasan serta bukti yang menjadi dasara
pengabulan atau penolakan permohonan tuntutan pembatalan putusan arbitrase tersebut. Jika di
kabulkan keputusan lebih lanjut akan ditentukan oleh ketua pengadilan negeri.
Setelah pembatalan putusan dikabulkan oleh ketua pengadilan negeri maka bisa diputuskan bahwa
sengketa yang dibatalkan tersebut akan diperiksa kembali oleh:
a. arbiter yang sama;
b. arbiter yang lainnya;
c. sengketa tersebut tidak mungkin diselesaikan lagi melalui arbitrase.

dan apabila ketua pengadilan negeri akan menolak permohonan dimaksud disertai dengan alasan-
alasannya. maka pengajuan pembatalan putusan bisa diajukan ke Mahkamah Agung sesuai dengan pasal
72 ayat (4) dan (5). pengajuan secara tertulis ini dilakukan paling lama 30 hari setelah diterima dan
merupakan upaya hukum terakhir yang bisa diupayakan jika ada pihak yang keberatan.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

2. Kemungkinan yang terjadi dalam masa negosiasi pihak PT. Garuda dan Pihak Lessor jika membuka isi
perjanjian diantara mereka adalah adanya kejelasan mengenai kesepakatan yang di ambil akan menjadi
suatu titik terang dalam negosiasi yang dijalankan karena bisa saja kesepakatan yang diambil itu ada unsur
koruptif dan melakukan kerja sama jahat di dalamnya. Dimana modus memberikan tarif sewa lebih mahal
kepada Garuda Indonesia dibandingkan tarif pasaran bisa saja dilakukan. Kesepakatan yang diambil
hahrus di tinjau lebih jauh lagi mengingat nilai kontrak yang tengah dalam proses negosiasi tidak
dikemukakan. Saat ini permasalahan dengan pihak lessor sudah menjadi pusat perhatian karena
pendapatan Mei 2021 Garuda Indonesia hanya memperoleh sekitar US$56 juta. Pada periode yang sama
perusahaan harus membayar sewa pesawat US$56 juta, perawatan pesawat US$20 juta, bahan bakar
avtur US$20 juta , dan gaji pegawai US$20 juta. Ini akan memerlukan penaganan khusus dalam proses
hukumnya supaya menghindari kemungkinan opsi Garuda dinyatakan pailit.

3. Dasar hukum Mediasi di Pengadilan Negeri Dasar hukum mediasi di pengadilan adalah Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008. Dengan adanya Mediator yang merupakan pihak netral
guna membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian
sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Sedangkan untuk
BPSK sendiri dasar hukum mediasinya adalah Pasal 47 UUPK dikemukakan bahwa penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan
besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau
tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. untuk Dasar hukum pembentukan
BPSK adalah Pasal 49 Ayat 1 UUPK dan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 yang mengatur
bahwa di setiap kota atau kabupaten harus dibentuk BPSK.
Sedangkan alur proses Mediasi di BPSK sendiri itu dimulai dar tahap permohonan, tahap persidangan,
tahap putusan. Untuk lebih jelasnya alur dari penyelesaian sengketa BPSK dengan mediasi secara singkat
dijabarkan sebagai berikut :
a. BPSK membentuk sebuah fungsi badan sebagai fasilitator yang aktif untuk memberikan petunjuk,
nasehat dan saran kepada yang bermasalah;
b. Badan ini membiarkan yang bermasalah menyelesaikan permasalahan mereka secara menyeluruh
untuk bentuk dan jumlah konpensasinya;
c. Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan diletakkan pada persetujuan rekonsiliasi yang
diperkuat oleh putusan BPSK;
d. Penyelesaian dilaksanakan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja.

4. Dari kasus yang di jabarkan terlihat bahwa kedua kasus mengunakan Arbitrase sebagai Alternatif
penyelesaian sengketanya dan untuk kasus pertama itu melalui Badan Abitrase Nasional (BANI)
sedangkan kasus kedua melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Maka kewenagan yang dimiliki oleh Badan Abitrase Nasional (BANI) dalam menyelesaikan sengketa
adalah memeriksa dan memutus suatu perkara sepanjang di antara para pihak yang bersengketa telah
memiliki kesepakatan/perjanjian untuk menyelesaikan sengketa ke BANI. Wewenang ini didasarkan
dengan dasar hukum penetapan pembaharuan BANI dengan diterbitkannya sebuah akta yang di setujui
oleh Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan No. AHU-
0064837.AH.01.07 tahun 2016, tanggal 20 Juni 2016.
Sedangkan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) hanya berwenang untuk
memfasilitasi wadah dan menjadi perantara penyelesaian sengketa. Majelis yang akan menyelesaikan
sengketa konsumen dengan cara arbitrase, ketua BPSK tidak berwenang untuk menentukan siapa yang
akan menjadi ketua majelis dan anggota majelis. Adapun yang berwenang menentukan siapa yang duduk
di majelis adalah para pihak yang bersengketa, para pihak dapat memilih arbiter yang mewakili
kepentingannya. Konsumen berhak memilih dengan bebas salah satu dari anggota BPSK yang berasal dari
unsur konsumen sebagai arbiter yang akan menjadi anggota majelis. Demikian juga, pelaku usaha berhak
memilih salah satu dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha sebagai arbiter, yang akan
menjadi anggota majelis (Pasal 32 kepmenperindang No. 350/MPP/Kep/12/2001). Setelah itu akan
dilakukan penyampaian barang bukti kemudian pernyataan dari kedua belah pihak mengenai hal yang
dipersengketakan dan mempertimbangkan hasil pembuktian serta permohonan para pihak, maka Majelis
akan membuat Putusan BPSK.

Anda mungkin juga menyukai