Anda di halaman 1dari 7

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (UAS-THE)


SEMESTER 2021/22.1 (2021.2)

Nama Mahasiswa : Yuditya Arwanto

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 042075516

Tanggal Lahir : 1 Juni 1991

Kode/Nama Mata Kuliah : ADBI4336 / Hukum Ketenagakerjaan

Kode/Nama Program Studi : 311 / Ilmu Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 23 / Bogor

Hari/Tanggal UAS-THE : Kamis, 30 Desember 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

SURAT PERNYATAAN MAHASISWA


KEJUJURAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama Mahasiswa : Yuditya Arwanto
NIM : 042075516
Kode/Nama Mata Kuliah : ADBI4336/Hukum Ketenagakerjaan
Fakultas : FHISIP
Program Studi : 311 / Ilmu Hukum
UPBJJ-UT : 23 / Bogor

1. Saya tidak menerima naskah UAS-THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS-THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS-THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak melakukan
kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS-THE melalui media apapun, serta tindakan tidak
terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan
oleh Universitas Terbuka.
Cibinong, 30 Desember 2021
Yang Membuat Pernyataan

Yuditya Arwanto
ADBI4336 / Hukum Ketenagakerjaan

1. Jawaban Soal THE No. 1


a. Di dalam penjelasan UU No.21/2000 ditegaskan, bahwa “Pekerja/buruh
merupakan mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya,
menjamin kelngsungan perusahaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia pada umumnya.”
Jadi sehubungan dengan hal itu, Serikat Pekerja/Serikat Buruh penting adanya
dalam setiap perusahaan sebagai sarana untuk memperjuangkan, membela, serta
melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh dan juga menciptakan hubungan
industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.

b. UU No. 21 Tahun 2000 menganut multiunionsystem yaitu memberikan kebebasan


kepada pekerja/buruh untuk membentuk Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Setiap 1-
orang pekerja/buruh menurut UU tersebut telah dapat membentuk suatu Serikat
Pekerja/Serikat Buruh. Ketentuan ini memungkinkan dalam satu perusahaan bisa
berdiri beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Hal ini sejalan dengan ketentuan
Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan kebebasan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan
UU dan ketentuan amandemen kedua UUD 1945 XA tentang hak asasi manusia
pada pasal 28E ayat (3) yang menjamin hak setiap orang atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

c. Serikat Pekerja/Serikat Buruh dibagi ke dalam dua jenis meliputi Serikat


Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar
perusahaan. Yang dimaksud dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan
adalah Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang didirikan oleh pekerja/buruh di
perusahaan atau di beberapa perusahaan, contohnya Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Pabrik Tekstil, Serikat Pekerja/Serikat Buruh Pabrik Keramik, dan Serikat
Pekerja/Serikat Buruh Pabrik Baja, dan lain – lain.
Sedangkan Serikat Pekerja/Serikat Buruh diluar perusahaan adalah Serikat
Pekerja/Serikat Buruh yang didirikan oleh pekerja/buruh yang bekerja diluar
perusahaan, misalnya Serikat Pekerja/Serikat Buruh Angkutan Kota atau Asisten
Rumah Tangga. Sebagai organisasi

2. Jawaban Soal THE No. 2


a. Penyelesaian perselisihan dengan cara bipartit adalah penyelesaian perselisihan
yang dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mufakat oleh pekerja atau yang
mewakili dengan pengusaha atau yang mewakili yang dilakukan antara pengusaha
dengan pekerja tanpa melibatkan pihak lain. Tujuan dilakukannya penyelesaian
dengan cara bipartit adalah agar penyelesaian perselisihan terhadap pekerja yang
telah melakukan pelanggaran dapat di selesaikan secara kekeluargaan dan dapat
menghasilkan penyelesaian yang saling menguntungkan. Dalam hal musyawarah
telah dilakukan minimal sebanyak tiga kali dalam waktu maksimal satu bulan,
akan tetapi para pihak belum menemukan kesepakata, maka para pihak
menuangkan kesimpulan musyawarah dalam berkas kesimpulan.
Selanjutnya berkas kesimpulan musyawarah tersebut di serahkan ke dinas
ketenagakerjaan. Setelah berkas dinyatakan lengkap maka dinas ketenagakerjaan
menawarkan untuk memilih pihak ketiga untuk membantu penyelesaian, yakni
bisa melalui arbitrase atau konsiliasi atau mediasi dengan ketentuan sebagai
berikut:
i. Perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja ditawarkan
untuk diselesaikan secara arbitrase atau konsiliasi.
ii. Perselisihan PHK ditawarkan untuk dibantu melalui konsiliasi.
iii. Perselisihan hak otomatis dimediasi oleh mediator.
Bila pihak yang berselisih tidak sepakat meminta bantuan konsiliator atau
arbitrase maka secara otomatis perselisihan dibantu mediator. Lalu apabila ada
perselisihan yang tidak terselesaikan di tingkat konsiliasi atau mediasi maka akan
dilanjutkan ke PHI. Namun, jika ada salah satu pihak yang masih kurang setuju
dengan hasil tersebut maka boleh melakukan banding ke MA.
Maka dalam kasus di atas Andri dapat memilih penyelesaian permasalahan
hukum melalui konsiliasi, atau jika tidak ada kesepakatan untuk lewat konsiliasi
maka otomatis akan dimediasi oleh mediator.

b. Jika konsiliasi disejajarkan dengan penyelesaian melalui mediasi, maka mediasi


lebih banyak dipilih oleh pekerja/buruh dan pengusaha. Karena bagaimanapun
kesan yang timbul tidak ada beda antara konsiliator dengan mediator. Bedanya
hanya konsiliator itu berasal dari pihak swasta yang dibayar oleh negara atau non-
PNS, sedangkan mediator merupakan PNS, sehingga produk hukum yang
dihasilkan pun adalah sama. Mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat – syarat
sebagai mediator yang ditetapkan Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan
mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang
berselisih untuk menyelesaikan perselisihan. Konsiliator pun sama, wajib
memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihan. Namun produk hukum anjuran tersebut tidak bersifat
mengikat, sehingga para pihak dapat menerima atau menolak. Karena sifatnya
anjuran, maka tidak bisa dieksekusi meskipun salah satu pihak menolaknya.
Sedangkan untuk arbitrase adalah cara penyelesaian satu perkara perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Arbiter adalah seorang atau lebih yang
dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh
menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di
luar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak
yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang
putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

3. Jawaban Soal THE No. 3


a. Mengenai tata cara penangguhan upah minimum diatur dalam Kepmenakertrans
No. KEP-231/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan
Pelaksanaan Upah Minimum. Pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai
upah minimum dapat mengajukan permohonan penangguhan upah minimum
kepada Gubernur melalui instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjan Provinsi paling lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya upah
minimum (Pasal 3 ayat 1 Kepmenakertrans 231/2003). Permohonan tersebut
merupakan hasil kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat.
Berdasarkan ketentuan tersebut, jelas bahwa untuk dapat mengajukan
permohonan penangguhan UMK, pengusaha harus mencapai kesepakatan dengan
pihak buruh/pekerja jika ingin mengajukan penangguhan upah minimum. Jika
telah tercapai kesepakatan untuk dilakukan penangguhan upah minimum, maka
disampaikan permohonan kepada Gubernur.
Apabila perusahaan yang memohon penangguhan upah minimum berbentuk
badan hukum, atau jika Gubernur merasa perlu untuk pembuktian
ketidakmampuan keuangan perusahaan, maka laporan keuangan harus diaudit
oleh akuntan publik (Pasal 4 Ayat 2 dan 3 Kepmenakertrans 231/2003).
Terhadap permohonan penangguhan upah minimum dari perusahaan, Gubernur
akan memberikan persetujuan atau penolakan setelah menerima saran dan
pertimbangan Dewan Pengupahan Provinsi. Apabila disetujui, Gubernur memberi
penangguhan upah minimum untuk jangka waktu paling lama 12 bulan (Pasal 4
ayat 4 jo Pasal 5 ayat 1 Kepmenakertrans 231/2003).

b. Pelaksanaan penangguhan tersebut tidak serta merta menghapus kewajiban


pembayaran upah minimum yang seharusnya, melainkan setelah masa
penangguhan berakhir maka pengusaha wajib membayar upah minimum yang
berlaku (Pasal 5 ayat 3 Kepmenakertrans).
4. Jawaban Soal THE No. 4
a. Semenjak UU No. 2/2004 diberlakukan atau sejak Pengadilan Hubungan
Industrial beroperasi tanggal 1 April 2006 sampai dengan sebelum tanggal 16
November 2018, pekerja dan pengusaha selalu menggunakan upaya hukum PK ke
MA untuk mengoreksi putusan PHI dan kasasi.
Namun sejak tanggal 16 November 2018 upaya hukum luar biasa Peninjauan
Kembali (PK) terhadap putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada
Pengadilan Negeri jenis perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, serta putusan kasasi di Mahkamah
Agung (MA) jenis perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja
(PHK) tidak ada lagi.
Peniadaan ini dinyatakan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor
3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar
Mahkamah Agung Tahun 2018 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
Pengadilan, angka II, huruf B, angka 3, yang menyatakan, "Putusan Pengadilan
Hubungan Industrial dalam perkara perselisihan kepentingan dan perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan
akhir dan bersifat tetap, sedangkan putusan mengenai perselisihan hak dan
perselisihan pemutusan hubungan kerja dapat diajukan kasasi sebagai upaya
hukum terakhir sesuai Pasal 56, Pasal 57, Pasal 109, dan Pasal 110 Undang
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial, sehingga dalam perkara perselisihan hubungan industrial tidak ada
upaya hukum peninjauan kembali (PK).". SEMA ini diterbitkan tanggal 16
November 2018.
SEMA peniadaan PK ini diperkuat Mahkamah Konstitusi dalam putusannya
Nomor 34/PUU-XVII/2019.
Sehingga dalam perselisihan antara Hanif dan PT. MERPATI walau ditemukan
bukti baru atau novum, berdasarkan aturan yang dijelaskan di atas upaya hukum
Peninjauan Kembali tetap tidak dapat dilakukan.

b. Permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan apabila dalam putusan


mengenai perkara yang bersangkutan ditemukan hal-hal sebagai berikut:

i. Adanya suatu kebohongan, tipu muslihat, atau bukti-bukti palsu, yang


untuk itu semua telah dinyatakan pula oleh hakim pidana. Peninjauan
kembali dapat diajukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak
diketahuinya kebohongan, tipu muslihat, atau bukti-bukti palsu
berdasarkan putusan hakim pidana.
ii. Adanya surat-surat bukti yang bersifat menentukan, jika surat-surat bukti
dimaksud dikemukakan ketika proses persidangan berlangsung. Bukti
semacam itu disebut pula dengan istilah novum. Peninjauan kembali dapat
diajukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak diketahui atau
ditemukannya bukti baru (novum).
iii. Adanya kenyataan bahwa putusan hakim mengabulkan suatu hal yang
tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut. Peninjauan kembali dapat
diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak putusan memiliki kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara.
iv. Adanya bagian mengenai suatu tuntutan dalam gugatan yang belum
diputus tanpa ada pertimbangan sebab-sebabnya. Peninjauan kembali
diajukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak putusan mempunyai
kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak-pihak yang
berperkara.
v. Adanya putusan yang saling bertentangan, meskipun para pihaknya sama,
mengenai dasar atau soal yang sama, atau sama tingkatannya. Peninjauan
kembali ditujukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak putusan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan telah diberitahukan kepada
pihak-pihak yang berperkara.
vi. Adanya kenyataan bahwa putusan itu mengandung suatu kekhilafan atau
kekeliruan yang nyata sehingga merugikan pihak yang bersangkutan.
Peninjauan kembali dapat diajukan dengan masa tenggang waktu 180 hari
sejak putusan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara.

Terhitung selama 14 hari kerja sejak ketua pengadilan negeri yang memeriksa
perkaranya menerima permohonan peninjauan kembali, pihak panitera
berkewajiban menyampaikan salinan permohonan peninjauan kembali kepada
pihak lawannya. Pihak lawan yang akan mengajukan jawaban atau permohonan
peninjauan kembali, hendaknya diajukan dalam tempo selama 30 hari. Jika jangka
waktu tersebut terlampaui, permohonan peninjauan kembali segera dikirimkan ke
Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai