Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang
ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Bontang, 30 Desember 2021
1.1.
Dasar hukum lain yang mendasari berdirinya serikat pekerja adalah Undang-Undang No.
21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Penjelasan mengenai isi undang-undang
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Arti penting serikat pekerja antara lain guna melindungi serta membela hak dan
kepentingan buruh, memperbaiki keadaan dan aturan kerja bersama manajemen
perusahaan atau sebagai kontrol kritis terhadap kebijakan perusahaan, memberikan
perlindungan serta pebelaan pada keluarga karyawan, memberikan aspirasi karyawan
kepada perusahaan.
1.2.
Terdapat pada Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, yakni;
1.3.
2.1.
Langkah yang dapat diambil saat upaya perundingan gagal, dapat dipertimbangkan
ketentuan Pasal 3 ayat 2 Permenkertrans 31/2008; ‘Dalam hal salah satu pihak telah
meminta dilakukan perundingan secara tertulis 2 (dua) kali berturut-turut dan pihak
lainnya menolak atau tidak menanggapi melakukan perundingan, maka perselisihan
dapat dicatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat dengan melampirkan bukti-bukti permintaan perundingan.’
Dalam hal kasus Andri, saat usaha bipartitnya dianggap gagal, perlu digarisbawahi
bahwa pada dasarnya pengusaha tidak dapat menolak untuk melakukan perundingan
bipartite dengan alasan pekerja/buruh minta pendampingan oleh kuasa hukum.
Selanjutnya dalam upaya tripartit, dapat memilih penyelesaian dengan mediasi dan
konsilisasi.
2.2.
Jika mediator lebih condong kepada membantu merumuskan kesepakatan damai antara
para pihak yang bersengketa dengan posisi netral dan tidak mengambil keputusan tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Setelah
dikeluarkannya kesepakatan perdamaian, mediator kemudian mengajukannya agar
dikuatkan dalam Akta Perdamaian kepada hakim pemeriksa perkara
arbiter memiliki peran untuk menjalankan prosedur atau tata cara penyelesaian sengketa
melalui arbitrase sebagaimana secara spesifik diatur dalam Pasal 27 – Pasal 48 UU
30/1999. Arbitrase adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk
mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan. Menurut UU No. 2 tentang
Penyelesaian Hubungan Industrial (2004), pasal 1 pada poin ke 15 dan 16, yang
dimaksud Abitrase adalah ‘penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antarserikat pekerja.serikat buruh dalam
satu perusahaan, di luar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari
para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter
yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
3.1.
Permohonan dilayangkan paling labat sepuluh hari sebelum tanggal berlakunya upah
minimum.
Dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja, maka serikat pekerja
dengan jumlah anggota lebih dari 50% total pekerja yang dapat mewakili pekerja dalam
perundingan untuk menyepakati penangguhan pelaksanaan upah minimum. Jika pada
perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja, namun tidak ada yang memiliki
jumlah anggota lebih dari 50% total pekerja, maka serikat-serikat pekerja yang ada dapat
melakukan koalisi sehingga jumlah koalisi lebih dari 50% total pekerja dan kemudian
mewakili pekerja dalam perundingan untuk menyepakati penangguhan pelaksanaan
upah minimum.
Jika masih belum terpenuhi juga, maka serikat-serikat pekerja yang ada dapat
membentuk tim perunding dengan komposisi keanggotaan dibentuk secara proporsional
sesuai anggota masing-masing serikat pekerja untuk kemudian mewakili pekerja dalam
perundingan untuk menyepakati penangguhan pelaksanaan upah minimum.
Jika dalam perusahaan yang bersangkutan belum ada serikat pekerja, maka pekerja
yang memiliki mandat lebih dari 50% total pekerja yang dapat mewakili pekerja dalam
perundingan untuk menyepakati penangguhan pelaksanaan upah minimum.
Ketiga, setelah itu dilakukan penelitian oleh Kepala Disnakertrans atas permohonan yang
diajukan. Kepala Disnakertrans dapat meminta bantuan Kantor Akuntan Publik dalam
melakukan tugasnya. Hasil akhir dari proses ini adalah keluarnya rekomendasi dari
Kepala Disnakertrans kepada Dewan Pengupahan.
Keempat, Kepala Disnakertrans paling lambat tujuh hari atas rekomendasi Dewan
Pengupahan menetapkan persetujuan atau penolakan penangguhan pelaksanaan upah
minimum bagi perusahaan yang memiliki pekerja sampai 1.000 orang. Jika perusahaan
memiliki pekerja lebih dari 1.000 orang, maka penetapan dilakukan langsung oleh
Gubernur.
Bentuk keputusan yang keluar terdapat tiga macam. Pertama, membayar upah minimum
sesuai upah minimum lama. Kedua, membayar upah minimum lebih tinggi dari upah
minimum lama tapi lebih rendah dari upah minimum baru. Ketiga, menaikkan upah
minimum secara bertahap sampai dengan mencapai upah minimum baru.
3.2.
Meski demikian UU Cipta Kerja membuat pengecualian perihal upah minimum bagi
usaha mikro dan kecil, yang upahnya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara
pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaandengan ketentuan sekurang-kurangnya
sebesar 50% dari rata-rata konsumsi masyarakat di tingkat provinsi dan nilai upah yang
disepakati minimal 25% di atas garis kemiskinan di tingkat provinsi berdasarkan data dari
lembaga yang berwenang di bidang statistic, misalnya BPS daerah.
UU Cipta Kerja memang mengecualikan aturan upah minimum bagi usaha mikro dan
kecil, yaitu dengan didasarkan pada kesepakatan antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88A ayat (6) UU
Ketenagakerjaan mengatur denda bagi pengusaha yang terlambat membayar upah
sebagai berikut:
a. mulai hari ke-4 hingga hari ke-8 terhitung tanggal seharusnya upah dibayar,
dikenakan denda 5% dari upah yang seharusnya dibayar untuk setiap hari
keterlambatan;
b. setelah hari ke-8 apabila belum dibayarkan dikenakan dengan pada huruf a di atas
ditambah 1% untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 bulan tidak
boleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan; dan
c. Apabila setelah 1 bulan masih belum dibayar, dikenakan denda pada huruf a dan
b di atas, ditambah bunga sebesar suku bunga tertinggi yang berlaku pada bank
pemerintah.
4.1.
Tidak ada upaya Hukum Banding dalam Perselisihan Hubungan Industrial (PHI),
sehingga yang menyangkut putusan Pengadilan Hubungan Industrial langsung
dimintakan Kasasi ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu 14 hari setelah putusan
dibacakan dalam persidangan atau sejak tanggal pemberitahuan putusan.
4.2.
yang telah memperoleh kekuatan hukum dapat diajukan PK. Sebab, Pasal 34 UU MA
bersifat umum (lex generalis) yang dimaknai PK, dikecualikan oleh ketentuan UU yang
bersifat khusus (lex specialis) baik perkaranya maupun karena syarat-syarat yang
ditentukan untuk dapat diajukan PK.
Majelis MK pun mengutip alasan pertimbangan Mahkamah dalam Perkara No. 34/PUU-
XVII/2019 yakni untuk menjamin penyelesaian yang cepat, tepat, adil dan murah,
penyelesaian hubungan industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial yang berada
di lingkungan peradilan umum dibatasi proses dan tahapannya dengan tidak membuka
kesempatan untuk mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi.
Dipertegas dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 03 Tahun 2018 tentang
Pemberlakuan Hasil Rumusan Pleno Kamar Mahkamah Agung sebagai Pedoman
Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, yang intinya menyatakan bahwa terhadap Perkara
Perselisihan Hubungan Industrial tidak ada upaya hukum Peninjauan Kembali, yang
selengkapnya berbunyi:
Referensi :