Anda di halaman 1dari 12

RENDAH

“Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi anugerah kepada orang yang
rendah hati.”
1 Petrus 5:5b

“Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang
merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”
Lukas 14:11

Yayasan Perpustakaan Injil


Kotak Pos 1114
Surabaya-60011
RENDAH

I. RENDAH ADALAH DI BAWAH

Di bawah berarti mengosongkan diri sendiri, tidak ada diri sendiri, tidak sombong,
tidak puas diri. Bukannya tidak memiliki sesuatu, atau menipu diri sendiri, melainkan ada
tetapi seperti tidak ada, berhikmat tetapi seperti bodoh, tinggi tetapi mau merendah. “Ada
orang yang berlagak kaya, tetapi tidak mempunyai apa-apa” (Ams. 13:7a); ini adalah
tidak mempunyai tetapi seolah mempunyai. “Ada pula yang berpura-pura miskin, tetapi
hartanya banyak” (Ams. 13:7b); ini adalah mempunyai tetapi seolah tidak mempunyai,
tinggi tetapi mau merendah.
Meskipun Tuhan Yesus memiliki rupa Allah, tetapi Ia rela mengosongkan diri-Nya
sendiri, mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia,
merendahkan diri-Nya (Flp. 2:6-8).
Meskipun Paulus adalah seorang rasul, tetapi telah “merendahkan diri” (2 Kor.
11:7). Tidak peduli bagaimana Allah memakai Anda, tidak peduli berapa besar karunia
Anda, berapa besar fungsi Anda, Anda tetap harus berdiri pada posisi merendah, tidak
boleh memiliki perasaan tinggi diri. Tidak boleh seperti Raja Nebukadnezar yang
mendirikan bagi dirinya sendiri sebuah patung emas yang tinggi besar (Dan. 2:31; 2:37;
3:1), menjadi pohon yang tinggi besar mencapai langit (Dan. 4:10-11). Ia berkata,
“Bukankah ini Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk
kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?” (Dan. 4:30). Dalam
perasaan Nebukadnezar, dirinya sangat tinggi, besar, begitu tinggi hingga mencapai
langit, begitu besar hingga mencapai ujung bumi.
Tidak peduli bagaimana Allah menjunjung tinggi Anda, bagaimana manusia
menyanjung Anda, pada Anda tetap tidak ada perasaan tinggi. Tidak peduli Anda telah
memiliki sesuatu, tetap tidak boleh memiliki perasaan yang tinggi besar, perasaan yang
puas diri.
Suatu kali Raja Hizkia gagal, ia membuka gudang harta bendanya dan
memperlihatkan segalanya kepada utusan raja Babel. Apa saja yang dimilikinya
dikeluarkan dan diperlihatkan, merasa bahwa dirinya memiliki banyak (Yes. 39:1-2).
Seorang saudara berkata, “Suatu kali, saya pergi ke suatu tempat, dan gereja di
tempat itu mengatur seorang saudari untuk menangani keperluan saya selama di sana. Oh,
begitu saya melihat saudari itu, saya tidak dapat melihat gereja di sana. Apa yang saya
lihat semuanya adalah saudari itu. Saya tidak tahu berapa besarnya saudari itu, dia telah
menutupi seluruh gereja di sana. Saya tidak melihat penatua, saya tidak melihat diaken,
saya tidak melihat saudara, juga tidak melihat saudari; saya hanya melihat dia. Di mana-
mana dia, di dalam rumah dia, di halaman rumah dia, tidak ada tempat yang bukan dia.
Anda mendengar suaranya, juga melihat tindakannya, semua dia yang berperan, begitu
menonjol. Tuhan kita tidak demikian, Dia sangat besar, sangat mulia, sangat agung, tetapi
ajaib sekali, Dia sangat tersembunyi, “Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak
dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan” (Mat. 12:19), Dia sangat
merendah, “Mengambil rupa seorang hamba” (Flp. 2:7).
Meskipun ilmu pengetahuan Darby sangat tinggi, tetapi kerendahan hatinya sangat
nyata. Dia selamanya tidak membiarkan ilmunya melampaui pelayanannya. Ada seorang
ahli teologi ortodoks berkata, “Kristus tetap mati tersalib dalam bahasa Ibrani, Yunani,
dan Latin” tetapi di atas diri Darby tidak demikian, jarang sekali orang mendengar dia
berkhotbah memakai bahasa Ibrani atau bahasa Yunani, sampai-sampai banyak orang
dengan heran berkata, “Inikah Tuan Darby yang tersohor itu?”
Waktu itu di tengah-tengah Kaum Saudara (The Brethren) banyak orang yang
mempunyai gelar bangsawan di Kerajaan Inggris. Mereka dengan penuh hormat
mengembalikan gelar itu kepada kerajaan. Darby adalah seorang yang paling berbobot di
antara mereka, tetapi orang sukar sekali menemukan atau melihat selembar pun fotonya.
Dia tidak mau meninggalkan fotonya untuk orang lain. Dia berkata, “Mengapa
meninggalkan diriku untuk dilihat orang? Apakah supaya orang menyanjungku?” Sampai
hari ini, tidak ada buku biografi yang cukup memadai tentang Darby. Ini dikarenakan ia
tidak membiarkan orang lain menulisnya; ia tidak ingin kalau orang lain mengetahui
tentang dirinya.
Saudara Watchman Nee adalah seorang yang tidak mencari nama, selain untuk hal-
hal yang membawa tanggung jawab dalam karya-karya tulis, barulah dicantumkan
namanya. Asal dapat dihindari, dia sedapatnya menghindarinya; jika dapat
menyembunyikan diri, dia sedapat mungkin menyembunyikan diri. Dia tidak mau
terkenal. Ketika dia bepergian, dia tidak senang kalau diantar atau dijemput, sering kali ia
melakukannya seorang diri. Dalam perasaannya, seorang hamba Tuhan seharusnya
rendah, tidak menerima kemuliaan dari manusia. Pernah sekali, ketika dia di Shanghai
mau membuka dan memimpin suatu sidang istimewa, seorang sekerja terlebih dulu
memberi tahu dia bahwa ada beberapa orang akan mengantar dia naik kereta api,
demikianlah baru ia menyetujuinya. Jika tidak terlebih dahulu mendapat persetujuannya,
dia tidak senang diantar oleh orang lain. Pada saat terakhir dia meninggalkan Hongkong,
ia tidak mengizinkan orang lain mengantarnya; selain dua, tiga saudara yang membantu
dia, tidak ada saudara saudari lain yang mengantarnya. Dengan sendirian ia
meninggalkan Hongkong.
Pernah seorang pendeta terkenal dari Skotlandia berkata kepada Hudson Taylor,
“Anda pasti sering merasa betapa ajaibnya Allah memberkati pekerjaan Anda, sehingga
apa pun yang Anda kerjakan berhasil. Mungkin di bawah langit ini tidak ada orang lain
yang mengalami kemuliaan berkat sedemikian.” Dengan khidmat dan tenang Hudson
Taylor menjawab, “Dalam pandanganku tidak begitu. Kadangkala aku berpikir bahwa
Allah mau mencari seorang yang kecil, yang lemah untuk dipakai-Nya, supaya kemuliaan
itu hanya bagi-Nya. Aku adalah orang yang demikian.” Hudson Taylor telah melakukan
pekerjaan yang begitu besar, namun masih tetap menganggap bahwa dirinya adalah kecil
dan lemah. Tidak karena keberhasilan yang besar lalu menganggap dirinya besar.

II. MENJADI ORANG YANG MERENDAH,


MELAYANI PEKERJAAN YANG RENDAH (BAWAH)

Tuhan Yesus adalah seorang yang merendah, pergi ke rumah pemungut cukai dan
orang berdosa untuk menghadiri perjamuan mereka; duduk di tepi perigi di Sikhar
menunggu seorang perempuan Samaria yang memiliki lima suami; menjamah orang yang
sakit kusta; pergi ke tepi sumur Betesda dan menyembuhkan orang yang telah 38 tahun
sakit timpang. Tuhan Yesus sibuk melayani pekerjaan rendah (bawah), menuang air dan
membasuh kaki murid-murid-Nya, sampai-sampai Petrus merasa tidak bisa membiarkan-
Nya lalu berkata, “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku? . . . Engkau tidak akan
pernah membasuh kakiku sampai selama-lamanya” (Yoh. 13:6, 8).
Pernah sekali, beberapa sekerja melakukan suatu perjalanan dengan disertai seorang
anak laki-laki yang telah beroleh selamat di Yangchow. Anak laki-laki tersebut terkena
penyakit kusta. Seorang sekerja wanita menulis demikian, “Aku merasa bahwa selimut
yang dipakai oleh anak kusta itu sangat bau” keesokan harinya, dibuangnya barang yang
sangat bau itu. Tetapi, Hudson Taylor telah tidur sekamar dengan dia.
Pada tahun 1858, di gereja Presbiterian Ningpo, seorang yang bernama Tuan Kwa
tahu-tahu terkena sakit cacar yang parah sekali. Dia tidak mempunyai sanak keluarga
yang dapat merawat dirinya. Adik perempuannya, Nyonya Weigh, telah mempunyai
beberapa anak, dan tidak dapat melayani dia. Di tempat itu tidak ada rumah sakit yang
ada I.C.U nya. Namun, dengan kasih Hudson Taylor menyanggupi untuk tinggal bersama
orang sakit itu, mengobati dia, siang malam melayani dia, sampai Tuan Kwa itu
meninggal dunia. Karena pelayanan itu, seluruh baju Hudson Taylor tertular oleh bakteri
penyakit, tidak boleh dipakai lagi, harus dibakar musnah. Tetapi ia tidak memiliki uang
untuk membeli kain dan membuat pakaian baru, karena ia tidak menabung; jika uangnya
lebih, ia berikan untuk menunjang sekerja, atau diberikan kepada orang miskin. Tepat
waktu itu, seorang temannya mengirimkan kepadanya sekopor pakaian Hudson yang
telah tertinggal satu tahun lebih di Siantou ke Ningpo. Sekali lagi ia mengalami “Eben-
Haezer”, “Tuhan menyediakan”.
Pada tahun 1886, ketika Hudson Taylor berada di Hanchung, di sana ada sepasang
suami istri penginjil mempunyai seorang anak perempuan bernama Anni, berumur 5
tahun, tubuhnya sangat lemah. Ayah ibunya menitipkan dia kepada Hudson Taylor
supaya dibawa ke pesisir untuk dirawat. Hudson Taylor menyanggupinya. Hudson Taylor
sendiri yang menyediakan makanan dan pakaian bagi anak itu; ia merawatnya bagaikan
ibu kandungnya.
Madame Guyon juga adalah seorang yang merendah, melayani perkara yang rendah
(bawah).
Jangan hanya berkontak dengan orang kaya, berkedudukan, atau berilmu saja, harus
juga berkontak dengan orang-orang yang dipandang lemah, bodoh, tidak mampu (1 Kor.
1:26-28). Tuhan berkata, “Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah
orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta.
Engkau akan berbahagia” (Luk. 14:13-14a).
Seorang saudara berkata, “Banyak pemimpin di kalangan kekristenan yang
menghargai orang-orang kaya. Tetapi Saudara Watchman Nee bahkan tidak senang
memakai waktunya bersama dengan orang-orang kaya. Dia lebih senang menghadiri
undangan ke rumah saudara yang tidak mampu. Tidak diragukan, sikap Saudara
Watchman Nee dalam hal ini adalah benar.”
Dulu, di kota Shanghai, di beberapa gedung pertunjukkan yang kosong sering
ditinggali oleh sejumlah tunawisma, gelandangan, atau orang-orang miskin lainnya.
Sering kali di tengah malam, ketika ada gerobak penjual mie pangsit lewat, Saudara
Watchman Nee dengan senang hati membangunkan orang-orang tersebut dan mentraktir
mereka masing-masing satu mangkuk mie pangsit. Setelah melakukannya, hatinya
merasa sangat bersukacita.
Jangan berpikir bahwa aku hanya untuk berdiri di atas mimbar, tidak patut menyapu
lantai. Jangan mengira karena aku telah menjadi penatua, maka perkara menyapu bukan
lagi urusanku.

III. SASARAN TEKAD HARUS TINGGI, TINDAKAN HARUS RENDAH

Harus nampak kehendak Allah yang kekal, ekonomi Allah dalam alam semesta, dan
menceburkan diri ke dalamnya. Harus melihat sasaran yang di depan, yaitu pahala
kerajaan, dan sekuatnya berlari ke arahnya. Harus memiliki sasaran tekad sedemikian
tinggi, tetapi dalam tindakan harus rendah. Jangan mengira bahwa kalau tidak berdiri di
mimbar tidak terhitung; jangan menyangka begitu mengadakan sidang istimewa langsung
mengejutkan orang. Sasaran telah ditetapkan, tekad telah mantap, asal untuk mencapai
sasaran ini, sekalipun pelayanan itu kecil, juga harus dikerjakan. Ke tempat terpencil pun
pergi, jangan hanya memilih pelayanan yang besar, tempat yang besar.
Tidak lama setelah Morrison untuk pertama kali menginjil ke China, ia mengirim
telegram ke negara asalnya meminta agar diberi tambahan tenaga pekerja. Panitia misi di
negara asalnya lalu ingin memilih dan mengutus seorang ke China. Orang ini ingin sekali
seumur hidup menjadi misionaris. Namun ketika para anggota panitia misi
mewawancarainya, mereka melihat wajah orang ini tidak menarik, penampilannya sangat
biasa sekali, mereka lalu memutuskan tidak mengutusnya dengan alasan dia terlalu kasar.
Akan tetapi kemudian mereka memikirkan lagi, “Meskipun dia tidak bersyarat menjadi
misionaris, tetapi mungkin bisa menjadi seorang pembantu rumah tangga.” Lalu salah
seorang dari panitia misi meminta pendapat orang tersebut dan bertanya apakah dia mau
pergi ke China, namun bukan untuk menjadi seorang misionaris, melainkan menjadi
seorang pembantu rumah tangga. Begitu mendengar perkataan ini, tanpa berpikir dia
langsung menjawab, “Aku mau. Sekalipun memotong kayu dan memikul air, juga
merupakan suatu kemuliaan yang besar.” Orang yang berpenampilan kasar itu di
kemudian hari menjadi Dr. Wm. Milne yang ternama. Roma 12:16 mengatakan,
“Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada hal-
hal yang sederhana.” Tuhan Yesus berkata, “Engkau telah setia dalam hal yang sangat
kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota” (Luk. 19:17). Apakah kaum
beriman yang melayani Tuhan bisa mendapatkan pujian dari Tuhan, tidak tergantung
pada besar kecilnya perkara, melainkan tergantung pada kesetiaannya. Lagi pula, setia
dalam hal yang sangat kecil, Tuhan akan memberikan kepadanya tanggung jawab dalam
hal yang besar (Mat. 25:21).

IV. ALLAH MEMBERI ANUGERAH KEPADA ORANG YANG RENDAH HATI


(1 Ptr. 5:5)

1. Segala Sesuatu Adalah Pemberian Allah, Manusia Harus Rendah Hati

Orang Korintus sombong, merasa tinggi diri, Paulus menulis surat menegur mereka,
“Sebab siapa yang menganggap engkau begitu penting? Apa yang engkau punyai, yang
tidak engkau terima? Jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau
memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?” (1 Kor. 4:7). Jika segalanya
adalah pemberian Allah, Anda terima dari Allah, kepandaian dan hikmat Anda adalah
pemberian Allah, bakat Anda adalah pemberian Allah, kekayaan Anda adalah pemberian
Allah, talenta Anda adalah pemberian Allah, lalu ada apa yang bisa Anda megahkan?
Anda harus nampak, Anda bisa berdiri teguh ini karena belaskasihan Tuhan, kalau Allah
mengambil belas kasihan-Nya dari Anda, Anda segera jatuh, gagal. Karena itu, tidak ada
yang patut dimegahkan. Orang yang mengenal karunia Allah tidak bisa tidak rendah hati.

2. Segala Sesuatu Tergantung pada Allah

“TUHAN mematikan dan menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati


dan mengangkat dari sana. TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia
merendahkan, dan meninggikan juga” (1 Sam. 2:6-7). Allah membuat Nebukadnezar
meninggalkan kedudukan rajanya, sehingga makan rumput seperti lembu; Allah juga
yang memulihkan kepandaiannya, memulihkan kedudukan rajanya (Dan. 4:28-37).
Segala sesuatu tergantung pada Allah. “Yang dari-Nya semua keluarga yang di dalam
surga dan di atas bumi menerima namanya” (Ef. 3:15). “Jadi, hal itu tidak tergantung
pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada belas kasihan Allah” (Rm. 9:16).
Karena itu, setiap orang harus merendahkan diri, siapa pun tidak seharusnya sombong,
tinggi hati.

3. Allah Memberi Anugerah kepada Orang yang Rendah Hati (1 Ptr. 5:5)

“Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang
miskin dari lumpur” (1 Sam. 2:8). “Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah
untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih
Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina
bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan
apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di
hadapan Allah” (1 Kor. 1:27-29). “Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap
miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan
yang telah dijanjikan-Nya kepada orang-orang yang mengasihi Dia?” (Yak. 2:5).
“TUHAN itu tinggi, namun Ia melihat orang yang hina, dan mengenal orang yang
sombong dari jauh” (Mzm. 138:6). “Bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan
manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, bahkan orang yang
paling kecil sekalipun dapat diangkat-Nya untuk kedudukan itu” (Dan. 4:17). Semua ayat
di atas menyatakan betapa Allah memberi anugerah kepada orang yang rendah hati.
Tuhan Yesus merendahkan diri-Nya sendiri, maka Allah meninggikan Dia sebagai
Yang Mahatinggi (Flp. 2:6-11). “Kerendahan hati mendahului kehormatan” (Ams.
15:33b).
Madame Guyon berkata, “Semakin matang hayat seseorang, ia akan semakin rendah
hati.” Mayang gandum yang makin matang, makin tunduk ke bawah. Rendah hati adalah
pernyataan dari kematangan hayat. Dia melihat orang lain lebih kuat daripada dirinya
sendiri; melihat orang lain sedikit pun tidak bersalah, tetapi melihat diri sendiri sedikit
pun tidak ada kebaikan. Orang lain berbuat bajik, maka ia menghargainya. Kalau
mendengar orang memujinya, itu seperti memukul dirinya. Dia berkata, “Ini karena
mereka tidak tahu keadaan kejatuhanku, dan tidak tahu penderitaan dalam batinku.”
Kalau ada orang memaki dia, dia merasa makian itu benar, kalau dia sedikit saja merasa
tidak enak terhadap orang lain, dia segera mengaku salah kepada mereka, mohon mereka
memaafkan. Demikian pula terhadap pembantu rumah tangganya. Ini membuat dia tidak
marah-marah, tidak sombong. Dia berkata, “Marah-marah sesungguhnya adalah anak
kesombongan.” Seorang yang benar-benar rendah hati tidak akan membiarkan setiap
perkara apa pun membuatnya marah. Dalam diri manusia, kesombongan adalah yang
paling akhir mati. Pada penampilan lahiriah, amarah adalah yang paling akhir mati.
Seseorang yang benar-benar mati terhadap diri sendiri berarti tidak ada amarah lagi. Ia
rela merendah di dalam kehendak Allah, menerima tentangan orang, menang terhadap
pilihan diri sendiri, dan karenanya mendapatkan takhta.
Sebelum Saudari Peace Wang berpaling ke jalan pemulihan, dan setelah selesai
belajar di Sekolah Teologi serta siap keluar bekerja bagi Tuhan, ia pergi menjumpai
seorang pendeta tua di Nanching. Pendeta tua itu mempunyai persekutuan yang baik
dengan Tuhan, berkata kepadanya, “Ketika kamu keluar bekerja, jika ada orang yang
menentang, menolak, menyerang, menindas, itu adalah berfaedah bagimu, bahkan akan
menjadi berkat bagimu. Kalau orang menyambut, memuji, menjunjung tinggi kamu,
memberi banyak yang baik kepadamu, itu adalah kerugian bagimu, yang akan menjadi
perangkap bagimu, hatihatilah dan waspadalah terhadap hal itu.” Kemudian ia membawa
Saudari Peace Wang ke balkon atas, di sana menghadap hamparan sawah. Saat itu tepat
tuaian sudah matang, menjelang masa menuai. Dia menunjuk ke arah hamparan sawah itu
dan berkata, “Lihatlah butir-butir padi yang telah masak itu, karena di dalamnya penuh
kelimpahan, maka mereka semua tunduk ke bawah. Tetapi bulir-bulir yang belum masak,
karena dalamnya masih kosong, kurang berisi, maka mendongak ke atas. Demikian pula
dalam perkara rohani. Setiap orang Kristen yang matang, karena di dalamnya limpah,
maka tidak ada yang tidak rendah hati. Hanya yang belum matang, di dalamnya masih
kosong, kurang berisi, mereka bisa sombong.” Perkataan ini sangat membantu,
mengesankan hatinya. Kemudian, ketika ia bekerja bagi Tuhan, perkataan ini terus
mengingatkan dia.
Rendah (bawah) baru bisa masuk ke dalam jalan hayat Allah — Jalan masuk ke
dalam hayat Allah sangatlah sempit, maka orang harus merendah, kecil, mati terhadap
ego, baru bisa melalui jalan ini. Daud berkata, “Ia membawa aku ke luar ke tempat
lapang” (Mzm. 18:20). Daud bisa mencapai tempat yang lapang, karena terlebih dulu
telah mengosongkan diri, merendahkan diri ke bawah.

4. Allah Menentang Orang yang Congkak

Karena sombong, ingin meninggikan takhtanya menyamai Allah, akibatnya Iblis


diturunkan ke dalam dunia orang mati, ke tempat yang paling dalam di liang kubur (Yes.
14:12-15). Anda ingin menjadi yang paling tinggi, Allah akan memukul Anda jatuh ke
tempat yang paling rendah. Sekali tidak rendah hati, sekali tidak merendah, maka akan
jatuh dari anugerah, jatuh ke dalam prinsip Iblis yang meninggikan diri. Ketika Tuhan
Yesus di bumi, suatu hari Ia melihat para undangan memilih tempat duduk, Ia berkata,
“Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang
merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Luk. 14:11). Injil Lukas 1:51-53 mengatakan,
“Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan
orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari
takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik
kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa.”
Orang yang tinggi hati dan sombong pasti akan mendapat malu. “Kecongkakan
mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan” (Ams. 16:18). Karena
sombong dan tinggi hati, Raja Nebukadnezar dicopot dari kedudukan rajanya, diusir dari
umat manusia, makan rumput seperti lembu, sampai dia mengetahui bahwa Yang
Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan sampai dia mau merendahkan diri,
barulah kedudukan rajanya dipulihkan. Karena berkata, “Kelingkingku lebih besar
daripada pinggang ayahku,” akibatnya Rehabeam membuat negara Israel terpecah,
kehilangan sepuluh setengah suku Israel, hanya tertinggal satu setengah suku (1 Raj. 12).
V. GEREJA YANG DIBERKATI

1. Hayat yang Merendah

a. Hayat Tuhan Yesus Adalah Hayat yang Merendah

Yesus, orang Nazaret, adalah Allah menjadi manusia, mengambil rupa seorang
hamba. Dia lahir dan diletakkan dalam palungan, dibesarkan dalam keluarga tukang
kayu, naik keledai muda masuk ke Yerusalem, hati-Nya sangat lembut, sangat rendah
hati, buluh yang terkulai tidak dipatahkan-Nya, sumbu yang berasap tidak dipadamkan-
Nya, semuanya ini menunjukkan bahwa hayat-Nya adalah hayat yang merendah.

b. Prinsip Gereja Adalah Merendah

Prinsip dasar gereja adalah taat, juga merendah. Ada merendah baru ada taat. Gereja
seharusnya seperti sebutir biji sesawi, tidak boleh bertumbuh menjadi pohon. Hayat yang
kita peroleh adalah hayat yang merendah, membuat orang rendah hati, membuat orang
kecil. Arti nama “Paulus” adalah “kecil”. Kita hanya dapat menganggap diri sendiri kecil
dan rendah, tidak dapat tinggi diri. Dalam masyarakat, banyak orang mencari kekuasaan
dan keuntungan, memperebutkan siapa yang terbesar, siapa yang teratas, siapa yang
berkuasa. Dalam gereja, yang mau menjadi besar harus menjadi yang kecil, yang mau
menjadi terkemuka harus menjadi hamba semua orang (Mat. 20:26-27).

2. Gereja yang Diberkati

Dalam gereja, setiap orang haruslah penuh karunia, tetapi tidak ada seorang pun yang
sombong. Setiap orang selalu memohon karunia Tuhan, tetapi tetap dalam kedudukan
merendah. Dalam gereja tidak ada perdebatan mengenai siapa yang terbesar, tidak ada
seorang pun sebagai kepala atau memperebutkan kepala (3 Yoh. 9; 2 Kor. 11:20),
semuanya melihat diri sendiri rendah, menjadi hamba dari semua orang (1 Kor. 9:19; 2
Kor. 4:5), melayani orang; inilah gereja yang paling mendapat berkat. Paulus memuji
Stefanas dan keluarganya, “Saudarasaudara, kamu tahu bahwa Stefanas dan
keluarganya adalah orang-orang yang pertama-tama bertobat di Akhaya, dan bahwa
mereka telah mengabdikan diri kepada pelayanan bagi orang-orang kudus” (1 Kor.
16:15).
Tuhan Yesus merendahkan diri-Nya dan melayani murid-murid. Dia bangun dan
menanggalkan jubah-Nya, mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada
pinggang-Nya, kemudian menuangkan air ke dalam sebuah baskom, dan mulai
membasuh kaki murid-murid-Nya, lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada
pinggang-Nya (Yoh. 13:1-7). Dia telah meninggalkan teladan, supaya kita juga berbuat
demikian, dan mendapatkan berkat bahagia.
Dalam gereja tidak seharusnya ada tingkatan (hierarki). Hierarki adalah bau busuk.
(Dalam bahasa Inggris, istilah “rank” berarti “pangkat/tingkatan” juga berarti “busuk”).
Apakah Anda masih berpikir untuk mendapatkan suatu kedudukan dalam gereja? Itu
berarti Anda telah menajiskan diri sendiri, membuat diri sendiri berbau busuk. Jika Anda
ingin menjadi besar, Anda harus menjadi hamba semua orang. Tidak hanya sebagai
hamba, bahkan sebagai budak. Kita adalah budak yang melayani saudara saudari,
menyuplaikan Kristus kepada mereka.
Saudara Witness Lee berkata, “Dulu, di satu gereja lokal di Huapei, penatua di sana
(mohon darah Tuhan menutupi saya) adalah saya yang menetapkan. Tetapi saya bisa
memberi tahu Anda semua, sampai beberapa tahun kemudian, kamar kecil di balai sidang
di sana sayalah yang membersihkannya.” Kita sama sekali tidak boleh memiliki satu
konsepsi bahwa setelah menjadi penatua maka tidak patut lagi membersihkan kamar
kecil. Kita harus membuang konsepsi pejabat yang berkedudukan. Di tengah-tengah kita
tidak boleh ada pikiran sebagai pejabat.
Saudara Witness Lee juga berkata, “Bertahun-tahun lamanya saya bersama Saudara
Watchman Nee, kami belum pernah menganggapnya sebagai pemimpin dalam pekerjaan;
dia juga tidak pernah menganggap dirinya demikian. Setiap kali ada orang menganggap
dia sebagai pemimpin dan menjunjungnya, Saudara Watchman Nee selamanya tidak mau
berkata apa pun. Hanya kalau orang datang kepadanya dan mencari persekutuan, dia baru
membuka diri dan bersekutu sedikit. Dia tidak pernah menganggap dirinya sebagai
pemimpin pekerjaan. Demikian pula saya, saya tidak mengakui diri saya sebagai
pemimpin pekerjaan dalam pemulihan Tuhan.”
Muller, yang menangani panti asuhan, adalah salah seorang dari kalangan Kaum
Saudara. Setiap kali pemecahan roti, dia selalu duduk di bangku paling belakang.
Maksudnya, aku sama dengan saudara-saudara lainnya, mengapa harus duduk di barisan
paling depan?

3. Rendah Hati tetapi Tidak Negatif

Seorang saudara berkata, “Jika orang-orang yang melayani ingin berkoordinasi


dengan baik, mereka perlu rendah hati, tetapi tidak negatif. Kalau Anda adalah orang
yang rendah hati, Anda juga harus merupakan orang yang sangat positif. Orang yang
rendah hati, mudah menjadi negatif; orang yang positif, tidak mudah rendah hati; inilah
keadaan sifat manusia. Namun dalam koordinasi harus selalu belajar rendah hati, tetapi
tidak negatif. Setiap perkara selalu melalui bertanya dulu, terhadap setiap perkara aku
mau berpartisipasi, terhadap setiap perkara aku mau memberi masukan, terhadap segala
perkara aku mau mempersekutukan perasaanku, tetapi aku tetap rendah hati. Rendah hati
tetapi tetap positif adalah pelajaran yang cukup sulit. Orang positif tidak mudah rendah
hati, orang yang rendah hati tidak mudah positif. Bisa rendah hati dan positif perlu
karunia, perlu peremukan.

Anda mungkin juga menyukai