Anda di halaman 1dari 5

Mengalami Tuhan

11 SEPTEMBER 2016SEKRETARIATRINGKASAN KHOTBAH

Ringkasan khotbah Rev. Mark McClandon


Minggu, 11 September 2016

Tidak semua orang menemukan panggilan Ilahi dalam hidupnya. Ketika kita lahir baru, kita
datang pada Yesus, kita hidup di dalam Yesus, tapi belum tentu semua kita muncul dalam
identitas sebagai anak Allah yang sejati.

Perbedaan antara orang yang menyaksikan sejarah dengan orang yang membuat sejarah terletak
pada cara pandang atau pengertian tentang firman Tuhan. Orang yang mengerti firman Tuhan,
dia pasti membuat sejarah. Dia pasti akan mengubah sejarah. Dia pasti dipakai Tuhan menjadi
saluran Ilahi, sehingga melalui hidupnya Allah hadir. Jadi ketika kita hidup di dalam Tuhan dan
melakukan firman-Nya, kemana pun kita pergi Allah turut hadir. Kemanapun kita pergi sesuatu
dapat terjadi dan mengubahkan kehidupan orang yang ada di sekeliling kita. Inilah cetak biru
Allah. Cetak biru Allah bicara mengenai satu pemikiran Allah yang fantastis terhadap hidup kita.
Satu rancangan Allah yang spesial, yang diracik khusus untuk kita, karena kita dibuat secara
ajaib oleh Allah.

Manusia berharga bukan karena dia adalah manusia, tapi karena dia adalah ciptaan Allah yang
serupa dan segambar dengan Allah (Kejadian 1:26).  Jadi rupa dan gambar Allah dalam diri kita
itulah yang membuat kita berharga. Manusia akan merasa berharga kalau dia menyadari bahwa
rohnya berasal dari Allah. Manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan roh. Dan roh itu adalah bagian
yang kekal. Kita adalah makhluk yang kekal dan mulia, karena roh kita sumbernya adalah Allah.
Jadi kita diracik, dipikirkan dan dikonsepkan oleh Allah. Setiap kita spesial di mata Allah karena
kita diciptakan tidak ada duanya.

Allah tidak pernah salah, melenceng, atau bingung, sebab Dia adalah Tuhan. Manusia bisa salah,
tapi Tuhan tidak mungkin salah. Jadi siapa pun kita, dari latar belakang keluarga seperti apa pun,
roh kita berasal dari Allah. Di dalam roh kita ada cetak biru Allah dan itu dijahit dalam DNA
kita. Waktu kita berjumpa dengan cetak biru ini, segalanya akan berubah. Makanya Tuhan
mengajak kita dalam sebuah petualangan untuk menemukan cetak biru itu dan mulai hidup di
dalamnya.
Mengenal Yesus adalah awal dari sebuah perjalanan atau petualangan. Karena petualangan itu
akan membawa kita ke suatu tempat dimana kita belum pernah ada sebelumnya. Petualangan
tidak selalu mulus, tidak selalu mudah, kadang harus kembali, kadang berputar-putar, tapi jalan
yang diberikan Allah akan membuat kita mencetak sejarah.

Alkitab memceritakan dari Kejadian sampai Wahyu bahwa ada orang-orang yang tidak
terpandang, tidak hebat, tapi Tuhan pakai mereka dengan luar biasa. Alkitab banyak
mengisahkan tentang orang-orang yang biasa, tapi ketika mereka ada di tangan Tuhan, mereka
berubah menjadi pencetak sejarah. Misalnya: Daud sebagai gembala kambing dan domba, tapi
Tuhan ubah menjadi raja Israel. Musa yang tidak punya keterampilan memimpin, tapi Tuhan
bawa memimpin bangsa yang tegar tengkuk.

Nehemia yang adalah seorang budak Ibrani, yang dibawa dalam pembuangan ke Babel, tapi
ketika dia mendengar kabar tentang Yerusalem, temboknya runtuh dan pintu gerbangnya
terbakar, hatinya terbakar. Kemudian dia mulai memburu Allah, mulai berdoa dan berpuasa.
Tiba-tiba dia menerima pewahyuan untuk membangun kembali kota Yerusalem.

Gideon, anak paling muda di keluarga paling kecil di Israel, tapi Tuhan angkat jadi hakim atas
Israel. (Hakim 6:11-12). Tuhan memiliki banyak hal yang hebat yang dia mau katakan tentang
kita. Siapa kita untuk membantah Tuhan. Seringkali kita sok rendah hati, tapi sebenarnya kita
tidak rendah hati, ada kesombongan yang tersembunyi. Sebenarnya kita seringkali dengan sopan
menolak ajakan Allah, karena kita tidak mau repot, tidak mau kekurangan kita terlihat, kita tidak
mau gagal dan kita takut.

Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau
meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan
dijawab-Nya atas pengaduanku. (Habakuk 2:1)
Habakuk terjepit antara batu dan besi, dia terjepit karena keadaan umat, karena realita yang dia
hadapi sehari-hari. Dia di hadapkan dengan ketidakadilan, dia tertekan oleh kecemasan dan
ketakutan. Masa depan yang tidak jelas.

Dalam keadaan tersebut, Habakuk mengambil satu keputusan yang terbaik, yaitu keputusan
untuk memburu Tuhan. Habakuk tidak sekedar berdoa, karena dia berkata, “Aku mau berdiri di
tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, …”  Hal ini sangat berkenan di hadapan
Allah. Sebab itu ada firman Tuhan yang berkata, “…apabila kamu mencari Aku, kamu akan
menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, …” (Yeremia 29:13).

Tuhan kita suka dicari

“Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya


kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia. Dalam hal ini engkau telah berlaku
bodoh, oleh sebab itu mulai sekarang ini engkau akan mengalami peperangan.”  (2
Tawarikh 16:9)
Ini adalah keunggulan, bukan karena kita lebih suci atau lebih kudus. Bukan karena kita lebih
taat. Waktu seseorang mendesak Tuhan, maka Dia super senang. Waktu seseorang memiliki
sikap hati seperti Habakuk, ingin menjumpai Allah, maka dia akan menarik hadirat Allah.

Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: “Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu
pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya. (Habakuk 2:2)
Terjemahan bahasa Inggris menjelaskan, “…sambil lari dapat membacanya.”

Jadi anak kunci untuk membuka petualangan dengan Tuhan menuju rancangan Ilahi dalam hidup
kita;

Pertama: Memburu Allah atau mengejar Allah.


Kedua: Bersedia membayar harga demi rancangan Allah.  Yesus berkata, “Barang siapa mau
mengikut Aku …” Banyak orang senang mengejar Yesus sebab dekat Yesus ada roti dan ada
ikan. Dekat Yesus ada kesembuhan, ada firman, ada arahan. Dekat dengan Yesus ada suasana
yang menyenangkan.

Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia
harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. (Matius 16:24)
‘Menyangkal diri’ di sini bicara tentang menyangkal kepentingan-kepentingan pribadi dan
memikul salibnya. Ini yang membedakan orang yang meramaikan gereja dengan yang
mendobrak budaya dan yang mencetak sejarah. Pertanyaannya, “Apakah saudara bersedia
membayar harga?”

Kita ada dalam satu budaya dimana segala sesuatu yang kita inginkan dapat diperoleh dengan
instan. Artinya kita harus hidup berlawanan arah, kita harus hidup berbeda dengan apa yang
ditawarkan oleh dunia. Waktu kita bersedia membayar harga, maka kita akan mengalami
percepatan dalam hidup kita.  Kita akan mengalami bagaimana pintu-pintu terbuka, menuju masa
depan yang Tuhan kehendaki. Kita sedang dikekang dan dibutakan oleh dunia dengan semua
gemerlapnya. Sebab itu kita harus mundur selangkah setiap hari dan berkata kepada Tuhan,
“Aku membawa hidupku, hasratku, keinginanku, masa depanku dan kepentinganku di mezbah
ini. Apa yang Engkau mau itulah yang aku mau. Hari ini aku mau berjalan di dalamnya.”

Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya
dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-
sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh. (Habakuk 2:3)
Jika kita bersedia untuk membayar harga, untuk memburu Allah dalam hidup kita, maka
panggilan Allah dalam hidup kita akan dikerjakan oleh Allah. Sebab itu kita harus bertekun.

Ada banyak orang menyerah sebelum sampai pada garis akhir. Ada banyak orang menyerah
sebelum masa percepatan itu terjadi, sebelum pintu dibukakan. Seringkali kita sudah di ambang,
tapi kita mundur karena kita tidak bertekun. Rancangan Tuhan pasti terjadi dan tidak pernah
terlambat. Sebab itu dibutuhkan ketekunan. Marilah bertekun, sebab pada waktunya yang terbaik
dari Allah akan datang. Amin.

Post navigation
BERGAUL KARIB
MEMBANGUN DENGAN DASAR YANG BENAR

Sumber: Jawaban.com

Keempat kitab Injil semuanya menulis tentang  mujizat 5 roti dan 2 ikan. Dalam kitab
Markus 6: 30-52, Yesus digerakkan oleh belas kasihan ketika melihat kerumunan
orang banyak itu. Dituliskan bahwa mereka seperti domba-domba tanpa gembala.
Belas kasihan ini memotivasi terjadinya mujizat.
Bandingkan dengan motivasi yang ada dalam hati murid-murid. Mereka ingin Yesus
menyuruh orang-orang ini pulang saja dan masalah akan selesai (ayat 36). Ketika
Yesus tidak mengiyakan ide tersebut, mereka mencoba meyakinkanNya bahwa
memberi makan lima ribu orang lebih ini adalah hal yang mustahil  dengan berkata
“Jadi haruskah kami membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka
makan?” (ayat 37)

Mungkin saja para murid memiliki bekal makanan mereka sendiri, tapi bukannya
peduli dan berbelas kasih kepada banyak orang, mereka berfokus kepada diri sendiri.
Hingga seorang anak kecil datang membawa lima roti dan dua ikan dan
memberikannya dengan cuma-cuma kepada banyak orang. Dalam kepolosannya, anak
kecil ini menunjukkan belas kasih atau compassionate yang sama dengan apa yang
ditunjukkan oleh Yesus.

Yesus bisa memberi makan lima ribu orang berkat kemurahan hati seorang anak kecil.
Kita semua telah sering mendengar Firman tentang perpuluhan atau tentang memberi.
Pertanyaannya adalah apakah kita melakukannya dengan motivasi seperti anak kecil
dengan bekal makan lima roti dan dua ikannya? Atau justru esensi dari memberi telah
dipudarkan dengan motivasi bahwa Tuhan pasti akan membalas pemberian kita?

Ini bukan tentang pemberian kita, jumlah maupun presentasenya. Ini semua adalah
tentang belas kasihan yang menggerakkan orang untuk memberi. Tentang apakah kita
memiliki kemurahan hati untuk melihat kebutuhan orang lain atau menimbun untuk
keinginan diri sendiri. Memberi adalah sikap hati.
Jika kita mengijinkan Tuhan mengaruniakan kemurahan hati di dalam diri kita, maka
persoalannya bukan lagi tentang haruskah kita memberi atau berapa yang kita beri,
namun dimana dan bagaiman kita bisa menunjukkan belas kasihan seperti yang Yesus
tunjukkan.

Anda mungkin juga menyukai