KEBAKTIAN MINGGU
I TESALONIKA 5 : 1-11
NAS PEMBIMBING: EFESUS 6:13
SEBAB ITU AMBILLAH SELURUH PERLENGKAPAN SENJATA ALLAH, SUPAYA KAMU DAPAT
MENGADAKAN PERLAWANAN PADA HARI YANG JAHAT ITU DAN TETAP BERDIRI, SESUDAH
KAMU MENYELESAIKAN SEGALA SESUATU
1. Hari ini tanggal 9 Januari 2022..artinya sudah 9 langgkah kita berjalan. (356 hari
tersisa.
2. Trimakasih kepada Jemaat yang masih rindu mendengarkan firman Tuhan artinya
belum ada yang pulang walaupun liat tahu yang pimpin bukan Pendeta.
3. Salam dari bpk dan mohon maaf dari bpk Pdt karena ini hari tidak bisa memimpin
kebaktian (mengunjungi keluarga di SOE)
4. 371 hari beta pimpin kebaktia lagi (tgl 3/1/2021……. 9/1/2022
5. Tidak ada orang Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Bali to jadi beta omong
pake logat bisa/kotong pung dialek sa.
Kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan yang cukup panjang di bumi ini, banyak
hal bisa terjadi dalam perjalanan tersebut. Misalnya kita sedang melakukan perjalanan yang
panjang sampai mungkin 1 minggu di hutan. Banyak hal bisa terjadi dalam perjalanan kita,
mungkin kita bisa bertemu dengan binatang buas, bekal kita habis, kita tersesat dan banyak hal lain
yang bisa terjadi. Demikian juga dengan perjalanan kita mengikut Tuhan. Di bumi ini kita seperti
seorang musafir yang melakukan perjalanan panjang untuk menyelesaikan suatu misi dan akhirnya
kita kembali lagi ke rumah kita yang sesungguhnya yaitu surge (Rencana jangka panjang).
Dalam menempuh perjalanan yang panjang kita pasti membutuhkan bekal untuk bisa menempuh
perjalanan tersebut. Hari ini kita akan belajar tentang 9 bekal yang perlu kita miliki dalam
menyelesaikan perjalanan kita. Jangka pendeknya yaitu tahun 2022, hari ini merupakan hari ke
Sembilan; saya anggap belum terlambat untuk belajar tentang bekal apa yang akan kita bawa.
Bekal yang pertama yaitu mematuhi hukum kerajaan Allah. Kita merupakan warga kerajaan
Allah jadi kita harus mematuhi hukum/peraturan yang berlaku seperti halnya dengan kita sebagai
warga negara Indonesia pasti harus mematuhi peraturan/hukum yang berlaku di negara kita.
Untuk dapat menyelesaikan perjalanan kita di bumi dengan baik dan sesuai dengan kebenaran
firman Tuhan maka kita harus mengikuti “aturan main” Allah. Contohnya: ketika kita main game
pasti kita harus tahu aturan dan cara memainkannya supaya kita bisa menang. Kita harus tahu
bahwa ternyata hukum Tuhan berbanding terbalik (berlawanan) dengan hukum dunia. Hal ini
dapat kita lihat di Mat 7:13 “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan
luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya…” Dari
ayat tersebut, Tuhan memerintahkan kita untuk lewat pintu yang sempit. Pintu yang sempit pasti
tidak enak, tetapi Tuhan berkata pintu yang sempit tersebut akan membawa kita pada kehidupan
kekal. Sedangkan pintu yang luas itu yang lebih banyak disukai dunia. Oleh karena itu kita harus
berjuang, memiliki daya juang yang besar dan tidak mudah putus asa.
Dan ada seorang yang berkata kepada-Nya: “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?
“Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu!
Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat
(Lukas 13:23-24).
Ada beberapa hukum kerajaan yang perlu kita ketahui:
· Repetence (pertobatan)…. Jika hari kemarin hanya diam sa maka harus berubah tahun ini, tdik
hadir dikerja bakti di gereja maka tahun ini harus berubah, jika kita pung sumbangan belum lunas
maka tahun tahun ini harus dieslesaikan dan masih banyak lagi.
· Obedience (ketaatan), kita harus memiliki ketaatan kepada Tuhan dengan disertai sukacita, bukan
ketaatan karena terpaksa. Karena firman Tuhan mengajarkan bahwa orang yang bersukacita dapat
menanguung penderitaan. Firman Tuhan juga mengatakan bersukacitalah maka Tuhan akan
memberikan apa yang diinginkan hatimu. CONTOH : TAAT BERIBADAH….
“…dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan
hatimu” (Mazmur 37:4)…… ini janji dan jaminan
· Yoked (memikul kuk) Tuhan menginginkan kita berserah penuh kepadaNya. Memikul kuk yang
Tuhan maksudkan yaitu memikul bersama dengan Tuhan.
· Absolute (mutlak), semua yang menjadi milik kita merupakan pemberian dari Tuhan sehingga itu
milik Tuhan
· Launch (meluncurkan sesuatu). Maksud dari meluncurkan sesuatu yaitu kita berani untuk
bertolak dari kehidupan lama kita menuju kehidupan baru (kelahiran baru) dalam Tuhan dekalipun
banyak “badai” dalam kehidupan kita.
(II Timotius 4:17-18; ‘Tuhan bersama Paulus dan mendampinginya Paulus sehingga
pemberitaaan injil kepada semua orang agar mendengarkannya, sehingga membuatnya lepas dari
mulut singa dan Tuhan melepaskan paulus dari setiap usaha jahat singa/setan.”
9. Janji Allah.
Janji Allah dalam hidup kita merupakan sauh yang kuat untuk perjalanan hidup kita, yang
akan menguatkan kita disaat kita putus asa. Janji Allah buat kita pasti digenapi karena jaminannya
adalah Roh Kudus (II Korintus 1:20-22/ SEBAB KRISTUS ADALAH “YA” BAGI SEMUA JANJI ALLLAH.
ITULAH SEBABNYA OLEH DIA KITA MENGATAKAN “AMIN” UNTUK MEMULIAKAN ALLAH. SEBAB
DIA YANG TELAH MENGUHKAN KAMI BERSAMA SAMA DENGAN KAMU DI DALAM KRISTUS,
ADALAH ALLAH YANG TELAH MENGURAPI, MEMETERAIKAN TANDA MILIKNYA ATAS KITA DAN
MEMBERIKAN ROH KUDUS DI DALAM HATI KITA SEBAGAI JAMINAN DARI SEMUA YANG TELAH
DISEDIAKAN UNTUK KITA.” Inilah penghiburanku dalam sengsaraku, bahwa janji-Mu
menghidupkan aku (Mazmur 119:50
2.
Berdasarkan Firman Tuhan yang ditulis dalam Surat Efesus 4:4-6 yang
kita pelajari dan kita renungkan saat ini, kita mendapatkan pembelajaran
yang menarik dan indah. Melalui ayat-ayat ini, Rasul Paulus
mengingatkan: berusahalah memelihara kesatuan Roh. Yakni kesatuan
Roh oleh ikatan damai sejahtera dalam satu tubuh dan satu Roh.
Benar! Kumpulan orang yang telah percaya itu sehati dan sejiwa. Tidak
ada seorang pun di antara mereka yang berkata, bahwa sesuatu dari
kepunyaannya adalah miliknya sendiri. Mereka menganggap bahwa
segala sesuatu yang mereka miliki adalah kepunyaan mereka bersama.
KEKUATAN PERSATUAN
Salah satu yang tidak disukai iblis adalah persatuan. Iblis tidak senang melihat anak Tuhan
bersatu, hamba-hamba Tuhan bersatu, atau keluarga bersatu. Karena itu, iblis akan mencari
dan menemukan cara untuk menciptakan perpecahan dalam kehidupan orang percaya.
APAMAKSUD IBLIS DIGITALISASI; IBLIS DIGITALISASI MERASU MELALUI HATI, OTAK
MATA DAN JARI. KETIKA DIA SON SUKA ORANG DIA MULAI DENGAN HATI PANAS, KIRIM
PANAS KE OTAK ….OTAK KIRIM KE MATA…. MATA KIRIM KE JARI DAN TERJADILAH
MUAT ORANG, KELOMPOK PUNG JELEK DI GRUP WA, FESBOOK DAN LAIN-LAIN.
MISALNYA BOSAN SON SUKA MEKOS MAKA DAIA MULAI MENGADU DI BANG TATO, OM
DAN OM BEN SEBAGAI PENGUASA; BOSAN PAKE HP UBAH SUARA BOHON TANTA
RARA BILANG DIA PUNG SUAMI MAU PULANG… ITU SEMUA KEJAHATAN IBLIS ERA
DIGITAL. Mengapa iblis tidak suka dengan kesatuan hati dan kerukunan ??? Karena ia tahu di
dalam persatuan Keluarga Feto Mone, persuatau gereja Tuhan, umat Tuhan akan menerima
berkat-berkat dari Tuhan (Maz 133:1-3). Iblis adalah pencuri, sebagaimana digambarkan dalam
Yoh 10:10 yang berkata, "Pencuri datang hamya untuk mencuri dan membunuh dan
membinasakan, Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyai dalam segala
kelimpahan."
Sebagai orang percaya baik individu maupun kelompok perlu mewaspadai pekerjaan iblis di
balik perpecahan yang terjadi. DAN IBLIS ITU SON JAUH… ADA DI SEKITAR KOTONG
KELOMPOK. Di dalam perpecahan, iblis dengan mudah dapat memasukkan pengaruh
jahatnya. Itu sebabnya rasul Paulus menasihati jemaat di Korintus"Tetapi aku menasihatkn
kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan
jangan ada perpecahan diantara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati
berpikir." Perbedaan pendapat dan ketidakcocokan pasti akan kita temukan, tetapi ketilka kita
diperhadapkan dalam kondisi demikian, carilah solusi yang bijaksana. Jangan biarkan
kebencian dan amarah menguasai, tetapi kalahkanlah siasat si iblis dengan mencari titik temu
yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bermasalah. Ada berkat dan kekuatan di dalam
persatuan. Gambarannya dapat kita lihat dalam ilustrasi di bawah ini :
Serombongan merpati terbang untuk mencari makan. Seekor dari merpati tersebut melihat
butiran-butiran padi berserakan di sebuah pelataran. Ia pun mengajak teman-temannya
menukik kebawah. Ketika mereka sedang asyik memakan padi tersebut, tiba-tiba sebuah jala
yang cukup besar jatuh di atas mereka dan merpati-merpati tersebut terperangkap di dalamnya.
Sebelum pemburu menangkap mereka, burung-burung merpati tersebut sepakat untuk
merentangkan sayapnya dan terbang bersama-sama sambil membawa jala itu naik. Berat
rasanya, tetapi dengan bersatu mereka berhasil membawa jala itu terbang. Di sebuah hutan
dengan pepohonan yang tinggi mereka terbang dengan jarak berjauhan agar jala itu terentang.
Lalu, mereka menukik dan jala itupun tersangkut pada pepohonan. Rombongan merpati itu
keluar dari bawah, dan terbebas.
Meskipun cerita di atas hanya cerita ilustrasi belaka, namun ini merupakan gambaran mengenai
persatuan. Banyak berkat yang kita dapatkan melalui persatuan.
1. BISA SALING MERINGANKAN PEKERJAAAN
2. SESUATU KESULITAN DALAM PERSEKUTUAN KELUARGA FETO MONE BISA
DISELESAIKAN
3. MENANAMKAN RASA KEKELUARGAAN YANG AKAN BERGNA MASA SEKARANG
DAN MASA AKAN DATANG
4. SALAING MEMBANTU MEMBERI PENDAPAT DAN MASIH BANYAK KEUNTUNGAN
LAGI.
Saat ini jika sedang ada perpecahan diantara kita, upayakanlah pemulihan dan
persatuan. Rendahkan diri untuk bisa memaafkan, saling menerima, dan memperbaiki
sikap. Jangan biarkan iblis mengambil keuntungan dari ketidak harmonisan satu dengan
yang lain.
ayat bacaan :
1 Kor 1:10 , 12:25
PENGKHOTBAH 4:7-10
KELUARGA BERSATU LEBIH KUAT DARIPADA SENDIRI
1. Kenapa kotong harus merayakan natal?
Karna itu awal dari karya penyelamatan oleh Yesus bagi manusia
2. Kenapa harus setelah perayaan 25 des. Karn itu sebagai awal tahun gerejawi!
Ada dua cerita!
Baca cerita tentang 2 saudara di hp.
1. segerombolan belalang dalam jumlah yang begitu besar Menyerang Mesir. . Persisnya situasi pada
saat itu adalah sebagai berikut. “Datanglah belalang meliputi seluruh tanah Mesir dan hinggap di
seluruh daerah Mesir, sangat banyak; sebelum itu tidak pernah ada belalang yang demikian banyaknya
dan sesudah itupun tidak akan terjadi lagi yang demikian. Belalang menutupi seluruh permukaan
bumi, sehingga negeri itu menjadi gelap olehnya; belalang memakan habis segala tumbuh-tumbuhan di
tanah dan segala buah-buahan pada pohon-pohon yang ditinggalkan oleh hujan es itu, sehingga tidak
ada tinggal lagi yang hijau pada pohon atau tumbuh-tumbuhan di padang di seluruh tanah
Mesir.” (Keluaran 10:14-15). Lihatlah bagaimana mengerikannya belalang yang lucu, lemah dan kecil
itu jika sudah bergabung dalam menyerang. Jika kita pernah melihat bagaimana kesulitan yang
dihadapi penduduk di suatu daerah ketika menghadapi serangan belalang, disini dikatakan bahwa
pada saat itu serangan jauh lebih besar dari yang pernah ada, dan tidak akan pernah ada serangan
belalang yang lebih besar lagi setelahnya. Dalam sekejap mata Mesir berubah menjadi lautan
belalang yang mengubah Mesir menjadi gurun gersang dalam waktu singkat.
Satu belalang tidak akan berpengaruh apa-apa. Ia hanya akan melompat-lompat dan mudah kita tangkap.
Tapi dalam jumlah banyak belalang bisa sangat merepotkan dan sulit dikendalikan. Hal ini dijadikan contoh
oleh Agur bin Yake yang mengatakan: “belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan
teratur.” (Amsal 30:27). Dalam versi Bahasa Inggris Amplified ditulis: “The locusts have no king, yet they go
forth all of them by bands”. Kata berbaris dengan teratur dalam bahasa Inggrisnya digambarkan
dengan bergabung dalam sebuah kelompok besar. Satu kelompok besar yang bergerak bersama
untuk tujuan yang sama pula. Jika melihat bagaimana manusia hari-hari ini yang begitu sulit untuk
bersatu, selalu memperbesar jurang perbedaan dan terus bertikai, kita pantas merasa malu terhadap
belalang ini. Satu gereja sekalipun masih juga bisa saling curiga, apalagi dengan saudara saudari seiman yang
berbeda tempat bertumbuhnya. Segala perbedaan selalu dijadikan alasan, kita terus menerus merendahkan,
memandang negatif dan curiga terhadap saudara seiman yang memiliki tata cara peribadatan yang berbeda
dengan kita. Padahal kita memiliki Raja yang sama, Raja diatas segala raja, Tuhan Yesus. Jika belalang yang
tidak memiliki raja bisa bersikap demikian, betapa menyedihkannya kita yang memiliki Raja tidak bisa
melakukannya.
Alkitab dalam banyak kesempatan menyatakan pentingnya bagi kita untuk tidak berjalan sendiri-sendiri.
Lihatlah apa yang dikatakan Pengkotbah berikut: “Berdua lebih menguntungkan daripada seorang diri. Kalau
mereka bekerja, hasilnya akan lebih baik. Kalau yang seorang jatuh yang lain dapat menolongnya. Tetapi kalau
seorang jatuh, padahal ia sendirian, celakalah dia, karena tidak ada yang dapat menolongnya.” (Pengkotbah
4:9-10 BIS).
“Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan
baik.” (Ibrani 10:24).
Dari dua cerita ini marilah kita ambil hikmahnya antara lain:
1. Prinsip saling bekerjasama yang positif harus terus kita bentuk, pertahankan dan kembangkan,
karena kita harus menyadari bahwa kita ini terbatas dan lemah, seperti halnya belalang.
Menghadapi hari-hari yang semakin sukar ini, kita harus lebih menekankan kebersamaan,
membangun hubungan kekeluargaan dan persaudaraan erat dengan saudara-saudari kita
lainnya.
2. Apa yang dikatakan Tuhan sesungguhnya jelas. Berhentilah menjadi pribadi yang egocentris.
Belalang akan sangat lemah dan rentan jika sendirian di tengah rerumputan luas. Begitu banyak
ancaman yang bisa mencelakakan hidupnya. Kita pun demikian di tengah dunia yang jahat ini.
Sehebat-hebatnya kita, kita tidak akan bisa mencapai apa-apa jika kita terus menutup diri dari
orang lain. Kalau sendiri jatuh tidak ada orang angkat tapi kalau berdua atau berkelompok yang
lain bisa bantu
3. Ketika Daud masih menjadi raja ia dapat menghimpun rakyat dengan baik tapi Salomo ketika
menjadi raja ia memperkuat dirinya sendiri atau tidak melihat kesulitan rakyatnya. Ini jga
merusak persekutuan su jadi pemmimpin son tega lai tapi baerusaha utk memperhatikan dan
memajukan diri sendiri.
4. Harus buka diri dengan orang luar dan berusaha utuk mempersiapkan generasi berikutnya utk
menjawab tantangan masa depan. Bukan hanya kasih kumpul jumlah tapi bagaimana
mempersiapkan mereka yang kemudian agar menjadi penerus yang berkualitas.
Baca pertanyaan di hp.
1. Apa yg palin dekat di dunia ini! Kematian
2. Apa yang paling jauh di dunia ini? Masa lalu
3. Apa yang paling besar didunia ini? Nafsu…utk mengusai dan memegahkan diri dan menjadi
penguasa atas orang lain
4. Apa yang paling berat di dunia ini? Berjanji
5. Apa yang paling ringan di dunia ini? Meninggalkan persekutuan
6. Apa yang paling tajam didunia ini? Lidah
Satu lidi mudah dipatahkan, tapi sulit jika seika
Kalu begitu kenapa harus takut dengan kematian! Tidak perlu takut hanya
yang perlu kita lakukan adalah JIKA KITA SUDAH SIAP MATI
MAKA KITA AKAN SIAP HIDUP………………. Hidup harus melakukan kehendak Tuhan
berarti kita siap untuk menghadapi kematian…..
Pembahasan Firman
NP: YOHANES 14 : 3….. “Dan apabila aku telah pergi ke situ dan telah
menyediakan tempat bagimu, aku akan datang kembali dan membawa kamu
ke tempatku, supaya di tempat dimana Aku berada, kamu pu berada”
LAGU DUNIA YANG FANA BUKANLAH TEMPAT KU KUSIMPAN RINDUKU DI
SORGA MULIA SUARA TUHANKU MEMANGGIL DIRIKU AGAR KUBERSAMANYA DALAM
SORGA BAKA
YA TUHANKU …………….
Nats : Ya Bapa, Aku mau supaya, di mana pun Aku berada, mereka juga berada bersama-
sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang
kemuliaan-Ku (Yohanes 17:24)
Bacaan : Yohanes 17:20-26
Tuhan, sadarkan kami untuk tetap berpaut dan terpaut dengan Engkau ketika kami
menjalani kehidupan kami di dalam dunia ini;
Kiranya Tuhan memberkati melalui pembacaan dan perenungan Firman Tuhan saat ini;
A M I N.
KEJADIAN 15:15-21
DENDAM DAN KASIH
Saudara-saudaraku yang terkasih! Memaafkan jauh lebih susah dilakukan
dibandingkan dengan menahan amarah, dendam, atau bahkan marah. Setiap kali manusia apabila
dendam, ia selalu mengatakaan, kita ini manusia, masih tinggal di dunia. Sehingga, dendam menjadi
sesuatu yang disahkan dan dapat ditolerir, atau bahkan seolah-olah Allah memaklumi manusia
untuk dendam. Sekarang, apakah dendam? Dendam merupakan suatu perasaan yang lahir dari
benci atau marah, seringkali dipendam secara rahasia oleh seseorang individu. Dendam juga bisa
lahir dari hasrat dengki atau ketidakpuasan hati. Dan itu semua karena ada penyebabnya. Sehingga,
semakin banyak menyimpan perasaan tersebut, maka semakin besarlah keinginan untuk
membalaskan dendam dan atau bahkan ingin membalaskan kejahatan tersebut lebih dari yang
terjadi padanya.
Dalam teks khotbah saat ini, tampak sebuah sikap yang bertolak belakang atau berlawanan
dari sikap penjelasan tadi. Kita tentu telah mengetahui apa dan bagaimana kehidupan Yusuf
sebelum ia dijual ke Mesir oleh saudara-saudaranya. Kejahatan yang terjadi padanya, itu karena ada
ketidaksenangan saudara-saudara terhadap Yusuf. Setelah Yusuf dijual, kehidupan Yusuf sangat
berbeda secara fisik dibandingkan sebelum ia dijual, namun, sikap untuk mengasihi tidak hilang.
`Yesus Kristus, Tuhan kita mati di kayu salib untuk menebus kita dan menyelamatkan kita
dari hukuman akibat dosa-dosa kita. Seperti yang tercatat dalam Injil; Yesus diejek, dicemooh dan
disiksa di gedung pengadilan. Ia membawa salib-Nya melewati Via Dolorosa di Yerusalem ke
Kalvari, dipaku di kayu Salib dan tergantung di antara dua penjahat. Ia mengalami penderitaan
yang tak terlukiskan sampai akhir.
Sebagai umat yang ditebus kita harus mengenang peristiwa itu pada Jumat Agung dan
selama Minggu Penderitaan Yesus. Renungan tentang penderitaan Yesus juga terus bergema
selama masa Prapaskah. Satu dari banyak peristiwa dalam hidup Yesus yang dapat kita renungkan
dalam masa prapaskah ini sebagai persiapan kita menyosong dan memperingati kesengsaraan
Yesus adalah (TUJUH PERKATAAN YESUS DI KAYU SALIB).
Ketujuh perkataan Yesus di salib itu sangat kuat dan sarat dengan makna.
Dalam tujuh kalimat terakhir Yesus kita menemukan contoh abadi tentang bagaimana kita harus
berpikir, bertindak dan hidup. Ketujuh Firman atau perkataan itu adalah :
1. "Ya Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka
lakukan” (Lukas 23:34)
2. “Sesungguhnya, hari ini juga kamu akan bersama Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:43),
3. “Ibu, inilah anakmu!” – “Inilah ibumu!” (Yohanes 19:26-27),
4. “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46; Markus 15:34),
5. “Aku haus!” (Yohanes 19:28),
6. “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” (Lukas 23:46),
7. “Sudah selesai” (Yohanes 19:30).
Pada kesempatan ini saya mengajak kita untuk merenungkan Firman atau perkataan yang
pertama yaitu; "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka
perbuat" (Lukas 23:34).
Kata-kata pertama Yesus dari salib adalah tentang pengampunan "Bapa, ampunilah
mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan" (Lukas 23:34). Kata-kata ini
menyadarkan kita akan arti penderitaan Yesus dan itulah titik akhir dari salib, setelah semua yang
terjadi. Yesus mati supaya dosa-dosa kita diampuni, supaya kita diperdamaikan dengan Allah untuk
selama-lamanya.
Yesus, dari salib-Nya melihat ke bawah ke kerumunan orang banyak di puncak Kalvari. Ia
melihat para prajurit yang telah mengejek, mencambuk, menyiksa dan yang baru saja dipaku pada
kayu salib. Yesus mungkin mengingat mereka yang telah memvonis-Nya - Kayafas dan para imam
besar, Pilatus yang menyadari bahwa tuntutan terhadap diri-Nya keluar dari iri hati, namun tak
berdaya karena takut kehilangan jabatan, para Rasul dan sahabat yang telah meninggalkan Dia,
Petrus yang telah menyangkal Dia tiga kali dan orang banyak yang hanya beberapa hari
sebelumnya memuji-muji Dia di pintu masuk kota Yerusalem, dan kemudian hari memilih
menyalibkan Dia dan membebaskan Barabas. Yesus juga memikirkan kita, yang kadang-kadang
atau sering melupakan Dia dalam hidup kita.
Pada puncak penderitaan fisik-Nya, ketika harus bergulat dengan maut, pada saat-saat
terakhir-Nya di bumi, cinta-Nya semakin berkobar-kobar pada kita, Ia meminta Bapa-Nya untuk
mengampuni kita dan sekali lagi mengajar kita tentang pengampunan sejati. Dia menegaskan
kembali apa yang pernah Ia ajarkan tentang pengampunan. Ketika mengajar murid-murid-Nya
berdoa Yesus berbicara tentang pengampunan; marilah kita melihat beberapa hal yang
berhubungan dengan pengampunan, antara lain;
Pertama; "Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang
bersalah kepada kami" (Matius 6:12). Ketika ditanya Petrus tentang berapa kali harus
memaafkan seseorang, Yesus menjawab tujuh puluh kali tujuh kali (Matius 18: 21-22). Ketika
Perjamuan Malam Terakhir, Yesus berkata kepada para murid-Nya :
Kedua; "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian , yang
ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa" (Matius 26: 27-28). Ketika orang
banyak membawa kepada-Nya seorang perempuan yang tertangkap basah berbuat zinah dan
hendak dirajam, Yesus mengampuni dan membebaskan perempuan itu dari hukuman akibat
dosanya (Yohanes 8: 1-11).
Pengampunan Allah melalui Kristus tentu tidak datang hanya untuk mereka yang tidak tahu
apa yang mereka lakukan ketika mereka berbuat dosa. Dalam rahmat Tuhan, kita menerima
pengampunan, bahkan ketika kita melakukan apa yang kita tahu salah. Allah memilih untuk
menghapus dosa-dosa kita, bukan karena jasa-jasa kita atau karena kita telah berusaha keras untuk
menebus dosa-dosa kita, tetapi karena Ia adalah Allah yang Mahakasih, yang mengasihi kita dengan
kasih yang selalu baru di setiap hari.
Kata-kata Yesus, "Bapa, ampunilah mereka," menunjukkan betapa besar cinta-Nya
kepada kita. Dalam penderitaan yang begitu berat dan saat kematian yang kian mendekat, terucap
sepatah kata doa untuk pengampunan atas dosa-dosa kita. Itulah kasih Allah pada kita. Itulah kasih
Yesus untuk kita. Kita harus percaya bahwa Allah mencintai kita. Ia adalah Bapa yang
senantiasa menanti kembalinya kita, anaknya yang hilang. Ia adalah Bapa yang
senantiasa bergerak mencari kita, dombanya yang hilang. Panggilan kita adalah menjadi seperti
anak yang hilang yang mau membuka hati untuk kembali kepada Bapa atau seperti domba yang
hilang yang mau ditemukan oleh Sang Gembala sejati. Allah itu murah hati kepada kita dan kasih-
Nya tak terbatas. Namun, kasih Allah itu tidak murahan. Kasih Allah menuntut juga dari kita
kerendahan hati dan kesediaan untuk bertindak menanggapi kasih itu. Diperlukan usaha dari
pihak kita untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan bertobat. Sebab, "… jika kita mengaku dosa
kita kepada-Nya, maka Ia yang adalah setia dan adil, akan mengampuni segala dosa kita dan
menyucikan kita dari segala kejahatan" (1 Yohanes 1: 9). Dengan demikian, kita bebas untuk
mendekati singgasana kasih karunia Allah dengan kebutuhan dan keprihatinan kita.
Kata-kata Yesus ini juga adalah ajakan dan panggilan bagi kita untuk menciptakan kehidupan yang
damai dengan saling memaafkan dan saling mengampuni. Yesus menegaskan kembali mengenai
pengampunan ini setelah kebangkitan-Nya. Ketika Ia menampakkan diri kepada murid-murid-Nya,
setelah menyampaikan salam “Damai sejahtera bagi kamu!” (Yohanes 20:20), Ia meneruskan
dengan berkata: "Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya
diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada" (Yohanes
20: 22-23). Yesus menekankan pentingnya pengampunan, sebab damai lahir dari pengampunan
dan pengampunan menciptakan damai di hati dan dalam kehidupan bersama.
Mengampuni sesama yang bersalah kepada kita adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah. Kita
menyaksikan begitu banyak pertengkaran dalam rumah tangga, retaknya hubungan antar-pribadi
dalam komunitas, hilangnya persahabatan dan pecahnya perang antar-kelompok, etnis, suku dan
bangsa karena balas dendam dan sulitnya mengampuni. Sebagai orang kristen kita dipanggil untuk
merenungkan, menghayati dan melaksanakan panggilan Tuhan untuk saling mengampuni. Sebab,
saling mengampuni adalah salah satu wujud dari iman dan kasih kita kepada Tuhan dan sesama.
Pengalaman membuktikan bahwa pengampunan yang tulus akan membebaskan kita.
Pengampunan membebaskan kita dari masa lalu yang buruk dan membuka ruang di jiwa kita untuk
kehidupan yang baru. Sebuah istilah; ”mengampuni adalah melupakan.” Itu berarti untuk dapat
mengampuni kita harus siap melupakan masa lalu yang buruk dan bergerak maju memulai
perjalanan baru, perjalanan membawa damai.
Masa minggu sengsara adalah masa untuk kita bertobat. Mengampuni sesama yang
bersalah kepada kita adalah juga salah satu bentuk pertobatan. Marilah kita saling mengampuni
agar tercipta sukacita dan damai sejahtera di hati dan dalam kehidupan bersama.
Tuhan memberkati kita melalui firmanNya. A M I N.
Tujuh Perkataan Yesus Di Atas Kayu Salib
LUKAS 23:43
KESELAMATAN
FacebookTwitterPinterestLINEWhatsApp
`Yesus Kristus, Tuhan kita mati di kayu salib untuk menebus kita dan menyelamatkan kita
dari hukuman akibat dosa-dosa kita. Seperti yang tercatat dalam Injil; Yesus diejek, dicemooh dan
disiksa di gedung pengadilan. Ia membawa salib-Nya melewati Via Dolorosa di Yerusalem ke
Kalvari, dipaku di kayu Salib dan tergantung di antara dua penjahat. Ia mengalami penderitaan
yang tak terlukiskan sampai akhir.
Sebagai umat yang ditebus kita harus mengenang peristiwa itu pada Jumat Agung dan
selama Minggu Penderitaan Yesus. Renungan tentang penderitaan Yesus juga terus bergema
selama masa Prapaskah. Satu dari banyak peristiwa dalam hidup Yesus yang dapat kita renungkan
dalam masa prapaskah ini sebagai persiapan kita menyosong dan memperingati kesengsaraan
Yesus adalah (TUJUH PERKATAAN YESUS DI KAYU SALIB).
Saat ini kita akan belajar memahami perkataan Yesus yang kedua yang terdapat
dalam Lukas 23:43; dengan tema “Keselamatan”
Kata Yesus kepadanya: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau ada
bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas)
Saudara-saudaraku; Dalam bagian ini Yesus meyakinkan salah satu penjahat yang disalib
bersama dengan-Nya.
Yesus menjamin orang berdosa yang bertobat dan percaya kepada-Nya, akan bersama-sama
dengan Dia di Firdaus. Seruan jaminan kepastian yang diucapkan Yesus, merupakan bentuk kasih
yang menyelamatkan.
Saudara-saudaraku; dalam Yesaya 12: 2…. Menyatakan kepada kita bahwa; "Sesungguhnya
Tuhan adalah Penyelamatku; aku percaya kepada-Nya dan tidak takut, karena Tuhan adalah
kekuatan dan pujianku; Dia telah menjadi penyelamatku." (Yesaya memberi sinyal kepada kita bahwa
kita tidak perlu takut ketika berhadapan dengan berbagai persoalan atau masalah yang datang
menghantui kita karena Tuhanlah yang akan member kekuatan dan penyelamat kita.
Refleksi bagi kita sesuai dengan firman saat ini yaitu Perkataan Yesus kepada penjahat
demikian; ”Hari ini Engkau akan bersama dengan aku di dalam Firdaus;” membuktikan bahwa
Yesus tidak mau membiarkan manusia terus berada dalam keterpurukan apalagi manusia harus
mati dalam kebinasaan. Maka Yesus dalam kisah hidup terakhirnya Ia masih berusaha untuk
menjalankan Kasih kepada manusia. Sikap yang ditunjukkan Yesus melalui perkataannya di kayu
salib mau memeotivasi kita agar sebagai orang percaya mau melakukan kebaikan kepada orang lain
walaupun dalam keadaan sulit. Sesorang yang dihadapkan dengan keadaan sulit ketika ia ia hanya
hanya punya uang seadanya tetapi ada orang yang minta dibelikan makanan karena ia tidak
mempunyai makanan sama sekali, maka kita dianjurkan untuk melakukan seperti yang dilakukan
oleh Yesus. Yesus memberikan kita pelajaran untuk melakukan tindakan menyelamatkan walaupun
dalam situasi sulit.
`Yesus Kristus, Tuhan kita mati di kayu salib untuk menebus kita dan menyelamatkan kita
dari hukuman akibat dosa-dosa kita. Seperti yang tercatat dalam Injil; Yesus diejek, dicemooh dan
disiksa di gedung pengadilan. Ia membawa salib-Nya melewati Via Dolorosa di Yerusalem ke
Kalvari, dipaku di kayu Salib dan tergantung di antara dua penjahat. Ia mengalami penderitaan
yang tak terlukiskan sampai akhir.
Sebagai umat yang ditebus kita harus mengenang peristiwa itu pada Jumat Agung dan
selama Minggu Penderitaan Yesus. Renungan tentang penderitaan Yesus juga terus bergema
selama masa Prapaskah. Satu dari banyak peristiwa dalam hidup Yesus yang dapat kita renungkan
dalam masa prapaskah ini sebagai persiapan kita menyosong dan memperingati kesengsaraan
Yesus adalah (TUJUH PERKATAAN YESUS DI KAYU SALIB).
Saudara-saudaraku, ibadah saat ini kita akan belajar memaknai perkataan Yesus yang
ketiga saat di kayu Salib yaitu yang terdapat dalam bacaan malam hari ini yaitu; “Ibu, Inilah
anakmu! Inilah ibumu! Saudara-saudaraku yang terkasih; saat menjelang kematianNya di kayu
salib, Yesus masih tetap menunjukkan kasihNya kepada umatNya. Kasih Yesus terpatri dalam kasih
yang tidak menuntut balas. Kasih yang tak mungkin bisa dibayar oleh harta apapun atau
kemewahan apapun. Kasih Allah yaitu KASIH AGAPE atau kasih Allah kepada manusia. Kasih yang
tidak didasarkan pada ingin dibalas dengan sesuatu.
Saudara-saudaraku yang terkasih! Saat ini ada pelajaran berarti dari perkataan Yesus yang
menghendaki kita sebagai umat untuk mengikuti teladan Kristus. Sesulit apapun Yesus tetap
melakukan hal kasih. Dan kita sebagai umat yang percaya kita harus melakukan hal kasih itu dalam
kehidupan setiap hari. Kasih yang dikehendaki oleh Yesus untuk kita lakukan sesuai bacaan kita
adalah kasih seorang ibu kepada seorang anak dan sebaliknya. Saudara-saudaraku! Mungkin
pernah kita dengar sebuah syair lagu yang mengatakan “Kasih Ibu sepanjang masa, tak terhingga
sepanjang masa, hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.” Syair ini
sangat cocok dengan kasih yang ditampilkan oleh seorang ibu. Kasih ibu tidak pernah menuntut
balas. Kasih ibu tak diragukan lagi. Tapi kasih seorang anak kepada ibu masih diragukan. Apakah
kasih seorang anak kepada seorang ibu juga tidak menuntut balas; belum tentu untuk semua anak.
Bahkan seorang anak mungkin mudah melupakan kasih seorang ibu.
Karena itu Yesus melihat dalam hati setiap manusia dan masih mengasihi manusia sehingga
Yesus mengingatkan Maria sebagai ibu untuk terus melihat anaknya dan mengingatkan Yohanes
untuk melihat ibunya. Saat-saat sulitpun kita dianjurkan oleh firman Tuhan untuk tetap mengasihi,
sebagaimana Yesus lakukan. Melalui firman ini kita diingatkan untuk saling menjaga antara Ibu dan
Anak dan kasih itu tetap terjalin dalam situasi yang aman maupun situasi yang sulit.
Saudara-saudaraku terkasih; refleksi bagi kita yang hidup di zaman ini. Apakah kita masih
bisa berlaku seperti Yesus? Apakah kita sebagai ibu masih bisa mengasihi anak-anak kita dan
apakah kita sebagai anak tetap mengasihi ibu kita dalam setiap situasi atau seatiap keadaan?
Untuk menjawab refleksi ini marilah kita mengingat sebuah kisah seorang Ibu dari Bupati
TTS sekarang yang diwawancarai oleh Dedi Corbruser beberapa waktu lalu di sebuah stasiun
televise swasta. Sekalipun ibu bupati TTS itu sudah tua tetapi ia tidak pernah mengharapkan uang
atau pemberian dari anaknya yakni bupati TTS sekarang. Malah ia marah jika tau kalau anakknya
memberikan uang kepadanya. Ia akan berusaha untuk mengembalikan uang itu dengan
berlipatganda. Ia berkata dan tidak mau menerima uang dari anaknya karena ia berpikiran bahwa
anaknya (sang Bupati) punya tanggung jawab untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Dari hasil
pertanian, penjualan ternak-ternaknya ia bawa dan berikan bagian bupati ke rumahnya karna tau
kalau anaknya (bupati) sangat sibuk. Jika tau kalau bupati sakit maka ia akan datang dan menjaga,
merawat sang bupati, setelah anaknya sembuh ia kembali tanpa harus diantar oleh para pengawal
bupati. Itulah kisah seorang ibu bupati TTS sekarang yang bisa menginspirasi kita untk megasihi
anak-anak dan sebaliknya.
Kairanya Tuhan Yesus memberkati kita melalui firmanNya. A M I N.!`
LUKAS 22:47-53
MENGAMBIL KEPUTUSAN DI TENGAH KESULITAN HIDUP
Lukas 22 ayat 47 sampai 53 menunjukkan kepada kita bahwa hidup adalah tentang pilihan
dan keputusan. Diantara banyak pilihan kita harus mengambil keputusan. Semakin berat
pergumulan hidup maka semakin berat pula untuk mengambil keputusan terhadap suatu hal.
Misalnya, memutuskan untuk minum obat atau tidak saat flu dan demam biasa itu mudah, tetapi
memutuskan menjalani opname di rumah sakit saat pandemic covid 19 sangatlah sulit, apalagi
nantinya akan dicovidkan. Oleh karena itu setiap orang percaya di zaman ini, harus belajar untuk
mengambil keputusan yang tepat dan benar bukan keputusan berdasarkan pertimbangna akaltapi
berdasarkan iman. Tema bacaan kita pada saat ibadah ini adalah mengambil keputusan di tengah
kesulitan hidup.
Saudara-saudaraku, pembacaan saat ini tentang kisah penangkapan Yesus. Beberapa tokoh
dalam kisah ini member makna bagi kita tentang bagaimana mengambil keputusan di tengah-
tengah pergumulan hidup yang sulit, atau tantangan bahkan konflik antar sesame manusia.
1. Tokoh yang pertama adalah Yudas Iskariot; ia datang bersama para pemimpin Yahudi
untuk menangkap Yesus. Yudas adalah muris Yesus yang bertugas sebagai pemegang kas.
(bisa dibaca dalam Yohanes 12:6 dan pasal 13:29). Itu beraarti Yudas adalah orang dekat
atau istilahnya adalah orang dalam dalam kehidupan kelompok muris Yesus. Dia juga
adalah orang kepercayaan dari Yesus. Namun justru ia berkhianat. Mendengar nama Yudas
berarti bisa membuat kita memuji Allah tetapi hatinya di penuhi dengan kepalsuan atau
kemunafikan. Dalam kehidupan di zaman ini apalagi dalam menghadapi pergumulan hidup
yang serba sulit kita sebagai orang dalam atau orang yang percaya kepada Yesus bisa
berkhianat dan meninggalkan Yesus atau iman kita. Dalam hidup kelompok Kekristenan
juga ada yang munafik atau bermuka dua seperti yudas.
2. Petrus; dalam situasi ketika Yesus dan para murid dihadapkan dengan pasukan bersenjata
yang datang bersama Yudas, para murid bereaksi keras; Tuhan, mestikah kami menyerang
mereka dengan pedang. Sebelum Yesus menjawab, salah seorang dari para murid langsung
menunjukkan aksinya. Dalam bacaan Yohanes 18:10 menyatakan bahwa dia adalah Simon
Petrus. Petrus mengambil keputusan memotong telinga dari hamba seorang imam besar
yang bernama Malkhus. Petrus telah melakukan kesalahan dengan bertindak sebelum ada
petunjuk. Karena itu Yesus menegur Petrus; sudahlah, lalu Yesus menjamah telinga Malkhus
sehingga sembuh. Teguran Yesus menunjukkan bahwa keputusan yang diambil Petrus juga
bukan keputusan seorang murid sejati. Dalam kehidupan zaman ini juga ada umat Kristen
juga seperti Petrus. Kadang kita tergesa dalam memutuskan sesuatu tanpa
memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada diri kita sendiri. Misalnya seseorang
bunuh diri karena diputuskan pacanya, atau tidak punya kerja, sulit ekonomi dan sebagai
nya.
3. Yesus; ketika Yesus bergumul dengan doa di taman Getsemani, Yesus memilih melakukan
kehendak Bapa. Yesus memutuskan untuk menderita. Yesus bersedia menjalani jalan salib.
Di taman Getsemani Yesus menyerahkan diriNya untuk ditangkap supaya rencana Allah
digenapi. Di tengah masalah penangkapan Yesus, Yesus tetap menyatakan kasih dengan
menyembuhkan hamba Malkhus. Yesus tidak melawan kekerasan dengan kekerasan. Yesus
memilih jalan damai dengan mengorbankan dirisendiri. Saudara-saudaraku; mungkin kita
pernah mendengar kalimat bijak yang menyatakan; “mengalah untuk menang.” Kalimat ini
dilakukan oleh Yesus.
Mungkin kita tidak setuju dengan sikap yang ditampilkan ketiga tokoh dalam bacaan saat
ini. Saat ini firman yang kit abaca, Tuhan hendak mengoreksi hidup kita. Mungkin kita akan
mempersalahkan Yudas tapi dalam praktik hidup setiap hari masih berlaku seperti Yudas.
Kita berulangkali menyalibkan Yesus dengan tindakan kita. Kita kadang masih pura-pura
baik kepada orang lain padahal kita sedang menyimpan sesuatu yang busuk. Kita juga
kadang tidak setuju dengan Petrus tetapi masih melakukannya. Kadan emosian, sehingga
membuat orang lain menjadi korban.
Oleh karena itu pembacaan saat ini mengingatkan kita untuk belajar dari tokoh Yesus. Mau
menghadapi penderitaan dengan Iman yang teguh. Tidak lari dari kenyataan hidup yang
pahit sekalipun tapi beusaha untuk menjalaninya dengan terus berharap seperti Yesus yang
menyerahkan semua persoalanNya kepada Allah Bapa di surge.
Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita melalui FirmanNya. A M I N !
`Yesus Kristus, Tuhan kita mati di kayu salib untuk menebus kita dan menyelamatkan kita
dari hukuman akibat dosa-dosa kita. Seperti yang tercatat dalam Injil; Yesus diejek, dicemooh dan
disiksa di gedung pengadilan. Ia membawa salib-Nya melewati Via Dolorosa di Yerusalem ke
Kalvari, dipaku di kayu Salib dan tergantung di antara dua penjahat. Ia mengalami penderitaan
yang tak terlukiskan sampai akhir.
Sebagai umat yang ditebus kita harus mengenang peristiwa itu pada Jumat Agung dan
selama Minggu Penderitaan Yesus. Renungan tentang penderitaan Yesus juga terus bergema
selama masa Prapaskah. Satu dari banyak peristiwa dalam hidup Yesus yang dapat kita renungkan
dalam masa prapaskah ini sebagai persiapan kita menyosong dan memperingati kesengsaraan
Yesus adalah (TUJUH PERKATAAN YESUS DI KAYU SALIB).
Saudara-saudaraku, ibadah saat ini kita akan belajar memaknai perkataan Yesus yang
ketiga saat di kayu Salib yaitu yang terdapat dalam bacaan malam hari ini yaitu; “Ibu, Inilah
anakmu! Inilah ibumu! Saudara-saudaraku yang terkasih; saat menjelang kematianNya di kayu
salib, Yesus masih tetap menunjukkan kasihNya kepada umatNya. Kasih Yesus terpatri dalam kasih
yang tidak menuntut balas. Kasih yang tak mungkin bisa dibayar oleh harta apapun atau
kemewahan apapun. Kasih Allah yaitu KASIH AGAPE atau kasih Allah kepada manusia. Kasih yang
tidak didasarkan pada ingin dibalas dengan sesuatu.
Saudara-saudaraku yang terkasih! Saat ini ada pelajaran berarti dari perkataan Yesus yang
menghendaki kita sebagai umat untuk mengikuti teladan Kristus. Sesulit apapun Yesus tetap
melakukan hal kasih. Dan kita sebagai umat yang percaya kita harus melakukan hal kasih itu dalam
kehidupan setiap hari. Kasih yang dikehendaki oleh Yesus untuk kita lakukan sesuai bacaan kita
adalah kasih seorang ibu kepada seorang anak dan sebaliknya. Saudara-saudaraku! Mungkin
pernah kita dengar sebuah syair lagu yang mengatakan “Kasih Ibu sepanjang masa, tak terhingga
sepanjang masa, hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.” Syair ini
sangat cocok dengan kasih yang ditampilkan oleh seorang ibu. Kasih ibu tidak pernah menuntut
balas. Kasih ibu tak diragukan lagi. Tapi kasih seorang anak kepada ibu masih diragukan. Apakah
kasih seorang anak kepada seorang ibu juga tidak menuntut balas; belum tentu untuk semua anak.
Bahkan seorang anak mungkin mudah melupakan kasih seorang ibu.
Karena itu Yesus melihat dalam hati setiap manusia dan masih mengasihi manusia sehingga
Yesus mengingatkan Maria sebagai ibu untuk terus melihat anaknya dan mengingatkan Yohanes
untuk melihat ibunya. Saat-saat sulitpun kita dianjurkan oleh firman Tuhan untuk tetap mengasihi,
sebagaimana Yesus lakukan. Melalui firman ini kita diingatkan untuk saling menjaga antara Ibu dan
Anak dan kasih itu tetap terjalin dalam situasi yang aman maupun situasi yang sulit.
Saudara-saudaraku terkasih; refleksi bagi kita yang hidup di zaman ini. Apakah kita masih
bisa berlaku seperti Yesus? Apakah kita sebagai ibu masih bisa mengasihi anak-anak kita dan
apakah kita sebagai anak tetap mengasihi ibu kita dalam setiap situasi atau seatiap keadaan?
Untuk menjawab refleksi ini marilah kita mengingat sebuah kisah seorang Ibu dari Bupati
TTS sekarang yang diwawancarai oleh Dedi Corbruser beberapa waktu lalu di sebuah stasiun
televise swasta. Sekalipun ibu bupati TTS itu sudah tua tetapi ia tidak pernah mengharapkan uang
atau pemberian dari anaknya yakni bupati TTS sekarang. Malah ia marah jika tau kalau anakknya
memberikan uang kepadanya. Ia akan berusaha untuk mengembalikan uang itu dengan
berlipatganda. Ia berkata dan tidak mau menerima uang dari anaknya karena ia berpikiran bahwa
anaknya (sang Bupati) punya tanggung jawab untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Dari hasil
pertanian, penjualan ternak-ternaknya ia bawa dan berikan bagian bupati ke rumahnya karna tau
kalau anaknya (bupati) sangat sibuk. Jika tau kalau bupati sakit maka ia akan datang dan menjaga,
merawat sang bupati, setelah anaknya sembuh ia kembali tanpa harus diantar oleh para pengawal
bupati. Itulah kisah seorang ibu bupati TTS sekarang yang bisa menginspirasi kita untk megasihi
anak-anak dan sebaliknya.
Kairanya Tuhan Yesus memberkati kita melalui firmanNya. A M I N.!`
Saudara-saudaraku yang terkasih! `Yesus Kristus, Tuhan kita mati di kayu salib untuk
menebus kita dan menyelamatkan kita dari hukuman akibat dosa-dosa kita. Seperti yang tercatat
dalam Injil; Yesus diejek, dicemooh dan disiksa di gedung pengadilan. Ia memikul salib-Nya
melewati Via Dolorosa di Yerusalem ke Kalvari, dipaku di kayu Salib dan tergantung di antara dua
penjahat. Ia mengalami penderitaan yang tak terlukiskan sampai akhir.
Sebagai umat yang ditebus kita harus mengenang peristiwa itu pada Jumat Agung dan
selama Minggu Penderitaan Yesus. Renungan tentang penderitaan Yesus juga terus bergema
selama masa Prapaskah. Satu dari banyak peristiwa dalam hidup Yesus yang dapat kita renungkan
dalam masa prapaskah ini sebagai persiapan kita menyosong dan memperingati kesengsaraan
Yesus adalah (TUJUH PERKATAAN YESUS DI KAYU SALIB). Minggu sengsara kelima telah kita
pelajari tentang perkataan Yesus yang pertama sampai ketiga. Saat ini marilah kita belajar
lagi untuk memahami perkataan Yesus yang keempat sampai ketujuh.
Saudara-saudaraku terkasih! Perkataan Yesus yang keempat yaitu “Eloi, Eloi Lama
Sabakhtani” yang berarti “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan
Aku?” (Matius 27:46; Markus 15:34).
Perkataan Yesus yang keempat ini memiliki makna penderitaan rohani yang
teramat oleh Yesus dan membuat Ia harus berseru kepada bapaNya di surga. Yesus mersa
seolah-olah ditinggalkan oleh Allah Bapa. Seruan ini mengajarkan mengenai kuasa dosa yang
dahsyat sehingga Bapa merelakan Anak-Nya yang sangat Ia kasihi, memikul beban dosa tanpa
pertolongan dan perlindungan Allah. Beban penderitaan rohani sperti Yesus juga sering kita alami
dalam hidup setiap hari. Kadang pergumulan kita tidk terkabul, kita merasa seolah-olah Tuhan
tidak bersama kita. Makna seruan Yesus ini mau mengajarkan bahwa kita harus tetap dan selalu
beriman dan meningkatkan pergumulan kita dengan Allah.
Perkataan Yesus yang kelima adalah “Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu
telah selesai, berkatalah Ia — supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci : “Aku
haus!” (Yohanes 19:28). Ungkapan ini berhubungan dengan perderitaan tubuh atau jasmani
seorang anak manusia. Hal ini juga berlaku pada kita manusia yang sering merasakan sakit pada
tubuh kita. Kita membutuhkan sesuatu bagi tubuh kita ketika kita merasakan sakit, lemah, lesu,
untuk dipuaskan. Yesus juga mengalami penderitaan ini
Perkataan Yesus yang keenam adalah “Sudah selesai.” (Yohanes 19:30). Perkataan
Yesus ini mengandung makna kemenangan. Ucapan Yesus ini bukanlah teriakan kekalahan.
Namun, merupakan teriakan kemenangan. Ketaatan Yesus kepada kehendak Bapa hingga akhir
hidup-Nya menandakan kasih yang begitu besar bagi manusia. Sesungguhnya inilah kasih yang taat
sampai mati. Bagi kita sebagai umat menunjukkan kepada kita bahwa setiap tugas pelayanan atau
apapun tuga yang diberikan kepada kita manusia harus dikerjakan sampai selesai. Jangan berhenti
di tengan jalan.kita harus selesaikan sekalipun itu sulit.bagi kita.
Perkataan Yesus yang ketujuh adalah “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku”
perkataan Yseus ini terdapat dalam Lukas 23:46). Ucapan terakhir Yesus menjelang kematian-Nya
merupakan sebuah doa atau sebuah penyerahan. Dalam doa-Nya mengajarkan kepada kita
bagaimana menghadapi kematian. Bentuk kasih yang penuh dalam penyerahan total kepada Allah.
Sebagai umat yang percaya kita harus berserah kepada Allah sebagai penebus dan penolong kita.
Mengakhiri renungan ini saya mengajak kita untuk berrefleksi dengan pertanyan berikut!
1. Mengapa Yesus Kristus harus mati dengan cara disalib? Mengapa Dia tidak mati dengan
cara lain saja?
2. Kita percaya Yesus Kristus adalah Tuhan. Mengapakah Yesus Kristus yang harus menebus
dosa kita?
Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita melalui firmanNya! A M I N !
Roma 5:1-11
KEMATIAN YESUS KRISTUS
"Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada
waktu yang ditentukan oleh Allah." Roma 5:6
Peristiwa kematian manusia sesungguhnya sesuatu yang sangat alamiah dan merupakan
bagian dari proses kehidupan. Artinya ketika kita mengalami kelahiran maka akan
mengalami kematian. Namun mengapa kematian Yesus Kristus di kayu salib terasa
istimewa dan dirayakan di seluruh dunia? Bukankah kematianNya tidak jauh berbeda
dengan kematian manusia lainnya, bahkan terlihat begitu tragis dan menyedihkan? Meski
cara kematian Yesus merupakan salah satu kematian yang tragis dan menyedihkan, tapi
membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia di muka bumi ini.
Kematian Yesus Kristus tidak bisa kita samakan atau bandingkan dengan kematian para
nabi, rasul atau pun tokoh-tokoh besar dan ternama manapun di dunia. Dalam Roma 5:10
dikatakan, "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh
kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan
diselamatkan oleh hidup-Nya!" Kematian Yesus Kristus adalah hakekat keselamatan bagi
umat manusia karena melalui kematianNya kita diperdamaikan dengan Allah. Alkitab
menegaskan bahwa "...oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke
dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita
melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri," (Ibrani 10:19). Oleh darah Yesus yang tercurah di
Kalvari kita dilayakkan untuk masuk ke dalam tempat kudus Allah. Sebagai manusia
berdosa seharusnya kita dihukum dan dimurkai Allah, tapi melalui kematian Yesus Kristus
kita beroleh pengampunan dosa dan mendapatkan keselamatan kekal, "...karena kita
sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah."
(Roma 5:9).
Jadi melalui kematian Yesus Kristus di kayu salib semua umat manusia akan mengalami
kebinasaan kekal, sebab "...semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan
Allah," (Roma 2:23). Kita tahu bahwa dosa telah merusak seluruh aspek kehidupan
manusia dan dosa itu mendatangkan murka dan hukuman Allah atas manusia, "Sebab upah
dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan
kita." (Roma 6:23).
Dari peristiwa kematian Yesus di salib untuk menyelamatkan kita dari hukuman dosa, maka
marilah kita maknai kematian Yesus melalui beberapa hal berikut yang Nampak dalam
kehidupan kita setiap hari antara lain:
Pertama: Dosa malas harus dimatikan, dihilangkan dari setiap pemikiran dan sikap kita
sebagai orang percaya
Kedua; Dosa melawan kehendak Allah (keinginan dunia yang diutamakan dan bukan
keinginan rohani yang diutamakan)
Ketiga; Dosa mementingkan diri sendiri atau egoism, tidak peduli dengan orang lain; dan
masih banyak dosa-dosa kita yang tidak dapat disebutkan harus dimatikan atau diakhiri
dalam pergumulan kita sebagai orang percaya.
Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita melalui firmanNya. A M I N !
MATIUS 27 : 57-61
YESUS DIKUBURKAN
Saudara-saudaraku terkasih! Kata-kata ‘mayat Yesus’ yang tertulis pada ayat 58; dan seluruh
proses penguburanNya (ay 59-60) menunjukkan bahwa Yesus betul-betul sudah mati. Ini
penting supaya orang tidak menganggap bahwa pada hari yang ke 3 nanti Yesus hanya sekedar
sembuh dari luka-lukaNya, ataupun bangun dari pingsanNya, tetapi betul-betul bangkit dari
antara orang mati!
Saudara-saudaraku terkasih! Dalam tradisi Romawi, orang yang sudah mati disalibkan
dibiarkan saja pada kayu salib, sampai membusuk atau dimakan burung / binatang buas. Tetapi
orang Yahudi mempunyai peraturan dalam Taurat mereka yaitu dalam Ul 21:22-23 yang
mengharuskan untuk menguburkan mayat seperti itu pada hari itu juga. Jadi, yang dilakukan oleh
Yusuf dari Arimatea ini adalah suatu ketaatan terhadap firman Tuhan! Dalam firman saat ini,
menunjukkan kepada kita dua tokoh yang sangat berarti bagi orang percaya.
Yang pertama adalah Yesus sebagai tokoh yang mengalami secara langsung yaitu Ia mati di atas
kayu salib. Yesus yang sudah mati, Ia tidak mengalami perlakuan yang sama dengan dua penjahat
atau semua penjahat yang mati tergantung di kayu salib di golgota. Para penjahat dipatahkan
kakinya sedangkan Yesus tidak dipatahkan kakiNya tetapi dikuburkan secara layak oleh Yusuf dari
Arimetea. Makna dari Yesus dikuburkan bagi kita sebagai orang parcaya adalah untuk meyakinkan
kita bahwa Yesus benar-benar mati, dan kemudian bangkit pada hari yang ketiga. Kematian Yesus
menunjukkan kepada kita bahwa seseorang dapat mengalami kematian; cara dan waktunya pun
berbeda-beda. Yang mesti kita ingat adalah sesuai dengan Ulangan 21: 22-23 bahwa setiap orang
yang sudah meninggal harus dikuburkan secara layak.
Yang kedua; tokoh Yusuf Arimetea; yusuf tidak takut menghadapi kenyataan yang terjadi pada
dirinya. Ia menghadap Pilatus untuk meminta agar mayat Yesus diberikan kepadanya agar ia
menguburkannya. Hal itu disetujui oleh Pilatus dan Yusuf pun memberi kain kafan dan kemudian
menguburkan mayat Yesus secara layak di tanah yang miliknya. Saudara-saudaraku; kita sebaiknya
manyadari bahwa tubuh manusia diciptakan dari tanah dan pada akirnya akan kembali ke tanah.
Karena itu sebagai manusia yang percaya kita sebaiknya bersikap seperti Yusuf Arimatea yang
berkorban untuk orang lain termasuk mengurus orang yang sudah meninggal agar dikuburkan
secara layak.
Sauadar-saudaraku; marilah kita berusaha untuk menjalani setiap proses kehidupan secara
layak sesuai keikhlasan kita bagi orang lain karena mereka juga adalah sama di hadapan Tuhan.
Jangan kita seperti orang-orang tertentu yang meributkan sesosok mayat hanya untuk
mempertahankan harga dirinya; sebagai anak tertua, sebagai keluarga terhormat, atau orang
memiliki bnyak harta dan sebagainya. Marilah kita seperti Yusuf Arimatea sehingga mau berkorban
bagi orang walau hanya sudah menjadi mayat.
Peristiwa kematian Kristus di kayu salib menjadi puncak kesukaan besar bagi seluruh
pemimpin Yahudi: Imam Besar, ahli Taurat, orang-orang Farisi, orang-orang Saduki, dan
bahkan rakyat kebanyakan. Itulah sebabnya begitu mereka mendengar kabar tentang
kebangkitan Kristus mereka pun kelabakan dan mencari cara bagaimana supaya berita
tersebut tidak sampai menyebar kemana-mana. Mereka pun memberi sejumlah uang
kepada para prajurit agar mau tutup mulut: "Dan sesudah berunding dengan tua-tua,
mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-
serdadu itu dan berkata: 'Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-
malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur.'" (Matius 28:12-13). Namun meski
demikian, kabar kebangkitan Kristus tetap tersiar ke mana-mana. Uang tutup mulut tidak
mampu membeli 'kebenaran' bahwa Kristus benar-benar telah bangkit.
Kebangkitan Kristus ini sebagai penegasan bahwa Ia adalah kehidupan, di dalam Dia ada
kehidupan. Kehidupan yang bukan hanya sekedar hidup, melainkan kehidupan kekal.
Karena Kristus telah bangkit maka setiap orang percaya kepada-Nya juga akan mengalami
kebangkitan. "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan
hidup walaupun ia sudah mati," (Yohanes 11:25). Sangat disayangkan! Tidak semua orang
mau percaya kepada Kristus, bahkan mereka tetap menganggap bahwa Kristus itu tak lebih
dari manusia biasa, bukan Tuhan! Kini, semua pilihan dan keputusan ada di tangan kita
masing-masing: mau beroleh kehidupan yang kekal atau mengalami kebinasaan kekal.
Kristus sudah menegaskan: "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak
melalui Aku." (Yohanes 14:6b).
Saudara-saudaraku terkasih! Kadang dalam kehidupan kita sebagai orang percaya tanpa
disadarai ataupun secara sadar kita bisa bersikap seperti para imam, ahli taurat yang tidak
mau kehidupan sesorang maju atau lebih baik dari kita. Jika orang yang kita tidak suka lebih
baik dari kita, kita akan mencari cara untuk mencekal ataupun menghambat kehidupannya.
Kita bisa menyebarkan gosip yang tidak benar tentang dirinya agar dia kalah dari kita.
Marilah kita menyadari bahwa sesuatu yang baik sekalipun dihambat ia akan tetap nampak
dan malah semakin berkaembang. Kebangkitan Kristus sekalipun ditutup-tutupi oleh imam-
imam besar, ahli aaurat, orang-orang farisi, dan orang-orang Saduki, tetapi kebangkitan
Kristus tetap tersiar sampai hari ini.
Saat-saat lain ketika kita alami keterpurukan dalam hidup, kegagalan, janganlah kita putus
asa, tetapi marilah kita tetap berjuang untuk bangkit dan tetap berharap kepada Kristus
Penebus kita.
Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita melalui firmanNya. A M I N !
Baptisan Anak:
I Petrus 3:17-22
Secara historis, nats yang baru saja kita dengar dan baca tadi, merupakan bagian dari surat pertama dari
Rasul Petrus kepada orang-orang pendatang yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil, dan Bitinia,
yang telah menjadi jemaat-jemaat kristen (1:1-2). Dalam surat Petrus yang pertama ini, bila kita menelaah tema-
tema yang diberikan pada pasal-per-pasalnya, kita bisa menemukan dua tema pokok yang selalu Petrus angkat, yaitu
Kasih dan Hidup Orang Kristen. Setiap pasal dalam surat Petrus yang pertama ini, selalu terpusat atau terkait dengan
Bacaan kita pada hari ini, termasuk di dalam tema yang kedua yaitu Hidup Orang Kristen. Di sini, bila kita
membaca dari ayat 13-22, Petrus sedang memberi pesan dan nasehat kepada pembacanya mengenai pentingnya
menjaga perbuatan baik, dalam kondisi apapun, susah ataupun senang (13-17). Walau seringkali berbuat baik itu
membawa penderitaan, orang percaya dihimbau untuk tidak takut dan gentar, dan selalu siap untuk
Yang menjadi nats renungan bagi kita di malam yang berbahagia ini, adalah ayat 21 dan 22 dari bacaan
kita. Dalam kedua ayat ini, Petrus menyinggung tentang baptisan, meskipun secara keseluruhan, pembahasannya
tentang baptisan terangkai dalam upaya Petrus menguatkan pembacanya mengenai penderitaan yang harus mereka
hadapi dengan sabar sebagai orang Kristen. Ketika saya mempersiapkan khotbah ini, terus terang, saya sempat
kebingungan untuk memilih ayat renungan yang pas mengenai baptisan. Ada banyak nats firman Tuhan yang
berbicara mengenai baptisan, namun saya akhirnya memilih nats dari surat Petrus ini, karena nats ini berbicara
mengenai suatu hal yang amat penting dalam kaitan dengan baptisan yang kita maknai selama ini, namun sering kita
lupakan atau tidak perhatikan dengan sungguh-sungguh, yaitu HATI NURANI. Hati nurani inilah yang akan
menjadi tema renungan yang saya angkat bagi kita di malam yang berbahagia ini.
Sebagai orang kristen, kita memaknai baptisan sebagai sebuah meterai bahwa kita menjadi kepunyaan
Allah, yang kita sembah lewat Yesus Kristus Juruselamat kita. Baptisan anak kecil, merupakan ikrar iman dari orang
tua di hadapan Allah, bahwa sang anak yang dibaptis, akan dibimbing dan dididik berdasarkan terang firman Allah.
Hal ini juga dapat dimaknai bahwa dengan baptisan, orang tua menyerahkan anaknya demi kemuliaan Allah.
Pertanyaannya yang segera muncul adalah apa hubungan baptisan dengan hati nurani? Sebelum menengok
pada nats bacaan kita, mungkin baik apabila kita memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan hati nurani
ini. Menurut salah seorang guru filsafat moral asal Belanda bernama Kees Bertens, hati nurani dimaknai sebagai
suatu instansi, atau suatu atribut atau bagian dari diri kita, yang mengawasi, menilai, dan mendorong perbuatan kita
secara langsung. Dalam kalimat lain, hati nurani adalah pendorong bagi diri kita untuk berbuat baik, dan sekaligus
juga menjadi pengawas dan pencegah bagi diri kita untuk berbuat tidak baik. Setiap kita manusia pasti memiliki hati
nurani karena hati nurani sudah ada sejak kita lahir. Sebagai contoh, apabila kita hendak melakukan atau
mengatakan sesuatu yang tidak baik terhadap sesama kita, ada bagian tertentu dalam diri kita yang mengatakan
jangan. Sebaliknya, apabila kita melihat sesama kita berada dalam kesusahan atau penderitaan, ada bagian tertentu
dalam diri kita yang mendorong kita untuk membantu. Bagian tertentu itulah yang kita sebut sebagai hati nurani. Ia
melarang kita untuk berbuat sesuatu yang tidak baik, dan juga mendorong kita untuk melakukan perbuatan yang
baik. Ketika kita melihat atau membaca di koran berbagai berita dan peristiwa yang menunjukkan kekejaman
perilaku manusia dewasa ini, sering kita menilai, bahwa orang-orang itu tidak punya hati nurani. Artinya, tidak ada
lagi pengawas perbuatan jahat sekaligus pendorong perbuatan baik dalam diri orang-orang itu.
Ketika seorang anak lahir, hati nuraninya masih kosong, dalam arti tidak ada sesuatu hal yang menjadi
pedoman bagi hati nurani anak itu untuk menilai perbuatan dan tindakannya. Itulah mengapa, seorang anak kecil,
masih belum tahu dalam menentukan mana yang perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Ia belum
tahu mengambil milik temannya tanpa izin itu tidak baik. Ia belum tahu, mengeluarkan kata-kata kotor terhadap
temannya itu tidak baik. Dan ia juga belum tahu, bahwa membaca alkitab dan berdoa adalah perbuatan atau tindakan
yang baik. Dalam kondisi inilah, peran orang tua diperlukan untuk membentuk hati nurani anak tersebut.
Selain mendidik dengan berbagai keterampilan dan pengetahuan, proses pertumbuhan seorang anak
merupakan proses pembentukan dan pendidikan hati nurani. Dalam proses inilah, berbagai ajaran dan didikan dari
orang tua secara tidak sadar akan membentuk hati nurani sang anak, yang kemudian menjadi pedomannya ketika
Jika demikian, apa sesungguhnya kaitan antara baptisan dan hati nurani? Kembali pada nats bacaan kita
tadi, Petrus mengiaskan baptisan sebagai tanda penyelamatan. Pada ayat 20, Petrus mengatakan bahwa pada zaman
Perjanjian Lama, karya penyelamatan Allah terhadap umat manusia ditandai oleh bahtera Nuh. Orang yang percaya
kepada Allah, adalah mereka yang mau naik ke bahtera itu. Mereka akhirnya tidak binasa oleh air bah. Kini, oleh
Rasul Petrus, karya penyelamatan itu dikiaskan dengan baptisan. Apabila seseorang dibaptis, maka ia sesungguhnya
memberi dirinya untuk percaya kepada Allah dan untuk diselamatkan. Petrus kemudian mengatakan, di akhir ayat
21, bahwa baptisan juga merupakan permohonan akan hati nurani yang baik kepada Allah. Dengan demikian, dapat
kita simpulkan, bahwa tanda seseorang itu diselamatkan adalah dimilikinya hati nurani yang baik dari Allah.
Sampai di sini kita memperoleh suatu pemahaman, bahwa sakramen baptisan kudus yang baru saja diterima
oleh anak kekasih kita __________, adalah suatu bentuk permohonan akan hati nurani yang baik. Dewasa ini, lewat
pengamatan langsung maupun lewat media televisi, radio, surat kabar, dan internet, kita sering menyaksikan
peristiwa maupun praktek-praktek kehidupan yang tidak berhati nurani. Terkini, di kalangan anak muda, terjadi
kasus-kasus penikaman dan pembunuhan yang menyedihkan hati. Di kalangan pemerintah dari yang tertinggi
hingga yang terendah terjadi praktek-praktek korupsi. Penyalahgunaan uang rakyat demi kepentingan pribadi dan
kelompok merupakan hal yang lumrah di masyarakat. Orang-orang yang menduduki posisi terhormat di negara ini
ramai-ramai melakukan praktek yang tidak bermoral. Di media televisi kita juga tidak jarang menyaksikan berita
tentang anak yang menghilangkan nyawa orang tuanya, atau juga orang tua yang menghilangkan nyawa anaknya.
Semua peristiwa ini menggambarkan kondisi hati nurani manusia saat ini. Inilah kondisi terkini. Inilah realita
kehidupan yang tengah kita hadapi. Ketumpulan bahkan ketiadaan hati nurani.
Dengan baptisan, sebagai sebuah bentuk penyelamatan sebagaimana yang diartikan oleh Rasul Petrus,
sesungguhnya kita memberi anggota keluarga kita untuk DISELAMATKAN dari dunia yang fana ini. Atau, sesuai
dengan konteks kita saat ini, diselamatkan dari praktek-praktek yang tak berhati nurani seperti yang digambarkan
tadi. Bagaimana bisa diketahui bahwa kita dan anggota keluarga kita itu diselamatkan? Tandanya adalah kita
memiliki hati nurani yang mampu menentukan baik dan buruk berlandaskan firman Allah.
Hati nurani yang baik, tidak muncul dalam sekejab melainkan membutuhkan suatu proses pembentukan
yang panjang selama pertumbuhan seorang anak. Proses pembentukan yang dilakukan oleh orang tua dan keluarga
Dibaptisnya ______, juga menjadi sebuah ikrar atau komitmen dari orang tua dan keluarga bahwa pembentukan hati
nurani dari anak terkasih berlandaskan firman dan kehendak Allah, adalah tanggung jawab yang melekat pada orang
tua dan keluarga selama kehidupan dan pertumbuhannya itu. Sebagai orang-orang yang sudah terlebih dahulu
dibaptis, diselamatkan, dan dibentuk hati nuraninya berdasarkan firman Allah, maka orang tua, keluarga, dan
saudara dari anak terkasih ______, bertanggung jawab akan terbentuknya hati nurani berlandaskan firman Allah
pada ______. Tanpa peran orang tua dan keluarga, hati nurani yang baik dari Allah bagi anak terkasih tidak akan
terbentuk.
Mengakhiri khotbah ini, ada suatu pertanyaan bagi kita semua, khususnya kedua orang tua dan keluarga
dari ______, yang bisa kita pakai untuk merefleksikan makna baptisan sesuai dengan peristiwa berbahagia bagi anak
kekasih kita saat ini. Pertanyaan itu adalah, Apakah kita yang sudah terlebih dahulu dibaptis dan diselamatkan,
masih memiliki hati nurani yang baik dari Allah, ataukah hati nurani kita pun sudah tumpul dan menunjukkan tanda-
tanda yang menyerupai hati nurani dunia ini? Apabila kita memiliki hati nurani yang serupa dengan dunia ini yang
jauh dari terang firman Allah, maka hampir dapat dipastikan bahwa hati nurani yang akan terbentuk pada anak-anak
kita pun akan tidak jauh berbeda. Dalam kondisi hidup di dunia yang sudah sedemikian berubah, dimana hukum dan
tatanan masyarakat tidak bisa diandalkan untuk menentukan yang baik dan yang buruk, maka mengutip Bertens,
“Hati nurani adalah palang pintu terakhir bagi kehidupan moral [dan juga beriman] kita”. Yang terakhir
memutuskan bahwa sesuatu itu baik atau buruk adalah hati nurani kita. Sebagai orang Kristen, hati nurani kitalah
yang akan membedakan kita dengan sisa dunia ini. Dan hati nurani yang baik itu hanya bisa kita dapatkan dari Allah
Ul 6:6-9 – (6) Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, (7) haruslah
engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau
duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila
engkau bangun. (8) Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah
itu menjadi lambang di dahimu, (9) dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan
pada pintu gerbangmu.
Tanpa itu maka jangan heran bahwa kalau anda adalah orang percaya tapi anak-anakmu hidup dalam
kejahatan. Misalnya keluarga Eli (Hofni dan Pinehas). Untuk itu kita bisa melakukannya dengan
beberapa cara :
a. Mendoakan anak-anak
Hal pertama yang dapat kita lakukan adalah dengan mendoakan anak-anak kita. Kita memohon kepada
Tuhan agar kiranya Tuhan mau mengaruniakan anugerah-Nya kepada anak-anak dengan membuat
mereka menjadi percaya kepada Kristus. Orang tua yang baik yang terbeban untuk keselamatan anak-
anaknya adalah orang tua yang mau mendoakan anak-anaknya. Contohnya Agustinus. Mungkin anda
tidak kenal siapa itu Agustinus. Ia adalah seorang bapa gereja yang sangat terkenal (lahir tahun 354).
Selain doa, maka orang tua dan gereja juga harus berusaha memberitakan Injil pada anak-anak. Tentu
berita Injil di sini harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman anak. Orang tua dapat saja
memberikan cerita-cerita Alkitab setiap malam kepada anak sebagai persiapan baginya untuk
mendengar Injil. Demikian juga guru Sekolah Minggu harus mempunyai program penginjilan untuk anak.
Ingat bahwa apa yang ditanamkan pada anak usia dini sangat sukar untuk dihilangkan dari memorinya
sampai masa tuanya.
Selain 2 hal di atas, orang tua dan juga guru Sekolah Minggu harus dapat menunjukkan teladan hidup
yang positif bagi anak. Ini akan menolong anak untuk mudah percaya kepada Injil. Saya semasa kecil
tergolong anak yang suka pergi ke Sekolah Minggu tetapi pada satu saat saya benar-benar berhenti
pergi ke sana.
16 komentar:
1.
Agama2 yang tidak menghalalkan babtisan anak dengan alasan : bahwa pembabtisan harus
didasarkan kesadaran penuh dari yang dibabtis.
Anak kecil apalagi masih bayi, tidak sadar (tidak tau apa2), berarti tidak ada pengakuan dari
sang anak untuk menyerahkan dirinya kepada Tuhan untuk dibabtis.
Jika kita membabtis orang yang tidak mengaku secara pribadi akan Yesus Kristus sebagai
TUHANnya dan menyerahkan dirinya kepada TUHAN, kalau demikian kita dapat membabtis
siapa saja, tampa pengakuan dirinya. contoh : kita dapat membabtis seorang muslim atau
penganut agama Buddha atau Hindu, tampa pengakuan dirinya bahwa dia menerima Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat dia.
???
Balas
2.
Rom 4:11 : Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai meterai kebenaran berdasarkan iman yang
ditunjukkannya, sebelum ia bersunat. Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya
yang tak bersunat, supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka,
Apakah bisa anak umur 8 tahun yang disunat beriman dari diri sendiri? Sama sekali tidak! Tetapi
menolak menyunatkan seorang anak dengan alasan ia belum bisa beriman dari diri sendiri
berarti melawan perintah Allah.
Jelas anak-anak Abraham yang disunat belum bisa mengaku beriman seperti Abraham sendiri
tetapi itu tidak berarti bahwa semua orang (kafir sekalipun) bisa ikut disunat sebagai tanda
meterai kebenaran. Kita tahu bahwa anak2 itu disunat atas dasar iman Abraham sehingga itu
menutup kemungkinan bagi bangsa2 lain untuk disunat dengan pengertian yang sama tanpa ada
hubungan apapun dengan Abraham. Demikian juga anak2 yang dibaptis, mereka dibaptiskan
atas dasar iman orang tua mereka. Kita tidak bisa jadikan itu alasan untuk membaptis semua
orang (agama apa saja). Karena kalau semua yang tidak beriman itu dibaptis, atas dasar
apakah? Penyunatan anak2 Israel atas dasar iman Abraham. Pembaptisan anak2 kecil atas dasar
iman orang tua mereka. Tetapi pembaptisan orang2 kafir/agama lain, atas dasar apa?
Balas
3.
4.
Saya setuju dengan landasan teologi tentang baptisan anak, sebab iman orang tuanya lah yang
membawanya untuk dibaptis. Oleh karena itu tanggung jawab orang tua untuk menjadikan
anaknya bertumbuh sesuai dengan imannya.
Btw, mohon ijin untuk posting tulisan ini di blog saya. Terima kasih
BAPTISAN ANAK, : TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DAN GEREJA
Dalam kebaktian pagi ini akan diadakan juga baptisan bagi seorang anak dan karena itu maka ini
adalah kesempatan untuk belajar Firman Tuhan tentang baptisan anak-anak. Hal ini penting
mengingat bahwa ada kontroversi di kalangan Kristen tentang masalah baptisan anak-anak ini.
Gereja-gereja Protestan dan juga gereja Katholik menerima praktek baptisan anak sedangkan gereja-
gereja Pentakosta-Kharismatik menolak praktek baptisan anak ini (bahkan GKIN sendiri tidak
menerima praktek baptisan anak) dengan argumentasi bahwa tidak ada dasar di dalam Alkitab
tentang baptisan anak-anak. Ini akhirnya bermuara pada upaya-upaya untuk melakukan baptisan
ulang dengan cara selam. Mereka yang menolak praktek baptisan anak biasanya melakukan upacara
penyerahan anak. Dasar yang mereka pakai adalah Mat 19:13-15.
Mat 19:13-15 – (13) Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan
tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-
orang itu. (14) Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi
mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga."
(15) Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ.
Menurut saya ini adalah dasar yang salah. Ayat ini bersifat deskriptif bukan didaktis. Ayat ini hanya
menceritakan Yesus memberkati anak-anak saat itu dan tidak menyuruh gereja untuk membuat hal
itu menjadi sebuah upacara khusus. Saya menerima praktek baptisan anak dan percaya bahwa
praktek tersebut mempunyai landasan Alkitab yang dapat dipertanggungjawabkan. Saya tahu ada
banyak orang menerima praktek baptisan anak tetapi sayangnya dasar yang mereka pakai adalah
salah. Ada yang mendasarkan baptisan anak pada Mat 19:13-15. Apa urusannya itu dengan baptisan?
Gereja Katolik mengajarkan bahwa anak-anak dari keluarga Kristen harus dibaptis karena kalau
sampai mereka mati pada masa anak-anak dan tidak sempat dibaptis maka mereka akan masuk
neraka. Katolik memang mengajarkan bahwa anak-anak yang tidak sempat dibaptis (baik anak-anak
dari orang Kristen maupun orang kafir) akan masuk ke neraka. Itulah sebabnya dalam sejarah
Katolik, pernah diadakan baptisan bagi seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya. Itu
berarti baptisan menentukan selamat/tidak dan ini ajaran sesat “Salvation by works” (selamat
karena berbuat baik). Ingat bahwa masalah baptisan tidak ada sangkut pautnya dengan selamat atau
tidak. Setiap ajaran yang menjadikan baptisan menjadi syarat selamat adalah ajaran sesat. Karena itu
kita akan mempelajari tentang masalah baptisan anak ini. Ada 3 hal yang akan kita pelajari :
Landasan teologis bagi baptisan anak tidaklah didasarkan pada adanya ayat yang secara eksplisit
memerintahkan baptisan anak. Orang-orang anti baptisan anak selalu bertanya : “Mana ada perintah
di Alkitab untuk membaptis anak?” Saya menjawab : “Mana ada larangan di Alkitab untuk membaptis
anak?” Jadi memang yang menjadi dasar baptisan anak itu bukannya ada perintah eksplisit
melainkan pada sebuah teologia yang namanya “Covenant Theology” atau Teologia Perjanjian. Apa itu
Teologia Perjanjian? Marilah perhatikan Gal 3:13-14.
Gal 3:13-14 - “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk
karena kita, sebab ada tertulis : “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” Yesus Kristus
telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh
iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu”
Pertanyaan pertama yang patut kita ajukan setelah membaca ayat ini adalah “apa itu berkat
Abraham?” Atau “apa isi berkat Abraham itu?” Hal ini penting karena demi sampainya berkat itu
kepada bangsa-bangsa lain (kita) Yesus Kristus bersedia menjadi kutuk di atas kayu salib. Yesus
Kristus rela mati demi berkat itu. Mari perhatikan lagi Galatia 3:26 dan 29 :
Gal 3 :26, 29 – (26) “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus.
(29) Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan
berhak menerima janji Allah.
Di sini kita bisa melihat bahwa ketika kita percaya pada Yesus Kristus, secara rohani kita juga adalah
keturunan Abraham dan dengan demikian kita berhak untuk menerima janji Allah itu. Janji apa itu?
Itulah janji yang ada di dalam berkat Abraham. Sekarang marilah kita melihat isi dari janji itu dan
dengan demikian kita harus kembali kepada kitab Kejadian pasal 17 di mana Allah mengadakan
perjanjian dengan Abraham.
Kej 17 :7 - “Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-
temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu”.
Jadi rupanya berkat Abraham yang juga diterima oleh kita yang percaya kepada Kristus Yesus yang
olehnya Yesus rela menjadi kutuk di atas salib adalah sebuah berkat rohani yaitu agar Allah menjadi
Allah Abraham dan Allah keturunannya. Yesus rela menjadi kutuk di atas kayu salib agar Allah dapat
menjadi Allah bagi Abraham dan keturunannya termasuk kita yang adalah keturunan Abraham
secara rohani.
Selanjutnya untuk meneguhkan janji itu Allah memberikan suatu ordinasi yang harus dilakukan oleh
Abraham dan keturunannya yakni ordinasi sunat.
Kej 17:10 - “Inilah perjanjian-Ku yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta
keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat.”
Sunat di sini adalah lambang dari perjanjian rohani itu serta materai kebenaran berdasarkan iman.
Roma 4:11 - “Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai materai kebenaran berdasarkan iman yang
ditunjukkannya, sebelum ia bersunat…”
Jika sunat ini adalah materai kebenaran berdasarkan iman, maka setiap orang yang disunat
dimasukkan atau terhisap ke dalam perjanjian kekal ini atas dasar iman. Lalu kapankah seorang
keturunan Abraham disunat ?
Kej 17:12 - Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu,
turun-temurun: baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang
asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu.
Tadi dalam Rom 4 :11 dikatakan bahwa sunat itu diterima sebagai ‘ materai kebenaran berdasarkan
iman’. Nah, kalau seorang anak disunat saat berumur 8 hari, maka iman siapa yang dipakai di dalam
praktek sunat itu ? Iman anak itu sendirikah atau iman orang tuanya (Abraham) ? Sudah pasti iman
orang tuanya (Abraham). Jadi yang disunat ini adalah bayi yang belum mengerti apa-apa tentang
masalah iman dan belum bisa beriman dari dirinya sendiri. Kalau begitu mengapa ia perlu disunat?
Sebab itu adalah perintah Allah ! Menolak menyunatkan seorang anak hanya karena ia belum bisa
beriman adalah melawan perintah Allah.Ingatlah bahwa Musa pernah mau dibunuh oleh Tuhan
karena lalai menyunatkan anaknya.
Kel 4:24-26 – (24) Tetapi di tengah jalan, di suatu tempat bermalam, TUHAN bertemu dengan Musa dan
berikhtiar untuk membunuhnya. (25) Lalu Zipora mengambil pisau batu, dipotongnya kulit khatan
anaknya, kemudian disentuhnya dengan kulit itu kaki Musa sambil berkata: "Sesungguhnya engkau
pengantin darah bagiku." (26) Lalu TUHAN membiarkan Musa. "Pengantin darah," kata Zipora waktu
itu, karena mengingat sunat itu.
Jadi sunat itu adalah tanda perjanjian berdasarkan iman yang dilakukan pada keturunan Abraham
secara jasmani pada saat mereka masih berumur 8 hari (belum bisa beriman dari diri sendiri).
Satu hal yang harus ditambahkan adalah bahwa Perjanjian yang ditandai dengan sunat ini bersifat
kekal.
Kej 17:13 - Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat;
maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal.
Anehnya adalah di dalam PB ada begitu banyak ayat Alkitab yang menganggap sunat tidak lagi
penting dan mempunyai arti bagi seorang Kristen.
1 Kor 7:19 - Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-
hukum Allah.
Gal 5:2,6,15 – (2) Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu,
Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu. (6) - Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus
Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh
kasih. (15) - Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah
yang ada artinya.
Mengapa demikian ? Karena tanda sunat tersebut telah diganti (atau adalah type) dengan baptisan.
Ini berlaku setelah Yesus mati dan bangkit.
Kol 2:11-12 – (11) Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia,
tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, (12)
karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga
oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.
Gal 3:27, 29 – (27) Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. (29)
Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak
menerima janji Allah.
Louis Berkhof – Pada zaman PB, baptisan oleh otoritas ilahi menggantikan sunat sebagai lambang dan
meterai pentahbisan dari perjanjian anugerah. Alkitab dengan tegas menekankan bahwa sunat sudah
tidak bisa lagi berfungsi sebagai lambang dan meterai pentahbisan….Jika baptisan tidak
menggantikan kedudukan sunat, maka PB tidak memiliki ritual pentahbisan. Tetapi jelas bahwa
Kristus menggantikan sunat itu dengan baptisan, Mat 28:19-20; Mark 16:15-16. Baptisan sesuai
dengan sunat dalam pengertian spiritual. (Teologi Sistematika 5, hal. 155-156).
Sekalipun tanda sunat itu telah digantikan dengan baptisan, namun perlu diingat bahwa perjanjian
yang ditandai itu bersifat kekal. Dengan demikian kita dapat melihat kedudukan baptisan anak-anak
dalam kerangka perjanjian Allah itu. Jika dalam sunat seorang bayi berumur delapan hari yang belum
bisa beriman dari dirinya sendiri boleh dan bahkan harus disunat, maka seorang anak yang belum
bisa beriman dari dirinya sendiri boleh bahkan harus dibaptiskan? Jika dalam sunat seorang anak
yang belum bisa beriman dari dirinya sendiri dapat disunat dan masuk ke dalam perjanjian kekal itu
atas dasar kepercayaan Abraham, maka dalam baptisan seorang anak yang belum bisa beriman dari
dirinya sendiri dimasukkan dalam keluarga Allah atas dasar kepercayaan orang tuanya. Ini adalah
landasan teologis bagi baptisan anak-anak.
Kita telah melihat dasar yang kuat tentang praktek baptisan anak-anak dari sudut pandang
perjanjian anugerah yang bersifat kekal, namun demikian kita perlu melihat juga beberapa
keberatan dari pihak Kharismatik-Pentakosta yang menolak baptisan anak-anak. Secara umum ada 2
keberatan yang mereka pegang yakni :
a. Tidak ada perintah untuk membaptiskan anak-anak dan juga tidak ada bukti atau contoh dalam
Alkitab di mana anak-anak dibaptiskan.
Memang Alkitab tidak pernah memerintahkan kita secara eksplisit untuk membaptiskan anak-anak.
Tetapi di dalam Alkitab juga tidak ada satu kata pun yang dapat ditafsirkan sebagai larangan untuk
membaptis anak-anak. Oleh karena itu maka ketiadaan perintah untuk membaptis anak-anak itu
tidak dapat merupakan bukti bahwa baptisan anak-anak adalah sesuatu yang tidak sah bahkan
merupakan sebuah kejahatan. Ingat bahwa kalau sesuatu tidak dicatat bukan berarti bahwa sesuatu
itu dilarang. Contoh, pada perjamuan terakhir antara Yesus dan murid-murid-Nya tidak ada satu
orang perempuan pun di yang mengikuti acara itu. Apakah itu berarti bahwa kaum perempuan
dilarang mengikuti Perjamuan Kudus? Sering penganut paham baptisan selam menuntut bukti
eksplisit atau perintah langsung untuk baptisan anak-anak. Menurut mereka jika tidak ada perintah
semacam itu maka baptisan anak-anak adalah sesuatu yang “ilegal”. Saya kira mereka lupa bahwa
tidak pernah ada perintah langsung dari Alkitab untuk merubah hari sabat menjadi hari minggu di
mana umat Kristiani berbakti. Kalau memang mereka konsisten dengan pandangan mereka,
seharusnya mereka juga menolak beribadah pada hari minggu. Tetapi pada kenyataannya hal itu
tidak dipersoalkan sama sekali.
b. Alkitab selalu menekankan pertobatan dan iman atau kepercayaan sebagai syarat baptisan.
John Wesley Brill : “Dalam Perjanjian Baru perkataan bertobat selalu mendahului perkataan baptisan
(Mat 3:2,36; Kis 2:37-41; 8:12; 18:8; 19:4). Hal itu menyatakan bahwa kanak-kanak tidak layak untuk
dibaptiskan sebab mereka belum percaya.” (Dasar Yang Teguh, hal. 278).
Fu Xie : “Untuk dibaptis, seorang harus bertobat, percaya kepada Yesus dan atas kehendak sendiri
memberikan dirinya untuk dibaptis. Seorang bayi tentunya belum bisa bertobat, ataupun percaya
kepada Yesus, apalagi memberikan dirinya untuk dibaptis.”
Memang benar bahwa di dalam Alkitab kepercayaan dan pertobatan selalu mendahului baptisan.
Tapi yang harus dipikirkan adalah ketika Alkitab membicarakan hal itu kepada siapakah perintah
atau syarat itu ditujukan? Yang terpenting bukan hanya ada syarat tetapi juga syarat untuk siapa?
Kalau kita teliti maka seluruh bagian Alkitab yang membicarakan hal ini ternyata diberikan kepada
orang-orang dewasa yang sama sekali belum percaya kepada Kristus baik mereka maupun orang tua
mereka. Dalam Kis 2:38 Petrus memberikan syarat itu kepada orang-orang Yahudi yang belum
percaya kepada Yesus yang menurut Petrus merekalah yang telah membunuh Yesus (Kis 2:23). Rasul
Paulus perlu beriman dan percaya kepada Yesus sebelum dibaptis sebab ia bukan hanya tidak
percaya pada Yesus sebelumnya tetapi juga sangat membenci dan menganiaya Yesus (Kis 8:1-3;9:5).
Sida-sida dari Etiopia perlu beriman dan percaya sebelum dibaptis sebab ia tidak tahu apa-apa
tentang Yesus. Kornelius perlu percaya kepada Yesus sebelum dibaptis karena ia justru bukan orang
Israel. Kepala penjara Filipi perlu percaya sebelum dibaptis karena ia tidak memiliki pengenalan
sama sekali tentang Yesus sebelumnya, dll. Jadi kita dapat melihat bahwa syarat itu diberikan kepada
orang dewasa (yang sudah bisa beriman dan percaya dari dirinya sendiri) dan orang-orang yang
tidak memiliki latar belakang kepercayaan kepada Kristus baik secara pribadi maupun orang tua
mereka. Jadi seharusnya syarat ini tidak diterapkan kepada seorang anak. Bagaimana mungkin
sebuah syarat yang bukan untuk anak-anak diterapkan pada anak-anak dan ketika anak-anak tidak
memenuhi syarat tersebut lalu kita berkesimpulan bahwa mereka tidak boleh dibaptis.
Mengapa Alkitab tidak mempunyai contoh yang eksplisit tentang baptisan terhadap anak-anak orang
percaya? Sebab yang dicatat Alkitab adalah periode pertama dari kekristenan. Pada saat itu belum
ada orang yang telah percaya (orang Kristen) sehingga anak-anak mereka dibaptiskan. Seandainya
ada pastilah ada anak-anak mereka yang dibaptis. Apa yang diceritakan Alkitab adalah periode
pertama dari kekristenan. Dan selanjutnya yang terjadi dalam periode-periode berikutnya tidak lagi
diceritakan oleh Alkitab. Dengan demikian kita tidak bisa memakai catatan sebuah periode sebagai
standar dan patokan bagi periode-periode berikutnya.
William Barclay - “Baptisan saat itu adalah untuk orang dewasa. Tidak dikatakan, bahwa Perjanjian
Baru menentang baptisan anak-anak, tetapi baptisan anak-anak ada karena adanya keluarga Kristen,
dan sering terjadi bahwa di kebanyakan tempat pekerjaan Paulus belum ada keluarga Kristen.
Seorang datang kepada Kristus secara individual pada jemaat yang mula-mula, bahkan ia
meninggalkan keluarganya”. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari – Roma, hal. 128)
Scheunemann - “Kalau dalam abad pertama titik berat baptisan adalah sebagai baptisan pertobatan
dalam konteks misi, maka dengan timbulnya generasi kedua dan ketiga dalam jemaat Kristen,
baptisan kanak-kanak dari keluarga Kristen makin mendapat tempat dan berjalan sejajar dengan
baptisan pertobatan di daerah dan dalam situasi-kondisi misi”. (Apa Kata Alkitab Tentang Baptisan, hal.
20)
Kita sudah melihat landasan Alkitab bagi baptisan anak. Jelas bahwa seorang anak dibaptis atas dasar
iman dari orang tuanya. Hal ini sama sekali tidak berarti bahwa dosa anak-anak ditanggung orang tua
sampai ia ditahbis sidi. Ini juga tidak berarti bahwa anak-anak itu pasti selamat. Prinsip secara umum
tetap berlaku yakni yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi yang bisa
masuk ke surga. Kalau tidak maka akan pergi ke neraka.
Yoh 3:16 - Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya
yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal.
Itu berarti bahwa anak-anak yang telah dibaptis itu masih ada kemungkinan masuk neraka kalau
mereka tidak percaya kepada Yesus. Untuk itu maka tanggung jawab orang tua dan gereja adalah
menuntun anak-anak yang telah dibaptis itu sampai kepada iman yang sejati kepada Kristus.
Niftrik dan Boland : “Bila kita membaptiskan kanak-kanak, haruslah kita saling menginsafkan bahwa
orang tua dan jemaat seluruhnya benar-benar bertanggungjawab atas janjinya untuk mendidik anak-
anak yang dibaptiskan itu sesuai dengan kehendak Tuhan, dengan mengantar anak-anak mereka
kepada Tuhan Yesus yang mau menyertai dan memberkati anak-anak itu.” (Hal. 453)
Ul 6:6-9 – (6) Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, (7)
haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya
apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau
berbaring dan apabila engkau bangun. (8) Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada
tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, (9) dan haruslah engkau menuliskannya
pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.
Tanpa itu maka jangan heran bahwa kalau anda adalah orang percaya tapi anak-anakmu hidup dalam
kejahatan. Misalnya keluarga Eli (Hofni dan Pinehas). Untuk itu kita bisa melakukannya dengan
beberapa cara :
a. Mendoakan anak-anak
Hal pertama yang dapat kita lakukan adalah dengan mendoakan anak-anak kita. Kita memohon
kepada Tuhan agar kiranya Tuhan mau mengaruniakan anugerah-Nya kepada anak-anak dengan
membuat mereka menjadi percaya kepada Kristus. Orang tua yang baik yang terbeban untuk
keselamatan anak-anaknya adalah orang tua yang mau mendoakan anak-anaknya. Contohnya
Agustinus. Mungkin anda tidak kenal siapa itu Agustinus. Ia adalah seorang bapa gereja yang sangat
terkenal (lahir tahun 354).
Dr. Albert H. Freundt, Jr.: Mungkin Agustinus adalah orang yang paling berpengaruh dalam gereja mula-
mula, nomor dua hanya di bawah rasul Paulus. Sekalipun pengaruhnya di Timur adalah sangat kecil,
tetapi ia menjadi Bapa Gereja Barat yang terbesar - ‘History of Early Christianity’, hal 55.
Philip Schaff : Agustinus, ... adalah seorang genius dalam filsafat dan theologia ... suatu hati yang penuh
dengan kasih kristen dan kerendahan hati - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 997.
Ayahnya seorang kafir tetapi ibunya adalah seorang Kristen yang taat. Ibunya sangat merindukan
agar Agustinus menjadi seorang Kristen. Ia tak henti-hentinya menasihati Agustinus dan
menyuruhnya membaca Alkitab tapi semuanya tak digubris. Malah Agustinus terlibat dalam berbagai
kejahatan seperti mencuri, dll. Di usia 18 tahun ia meninggalkan kekristenan dan menganut aliran
sesat Manichaeism. Di kemudian hari ia menganut Platonism, juga pernah menjadi seorang skeptik.
Sejak kecil Agustinus punya masalah dengan keinginan seksnya yang tidak terkendali. Ia mempunyai
seorang selir (hidup bersama selama 12 tahun) yang melahirkan seorang anak laki-laki baginya
(bernama Deodatus), padahal saat itu Agustinus belum berusia 18 tahun. Ia lalu meninggalkan
selirnya itu dan bertunangan dengan seorang gadis muda tetapi sambil menjalin hubungan gelap
dengan perempuan lain lagi. Ia sama sekali tidak bisa mengendalikan nafsu seksnya. Ia pindah ke
Milan dan pada waktu sendirian di dalam taman, ia mendengar suara, mungkin dari anak tetangga,
yang berkata: “TOLLE, LEGE” (= take up, read / ambillah, bacalah). Ia lalu mengambil Kitab Suci dan ia
mengambilnya dan membukanya pada Roma 13:13-14, yang berbunyi sebagai berikut: “Marilah kita
hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam
percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus
Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan
keinginannya”. Ini menyebabkan ia bertobat pada tahun 385 / 386 M, dan akhirnya ia dan anaknya
lalu dibaptis oleh Ambrose pada Minggu Paskah tahun 387 M.
Perjalanan Agustinus sungguh panjang dan berliku tapi sebenarnya ada seorang perempuan yang
setiap hari berdoa selama 20 tahun untuk pertobatannya. Perempuan itu adalah Monika ibunya.
Contoh lain adalah John Wesley dan Charles Wesley. John terkenal sebagai seorang pemimpin /
pendiri gereja Methodist dan juga seorang teolog sedangkan Charles adalah seorang musikus gereja
yang sangat handal yang menciptakan ribuan lagu gereja (lebih dari 6000) yang masih kita nyanyikan
sampai sekarang seperti “Angin Ribut Menyerang” (KJ 30), “Mungkinkah Akupun Serta” (KJ 31), “Kau
Yang Lama Dinantikan” (KJ 76), “Gita Sorga Bergema” (KJ 99), “Beribu Lidah Patutlah” (KJ 294),
“Kristus Bangkit Soraklah” (KJ 188), dll. Di balik kesuksesan 2 orang ini, ada seorang ibu yang begitu
setia mendoakan mereka. Ia adalah Susanna Wesley. Susanna selalu mendoakan anak-anaknya satu
per satu setiap malam sebelum anak-anaknya tidur.
Pengalaman telah membuktikan bahwa ada begitu banyak anak menjadi percaya dan berguna bagi
Tuhan karena doa yang setia dari orang tuanya terutama ibunya. Setialah berdoa untuk anak-anak
saudara dan suatu saat nanti ketika saudara mungkin sudah di surga, anak-anakmu akan menyanyi :
“Di doaku namaku disebut….di doa ibuku dengar ada namaku disebut”. Guru-guru Sekolah Minggu
pun harus bisa mendoakan anak-anak Sekolah Minggunya agar mereka bisa percaya kepada Kristus.
Selain doa, maka orang tua dan gereja juga harus berusaha memberitakan Injil pada anak-anak.
Tentu berita Injil di sini harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman anak. Orang tua dapat saja
memberikan cerita-cerita Alkitab setiap malam kepada anak sebagai persiapan baginya untuk
mendengar Injil. Demikian juga guru Sekolah Minggu harus mempunyai program penginjilan untuk
anak. Ingat bahwa apa yang ditanamkan pada anak usia dini sangat sukar untuk dihilangkan dari
memorinya sampai masa tuanya.
Selain 2 hal di atas, orang tua dan juga guru Sekolah Minggu harus dapat menunjukkan teladan hidup
yang positif bagi anak. Ini akan menolong anak untuk mudah percaya kepada Injil. Saya semasa kecil
tergolong anak yang suka pergi ke Sekolah Minggu tetapi pada satu saat saya benar-benar berhenti
pergi ke sana. Mengapa? Karena pada satu kesempatan saya menyaksikan sendiri bagaimana seorang
guru Sekolah Minggu yang sementara mengajar kami tentang Alkitab, karena dikejutkan oleh seorang
rekannya langsung berteriak dan memaki temannya itu dengan kata ”Anjing!” Sejak itu saya sama
sekali tidak tertarik lagi untuk pergi ke Sekolah Minggu dengan pemikiran bahwa guru Sekolah
Minggu itu mengjari kami untuk tidak memaki tetapi dia sendiri ternyata memaki. Ini menunjukkan
bahwa keteladanan begitu penting diperlukan bagi seorang anak. Adalah percuma bagi seorang anak
jika ia diajarkan Injil oleh orang tuanya tetapi ia tidak melihat teladan hidup dari orang tuanya. Atau
sebaliknya ia melihat hal-hal yang negatif dalam kehidupan keluarga seperti pertengkaran orang tua,
kata-kata kotor, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dll. Ingat bahwa apa yang dilihat anak pada
masa kecil akan sukar dilupakannya hingga ia dewasa. Karena itu hai para orang tua, jadilah teladan
bagi anak-anakmu di dalam rumah tanggamu. Jikalau kita sudah melakukan semuanya itu dengan
setia maka biarkan urusan selanjutnya ada di dalam tangan Tuhan. Yang terpenting adalah kita
dengan maksimal telah melakukan tanggung jawab kita sebagai orang tua Kristen.
- AMIN -
mampir14 April 2011 02.36
Agama2 yang tidak menghalalkan babtisan anak dengan alasan : bahwa pembabtisan harus
didasarkan kesadaran penuh dari yang dibabtis.
Anak kecil apalagi masih bayi, tidak sadar (tidak tau apa2), berarti tidak ada pengakuan dari sang
anak untuk menyerahkan dirinya kepada Tuhan untuk dibabtis.
Jika kita membabtis orang yang tidak mengaku secara pribadi akan Yesus Kristus sebagai TUHANnya
dan menyerahkan dirinya kepada TUHAN, kalau demikian kita dapat membabtis siapa saja, tampa
pengakuan dirinya. contoh : kita dapat membabtis seorang muslim atau penganut agama Buddha
atau Hindu, tampa pengakuan dirinya bahwa dia menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat
dia.
1.
Rom 4:11 : Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai meterai kebenaran berdasarkan iman yang
ditunjukkannya, sebelum ia bersunat. Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang
tak bersunat, supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka,
Apakah bisa anak umur 8 tahun yang disunat beriman dari diri sendiri? Sama sekali tidak! Tetapi
menolak menyunatkan seorang anak dengan alasan ia belum bisa beriman dari diri sendiri berarti
melawan perintah Allah.
Jelas anak-anak Abraham yang disunat belum bisa mengaku beriman seperti Abraham sendiri tetapi
itu tidak berarti bahwa semua orang (kafir sekalipun) bisa ikut disunat sebagai tanda meterai
kebenaran. Kita tahu bahwa anak2 itu disunat atas dasar iman Abraham sehingga itu menutup
kemungkinan bagi bangsa2 lain untuk disunat dengan pengertian yang sama tanpa ada hubungan
apapun dengan Abraham. Demikian juga anak2 yang dibaptis, mereka dibaptiskan atas dasar iman
orang tua mereka. Kita tidak bisa jadikan itu alasan untuk membaptis semua orang (agama apa saja).
Karena kalau semua yang tidak beriman itu dibaptis, atas dasar apakah? Penyunatan anak2 Israel
atas dasar iman Abraham. Pembaptisan anak2 kecil atas dasar iman orang tua mereka. Tetapi
pembaptisan orang2 kafir/agama lain, atas dasar apa?
Balas
2.
menurut saya:
juga kamu sekarang diselamatkan oleh KIASANNYA, yaitu baptisan — maksudnya bukan untuk
membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk MEMOHONKAN hati nurani yang baik kepada
Allah — oleh kebangkitan Yesus Kristus, I Petrus 3:21
baptis bkn spya slmt tpi kiasan dan memohonkan hati nurani yang baik kpda Allah ,spx anak yang
dibaptis sejathera
Balas
3.
bukankah yesua disunat pada umur 8 hari dan dibaptis pada usia dewasa? itu artinya sunat dan
dibaptis adalah dua hal yang berbeda?mohon dijawab
Balas
Apabila cara pemahamannya adalah spt itu , maka hal2 lain pun akan muda masuk (sebab BISA DI
JELASKAN), .. justru mungkin akan sangat berbahaya bagi iman Kristen . Tidak tertulis , tetapi
dilakukan ,...bukankah jauh lebih masuk akal : Karena tertulis , maka lakukan . Yesus seharusnya
menyuruh Membaptiskan anak2 yg datang pdNya. Tetapi ternyata Tidak . Maaf Pak PDT,
penjelasannya masih lemah. Namun yang paling utama , kita saling DOA saja ,supaya kita sama2 kuat
di dalam Dia ,Yesus Tuhan kita .Dia Sendirilah yg akan menyempurnakan segala2nya, termasuk
pengetahuan kita semua yg belum sempurna . GBU
Balas
RENUNGAN SYUKURAN DUKA KEL. FINIT – BUAN
WAHYU 21 : 4
DAN Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak aka nada lagi;
tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis atau dukacita, sebab segala seuatu yang
lama itu telah berlalu.
II Korintus 5 : 1
Karena kami tahu, jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah
menyediakan suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.
YESAYA 40:31
Tuhan memanggil mereka karena mereka sangat berharga di mata Tuhan. Dan Tuhan tidak
ingin mereka mengalami penderitaan yang dapat membuat keadaan hati bersih mereka
menjadi kotor karena dosa.
Ada sebuah ilustrasi menarik. Setelah ditanam dalam beberapa lubang kecil oleh seorang petani,
ketiga biji jagung terlibat percakapan yang seru. Berkatalah biji jagung yang pertama dengan gagah
berani, “Aku akan berjuang untuk tumbuh secepatnya, selanjutnya menyatakan bahwa aku
dibutuhkan dan pasti berguna untuk tuanku yang telah menempatkan aku di sini.”
Biji jagung itu pun secepatnya bertumbuh, mengeluarkan akar dan daunnya mulai menembusi
permukaan tanah. Namun, beberapa hari kemudian seekor ayam milik petani memakan jagung
pertama yang baru tumbuh itu hingga habis.
Biji jagung kedua juga tidak mau kalah. Ia berkata, “Aku juga akan segera tumbuh biar tuanku
secepatnya menikmati bagaimana enaknya memakan jagung itu.” Biji jagung kedua terus
bertumbuh dan menghasilkan jagung yang menyenangkan tuannya.
Sementara biji jagung ketiga berpendirian lain. Ia berkata, “Aku akan berjuang untuk tetap tinggal
di sini dan bertahan. Aku tidak mau bertumbuh dan harus menghadapi nasib sial dimakan ayam
atau dipanen manusia.”
Pada suatu kesempatan ayam kembali mengais-ngais di bawah pohon jagung yang telah berisi. Di
sana ayam itu mendapatkan sebiji jagung ketiga yang masih utuh. Dalam tempo sekejap saja biji
jagung yang masih utuh itu langsung ditelan ayam itu.
Pesannya jelas bagi kita semua, bahwa semuanya akan mati dengan pelbagai cara. Tetapi, ada
kematian yang sia-sia, ada pula kematian yang dikenang banyak orang karena telah sangat berjasa
bagi keselamatan dan kebahagiaan bagi banyak orang. Pilihlah kematian yang tidak sia-sia, seperti
kisah jagung kedua tadi. Itulah sebenarnya cahaya dan realitas hidup Yesus Kristus.
Allah sebenarnya menghendaki agar hidup setiap manusia itu bermanfaat dan produktif, terutama
bagi yang lain. Hidup yang demikian tidak mungkin terwujud tanpa orang berani menjalani proses
dan ambil risiko terburuk sekalipun. Karena dalam hidup ini sebenarnya entah besar atau pun kecil
selalu ada risiko yang harus dibayar. Orang bilang, “tidak ada cinta sejati tanpa ada pengorbanan”;
“Tidak ada kesuksesan tanpa ada penderitaan”.
Bagi Yesus, tiada kebangkitan tanpa kematian di salib. Yesus tahu bahwa itulah kenyataan,
kebenaran, dan kehendak Allah sendiri. Piala yang seperti itu tidak akan berlalu, tetapi harus
diminum oleh Yesus. Di situlah terkadang terjadi ketegangan.
Mengapa? Karena dalam praktik hidup sering muncul adanya suatu pertentangan antara keakuan
diri dan kehendak Allah. Aku inginnya praktis cepat bila perlu tanpa usaha, tak mau repot, dan
tanpa risiko.
Yesus bersedia menanggung segala penderitaan dengan mati di kayu salib yang hina, kemudian
jatuh ke dalam tanah seperti biji gandum yang bersedia ditanam, namun kemudian tumbuh untuk
menghasilkan gandum yang berkelimpahan dan manusia dapat menikmati dari panenan gandum
yang berkelimpahan, yang tadinya hanya satu biji gandum.
Keselamatan dan buah-buah kehidupan telah dihasilkan berkat kematian Kristus. Mengapa Kristus
mau mati? Yesus mau memberitahukan bahwa kematian-Nya akan memberikan dampak yang
besar, yaitu multifikasi diri-Nya yakni pelipatgandaan diri-Nya dalam wujud orang-orang yang
mengikut diri-Nya atau murid-murid-Nya.
Yesus harus menyerahkan hidup-Nya bagi kita, supaya Dia dapat menjadi lebih banyak. Dengan
tubuh manusianya, Dia tidak hadir di segala tempat, tetapi dengan kematian dan kebangkitan-Nya
memberikan suatu pengharapan akan datangnya penghibur yang dijanjikan yaitu Roh Kudus-Nya
yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Dia tinggal dan berkarya dalam setiap orang yang
percaya kepada-Nya.
Akhirnya, selamat menyangkal dan memikul salib! Seperti Yesus sendiri katakan dan jalani,
“Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia akan tetap satu biji saja,
tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.”
1. Wahyu 21 : 4
2. 2 Korintus 5 : 1