Manusia dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu mereka yang “akan dan sedang binasa” dan mereka yang
“akan dan sedang diselamatkan”. Setiap orang digolongkan sesuai dengan kepercayaannya. Bagi Paulus,
Injil itu adalah “kekuatan Allah”, karena Injil membuktikan kuasa Allah untuk mengalahkan kuasa dosa
serta memperbarui manusia yang percaya (band. Rom. 1:16).
Jika Tuhan bisa menggunakan mereka untuk melakukan hal-hal luar biasa, maka tentunya Dia
juga bisa menggunakan diriku dan dirimu untuk melakukan hal-hal luar biasa. Jangan pernah
merasa terlalu kecil, terlalu bodoh, terlalu lemah, atau pun terlalu muda. Tuhan kita adalah
Tuhan yang hebat dalam menggunakan hal-hal yang tak terpandang oleh dunia untuk melakukan
hal-hal besar bagi kemuliaan nama-Nya.
Penutup:
1. jgn memandang rendah diri kita/jgn mengecilkan diri krn kita berharga dimata T’, kita
sudah dipilih T’/diperlengkpi u/ melakukan hal2 yg besar.
2. Ingatlah bukan krn hebat kita, T’memilih kita. T’ pilih kita supaya kita menjadi org yg
hebat
Ayat 19-20:
Paulus mengutip Yesaya 29:14 untuk menunjukkan bahwa sejak zaman Perjanjian Lama hikmat Allah selalu
bertentangan dengan hikmat manusia. Manusia selalu beruusaha mencari keselamatan melalui hikmatnya
sendiri atau melalui hukum Taurat, karena Allah menyediakan jalan keselamatan yang mereka anggap tidak
masuk akal dan dianggap bodoh, yaitu iman kepada Tuhan Yesus yang disalibkan. Oleh karena cara
keselamatan seperti itu tidak masuk akal, maka kebanyakan manusia menganggapnya tidak berguna,
sehingga mereka selalu mencari keselamatan itu melalui usahanya sendiri.
Ayat 21:
Manusia tidak dapat mencari Allah dengan hikmatnya sendiri; sebaliknya Allah bersedia menyatakan diri-
Nya kepada manusia, walaupun dengan cara yang tidak terduga, yaitu dalam “kebodohan pemberitaan
Injil”. Pemberitaan itu dianggap sebagai suatu “kebodohan” karena selalu menekankan bahwa kristus harus
menderita, bahkan mati agar manusia diselamatkan. Hanya mereka yang bersedia percaya kepada
“kebodohan” itulah yang akan diselamatkan.
Ayat 22-23:
“Tanda” dan “Hikmat” merupakan ciri khas dari dua macam kebudayaan utama yang terdapat dalam jemaat
Korintus. “Menghendaki Tanda” adalah cirri khas orang Yahudi yang selalu bettindak berdasarkan fakta atau
realita, bukan berdasarkan pemikiran atau teori saja. Sejak zaman Perjanjian Lama orang Israel selalu
meminta tanda dari Allah, sebagai bukti dari kehadiran dan penyertaanNya. Demikian juga mereka selalu
meminta tanda dan mujizat dari Tuhan Yesus, sebagai bukti bahwa Ia adalah Mesias yang sejati (band. Yoh.
6:30). Mereka menilai kematian Yesus sebagai suatu kegagalan besar, sebab tidak sesuai dengan harapan
mereka tentang seorang Mesias yang agung dan mulia. Namun anehnya, mereka juga tidak percaya pada
tanda Kristus yang terbesar, yaitu kebangkitanNya. Hal ini semakin menunjukkan bahwa mereka kurang
mengerti tentang begitu banyak nubutan tentang penderitaan Mesias yang terdapat dalam Perjanjian Lama
(lih. Yes. 53, Mzm. 22).
“Mencari hikmat” adalah cirri orang Yunani yang selalu menekankan bahwa kebenaran hanya dapat
diperoleh melalui filsafat dan logika atau dengan memakai otak dan pikiran manusia sendiri. Bagi mereka,
Injil dan salib Kristus adalah kebodohan, karena tidak masuk akal bahwa seorang yang sudah mati dapat
menyelamatkan orang lain. Sehingga bagi kedua golongan kebudayaan besar itu, Injil merupakan berita
yang sulit untuk diterima dan harus ditolak.
Ayat 24-25:
Orang yang “dipanggil” adalah mereka yang telah menerima dan percaya kepada Injil sehingga sudah
menjadi orang-orang yang sudah menjawab panggilan Allah. Orang-orang yang demikian dapat mengerti
bahwa salib Kristus merupakan “kekuatan Allah” dan “hikmat Allah” untuk mengalahkan kuasa dosa dan
maut. Dan merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan manusia. Oleh karena itu, walaupun
kelihatan “bodoh” dan “lemah” dipandang dari sudut duniawi, rencana Allah melalui salib itu melebihi segala
hikmat dan kekuatan manusia.
Teologi Paulus tentang salib mencapai puncaknya pada satu ungkapan penuh kemenangan dalam sebuah
paradoks yang agung. Apa yang sepintas tampak yang bodoh dari Allah masih lebih besar hikmatnya
dibanding kebesaran hikmat manusia. Apa yang tampak sepintas yang lemah dari Allah masih jauh lebih
kuat dibanding segala kekuatan manusia. Bnenarlah apa yang diungkapkan oleh Ayub, “Pada Allahlah
hikmat dan kekuatan.” (Ayub 12:13).
3. Menjadi
Refleksi
Sangat sulit untuk menjelaskan kuasa salib Kristus kepada orang yang belum percaya. Tetapi bila kita
melihat salib itu melalui kacamata rohani, barulah kita mulai mengerti sepenuhnya hikmat yang terkandung
di dalamnya.
Rasul Paulus menjelaskan bahwa pemberitaan tentang salib adalah kebodohan bagi dunia, tetapi bagi kita
yang berada di dalam Kristus, pemberitaan itu adalah hikmat Allah. Jadi pada dasarnya, hikmat Allah
menyatakan betapa terbaliknya pemikiran dunia!
Dunia berpikir bahwa mereka penuh hikmat, dan menurut mereka, orang-orang Kristen hanya menyia-
nyiakan waktu untuk pergi ke gereja dan membicarakan tentang “cara mendapatkan keselamatan”. Padahal
itulah kebenaran yang akan membawa orang-orang yang terhilang ke dalam suatu hubungan yang
menyelamatkan mereka.
Seandainya keselamatan bergantung pada kita, mungkin kita akan melakukan berbagai usaha untuk
meraihnya. Itu yang diajarkan ajaran lain di bumi ini. Mereka menganggap amal dan perbuatan baik adalah
alat untuk mendapatkan keselamatan. Padahal bagi Bapa perbuatan baik sebanyak apapun tidak akan
cukup untuk membayar hutang dosa kita. Itulah sebabnya Ia sendiri yang bertindak dengan melakukan
sesuatu yang hanya Dia yang bisa dan tahu bahwa itu diperlukan untuk menyelamatkan jiwa kita.
Mungkin kita tidak suka mengakuinya, namun sadarilah bahwa Ia tahu apa yang kita butuhkan bahkan
sebelum kita bertanya kepada-Nya. Karena itu, marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yesus yang telah
membereskan masalah ini dan menyediakan apa yang tidak pernah dapat kita capai dengan kekuatan
sendiri. Ya, Tuhan Yesus menyediakan keselamatan, pengampunan, dan hubungan yang kekal dengan Allah,
Bapa di surga. Amin