Anda di halaman 1dari 5

Dokumen Rahasia AS Ungkap Upaya Penggulingan

Sukarno dan PKI


cnnindonesia.com/nasional/20171018101025-32-249164/dokumen-rahasia-as-ungkap-upaya-penggulingan-
sukarno-dan-pki

Arif Hulwan Muzayyin, CNN Indonesia | Rabu, 18/10/2017 17:46 WIB

Presiden Soekarno dan periwara tinggi AD Soeharto saat berbincang, pada 1966. Kedua
pihak disebut terlibat perseteruan kekuasaan melalui perstiwa 1965. (Foto: AFP PHOTO /
PANASIA)

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Amerika Serikat disebut mengetahui rangkaian


upaya Angkatan Darat (AD) untuk menghancurkan Partai Komunis negara (PKI) dan
menggulingkan Sukarno mulai tahun 1965. Pengungkapan itu didasarkan oleh rangkaian
kawat diplomatik kedutaan Besar AS di Jakarta.

Sebanyak 39 dokumen dengan total 30 ribu halaman tentang AD dan PKI itu
dipublikasikan oleh lembaga non-profit National Security Archive (NSA), lembaga
National Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National Archives and
Records Administration (NARA), dalam situs nsarchive.gwu.edu, 17 Oktober.

Rangkaian dokumen yang berbentuk catatan harian dari tahun 1964-1968 itu
menyebutkan, di antaranya, tentang upaya AD untuk menyingkirkan Sukarno dan
menghancurkan gerakan kiri di Indonesia, eskekusi terhadap pemimpin PKI, serta
keterlibatan pejabat Amerika dalam mendukung upaya AD itu.

1/5
Disebutkan, upaya penjatuhan Sukarno itu tak lepas dari pendekatan AD kepada
sejumlah kedutaan besar negara-negara Barat. Hal itu dilakukan untuk melihat
kemungkinan kesuksesan gerakan tersebut.

"Menurut pejabat di Kedutaan Besar Jerman, AD Indonesia saat ini sedang


mempertimbangkan kemungkinan untuk menjatuhkan Sukarno," seperti tertulis
dalam dokumen telegram Kedubes AS di Jakarta kepada Menteri Luar Negeri, tanggal 12
Oktober 1965.

Telegram dari Kedutaan AS di Jakarta pada 12 Oktober 1965. (Screenshot via


nsarchive2.gwu.edu)

Kepada Kedubes Jerman, seorang utusan AD menyatakan, itu belum menjadi sebuah
keputusan. Jika sudah, hal tersebut akan dilakukan dengan "gerakan yang tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan Sukarno akan digantikan oleh kombinasi junta milter dan sipil."

Utusan tersebut juga mengindikasikan bahwa AD berharap simpati dan bantuan ekonomi
dari negara-negara Barat jika mereka menggulingkan Sukarno. Bentuknya, "makanan
dan persediaan-persediaan yang memungkinkan lainnya, ketimbang bantuan keuangan."

Dokumen yang sama menyebut, Sukarno pernah memaki AD karena disodori dokumen
yang memperlihatkan keterlibatan PKI dalam peristiwa 30 September. Dokumen itu
sendiri enggan dibaca olehnya. "Para jenderal AD pergi dengan rasa frustasi mendalam."

Laporan terpisah dari Kedubes Australia menyebutkan, pendekatan itu dilakukan oleh
perwira AD Nasution.

2/5
Gerakan untuk menggalang dukungan untuk menjatuhkan Sukarno ini juga dilakukan
mantan Menetri Keuangan Sjarifuddin Prawiranegara kepada mantan pejabat USAID
Edwin L. Fox. Sjarifuddin mulanya mengapresiasi upaya Amerika untuk menyingkirkan
komunisme di Vietnam dan memberikan demokrasi.

Nama Adnan A. Bujung Nasution yang disebut dalam dokumen tanggal 23 Oktober
1965 (Screenshot via nsarchive2.gwu.edu)

"Begitu pula Indonesia. Jika rakyat bebas untuk memilih, mereka akan memilih sebuah
pemerintahan yang lebih demokratis, ketimbang pemerintahan totaliter saat ini,
'demokrasi terpimpin', yang memerintah negara dengan segala penyalahgunaan,
eksperimen dan petualangan yang tidak bertanggungjawab di bawah slogan 'vivere
pericoloso' (hidup penuh bahaya)," tulis surat bertanggal 5 Agustus 1965 itu.

Sementara itu, Sutarto, asisten khusus Roeslan Abdulgani, mengatakan, gejolak anti-PKI
sudah merebak di Medan dan Makassar, sementara Jawa Tengah sedang berada dalam
situasi yang kacau. Aksi-aksi anti-PKI ini digerakan oleh AD dan muslim anti-PKI.

"Dia bagus, orang kuat," kata Sutarto, mengomentari tentang Soeharto, yang ketika itu
merupakan perwira AD yang tergabung dalam gerakan tersebut, seperti tercantum dalam
dokumen bertanggal 18 Oktober 1965.

3/5
Letkol Untung saat tiba di pengadilan militer untuk diadili atas dugaan keterlibatan
dalam Gerakan 30 September. (Foto: AFP PHOTO)

Dalam catatan perbincangan (Memorandum of Conversation) dengan Wakil Sekretaris


Kedubes AS Robert G. Rich Jr. yang dilakukan pada 15 dan 19 Oktober 1965, mendiang
Adnan Buyung Nasution, saat masih menjabat asisten Jaksa Agung, disebut-sebut
memiliki kontak dengan pimpinan AD dan berbicara tentang kelanjutan upaya
pemberantasan komunis di jakarta.

"Nasuiton berkata bahwa AD sudah mengeksekusi banyak komunis, namun fakta ini
harus benar-benar dijaga," tulis dokumen tersebut.

Kedubes AS pun mengetahui adanya pembantaian anggota PKI oleh "Ansor" di sejumlah
wilayah di jawa Timur. Misionaris yang baru kembali dari Kediri, Jawa Timur, pada 21
November 1965, melihat 25 mayat di sungai. Misionaris Mojokerto melaporkan melihat
29 mayat di sungai.

"Dia mendengar pembantaian terbesar terjadi di Tulungagung, dimana 1.500 komunis


dibunuh," tulis telegram Kedubes AS tanggal 24 November 1965. Pembantaian terhadap
PKI juga berlanjut di perbatasan Surabaya. Korban yang cedera pun menolak untuk
kembali ke rumahnya.

4/5
(Screenshot via nsarchive2.gwu.edu)

"Dilaporkan juga bahwa pembantaian di Jawa Timur ini berkorelasi dengan Perang Suci:
pembunuhan kafir memberi jaminan tiket ke surga dan lebih menjamin jika darah korban
diusapkan ke wajah," seperti tertulis dalam dokumen itu juga.

Pengungkapan dokumen lama itu sendiri merupakan respons atas meningkatnya minat
masyarakat terhadap dokumen yang tersisa mengenai pembunuhan massal tahun 1965-
1966 yang ada di AS.

Dokumen itu juga menyinggung hubungan AS-Indonesia, upaya Inggris dalam


pembentukan Malaysia, dan perluasan operasi rahasia AS yang bertujuan memicu
bentrokan antara Angkatan Darat dan PKI.

Selama ini, kisah tentang seputar peristiwa 1965 dinilai didominasi oleh narasi
tunggal karya Orde Baru. Bahwa, Gerakan 30 September dilakukan oleh PKI demi
merebut kekuasaan. Para jenderal AD pun dibunuhi. Dan Soeharto, yang kemudian
menjadi Presiden, tampil sebagai penyelamat.

CNNIndonesia.com menghubungi Kapuspen TNI Mayjen Wuryanto dan Kadispen TNI


AD Brigjen lfret Denny Tuejeh, terkait dengan pemberitaan itu namun keduanya belum
merespons.

5/5

Anda mungkin juga menyukai