Presiden Soekarno dan periwara tinggi AD Soeharto saat berbincang, pada 1966. Kedua
pihak disebut terlibat perseteruan kekuasaan melalui perstiwa 1965. (Foto: AFP PHOTO /
PANASIA)
Sebanyak 39 dokumen dengan total 30 ribu halaman tentang AD dan PKI itu
dipublikasikan oleh lembaga non-profit National Security Archive (NSA), lembaga
National Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National Archives and
Records Administration (NARA), dalam situs nsarchive.gwu.edu, 17 Oktober.
Rangkaian dokumen yang berbentuk catatan harian dari tahun 1964-1968 itu
menyebutkan, di antaranya, tentang upaya AD untuk menyingkirkan Sukarno dan
menghancurkan gerakan kiri di Indonesia, eskekusi terhadap pemimpin PKI, serta
keterlibatan pejabat Amerika dalam mendukung upaya AD itu.
1/5
Disebutkan, upaya penjatuhan Sukarno itu tak lepas dari pendekatan AD kepada
sejumlah kedutaan besar negara-negara Barat. Hal itu dilakukan untuk melihat
kemungkinan kesuksesan gerakan tersebut.
Kepada Kedubes Jerman, seorang utusan AD menyatakan, itu belum menjadi sebuah
keputusan. Jika sudah, hal tersebut akan dilakukan dengan "gerakan yang tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan Sukarno akan digantikan oleh kombinasi junta milter dan sipil."
Utusan tersebut juga mengindikasikan bahwa AD berharap simpati dan bantuan ekonomi
dari negara-negara Barat jika mereka menggulingkan Sukarno. Bentuknya, "makanan
dan persediaan-persediaan yang memungkinkan lainnya, ketimbang bantuan keuangan."
Dokumen yang sama menyebut, Sukarno pernah memaki AD karena disodori dokumen
yang memperlihatkan keterlibatan PKI dalam peristiwa 30 September. Dokumen itu
sendiri enggan dibaca olehnya. "Para jenderal AD pergi dengan rasa frustasi mendalam."
Laporan terpisah dari Kedubes Australia menyebutkan, pendekatan itu dilakukan oleh
perwira AD Nasution.
2/5
Gerakan untuk menggalang dukungan untuk menjatuhkan Sukarno ini juga dilakukan
mantan Menetri Keuangan Sjarifuddin Prawiranegara kepada mantan pejabat USAID
Edwin L. Fox. Sjarifuddin mulanya mengapresiasi upaya Amerika untuk menyingkirkan
komunisme di Vietnam dan memberikan demokrasi.
Nama Adnan A. Bujung Nasution yang disebut dalam dokumen tanggal 23 Oktober
1965 (Screenshot via nsarchive2.gwu.edu)
"Begitu pula Indonesia. Jika rakyat bebas untuk memilih, mereka akan memilih sebuah
pemerintahan yang lebih demokratis, ketimbang pemerintahan totaliter saat ini,
'demokrasi terpimpin', yang memerintah negara dengan segala penyalahgunaan,
eksperimen dan petualangan yang tidak bertanggungjawab di bawah slogan 'vivere
pericoloso' (hidup penuh bahaya)," tulis surat bertanggal 5 Agustus 1965 itu.
Sementara itu, Sutarto, asisten khusus Roeslan Abdulgani, mengatakan, gejolak anti-PKI
sudah merebak di Medan dan Makassar, sementara Jawa Tengah sedang berada dalam
situasi yang kacau. Aksi-aksi anti-PKI ini digerakan oleh AD dan muslim anti-PKI.
"Dia bagus, orang kuat," kata Sutarto, mengomentari tentang Soeharto, yang ketika itu
merupakan perwira AD yang tergabung dalam gerakan tersebut, seperti tercantum dalam
dokumen bertanggal 18 Oktober 1965.
3/5
Letkol Untung saat tiba di pengadilan militer untuk diadili atas dugaan keterlibatan
dalam Gerakan 30 September. (Foto: AFP PHOTO)
"Nasuiton berkata bahwa AD sudah mengeksekusi banyak komunis, namun fakta ini
harus benar-benar dijaga," tulis dokumen tersebut.
Kedubes AS pun mengetahui adanya pembantaian anggota PKI oleh "Ansor" di sejumlah
wilayah di jawa Timur. Misionaris yang baru kembali dari Kediri, Jawa Timur, pada 21
November 1965, melihat 25 mayat di sungai. Misionaris Mojokerto melaporkan melihat
29 mayat di sungai.
4/5
(Screenshot via nsarchive2.gwu.edu)
"Dilaporkan juga bahwa pembantaian di Jawa Timur ini berkorelasi dengan Perang Suci:
pembunuhan kafir memberi jaminan tiket ke surga dan lebih menjamin jika darah korban
diusapkan ke wajah," seperti tertulis dalam dokumen itu juga.
Pengungkapan dokumen lama itu sendiri merupakan respons atas meningkatnya minat
masyarakat terhadap dokumen yang tersisa mengenai pembunuhan massal tahun 1965-
1966 yang ada di AS.
Selama ini, kisah tentang seputar peristiwa 1965 dinilai didominasi oleh narasi
tunggal karya Orde Baru. Bahwa, Gerakan 30 September dilakukan oleh PKI demi
merebut kekuasaan. Para jenderal AD pun dibunuhi. Dan Soeharto, yang kemudian
menjadi Presiden, tampil sebagai penyelamat.
5/5