Anda di halaman 1dari 48

REKAPITULASI KEGIATAN K3 DIDALAM KONSTRUKSI

DAN SOP PT. BRANTAS ABIPRAYA (PERSERO).


1. Rekapitulasi didalam SOP Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi (KPK).
Secara komunikasi PT. Brantas Abipraya sendiri membagi dua cara, yaitu dengan
cara membangun komunikasi secara internal dan secara external.
Komunikasi secara internal sendiri PT. Brantas Abipraya melakukan dengan cara seperti :
a) Safety Talk yang dilakukan secara periodik serta mengikuti form Lampiran 8.1 serta
safety talk dilakukan sebelum pekerjaan dimulai secara kurang lebih selama 15 menit,
dan materi didalam safety talk diharapkan selalu dilakukan bervariasi misal : Hari
Pertama berisikan tentang pentingnya penggunaan APD serta hari ke 2 tentang peraturan
K3L dan seterusnya seperti itu serta safety talk tersebut hari diikuti seluruh pekerja dan
team manajemen proyek.
b) Toolbox Meeting diikuti oleh pelaksana/QC, Team HSE dan pelaksana HSE Inspector
kontraktor serta mandor/kepala tukang menggunakan Form Lampiran 8.2, juga saat
toolbox meeting dilakukan pembahasan didalam toolbox meeting tersebut harus terkait
bahaya/dampak terkait K3L yang mungkin dan dapat timbul dari pelaksanaan suatu
pekerjaan serta tindakan pencegahaannya yang dimana hal tersebut berkaitan dengan
pengamanan peralatan kerja, keselamatan tenaga kerja, proses kerja dan hasil produk
serta mengamankan/menempatakan material yang dapat mencemari lingkungan dengan
aman, juga dimana materia didalam Toolbox Meeting tersebut juga harus
mengacu/mengikuti HIRAC & JSA yang telah dibuat.
c) Dilakukannya Rapat P2K3 secara rutin oleh pengurus yang bertanggung jawab dikantor
pusat/proyek, juga agenda rapat P2K3 tersebut akan mendiskusikan isu K3L,Kecelakan
kerja, kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman didalam proyek, dan hasil dari diskusi
P2K3 tersebut dibuat notulen dengan menggunakan Form Lampiran 8.3.
d) Dilakukan peninjaun dari K3L setiap satu bulan sekali dan jika perlu melibatkan mitra
kerja yang berisikan agenda yang telah dibahas seperti :
i) Hasil identifikasi bahaya dan bagaimana pencapaian penanganan dari identifikasi
bahaya tersebut
ii) Isu yang berkembang terkait SMK3L
iii) Peraturan perundangan dan persyaratan terkait SMK3L
iv) Kecelakan yang baru terjadi (bila ada)
v) Informasi Umum tentang K3L yang berhubungan dengan kegiatan Prosedur
nomor 2-000-57-07/05 tentang Inspeksi K3L.
e) Memberikan Papan Pengumuman seperti :
i) Statistik performa K3L
ii) Site Plan dan
iii) Kegiatan K3L
f) Menyiapkan Poster/Spanduk terkait masalah informasi tentang SMK3L melalui gambar
ataupun melalui banner tulisan.
g) Intranet/Portal Abipraya digunakan sebagai alat komunikasi terkait SMK3L
Sedangkan Secara External PT.Brantas Abipraya sendiri melakukan komunikasi seperti :
a) Melaporkan kegiatan P2K3 kepada pihak disnaker setiap 3 bulan, pelaporan sendiri
mengacu pada peraturan nomor 2-000-57-01/11 tentang SMK3L.
b) Melaporkan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja kepada pihak disnaker dan
jamsostek dalam 2x24 Jam setelah kejadian, laporan ini sendiri juga mengacu pada
prosedur nomor 2-000-57-08/04 tentang investigasi kecelakan kerja.
c) Wajib melakukan pelaporan ketenagakerjaan kepada pihak disnaker.
d) Mendaftarkan nomor penting atau emergency call seperti :
a. Rumah Sakit Rujukan terdekat.
b. Dinas pemadam kebakaran terdekat.
c. Polisi.
d. Pln dan lain-lain.
e) Adanya partisipasi dari Stakeholder, karena diperlukannya partisipasi aktif stakeholder
melalui cara dilihat dalam kegiatan :
a. Pertemuan K3L (safety talk,toolbox meeting, meeting P2K3, dll) serta hasil dari
diskusi P2K3 tersebut dibuat notulen dengan menggunakan Form Lampiran 8.3
b. Melakukan identifikasi bahaya dan aspek lingkungan serta pengaman sejalan
dengan persyaratan penilaian resiko.
c. Terlibat didalam proses investigasi kecelakan, insiden keamanan dan ketidak
sesuaian lainnya.
d. Memberikan masukan baik secara lisan maupuun tulisan untuk peningkatan
kinerja K3L.
f) Konsultasi dilakukan seperti adanya perubahan-perubahan yang berdampak pada K3L
diharuskan selalu berkonsultasi kepada pihak QHSE department/unit bisnis/proyek
sebelum perubahan tersebut diimplementasikan, serta konsultasi tersebut dapat dilakukan
dalam lingkup internal maupun external perusahaan, serta proses konsultasi tersebut juga
dapat dilakukan seperti pertemuan K3L atau bentuk diskusi lainnya. Dapat juga dilakukan
melalui media elektronik email, serta konsultasi ini dilakukan ketika adanya perubahan-
perubahan pada, organisasi kerja,tempat kerja atau hal-hal baru, modifikasi peralatan dan
perlengkapan kerja, infrastruktur, teknologi,proses atau prosedur cara-cara kerja,
persyaratan legal dan kode etik.
2. Rekapitulasi didalam SOP Alat Pelindung Diri dan Alat Pengaman Kerja.
Tujuan dari Prosedur tersebut untuk memastikan Alat Pelindung Diri (APD) dan Alat
Pelindung Kerja (APK) yang sesuai untuk melindungi pekerja dari bahaya pekerjaan yang
menyebabkan cidera, sakit bahkan kematian, Prosedur tersebut berlaku di semua unit
bisnis ataupun proyek.
Acuan prosedur sendiri mengacu kepada Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja,Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 8 tahun
2010 dan International Standardization for Organization (ISO) 45001:2018 tentang sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
Didalam Standar Operasi Prosedur ini sendiri terdapat ketentuan umum seperti :
1) Pemilihan
a) APD sendiri dipilih berdasarkan :
i) Apakah APD tersebut dapat memberikan perlindungan yang cukup terhadap
bahaya-bahaya yang dihadapi pekerja.
ii) APD harus seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa tidak nyaman.
iii) Tidak mudah rusak
iv) Suku cadangnya mudah didapat
v) Harus berstandar SNI
vi) Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakai.
b) Petugas yang menentukan jenis APD adalah SQM/HSE Inspector
c) SQM/HSE Inspector berkoordinasi dengan Site Manager/Pelaksana Utama dalam
menentukan dan memilih APK yang digunakan dan disesuaikan dengan resiko dan
potensi bahaya dari pekerjaan yang dilakukan.
d) Divisi HSE membuat laporan bulanan APK yang terpasang dengan menggunakan
form lampiran 8.4.
2) Permintaan/Penyediaan
a) SQM/HSE Inspector harus menentukan jumlah APD yang diperlukan sesuai jumlah
rencana tenaga kerja.
b) Pekerja meminta APD terlebih dahulu harus menandatangi surat perjanjian dan
menjalani safety induction terlebih dahulu.
c) Pada kasus permintaan pergantian APD yang rusak, APD yang rusak tersebut harus
dikembalikan.
d) SQM/HSE Inspector menyediakan APK yang diperlukan.
e) Penyediaan APK diawal harus dengan kondisi baru dan sesuai standar yang berlaku.
f) APK dipasang oleh tenaga yang sudah berkompeten dan terlatih serta harus dilakukan
pengetesan atau percobaan alat.
3) Pelatihan
a) HSE Inspector harus memberikan pelatihan untuk penggunaan APD kepada semua
pekerja dengan materi seperti :
i) Manfaat dari APD yang disediakan dengan potensi bahaya yang ada.
ii) Menjelaskan bahaya potensi dan akibat yang akan diterima oleh pekerja yang
tidak menggunakan APD.
iii) Cara penyimpanan,pemeliharaan dan perawatan yang tepat.
iv) Pemeriksaan untuk mengetahui kelayakan APD.
b) Praktek latihan bagaimana penggunaan APD
c) Latihan harus didokumentasikan sesuai ketentuan.
4) Penggunaan
a) Pekerja wajib mengguanakan APD yang telah disediakan oleh perusahaan.
b) Pemeliharaan dan penyimpanaan APD dilakukan oleh masing-masing
karyawan/pekerja.
c) Pekerja atau kontraktor wajib menggunakan APD saat memasuki area kerja yang
telah ditentukan dan disyaratkan oleh perusahaan/proyek.
d) Tamu yang mengunjungi lokasi kerja diwajibkan menggunakan APD yang disediakan
oleh perusahaan/proyek.
e) APD sendiri tidak wajib digunakan pada lokasi,kantor,kantin,rumah ibadah,poliklinik
atau lokasi yang telah ditetapkan.
f) Penggunaan APK harus disesuaikan dengan laju pelaksanaan pekerjaan dilapangan.
5) Inspeksi dan pemeliharaan
a) APD maupun APK harus dilakukan inspeksi atau pemeliharaan dengan seksama.
b) Sebelum dan setelah APD/APK digunakan harus diperiksa apakah ada kerusakan
sesuai Lampiran 8.3
c) Bila terdeteksi adanya kerusakan pada APD, alat tersebut harus ditarik dari pengunaan
sampai dilakukan perbaikan atau digantikan.
6) Pergantian/ Perbaikan
a) APD harus diganti selama APD itu dinyatakan tidak bisa dipakai.
b) Pengunaan APD yang rusak tidak dikenakan biaya, Penggatian akan dikenakan biaya
apabila APD pekerja rusak dengan sengaja atau hilang.
c) Pada kasus hilang, pekerja yang bersangkutan akan dikenakan biaya dengan
pemotongan gaji sebesar 100% dari harga.
d) Perbaikan APK dilakukan berdasarkan hasil inspeksi saat perbaikan peralatan tersebut
ijin kerja di lokasi yang sama tidak dikeluarkan sampai dengan pekerjaan perbaikan
selesai.
7) Jenis-jenis APK
a) Perangkat Pencegah jatuh
i) Perangkat pencegah jatuh kolektif dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) Dinding, tembok pembatas atau pagar pengaman memiliki tinggi minimal 95
cm dengan adanya bagian Toprail, Midrail dan Toeboard.
(2) Pagar pengaman/lantai pengaman harus mampu menahan beban minimal 90
Kg.
(3) Celah pagar memiliki jarak vertical maksimal 47 cm.
ii) Perangkat pencegah jatuh perorangan seperti :
(1) Sabuk tubuh ( full body harness )
(2) Tali pembatas gerak ( work restraint )
(3) Tangga podium dilengkap dengan handrail
8) Perangkat penahan Jatuh
a) Perangkat penahan jatuh kolektif dengan ketentuan sebagai berikut :
i) Jarring/bantalan harus disediakan bila tempat kerja berada di ketinggian 7 m (atau
lebih) dari atas tanah, air atau permukaan lain dimana pengunaan anjungan kerja
dengan pagar pengaman atau tangga.
ii) Dipasang secara aman ke semua angkur yang mampu menahaan beban minimal
1500 Kg dan tidak mencederai tenaga kerja yang jatuh.
b) Perangkat penahan jatuh perorangan dengan ketentuan sebagai berikut :
i) Alat bantu harus mempunyai alat pengunci otomatis yang membatasi gerak jatuh
maksimal 1,2 m dengan panjang maksimal 1,8 m
ii) Alat bantu harus menggunakan tali kermantle dengan elastisitas min 5%
3. Rekapitulasi didalam SOP Fit To Work.
Prosedur ini dibuat sebagai pedoman dalam pengelolaan kebugaran karyawan atau pekerja
dan memastikan karyawan/pekerja dalam kondisi fit Ketika bekerja sehingga dapat menekan
angka kecelakaan dan efisiensi aktivitas produksi.
Prosedur ini sendiri mengacu pada standar :
 Standar ISO 45001:2018, klausul 8.1.1 pengendalian operasional
 Standar ISO 14001:2015, klausul 8.1 pengendalian operasional
 Standar ISO 9001:2015, klausul 8.1 perencanaan dan pengendalian operasional
 Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
Didalam Standar Operation Prosedur ini sendiri terdapat ketentuan umum seperti :
1. Persyaratan umum dan wajib lapor
a) Kondisi umum karyawan/pekerja yang boleh melakukan aktivitas/bekerja :
i) Tidak ditemukan tanda-tanda fatigue secara fisik
ii) Tidak sedang mengkonsumsi atau dalam pengaruh obat, alcohol, atau bahan-
bahan lain yang dapat mempengaruhi kesadaran.
iii) Cukup waktu istirahat minimum 6 jam per hari sebelum bekerja.
iv) Dalam kondisi sehat, tidak sedang sakit yang mengakibatkan
dampak letih dan lesu.
b) Karyawan wajib melapor kepada pelaksana/mandor/HSE apabila :
c) Merasakan keletihan (lesu, mengantuk)
d) Setelah mengkonsumsi obat (karena sakit)
e) Sakit
f) Kondisi tidak fit (sakit kepala, mata kabur, dil)
2. Program preventif
a) Pembuatan program fit for work yang akan dilakukan secara berkala dengan atau
tanpa jadwal
b) Keterlibatan program preventif bersifat menyeluruh
c) Pelaporan dalam setiap pelaksanaan program wajib dilakukan yang tertuang dalam
bentuk ringkasan analisa.
d) Program peventif pengelolaan kelelahan antara lain :
i) Tes kadar alcohol
ii) Fatigue monitoring
iii) Cek bugar sehat pekerja
iv) Safety talk
v) Induction
3. Tes kadar alkohol dan sanksi
a) Tes dilakukan secara acak kepada karyawan, hasil dan jadwal pengambilan tes kadar
alkohol dirahasiakan.
b) Ketentuan hasil tes dan sanksi
i) Ditemukan penggunaan alkohol = Terminasi/Pemecatan
ii) Menghindar/tidak bersedia di tes saat dilakukan pengetesan acak kepada
karyawan/pekerja = Pemecatan
4. Fatigue monitoring
a) Fatigue monitoring dilakukan pada saat awal shift, menjelang istirahat, dan jam kerja
indikasi timbulnya kelelahan.
5. Cek bugar sehat/kesiapan bekeria
a) Cek bugar sehat dilakukan oleh HSE/Pelaksana/Klinik proyek untuk memastikan
karyawan dibawah pengawasan dalam kondisi fit untuk bekerja, disesuaikan dengan
jenis pekerjaan
b) Cek bugar sehat dapat dilakukan pada :
i) Sebelum melakukan pekerjaan
ii) Pada saat akan melakukan pekerjaan yang berpotensi risiko bahaya tinggi.
iii) Setelah dilakukan cek bugar sehat dan bila ditemukan atau indikasi adanya
karyawan / pekerja yang tidak siap untuk melakukan pekerjaan maka Pelaksana /
HSE wajib untuk memberikan konseling, verifikasi dan tindak lanjut kepaa
karyawan / pekerja yang bersangkutan.
iv) Hasil dari temuan dan tindak lanjur kepada karyawan / pekerja yang diindikasi
tidak siap bekerja kemudian dituangkan dalam ceklist bugar sehat dan diserahkan
ke petugas HSE untuk dilakukan Analisa
6. Induction
a) Didalam training induction yang berikan kepada karyawan / pekerja untuk melakukan
pengelolaan terhadap kelelahan
b) Materi training yang disampaikan oleh HSE dan Paramedis
c) Bahasan dalam pelatihan fit to work karyawan / pekerja mencakup :
i) Pengetahuan fungsi dan siklus organ tubuh yang mempengaruhi stress dan
keletihan
ii) Istirahat yang cukup
iii) Gerak badan untuk mengurangi keletihan dan stress
iv) Peranan pola makan / konsumsi nutrisi.
4. Rekapitulasi SOP tentang Penemuan Benda Bersejarah.
Prosedur ini sebagai pedoman atau petunjuk sebagai pengambilan Langkah atau tindakan
yang harus diambil Ketika dalam suatu pekerjaan konstruksi ditemukan cagar budaya berupa
benda/artefak/peninggalan/situs yang diduga sebagai peninggalan/ warisan budaya yang
bernilai sejarah serta SOP tersebut juga mengacu kepada :
 Undang – undang No.11 Tahun 2020 tentang cagar budaya
 ISO 9001 : 2015 klausul 8.4 tentang pengendalian proses, produk dan jasa yang
disediakan eksternal
Serta prosedur tersebut juga terdapat beberapa point ketentuan umum penting seperti :
1. Benda, bangunan, atau struktur dapat diduga sebagai cagar budaya jika memenuhi
kriteria:
a. Terlihat benda memiliki gaya pada masa lalu
b. Susunan batu, bata, atau bangunan yang terlihat digunakan pada peradaban
masa lalu.
c. Benda lain yang tidak teridentifikasi namun terlihat digunakan pada peradaban
masa lalu.
2. Pekerjaan harus dihentikan sementara jika ditemukan benda yang diduga benda
bersejarah
3. Lokasi temuan benda yang diduga benda bersejarah harus diamankan dari pekerjaan
disekitarnya agar tidak ada pergeseran/kerusakan dari kondisinya.
4. Benda yang ditemukan harus didokumentasikan saat ditemukan dan setelah
diamankan.
5. Benda yang ditemukan wajib dilaporkan kepada pemberi kerja paling lambat 2 hari
sejak ditemukan.
6. Pelaporan kepada pihak terkait yaitu instansi kepurbakalaan/kepolisian maksimal 30
hari sejak benda ditemukan.
7. Pekerjaan dapat dilanjutkan diarea lokasi lain yang tidak berkaitan dengan area
temuan sesuai arahan pemberi kerja.
8. Pekerjaan di area temuan dihentikan sampai dengan surat keputusan dari pemberi
kerja untuk dilanjutkan kembali.
9. Perlakuan terhadap benda temuan :
a. Jika ditemukan adalah bagian dari bangunan bersejarah, area lokasi diberi
batas pengaman minimal 2 kali dari luas area temuan.
b. Jika yang ditemukan benda yang mudah dipindahkan/diangkat dan berukuran
kecil, seperti keramik, keris, guei atau koin, benda-benda tersebut harus
diamankan di kantor proyek dan area lokasi diberi batas pengaman minimal 2
kali dari luas area temuan.
c. Pengamanan dilakukan sampai dengan adanya pinvestigasi oleh pihak terkait

5. Rekapitulasi SOP tentang Manajemen Peruabahan ( Management Of Change )


Tujuan rekapitulasi tersebut adalah untuk menurunkan nilai resiko yang mungkin
terjadi terkait dengan adanya perubahan terhadap strategi yang telah dilaksanakan
sebelumnya, SOP tersebut juga mengacu kepada :
 ISO 14001 : 2015, klausul 4.4.6 Pengendalian Operasional
 ISO 45001 : 2018, klausul 8.1.3 Perubahan Manajemen
 ISO 9001 : 2015, Klausul 7.1 Perencanaan Realisasi Produk
 Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2012, Elemen 6 Keamanan Bekerja
Berdasarkan SMK3.
Didalam Standar Operation Prosedur ini sendiri terdapat ketentuan umum seperti :
1. Prosedur ini berlaku pada setiap perubahan, antara lain ;
a. Perubahan metode kerja / procedure / petunjuk kerja
b. Perubahan lingkungan kerja / produk/ jasa / organisasi / peralatan /
tenaga kerja
c. Perubahan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya
d. Perubahan informasi bahaya dan risiko
e. Perkembangan teknologi
f. Identifikasi Pra Pelaksanaan Pekerjaan
Pekerja melakukan identifikasi terhadap rencana kerja yang akan
dilakukan (prosedur/ metode kerja / design / produk / jasa / proses
bisnis / teknologi). Jika ditemukan pekerjaan tersebut tidak bisa dikerjakan
sesuai rencana maka melakukan pelaporan kepada atasan untuk
dilakukan pengajuan MOC
g. Pengajuan MOC
Atasan yang menerima laporan teresebut mengisi Form Management
Of Change ( MOC ) dan mengajukannya kepada pimpinan tertinggi
unit kerja / unit bisnis
h. Pembentukan Tim Investigasi
Pimpinan tertinggi membentuk tim yang terdiri dari perwakilan unit
terkait dan HSE Inspector
i. Persetjuan MOC
Hasil Identifikasi Resiko yang telah dilakukan tim terkait, diajukan ke
pimpinan tertinggi unit kerja/ unit bisnis untuk disetujui dan
melakukan pengesehan Form MOC
j. Pelaksanaan Pekerjaan
Pelaksanaan pekerjaan dilakukan sesuai dengan Management Of
Change (MOC) yang diajukan dan memenuhi hasil identifikasi resiko
dan Job Safety Analysis (JSA) yang telah dibuat.
6. Rekapitulasi tentang SOP Inspeksi K3L.
Sebagai pedoman melakukan inspeksi untuk memastikan kesesuain dari aspek K3L,
Prosedur ini sendiri menggunakan acuan dari peraturan :
 ISO 45001 Klausul 6.1.2 Identifikasi bahaya dan penilaian resiko & peluang
 Sistem Manajemen K3 (Sesuai PP No.50 tahun 2012) Klausul 6.1.5 Terdapat
Sistem Izin Kerja untuk Tugas Berisiko Tinggi
 Per. 01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Konstruksi Bangunan
 Per.08/MEN/2010 Tentang Alat Pelindung Diri
 Per.04/MEN/1980 Syarat-syara pemasangan dan pemeliharaan APAR
 Per. 15/MEN/2008 P3K di tempat kerja
 Per. 5/MEN/1985 tentang pesawat angkat dan angkut
 Peraturan Menteri PUPR No. 10 Tahun 2021
Didalam Standar Operasi Prosedur ini sendiri terdapat ketentuan umum seperti :
6.1 Tahapan Pelaksanaan Inspeksi:
6.1.I. Plan atau Perencanaan Inspeksi, dengan membuat persiapan-persiapan inspeksi
seperti menentukan jenis inspeksi, frekuensi inspeksi, lokasi/area tempat kerja, dan
formulir inspeksi atau inspection checklist
6.1.2. Do atau Pelaksanaan Inspeksi, befokuslah pada area yang telah ditentukan dan
periksa bahwa seluruh isi checklist inspeksi telah diperiksa
6.1.3. Check atau Pelapran Inspeksi dilakukan melalui suatu alat atau sarana yang
dapat digunakan sebagar Sahan informasi dan komunikasi yang efektif.
6.1.4. Action atau Tindak lanjut atau Pemantauan dengan membuat skala prioritas
upaya-upaya perbaikan yang harus dikerjakan dan memantau program perbaikan dan
anggaran biaya hingga implementasi perbaikan selesai.
6.2 Inspeksi K3L
6.2.1. Inspeksi Harian
6.2.1.1. Inspeksi Lingkungan
Memastikan pemisahan sampah dilakukan dengan benar, penyimpanan material dan
limbah B3 dengan benar, penyediaan secondary containment untuk mesin-mesin yang
berpotensi kebocoran oli, dan lain-lain yang menyangkut masalah lingkungan,
dilakukan setiap hari oleh HSE Inspector.
6.2.1.2. Inspeksi Ijin Kerja
Memastikan bahwa semua pekerjaan yang dilakukan sudah membuat ijin kerja,
disertai JSA, dilakukan setiap hari oleh HSE Inspector.
6.2.2. Inspeksi Mingguan
6.2.1.3. Inspeksi APD & APK
Memastikan bahwa alat pelindung diri tepat guna berdasarkan jenis pekerjaannya dan
dalam kondisi layak pakai, serta alat pengaman kerja sudah dipasang sesuai potensi
bahayanya, dilakukan mingguan oleh HSE Inspector, dengan menggunakan format
pada Prosedur No. 2-000-57-10/02
6.2.2.1. Inspeksi Peralatan dan Mesin
Memastikan bahwa peralatan-peralatan hand tools dan power tools dalam kondisi baik
dan aman untuk digunakan oleh pekerja, dilakukan mingguan oleh HSE Inspector dan
tim elektrik, dengan menggunakan format pada
Lampiran 8.1
6.2.2.2. Inspeksi Alat Angkat Angkut
Memastikan bahwa semua alat angkat angkut dalam kondisi baik dan layak untuk
digunakan, dilakukan mingguan oleh HSE Inspector dan tim mekanik, dengan
menggunakan format pada Lampiran 8.1

6.2.2.3. Inspeksi Scaffolding


Scaffolding harus dibangun oleh tim scaffolder/teknisi scaffolding yang tersertifikasi,
setiap scaffolding yang akan digunakan harus diperiksa terlebih dahulu oleh supervisi
scaffolding yang tersertifikasi. Selanjutnya bila sudah dipastikan aman, pasang
tagging hijau dekat akses tangga scaffolding, dengan menggunakan format pada
Lampiran 8.2
6.2.2.4. Inspeksi Alat Bantu Angkat
Memastikal, bahwa semua lifting gear seperti shackle, wire sling, webbing sling,
chain block dan lain-lain dalam kondisi baik dan layak untuk digunakan, dilakukan
mingguan oleh HSE Inspector dan tim mekanik, dengan menggunakan format pada
Lampiran 8.3
6.2.3. Inspeksi Bulanan
5.2.3.1. Inspeksi Alat Pemadam Api
Inspeksi ini bertujuan untuk memastikan peralatan proteksi kebakaran (apar &
hydrant) berfungsi dengan baik dan siap digunakan ketika terjadi keadaan darurat
kebakaran, dilakukan bulanan oleh HSE Inspector, dengan menggunakan format pada
Lampiran 8.4 & 8.:5
6.2.3.2. Inspeksi Kotak/Tas P3K
Inspeksi ini bertujuan untuk memastikan kesesuaian isi kotak/tas P3K dan masa
kadaluarsa obat-obatan sehingga siap digunakan ketika terjadi kecelakaan, dilakukan
bulanan oleh HSE Inspector, dengan menggunakan format pada Lampiran 8.6
6.3 Inspeksi K3L Manajemen
6.3.1. Safety Patrol
Pelaksanaan inspeksi mingguan (safety patrol) dilakukan setiap periode pekerjaan
satu minggu sekali, dilakukan oleh tim P2K3, dengan menggunakan format pada
Lampiran 8.7
6.3.2. Supervisi/Inspeksi Divisi/Departemen
Supervisi ke proyek-proyek dilakukan oleh departemen QHSE berkoordinasi dengan
OHSE Unit Bisnis terkait minimal satu bulan sekali, untuk melakukan pembinaan dan
memastikan SMK3L dilaksanakan, dengan menggunakan format pada
Lampiran 8.8
6.3.3. Direksi Patrol
Direksi patrol ke proyek-proyek dilakukan oleh Direksi didampingi pejabat setingkat
Eselon I, maupun yang dilakukan oleh Pimpinan Unit Bisnis minimal dua bulan
sekali, dengan menggunakan format pada Lampiran 8.9

7. Rekapitulasi tentang SOP Pekerjaan potensi Bahaya Resiko Tinggi.


Prosedur dibuat sebagai panduan untuk tindakan keselamatan kerja pada
pekerjaan yang berpotensi resiko bahaya tinggi seperti: pekerjaan confined space,
pekerjaan di ketinggian dan pekerjaan di dekat atau diatas air, dan Peraturan prosedur
tersebut mengacu pada aturan seperti :
 Standar ISO 14001 : 2015 Klausul 4.4.6 Pengendalian Operasional
 Standar ISO 45001 : 2018 Klausul 8.1.1 Operasional Kontrol
 Standar ISO 9001: 2015 Klausul 8.1 Perencanaan dan Pengendalian
Operasional
 Sistem Manajemen K3 ( PP No. 50 Tahun 2012) Klausul 6.1.5 Terdapat
Sistem Izin Kerja Untuk Tugas Berisiko Tinggi
Didalam Standar Operasi Prosedur ini sendiri terdapat ketentuan umum seperti :
Izin Kerja (Work Permit) dan Job Safery Analysis (JSA) wajib dilampirkan saat
melakukan pekerjaan bahaya resiko tinggi dan dikomunikasikan secara jelas kepada
pelaksana pekerjaan / subcont
7.2. Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pekerjaan bahaya resiko
tinggi perlu diperhatikan beberapa hal seperti :
7.2.1. Bekerja di ketinggian :
7.2.1.1. Ketinggian dan kecuraman lokasi keria
7.2.1.2.Jenis pekerjaan yang dilakukan
7.2.1.3. Sarana pelindung resiko terjatuh
7.2.2. Pekerjaan di ruang terbatas (Confined Space):
7.2.2.1. Kondisi atsmosfer ruang terbatas (suhu ekstrim, kandungan oksigen,
keberadaan gas mudah terbakar, gas beracun, debu explosive)
7.2.2.2.Kondisi fisik ruang terbatas
7.2.2.3.Keberadaan material mudah terbakar (cair & padat)
7.2.2.4.Getaran mekanis
7.2.2.5.Elektrisitas
7.2.2.6.Keberadaan konduktor listrik seperti genangan air
7.2.2.7.Kebisingan
7.2.2.8.Radiasi
7.2.2.9.Keamanan alat
7.2.2.10. Jenis pekerjaan
7.2.2.11. Penggunaan alat - alat kerja
7.2.2.12. Penggunaan material / bahan yang memiliki potensi bahaya untuk digunakan
pada ruang terbatas (Confined Space)
7.2.3. Bekerja didekat air / diatas air:
7.2.3.1.Memiliki kedalaman perairan lebih dari 1,5 meter atau tidak dapat
diperkirakan
7.2.3.2.Arus perairan yang deras
7.2.3.3.Tidak ada pelindung jatuh (pagar, railing, dinding pengaman dan jarring
pengaman)
7.3. Sebelum melakukan pekerjaan potensi bahaya resiko tinggi, pelaksana pekerjaan
wajib mendapatkan pengarahan dari pengawas lapangan, Site OHSE Manager (SOM),
HSE Inspector, Site Operation Manager (SOM) / Site Engineering Manager (SEM)
berupa Job Safety Analysis (JSA) dan Izin Kerja ( Permit to Work), berkaitan dengan
apa yang akan dikerjakan, peralatan yang digunakan, serta tindakan pengendalian saat
terjadi hal - hal yang tidak diinginkan.
7.4. Pelaksana pekerjaan yang ditugaskan untuk bekerja pada pekerjaan potensi
bahaya resiko tinggi harus dinyatakan fit to work oleh personil keschatan yang di
tunjuk dan kompeten dengan bukti dokumen pernyataan fit to work / surat pernyataan
schat.
7.5. Setiap pelaksanaan pekerjaan dengan potensi bahaya resiko tinggi wajib
menggunakan alat pelindung diri Khusus yang disayaratkan dalam job safety analysis
(JSA).
7.6. Setiap pekerjaan dengan potensi bahaya resiko tinggi baru dapat dilaksanakan
setelah izin kerja ( Permit to Work) disetujui oleh HSE Inspector setelah
melaksanakan inspeksi.
7.7. Izin kerja ditandatangani oleh pelaksana, pengawas, HSE Inspector dan pimpinan
tertinggi.
7.8. HSE Inspector dan pengawas wajib melakukan sosialisasi mengenai izin kerja
dan
JSA kepada setiap pekerja yang akan melakukan pekerjaan dengan potensi bahaya
resiko tinggi dibuktikan dengan dokumentasi photo, notulensi dan daftar hadir.
7.9. Pekerjaan potensi bahaya resiko tinggi yang dilaksanakan apabila terdapat
tindakan / kondisi yang tidak aman HSE Ins ector wajib menghentikan pekerjaan
sesuai dengan prosedur Stop Work Authority (SWA)
7.10. Pekerjaan dengan potensi bahaya resiko tinggi wajib diawasi selama pekerjaan
berlangsung olch pengawas lapangan.
7.11. Sebelum meninggalkan pekerjaan dengan potensi bahaya resiko tinggi, setiap
personil wajib melakukan pembenahan / memastikan tempat kerja aman, rapi serta
bersih.
7.12. Pelaksana pekerjaan wajib wajib melaporkan kembali secara tertulis form
Permit to Work untuk menyatakan bahwa pekerjaan potensi bahaya resiko tinggi telah selesai
dilaksanakan.
8. Rekapitulasi prosedur SOP Pengelolaan Lingkungan Kerja.
Prosedur ini menguraikan tentang cara melakukan pengelolaan terhadap aspek
dan dampak penting lingkungan oleh seluruh kegiatan, produk dan jasa, serta didalam
perarturan prosedur dan SOP tersebut memiliki acuan :
 UU RI No 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
 UU RI No 18 tahun 2008, tentang Pengelolaan sampah
 PP RI No 74 tahun 2001, tentang pengelolaan bahan B3
 PP RI No 101 tahun 2014, tentang pengelolaan limbah B3
 PP RI No 41 tahun 1999, tentang pengelolaan pencemaran udara
 PERMENLH No. 14 tahun 2013, tentang simbol dan label limbah B3
 Permenaker No. 5 Tahun 2018, tentang Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan
Kerja
 ISO 14001 : 2015 tentang Sistem Managemen Lingkungan
Didalam Standar Operasi Prosedur ini sendiri terdapat ketentuan umum seperti :
8.1. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
8.1.1. Perencanaan
Perencanaan dibuat bersamaan dengan pembuatan RK3L (Prosedur 2-000-57-01/11)
yang mana dilakukan identifikasi bahaya dan aspek K3L seta mengacu kepada
AMDAL/RKL & UPL yang telah ditetapkan pemberi kerja.
8.1.2. Pemanfaatan
Perusahaan melalui Tim Provek dalam melaksanakan pekerjaan/ konstruksi
memperhatikan/ patuh terhadap rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang telah ditetapkan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah setempat
dalam pemanfaatan lingkungan hidup.
8.1.3. Pengendalian
Dalam K3L telah dibuat pula program pengendalian terhadap pencemaran dan/ atau
kerusakan lingkungan hidup sekitar proyek maupun yang berdampak pada pekerja
sebagai dampak dari pekerjaan konstruksi. Pengendalian yang dilakukan meliputi
kegiatan :
8.1.3.1. Pencegahan
Instrumen pencegahan yang digunakan adalah
a) Baku mutu lingkungan hidup b)AMDAL c)UKL-UPL
d) Perizinan
e) Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
f) Analisis risiko lingkungan hidup
g) Audit lingkungan hidup
h) Pengendalian dan pengukuran Faktor Fisika dan Faktor Kimia agar berada di
bawah NAB
i) Pengendalian dan pengukuran Faktor Biologi, Faktor Ergonomi, dan
Faktor Psikologi Kerja agar memenuhi standar
j) Penyediaan fasilitas Kebersihan dan sarana Higiene di Tempat Kerja
yang bersih dan schat
k) Penyediaan personil K3 yang memiliki kompetensi dan kewenangan
K3 di bidang Lingkungan Kerja.
l) Pengukuran
Faktor lingkungan kerja sebagaimana dimaksud dilakukan 2 kali dalam setahun dan
dilakukan oleh lembaga yang mempunyai sertifikat yang diakui secara resmi oleh
otoritas yang berwenang.
m) Pembuangan limbah B3 dan non B3 dilakukan oleh lembaga yang mempunyai
sertfikat yang diakui secara resmi oleh otoritas yang berwenang.
8.1.3.2. Penanggulangan dan Pemulihan
a) Bila terjadi pencemaran lingkungan di perusahaan pada saat pelaksanaan
konstruksi, proyek wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan pencemaran
tersebut.
b) Penanggulangan did Pemulihan sebagai berikut :
- Pemberian informasi peringatan adanya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
kepada masyarakat
- Pengisolasian
- Penghentian sumber pencemaran
- Remediasi, rehabilitasi dan restorasi
c) Proyek membuat laporan dan action plan penanggulangan dengan mengacu pada
prosedur 2-000-57-08/04.
d) Untuk melakukan pengendalian terhadap kemungkinan terjadinya ceceran dan
tumpahan dalam kegiatan operasional, setiap petugas yang melakukan pekerjaan yang
dapat menimbulkan potensi ceceran dan tumpahan diharuskan menyediakan tempat
penampungan yang sesuai dan memadai untuk menampung ceceran dan tumpahan
yang terjadi.
e) Untuk ceceran dan tumpahan material cair (dapat dikendalikan)
dibersihkan terlebih dahulu dengan absorben atau kain. Terutama untuk bahan kimia
tidak ada lagi sisa ceceran dan tumpahan yang tertinggal.
- Ceceran/ tumpahan cair dibersihkan dengan absorben cair atau peralatan lain sesuai
volume ceceran/ tumpahan untuk dibuang ke kanal air yang tersedia dan dilakukan
perbaikan terhadap sumber ceceran/tumpahan.
- Ceceran / tumpahan minyak (HSD dan pelumas) dibersihkan menggunakan oil
absorben selanjutnya dimasukkan ke tempat penampungan limbah B3.
f) Untuk ceceran dan tumpahan material cair (tidak dapat dikendalikan) dalam jumlah
besar harus segera dibuatkan lokalisir terhadap ceceran atau tumpahan tersebut
dengan absorben (pasir, serbuk gergaji).
g) Kemasan bekas limbah B3 dapat digunakan kembali asalkan limbah B3 yang
dibuang mempunyai karakteristik yang sama dengan limbah sebelumnya.Jika
karakteristiknya berbeda, maka kemasan tersebut harus dicuci dulu.
h) Limbah B3 dapat disimpan dalam satu kemasan yang mempunyai karakteristik
yang sama dengan limbah lainnya.
i) Untuk ceceran dan tumpahan material padat wajib segera dilakukan pembersihan
menggunakan peralatan yang tersedia, dengan penjelasan sebagai berikut:
- Ceceran / tumplhan grease dibersihkan menggunakan peralatan yang sesuai
selanjutnya dimasukkan ke tempat penampungan
limbah B3.
- Ceceran / tumpahan sludge dibersihkan menggunakan peralatan yang sesuai
selanjutnya dimasukkan ke tempat penampungan limbah B3.
j) Pada pekerjaan di lereng/tebing
Material tanah yang terbawa aliran air perlu dipersiapkan bagunan penangkap
sedimen, seperti sedimen pond, kisdam, sedimen trap untuk menahan laju sedimen
agar tidak terbawa ke badan air seperti sungai, danau atau laut

8.1.3.3. Pemeliharaan
Perusahaan melalui proyek berperan aktif dalam program pemeliharaan lingkungan
hidup melalui :
a) Program meminimalkan penggunaan plastik
b) Program hemat energi dan air
c) Program yang bekerjasama dengan dinas lingkungan hidup setempat5.2.
8.2. Pengelolaan Limbah B3
8.2.1. Klasifikasi B3
a) Mudah meledak (explosive)
b) Pengoksidasi (oxidizing)
c) Sangat mudah sekali menyala (extra flammable)
d) Sangat mudah menyala (highly flammable)
c) Mudah menyala (flammable)
1) Amat sangat beracun (extremely toxic)
g) Sangat beracun (highly toxic)
h) Beracun (moderately toxic)
i) Berbahaya (harmful)
j) Korosif (corrosive)
k) Bersifat iritasi (irritant)
l) Berbahaya bagi lingkung» (dangerous to the environment)
m) Karsinogenik (carcinogenic)
8.2.2. Tata laksanaan & Pengelolaan Bahan B3
a) Unit Bisnis yang melakukan kegiatan impor B3 yang terbatas digunakan dan atau
pertama kali impor, wajib mengikuti prosedur notifikasi oleh otoritas negara
pengekspor kepada instansi yang bertanggung jawab.
b) Unit Bisnis yang melakukan pengangkutan dan penyimpanan B3 wajib
menyertakan lembar data keselamatan bahan (Material Safety Data Sheer - MSDS)
c) Setiap kemasan B3 wajib diberikan simbol dan label serta dilengkapi dengan
MSDS
d) Setiap tempat penyimpanan B3 wajib diberikan simbol dan label
e) Tempat penyimpanan B3 wajib memenuhi persyaratan :
f) Lokasi
g) Konstruksi bangunan
h) Pengelolaan tempat penyimpanan B3 wajib dilengkapi dengan sistem tanggap
darurat dan prosedur penanganan B3
i) B3 yang kadaluarsa dan atau tidak memenuhi spesifikasi dan atau bekas kemasan,
wajib dikelola sesuai dengan pengelolaan limbah B3 yang telah ditetapkan
8.2.3. Pembuangan Limbah Bahan B3
a) Proyek wajib menyediakan tempat penyimpanan limbah bahan B3 sesuai
ketentuan
b) Untuk pembuangan limbah Proyek wajib bekerjasama dengan perusahaan
pengelolaan limbah yang memiliki izin yang masih berlaku
c) Bila Proyek menggunakan bahan B3, maka wajib membuat neraca limbah B3 serta
menyimpan bukti penyerahan limbah B3 kepada pihak ke-3, sebagaimana terlampir.
8.3.1. Pengurangan Sampah Meliputi;
8.3.1.1. Pembatasan Timbulan Sampah
a) Menyusun rencana dan/atau program pembatasan timbulan sampah sebagai bagian
dari usaha dan/atau kegiatanya
b) Menghasilkan produk dengan menggunakan kemasan yang mudah diurai oleh
proses alam dan yang menimbulkan sampah sedikit mungkin
8.3.1.2. Pendauran Ulang Sampah/Pemanfaatan Kembali Sampah
a) Menyusun program pendauran ulang sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau
kegiatannya
b) Menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang
c) Menarik kembali sampah dari pduk dan kemasan produk untuk
didaur ulang
8.3.2. Penanganan Sampah Meliputi;
8.3.2.1. Pemilahan Sampah Menjadi 5 Jenis Sampah
a) Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan
berbahaya dan beracun
b) Sampah yang mudah terurai
c) Sampah yang dapat digunakan kembali
d) Sampah yang dapat didaur ulang
e) Sampah lainnya
f) Jumlah sarana sesuai jenis pengelompokan sampah dan diberi label/tanda sesuai
dengan lampiran
8.3.2.2. Pengumpulan Sampah harus memenuhi persyaratan;
a) Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 jenis
sampah
b) Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan
c) Lokasinya mudah diakses
d) Tidak mencemari lingkungan
c) Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan
8.3.2.3. Pengangkutan Sampah
a) Menyediakan alat angkut sampah termasuk untuk sampah terpilah yang tidak
mencemari lingkungan
b) Melakukan kerjasama dengan pihak ke 2 yang tersetifikasi
8.3.2.4. Pemrosesan Akhir Sampah
a) Metode lahan urug saniter
b) Teknologi ramah lingkungan (incinerator). Sampah dilarang dibakar dilahan
terbuka
8.4. Pengendalian Lingkungan Kerja
8.4.1. Pengendalian Faktor Fisika
a) Merupakan upaya untuk menghilangkan sumber potensi bahaya yang berasal dari
bahan, proses, operasi, atau peralatan.
b) Merupakan upaya untuk mengganti bahan, proses, operasi atau peralatan dari yang
berbahaya menjadi tidak berbah ya.
c) Merupakan upaya memisahkan sumber bahaya dan Tenaga Kerja dengan
memasang sistem pengaman pada alat, mesin, dan/atau area kerja.
d) Mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap sumber bahaya
e) Merupakan upaya penggunaan alat pelindung diri yang berfungsi untuk
mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari sumber bahaya.
8.4.2. Pengendalian Faktor Kimia atau B3
a) Menghilangkan sumber potensi bahaya kimia dari Tempat Kerja
b) Mengganti bahan kimia dengan bahan kimia Lain yang tidak mempunyai potensi
bahaya atau potensi bahaya yang lebih rendah
c) Memodifikasi proses kerja yang menimbulkan sumber potensi bahaya kimia
d) Tempat Penyimpanan Limbah B3 yang didesain aman dari kebocoran langsung ke
air dan tanah, terhindar dari kontaminasi langsung air hujan dan sinar matahari,
memilki saluran drainase dan bak penampung, dilengkapi APAR
c) Membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia melalui pengaturan waktu kerja
f) Setiap kemasan B3 diberikan simbol dan label, serta dilengkapi dengan lembar data
keselamatan bahan (MSDS)
g) Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai
h) Pengangkutan B3 wajib menggunakan sarana pengangkutan yang laik operasi serta
pelaksanaanya sesuai dengan tata cara pengangkutan yang diatur dalam perundangan
dan dilakukan oleh instansi yang berwenang/berlisensi.
Waiib memiliki izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3
8.4.3. Pengendalian Faktor Biologi
a) Menghilangkan dan/atau menghindari sumber bahaya binatang dari tempat kerja
b) Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber bahaya faktor biologi
c) Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai
d) Memasang rambu-rambu yang sesuai
e) Memberikan vaksinasi/desinfektan apabila memungkinkan
8.4.4. Pengendalian Faktor Ergonomi
a) Melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh dalam posisi netral atau baik.
b) Mengatur waktu kerja dan waktu istirahat
c) Memodifikasi tempat Kerja, objek kerja, bahan, desain tempat Kerja, dan peralatan
kerja.
a) Melakukan pekerjaan dengan sikap tubun dalam posist netral atau baik.
b) Mengatur waktu kerja dan waktu istirahat
c) Memodifikasi tempat Kerja, objek kerja, bahan, desain tempat Kerja, dan peralatan
kerja.
d) Menggunakan alat bantu
8.4.5. Pengendalian Faktor Psikologi
a) Melakukan pemilihan, penempatan dan pendidikan pelatihan bagi tenaga kerja
b) Mengadakan program kebugaran & konseling bagi Tenaga Kerja
c) Mengadakan komunikasi organisasional secara memadai
d) Memberikan kebebasan bagi Tenaga Kerja untuk memberikan masukan dalam
proses pengambilan keputusan
c) Mengubah struktur organisasi, fungsi dan/atau dengan merancang kembali
pekerjaan yang ada
8.4.6. Pengendalian Faktor Flora dan Fauna
a) Berkoordinasi dengan dinas kehutanan, polisi hutan, pawang hutan, dil saat
melakukan pembebasan lahan hutan untuk mempertahankan kehidupan flora dan
fauna di area tersebut
b) Melakukan konservasi In Situ; konsep pelindungan jenis yang berdasarkan habitat
dan ckosistem ini diperlukan sumber daya genetik untuk mempertahankan kondisi
alamiahnya schingga sifat fenotife dan genotifenya mempertahankan varietas mumi
c) Melakukan konservasi Eks Situ; melindungi spesies hewan dan tumbuhan yang
keberadaanya sudah cukup langka dengan cara membawa dari habitatnya yang tidak
aman untuk disimpan di tempat yang sepenuhnya diawasi ol/ manusia
8.4.7. Penerapan Higiene dan Sanitasi Pada Bangunan Tempat Kerja
(kantor/direksi kit)
a) Halaman harus bersih, tertata rapi, rata dan tidak becek
b) Saluran air harus tertutup dan terbuat dan bahan yang cukup kuat serta air buangan
harus mengalir dan tidak boleh tergenang
c) Dinding dan langit-langit kuat dan kokoh strukturya
d) Lantai terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan tahan bahan kimia yang
merusak
e) Atap mampu memberikan perlindungan dári panas dan hujan
f)Fasilitas toilet lengkap (jamban,air bersih cukup,tempat sampah,sabun)
g) Jumlah toilet harus sesuai kebutuhan pekerja (Itoilet untuk 15 orang)
h) Toilet bersih, tidak menimbulkan bau dan tidak ada serangga didalamnya
i) Tempat sampah dan peralatan kebersihan harus disediakan pada setiap tempat kerja
j) Tempat sampah terpisah dan dilabelkan untuk sampah organik, non organik B3
k) Tempat sampah dilengkapi penutup dan terbuat dari bahan kedap air
dipindahkan ke tempat penampungan sementara
m) Secara periodik setiap hari atau jika tempat penampungan sementara telah penuh,
limbah diangkut oleh dinas kebersihan atau instansi lain yang tersertifikasi.
8.4.8. Penerapan 5 R
a) Ringkas dapat dilakukan dengan cara menyingkirkan barang-barang, atau berkas
yang tidak diperlukan dan memisahkan berkas atau barang yang sering digunakan dan
yang jarang digunakan
b) Rapi dapat dilakukan dengan mengatur barang/material pada tempat yang telah
disiapkan agar mudah diakses dan lebih efcktif, berikan identitas untuk memudahkan
dalam mengakses.
c) Resik dapat dilakukan dengan membersihkan seluruh area dengan kerja dengan
konsisten setiap selesai melakukan tahap kegiatan/pekerjaan agar bersih.
d) Rawat dapa, dilakukan dengan kondisi area kerja yang sudah rapih dan resik
harus terus dijaga konsistensinya.
e) Rajin dapat dilakukan dengan semua konsep yang telah diterapkan ini harus tetap
dijaga, untuk membantu agar penerapan SR ini dapat terus dijaga.
8.4.9. Penanganan Keluhan Lingkungan
a) Semua keluhan lingkungan yang diterima oleh proyek/unit bisnis/kantor pusat
akibat dampak kegiatan proyek/pekerjaan harus ditindak lanjuti
b) Penanganan keluhan lingkungan mengacu kepada prosedur nomor 2-000-60-04-10
tentang prosedur pengendalian ketidak sesuaian produk, tindakan korektif,
pencegahan dan penanganan keluhan pelanggan.
9.Rekapitulasi Prosedur SOP tentang pencegahan dan penanganan Covid -19.
Prosedur tersebut dibuat dengan tujuan untuk pencegahan dan penanganan
Covid -19 bagi para pegawai, pekerja, pelanggan, rekanan, mitra bisnis dan
stakeholder selama masa pandemic Covid -19, didalam peraturan atau SOP tersebut
mengacu kepada :
 Pedoman Pencegahan & Pengendalian COVID-19, NOMOR
HK.01.07/MENKES/328 & 413/2020
 Pedoman Umum Menghadapi Pandemi COVID-19, Kemendagri RI
 Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi 3, PDPI, PERKI, PAPDI,
PERDATIN, IDAI
 Keputusan Menteri Kesehatan RI, No HK.01.07/MENKES/328/2020, tentang
panduan pencegahan dan pengendalian COVID-19 di perkantoran dan industri
 Keputusan Menteri Kesehatan RI, No HK.01.07/MENKES/567 1/2021,
tentang manjemen klinis tatalaksana COVID-19 di Pelayanan Kesehatan
Didalam Standar Operasi Prosedur tersebut terdapat beberapa ketentuan umum yang
harus dipatuhi dan harus dijalankan adalah sebagai berikut :
9.1. Protokol Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
9.1.1. Perusahaan / proyek wajib membentuk satgas pencegahan Covid 19 yang
merupakan bagian dari unit keselamatan konstruksi dengan ketentuan sebagai berikut;
9.1.1.1. Perusahaan menetapkan Organisasi Penanganan Covid-19 dengan
membentuk tim Task Force Corona Virus Disease 2019. (Dilihat pada lampiran 1).
Untuk proyek tim satgas dibentuk oleh pejabat pembuat komitmen pekerjaan
konstruksi yang berjumlah paling sedikit 5 orang, terdiri dari satu ketua dan empat
anggota.
9.1.1.2. Satgas Covid 19 kantor pusat berkoordinasi dengan satgas Covid 19
Kementrian
PUPR, Kementerian BUMN/Kementerian terkait dan tim satgas proyek berkoordinasi
dengan kantor pusat dan daerah setempat.
9.1.1.3. Satgas Covid 19 melakukan pemantauan dan pengendalian penyebaran covid
19 serta melaporkan setiap ada kasus dicurigai Covid 19 untuk dilakukan pemantauan
oleh petugas kesehatan
9.1.1.4. Satgas pencegahan Covid 19 memiliki tugas, tanggung jawab dan
kewenangan untuk melakukan;
a) Melakukan identifikasi potensi bahaya Covid-19 di kantor pusat atau lokasi
pekerjaan konstruksi yang mencakup;
al) Identifikasi potensi risiko lokani kantor pasat/proyek, termasik: lokai barak.
pekerja/tempat tinggal, kantor lapangan, bengel, dan gudang terhadap pusat sebaran
Covid 19 di dacrabs yang bersanglutan
a2) Tindak lanjut terhadap penyelenggarsan jasa konstraisi
b) Sosialicari
c) Pembelajaran (edukasi) permaham
Covid 19, materi yang dapat diberikan;
b1) Penyebab Covid 19 dan cara pencegahannya
b2) Mengenali gejala awal penyakit dan tindalcan yang harus dilakakan
gejala timbul
b3) Praktek perilaku hidup bersih dan schat (phibs) seperti menc»
yang benar dengan sibun, erika batuk dan bersin
b4) Metode edukasi bisa melalu pamflet, banner, majalah, media visual yang dipasang
di area strategis tempat orang berkumpul
d) Promosi teknik
e) Berkoordinasi dengan satgas penanggalangan Covid 19 kantor pasat
Kementrian PUPR/Kementerian terkait melakakan identifikasi potensial bahaya
Covid 19 di lokasi kerja
f) Pemeriksaan keschatan terkait potensi terinfeksi Covid 19 kepada sem pekerja dan
tamu proyek
g) Pemberian vitamin dan nutrisi tambah guna peningicatan imunitas pekerja
h) Pengadaan fasilitas keschatan di lokasi pekerjaan
i) Melaporkcan kepada kantor pusat/ppk dalam hal telah ditemakan pekerja yang
positif dan atau berstatus pasien dalam permantauan dan merekcomendasikcan
dilakukan penghentian kegiatan sementara.
9.1.2. Fasilitas keschatan harus tersedia di kantor pusat: atam lolcasi pekerjaan
konstruksi dengan ketentuan;
9.1.2.1. Menyediakan klinik keschatan yang dilengkapi tabung oksigen, pengukur sahi
bedan (thermoscan), pen gukur tekcanan darah, obat-obatan dan petugas medis
5.1.2.2. Memiliki kerjasama operasional perlindungan keschatan dan pencegahan
Covid
19 dengan rumab sakit atau pusat kesehatan masyarakcat ter dekcat untuk tindakan
kahar (emergency)
9.1.2.3. Menyediakan fasilitas tambahan antara lain
a) Sarana pencuci tangan
a1.Menyediakan lebih banyak sarana cuci tangan (sabun dan air mengalir
a2. Memberikan petunjuk lokasi sarana cuci tangan
a3. Memasang poster edukasi cara cuci tangan yang benar
b) Menyediakan hand sanitizer dengan konsentrasi alkohol 70% di tempat tempat
yang diperlukan (pintu masuk, ruang rapat, pintu lift,dil)
c) Menyediakan tisu, masker di kantor dan lokasi konstruksi bagi selun pekerja dan
tamu
9.1.2.4. Menyediakan ruangan tersendiri untuk pekerja yang ditemukan bergejala
Covid 19 saat dilakukan pemeriksaan suhu
9.1.2.5. Menyediakan tempat karantina/isolasi mandiri dengan merujuk pada protokol
yang diatur kementrian keschatan
9.1.2.6. Memberikan informasi dan fasilitasi pelaksanaan vaksinasi Covid 19, vitamin
nutrisi tambahan guna peningkatan imunitas pekerja
9.2. Protokol Pengaturan Tempat Kerja
9.2.1. Pengaturan Tempat Kerja di Kantor
9.2.1.1. Ruang kerja / ruang rapat
a) Melakukan pembatasan jarak tempat duduk antar pegawai minimal 1 meter
b) Setiap ruang rapat harus diberi tanda peringatan jumlah maksimal orang
yang berada di dalamnya
c) Menyediakan hand sanitizer/hand rub
d) Menyediakan tisu alkohol untuk setiap alat minum/makan di ruang rapat
e) Mewajibkan penggunaan masker untuk seluruh pegawai di ruang kerja/rapat
f) Melakukan kegiatan pembersihan dan disinfeksi secara rutin
g) Pengurangan sebagian kapasitas dari jumlah kursi di setiap ruang rapat/kerja

9.2.1.2. Ruang tunggu sopir dan ojek online


a) Melakukan pembatasan jumlah orang yang berada di dalam ruangan dengan
memberikan tanda peringatan dan memberikan jarak antar tempat duduk minimal 1
meter atau mengosongkan tempat duduk yang bersebelahan
b) Ojek online menunggu di area parkir atau pintu gerbang
c) Menyediakan hand sanitizer/hand rub
d) Melakukan kegiatan pembersihan dan disinfeksi secara rutin
9.2.1.3. Penyediaan toilet umum harus memenuhi ketentuan;
a) Jumlah toilet umum harus memperhatikan jumlah penghuni/pekerja
b) Tidak menyediakan kain lap yang digunakan secara bergantian, beralih dengan tisu
dan sabun
c) Kebersihan sanitasi kamar mandi dan menyediakan petugas pembersih berkala
9.2.1.4. Ruang tunggu tamu, loby, komunal dan ruang tunggu customer
a) Melakukan pembatasan jarak antar tempat duduk minimal 1 meter atau
mengosongkan tempat duduk yang bersebelahan
b) Melakukan pembatasan jarak antar antrian pemeriksaan dan antrian layanan
c) Melakukan pembatasan jumlah orang yang berada di dalam ruangan
d) Menyediakan hand sanitizer/hand rub
c) Melakukan kegiatan pembersihan ruangan dan disinfeksi secara rutin.
9.2.1.5. Lift
a) Melakukan pembatasan jumlah orang yang berada di dalam lift dengan
memberikan tanda peringatan dan memberikan jarak antar penumpang lift minimal
0.5 meter
b) Menyediakan hand sanitizer/hand rub.
c) Melakukan kegiatan pembersihan dan disinfeksi secara rutin.
9.2.2. Pengaturan Tempat Kerja di Area Proyek dan Pabrik
9.2.2.1. Lokasi pekerjaan konstruksi dan pabrik
a) Melakukan pengaturan jarak antar pekerja dalam melaksanakan aktivitas di
lapangan minimal 1 meter
b) Menyediakan tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun dan air mengalir di setiap
titik lokasi kerja (tiap lantai, zona, sta, dil), gudang, workshop, mess, barak pekerja
dan lain.
c) Melakukan kegiatan pembersihan dan disinfeksi secara rutin di lingkungan
proyek, pabrik, mess, barak pekerja 2 (dua) hari sekali atau sesuai kondisi
keparahan dan dilaksanakan di luar jam kerja

9.2.2.2. Passanger Hoist (PH)


a) Melakukan pembatasan jumlah orang yang berada di dalam PH dengan
memberikan tanda peringatan dan memberikan jarak antar penumpang PH
minimal 0.5 meter
b) Menyediakan hand sanitizet/hand rub.
c) Melakukan kegiatan pembersihan dan disinfeksi secara rutin.
9.2.3. Pengaturan di Tempat Lainnya
9.2.3.1. Masjid/musholla
a) Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol
kesehatan di area rumah ibadah
b) Melakukan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus di lantai
minimal 1 meter
c) Menyediakan sabun cuci tangan/hand sanitizer di setiap tempat wudhu dan
toilet
d) Mempersingkat waktu pelaksanaan ibadah tanpa mengurangi ketentuan
kesempurnaan beribadah
e) Memasang imbauan penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah pada
tempat yang mudah terlihat
f) Mewajibkan penggunaan masker untuk setiap orang yang berada di
masjid/musholla
g) Menghindari kontak fisik, seperti bersalaman atau berpelukan
h) Menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di area rumah
ibadah
i) Tidak menggelar karpet atau menyediakan fasilitas sajadah
9.2.3.2. Kantin
a) Melakukan pembatasan jarak antar tempat duduk minimal 1 meter atau dengan
member sekat antar tempat duduk atau mengikuti surat edaran terbaru
b) Melakukan pembatasan jumlah orang yang berada di dalam kantin dengan
memberikan tanda peringatan (50% dari kapasitas) atau mengikuti surat edaran
terbaru
c) Menyediakan tempat cuci tangan dengan sabun dan air mengalir dan dilengkapi
dengan alat pengering atau tisu
d) Menyediakan tempat sampah yang cukup, minimal dua (2) buah dengan keadaan
tertutup dan mudah dibersihkan
e) Khusus proyek yang tidak ada kantin, disiapkan catering/pekerja diperbolehkan
membeli makan diluar tapi tidak makan ditempat
f) Penyajian makanan dan minuman dilakukan dalam kemasan dengan alat makan
sekali pakai atau peralatan makan minum pribadi
g) Mewajibkan penggunaan APD bagi penyaji makanan berupa masker, sarung
tangan sekali pakai, celemek/apron, face shield dan tudung kepala
h) Melakukan kegiatan pembersihan dan desinfeksi secara rutin
i) Kegiatan kantin dapat ditiadakan dan diganti dengan penyediaan makanan dalam
kemasan yang diantar ke meja kerja masing-masing pegawai.
j) Mendorong pembayaran menggunakan non tunai jika diperlukan.
Perusahaan mewajibkan semua pegawai, pekerja dan tamu selalu memakai APD
selama berada di lokasi kerja Perusahaan. Selama masa pandemi Covid-19,
Perusahaan melarang penggunaan APD. secara bergantian atau saling tukar antar
sesama pegawai, pekerja maupun tamu. Penggunaan masker kain wajib dicuci setiap
hari, maksimal pemakaian selama 1 bulan.
Untuk keperluan tamu, Perusahaan selalu menyediakan APD dalam kondisi bersih
dan hieginis.
APD yang habis dipakai oleh tamu seperti helm, sepatu safety dan face shield harus
dipisahkan dalam wadah khusus dan dilakukan pencucian oleh petugas khusus dengan
menggunakan bahan disinfektan.
9.4. Protokol Penyediaan Makanan, Minuman dan Snack
9.4.1. Persyaratan Perusahaan Catering
9.4.1.1. Perusahaan catering sebagai pengelola makanan harus mendapatkan
rekomendasi dari dinas tenaga kerja atau dinas kesehatan yang diberikan berdasarkan
persyaratan keschatan, hygigue dan sanitasi sesuai dengan Surat Edaran Direktur
Jenderal Binawas No. SE86/BW/1989.
9.4.1.2. Perusahaan catering sebagai pengelola makanan diwajibkan memiliki
sertifikat halal yang dikerluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
9.4.1.3. Menu makanan yang disediakan harus memenuhi syarat-syarat kesehatan
yaitu gizi seimbang yang meliputi kebutuhan mineral (air). Makanan pokok (nasi),
lauk pauk (protein hewani dan nabati), sayuran dan buah.

9.4.1.4.
Air minum yang digunakan harus memenuhi persyaratan standar air minum sesuai
permenkers No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum dan
memenuhi syarat seperti tidak berbau, tidak berwama dan tidak berasa.
9.4.1.5. Jika air minum berasal dari air isi ulang harus dapat dipastikan bahwa depot
air minum memiliki izin usaha yang mensyaratkan sertifikat laik hygiene dan sanitasi
sesuai Permenkes No.43 Tahun 2014.
9.4.2. Persyaratan Kesehatan Tukang Masak dan Penyaji Makanan/Minuman
9.4.2.1. Telah mendapatkan pelatihan tentang kebersihan dan kesehatan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan makan bagi tenaga kerja.
9.4.2.2. Melakukan pemeriksaan kesehatan badan yang dilengkapi dengan hasil
rontgen paru-paru. Serta melakukan pemeriksaan keschatan secara berkala 2 kali
setiap tahun.
9.4.2.3. Tidak boleh melayani makanan selama menderita suatu penyakit sampai
dinyatakan sehat kembali oleh dokter yang dapat dibuktikan dengan surat keterangan
schat.
9.4.2.4. Tidak boleh melayani makanan bagi petugas keschatan yang memiliki riwayat
bepergian dari zona merah dan kuning pandemic Covid-19 dalam 14 hari
terakhir.
9.4.2.5. Mewajibkan penggunaan APD bagi petugas tukang masak dan penyaji sesuai
ketentuan pada Bagian 5.3 Pedoman ini.
9.4.3. Penyajian Makanan dan Snack
9.4.3.1. Selama masa pandemi Covid-19, penyajian makanan dan snack sangat
disarankan dengan menggunakan kemasan atau kotak makanan, tidak menggunakan
peralatan makan yang dipakai secara bergantian.
9.4.3.2. Apabila kondisi kantin atau ruang makan tidak memungkinkan untuk
diterapkannya physical distancing, penyajian makanan dapat dilakukan dengan
mengantarkannya ke meja kerja masing masing pegawai.
9.5 Protokol Rapat
9.5.1. Rapat Teleconference
9.5.1.1. Kegiatan rapat secara teleconference dapat dilakukan dengan menggunakan
aplikasi avcon yang telah direkomendasi oleh Departemen POB.
9.5.1.2. Dalam penggunaan aplikasi teleconference tidak diperkenankan untuk
menyebarkan atau memberikan informasi mengenai password, username dan data diri
lainnya kepada pihak lain yang tidak diundang atau tanpa seyin pemimpin rapat.
9.5.1.3. Jika diperlukan, rapat teleconference dapat direkam (record) untuk kebutuhan
administratif internal.
9.5.2. Rapat dengan tatap muka
9.5.2.I. Apabila tidak memungkinkan melaksanakan rapat dengan melalui
teleconference, rapat dapat dilakukan secara tatap muka dengan terlebih dahulu
mengajukan jadual rapat kepada petugas pengelola rang rapat.
Untuk tamu ekstemal yang akan melakukan rapat secara tatap muka, diwajibkan
menunjukkan sertifikat vaksinasi dan RT antigen yang belaku.
9.5.2.2. Tidak diperbolehkan melakukan interaksi dengan jarak kurang dari 1,5 meter.
9.5.2.3. Tidak diperbolehkan berbagi penggunnan alat minum/makan
9.5.2.4. Tidak diperbolehkan berbagi air minum/makanan ringan (snack).
9.5.2.5. Membersihkan tangan dengan menggunakan hand sanitizer/ tisu alkohol yang
telah disediakan sebelum mengambil air minum atau makanan.
9.5.2.6. Peserta rapat wajib menggunakan APD, sesuni ketentuan pada lampiran
Pedoman ini.
9.5.2.7. Pelaksanaan rapat tatap muka dilakukan sesingkat mungkin dan diusahakan
dapat selesai dalam waktu dua jam.
9.6. Protokol Kunjungan ke Site/Lokasi Proyek
9.6.1. Kegiatan survei lapangan harus pemenuhi ketentuan;
9.6.1.1. Pelaksanaan aktivitas kunjungan ke site/lokasi proyek mematuhi protokol
kesehatan dengan tanpa mengurangi efektifitas pelaksanaan
9.6.1.2. Menggunakan alat pelindung diri pribadi sesuai kebutuhan di lapangan (helm,
rompi, sarung tangan, kacamata pelindung, masker sesuai ketentuan dan sepatu
keselamatan)
9.6.1.3. Memperhatikan ketentuan jaga jarak fisik (physical distancing)
9.6.1.4. Memiliki surat keterangan bebas covid 19 / Hasil non reaktif RT Antigen atau
surat lain/dokumen yang dibutuhkan sebelum melakukan kunjungan ke site/lokasi
proyek sesuai peraturan daerah yang berlaku
9.6.2. Kegiatan pengawasan pekerjaan konstruksi
9.6.2.1. Pelaksanaan aktivitas pengawasan pekerjaan konstruksi mematuhi protokol
kesehatan dengan tanpa mengurangi efektifitas pelaksanaan.
9.6.2.2. Menggunakan alat pelindung diri pribadi sesuai kebutuhan di lapangan (helm,
rompi, sarung tangan, kacamata pelindung, masker sesuai ketentuan dan sepatu
keselamatan)
9.6.2.3. Memperhatikan ketentuan jaga jarak fisik (physical distancing).
9.6.2.4. Pelaksanaan pengawasan dapat memanfaatkan ketersediaan teknologi visual
real time (drone, cctv, dil) dengan tetap memperhatikan kaidah pengawasan di lokasi
pekerjaan konstruksi
5.6.2.5. Dalam melaksanakan pelaporan, dapat disediakan alat perekam visual secara
real time untuk pengawasan di tempat kerja
10. Rekapitulasi tentang Prosedur SOP Izin Kerja.
Didalam peraturan ataupun Prosedur SOP Izin Kerja tersebut terdapat tujuan
untuk bagaimana tata cara dalam pengajuan dan pemberian izin kerja, serta prosedur
tersebut juga mengacu kepada peraturan sebagai berikut :
 ISO 45001 Klausul 6.1.2 Identifikasi bahaya dan penilaian resiko & peluang
 Sistem Manajemen K3 (Sesuai PP No.50 tahun 2012) tentang Keamanan
Bekerja Berdasarkan Sistem Manajemen K3 diatur Sistem dan Pengawasan
 Per. 09/MEN/2016, Tentang K3 dalam Bekerja Pada Ketinggian
 SE.01/MEN/PPK/2012, Tentang Syarat K3 di Ruang Terbatas
 Peraturan Menteri PUPR No. 10 Tahun 2021
Didalam Standar Operasi Prosedur Izin Kerja tersebut terdapat beberapa
ketentuan umum yang harus dipatuhi dan harus dijalankan adalah sebagai berikut :
10.1.1.Izin kerja harus telah dibuat, disahkan dan diverifikasi.
10.1.2. Pekerja yang melaksanakan pekerjaan menerima ijin dan menandatanganinya,
pada keadaaan/kasus lain pelaksana menerima dan menandatangani ijin.
10.1.3. Salinan ijin harus berada pada tempat kerja, bila pekerjaan tidak dilengkapi
ijin kerja, HSE berhak memberhentikan pekerjaan.
10.1.4. Ijin harus sesuai untuk periode waktu tertentu (contoh: dari waktu pengeluaran
sampai akhir shift)
10.1.5. Jika pekerjaan tidak dimulai, atau berhenti karena keadaan, kontrol, atau
prosedur yang diperlukan tidak tentu atau tetap, ijin harus dibatalkan dan ijin baru
dikeluarkan, setelah evaluasi ulang sebelum pekerjaan dimulai.
10.1.6. Jika pekerjaan berhenti atau ditunda untuk alasan lain, cara lain yang tepat
atau sesuai harus di beritahukan,dan ijin untuk melanjutkan pekerjaan harus didapat.
10.1.7. Bila pekerjaan diperpanjang melebihi periode yang di tetapkan, pekerjaan
harus dihentikan sementara setelah evaluasi ulang, ijin tetap diperpanjang atau ijin
baru dikeluarkan.
10.1.8. Pada saat pekerjaan selesai, atau akhir hari kerja, ijin harus dikembalikan
kepada pemberi ijin, dinilai untuk mengindikasi status pekerjaan, dan di tandatangani
oleh pelaksana atau personil
10.2. Tanggung Jawab Pemberi Wewenang Ijin Kerja (PM/SOM, SQM/HSE
Koordinator)
10.2.1. Memastikan (jin telah disi dengan jelas dan leng/ s dan telah disetujui.
10.2.2. Memastikan bahwa peralatan atau area telah disiapkan dengan melakukan
pemeriksaan tempat kerja sebelum mengeluarkan jjin.
10.2.3. Memeriksa tempat kerja sebelum memulai pekerjaan.
10.2.4. Menunjukkan dengan jelas pada ijin bahwa tempat kerja telah diperiksa dan
telah siap untuk melakukan pekerjaan.
10.2.5. Pekerjaan ruang terbatas atau pekerjaan panas fin pekerjaan dikeluarkan
setelah dilakukan pengetesan keadaan udara untuk menentukan konsentrasi oksigen
dan atau gas yang mudah terbakar/gas berbahaya/beracun.
10.2.6. Memastikan bahwa penerima jin mengerti hal-hal yang berhubungan dengan
üin dan kendaan-keadaan yang tidak lazim yang berhubungan dengan pekerjaan.
10.2.7. Menghentikan pekerjaan jika terjadi keadaan yang dapat membahayakan
keselamatan keria.
10.2.8. Memberikan keterangan tentang perkembangan pekerjaan pada petugas
penolong bantuan.
10.2.9. Memeriksa kebersihan tempat pada penyelesaian pekerjaan.
10.2.10. Menerima salinan ijin yang telah lengkap yang diperlukan sebagai file untuk
manajemen
10.3.1. Memeriksa tempat kerja dalam kondisi aman sebelum memulai pekerjaan.
10.3.2. Melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan ijin.
10.3.3. Mengikuti semua ketentuan yang tertera pada ijin.
10.3.4. Menjaga/memastikan salinan ijin berada pada tempat kerja.
10.3.5. Memberitahukan perubahan kondisi pada tempt kerja kepada personil yang
mengeluarkan ijin.
10.3.6. Jika diperlukan, memperpanjang ijin atau memint jin baru.
10.3.7. Menandatangani dan mengembalikan ijin pada pemberi ijin pada akhir
pekerjaan atau berakhirnya hari atau waktu kerja dengan pernyataan bahwa pekerjaan
telah selesai (lengkap, tidak lengkap).
10.3.8. Membersihkan kembali area atau tempat kerja

10.4. Job Safety Analysis


JSA dibuat dengan pertimbangan sebagai berikut:
10.4.1. Memilih pekerjaan yang akan dianalisis
10.4.1.1. Pekerjaan dengan tingkat kecelakaan kerja atau PAK tertinggi berdasarkan
hasil identifikasi risiko (HIRADC)
10.4.1.2. Setiap pekerjaan baru atau pekerjaan yang telah mengalami
perubahan proses atau prosedur kerja yang memiliki risiko tertinggi berdasarkan hasil
identifikasi risiko (HIRADC)
10.4.1.3. Jika kondisi area kerja berubah atau area kerja berpindah, pelaksana atau
subkontraktor harus memperbarui JSA, karena potensi bahaya di area tersebut juga
mungkin berbeda serta melakukan peninjauan ulang JSA
10.4.2. Membagi pekerjaan menjadi uraian langkah-langkah kegiatan5.4.2.1.
Pekerjaan harus dijelaskan secara detail dari urutan langkah-langkah pekerjaan mulai
dari awal sampai akhir.
10.4.2.2. Setiap langkah harus menerangkan apa yang akan dilakukan, bukan
mengapa hal itu dilakukan.
10.4.2.3.Jelaskan langkah-langkah dengan kata kerja seperti: memasang, mengangkut,
membuka, dll.
10.4.3. Mengidentifikasi bahaya dari masing-masing langkah pekerjaan
10.4.3.1. Apa yang terjadi jika terdapat Resalahan
10.4.3.2. Apa konsekuensi dari aktivitas pekerjaan ini
10.4.3.3.Bagaimana bahaya dapat muncul
10.4.3.4.Apa saja faktor yang berkontribusi
10.4.3.5.Seberapa sering bahaya dan risiko dapat terjadi
10.4.5. Menentukan tindakan pengendalian
10.4.5.1. Eliminasi;, menghilangkan atau meminimalkan bahaya
10.4.5.2. Substitusi; mengganti alat, mesin, atau bahan lain yang berbahaya menjadi
kurang berbahaya
10.4.5.3.Rekayasa teknik; melakukan isolasi, memasang sistem ventilasi tambahan,
modifikasi alat, mesin atau tempat kerja jadi lebih aman
10.4.5.4. Pengendalian administratif, prosedur, aturan, pelatihan, durasi
kerja, rambu K3, poster K3, label, dll.
10.4.5.5.Alat pelindung diri (APD).
11. Rekapitulasi tentang Prosedur SOP Sistem Manajemen
Keselamatan,Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan.
Didalam SOP atau Prosedur tersebut memiliki tujuan untuk nantinya jika
digunakan sebagai pedoman dalam penerapan SMK3L perusahaan yang dimulai dari
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan perbaikan berkelanjutan. Serta
prosedur ini juga memiliki acuan seperti peraturan dari :
 Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
 Peraturan Pemerintah RI No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan SMK3
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.01/MEN/1980,
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 10 Tahun
2021
 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.5 Tahun 2018, tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Lingkungan.
 SO 14001: 2015 tentang Sistem Managemen Lingkungan.
 ISO 45001: 2018 tentang Sistem Managemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja.
Prosedur tersebut memiliki ketentuan untuk selalu dilaksanakan dan
diterapkan disetiap unit bisnis/proyek perusahaan, dimana ketentuan umum SOP atau
Prosedur tersebut adalah sebagai berikut :
11.1. Penetapan Kebijakan
Perusahaan telah menetapkan kebijakan perusahaan yang di dalamnya termasuk
kebijakan K3L, review terhadap kebijakan dilakukan setiap 1 tahun sekali.
Penetapan Komitmen K3L dapat dibuat oleh Unit Bisnis/proyek sesuai kebutuhan
pelaksanaan pekerjaa/k mengacu pada Kebijakan Perusahaan yang telah ditetapkan
dan pemenuhan persyaratan pemberi kerja.
11.2. Perencanaan
Perencanaan SMK3L perusahaan dibuat oleh departemen QHSE, dan untuk tingkat
unit bisnis dibuat oleh divisi/unit bisnis terkait, sedangkan untuk proyek membuat
RK3LK yang menjadi satu kesatuan dengan dokumen Perencanaan Proyek.
Proses perencanaan meliputi kegiatan :

11.2.1. Identifikasi kebutuhan dan harapan stakeholder


Identifikasi dilakukan baik di tingkat perusahaan/unit bisnis dan proyck , untuk dapat
memahami kebutuhan dan harapan pihak yang berkepentingan, dengan
mempertimbangkan aspek K3L Pembuatan identifikasi tersebut menggunakan form
pada Lampiran 8.1
11.2.2. Identifikasi bahaya dan aspek (K3L dan HIRADC).
Identifikasi dilakukan dengan memperhatikan secara menyeluruh terhadap seluruh
lingkup aktifitas pekerjaan (mengacu BOQ yang ada) terkait dengan pemakaian
bahan/material, waktu pelaksanaan, alat, metode kerja, sumber daya manusia, dan
dampak lingkungan (AMDAL/RKL & RPL). Pembuatan identifikasi tersebut
menggunakan form Lampiran 8.2
11.2.3Evaluasi Pemenuhan Peraturan Perundangan Dilakukan evaluasi terhadap
pemenuhan peraturan perundangan terkait termasuk peraturan daerah setempat yang
berlaku dimana proyek beroperasi untuk dipatuhi dan dijalankan, dengan
menggunakan format pada Lampiran 8.3
11.2.4.Sasaran, Program dan Jadwal Kegiatan K3L
Sasaran, Program dan Jadwal Kegiatan K3L dibuat berdasarkan identifikasi bahaya
dan aspek K3L, sesuai dengan wilayah kerja dan tingkat kewenangannya dengan
menggunakan format form pada Lampiran 8.4 dan 8.5
11.2.5.Rencana Biaya K3L
Perusahaan menetapkan biaya K3L di dalam RKAP/RBP yang disusun oleh
Departemen QHSE / Divisi / Proyek, yang mencangkup;
a) Penyiapan rencana keselamatan konstruksi (RKK)
b) Sosialisasi, promosi dan pelatihan
c) Alat pelindung diri dan alat pelindung kerja
d) Asuransi dan perizinan
e) Personil K3 konstruksi
f) Fasilitas, sarana, prasarana dan alat kesehatan
g) Rambu-rambu yang diperlukan
h) Konsultasi dengan ahli terkait keselamatan konstruksi
i) Lain-lain terkait pengendalian risiko keselamatan konstruksi
Uraian detail rencana biaya K3L mengacu pada prosedur nomor 2-000-43-09/02
tentang Pembuatan Perencanaan dan Pertanggung jawaban Pelaksanaan Proyek,
Lampiran 8.6
5.2.6.Apabila ada perubahan peraturan perundangan/standar dan perubahan lingkup
pekerjaan maka dokumen perencanaan SMK3L dan RK3LK harus diperbaharui
sesuai ketentuan yang dipersyaratkan. Catatan-catatan perubahan tersebut harus
didokumentasikan dengan baik, seperti misalnya notulen-notulen rapat.
11.3. Pelaksanaan Rencana K3L
Dalam melaksanakan rencana K3L perlu disiapkan perangkat sebagai berkut;
11.3.1. Struktur Organisasi
11.3.1.1. Struktur organisasi unit kopia, unit bisnis dan proyek telah ditetapkan
melalui SK Direksi yang mengatur tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan
kewenangan SMK3L.
11.3.1.2. Perusahaan membentuk organisasi P2K3 tingkat pusat dan proyek yang
berperan dalam pelaksanaan K3L di lingkungan perusahaan, dimana sekretaris P2K3
adalah ahli K3, bisa dilihat pada Lampiran 8.7.A
11.3.1.3. Tugas dan tanggung jawab organisasi K3L proyek
Penjelasan tugas dan tanggung jawab organisasi K3L proyek seperti pada Lampiran
8.7.B
11.3.1.4. Jenjang jabatan organisasi K3L diuraikan pada Lampiran 8.7.C
5.3.2. Pelatihan
Departemen QHSE mengkoordinir pelaksanaan pelatihan untuk sertifikasi
ahli/keterampilan K3L, sedangkan unit bisnis/proyck melakukan pelatihan internal di
Lingkungannya sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan dalam anggaran
biaya K3L.
11.3.3. Konsultasi, Partisipasi dan Komunikasi.
Konsultasi dan komunikasi dilakukan dalam bentuk kegiatan orientasi, safety talk,
toolbox meeting, rapat tinjauan manajemen, safety meeting, rapat P2K3, safety
campaign, media sosial. Uraian detail dapat dilihat pada prosedur nomor 2-000-57-
06/02 tentang Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi.
11.3.4. Pengendalian Operasional.
11.3.4.1. Tingkat Perusahaan
Pengendalian operasional di tingkat Perusahaan dilaksanakan oleh departemen QHSE
dengan melakukan penyusunan prosedur, petunjuk kerja serta ketetapan lainnya
berdasarkan kebijakan perusahaan Kegiatan pengendalian terdiri dari;
a) Departemen mereview prosedur dan petunjuk kerja berdasarkan pertimbangan:
a.1) Perubahan peraturan perundang-undangan
a.2) Tuntutan dari pihak terkait dan pasar
a.3) Perubahan produk dan kegiatan perusahaan
a.4) Perubahan struktur organisasi perusahaan
a.5) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
a.6) Hasil kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja
b) Review RK3L Proyek
b.1) Departemen OHSE melakukan review terhadap dokumen RK3L proyek baru,
untuk memastikan kesesuaian dengan SMK3L/standar ISO 14001 & 45001 dan
persyaratan kontrak b.2) Proses review dilakukan oleh departemen paling lambat 3
hari setelah dokumen diterima
b.3) Melakukan verifikasi dengan tim proyek paling lambat 4 hari setelah dokumen
diterima
b.4) Dokumen perbaikan diterima kembali oleh departemen
paling lambat 5 hari setelah proses verifikasi
b.5) Proses persetujuan paling lambat 2 hari setelah dokumen perbaikan diterima
b.6) Untuk memastikan bahwa prosedur dilaksanakan oleh unit bisnis/proyek
departemen melakukan pembinaan/sosialisasi dan supervisi
11.3.4.2. Tingkat Proyek
Pengendalian operasional dilakukan berdasarkan HIRADC terdiri dari;
a) Pembuatan Job Safer Analysis (JSA) dan Izin Kerja
JSA dibuat oleh pelaksana, diperiksa oleh SQM/HSE Inspektor dan disetujui oleh site
manager/manager proyek sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan.
JSA yang telah disetujui oleh site manager akan digunakan oleh
pelaksana/subkon/mandor untuk memperoleh izin kerja Uraian detail mengacu pada
prosedur nomor 2-000-57-04/05 tentang Izin Kerja.
b) Pemenuhan Perlengkapan K3L, antara lain terdiri dari :
b.1) Rambu-rambu peringatan dan himbauan terhadap K3L dipasang secara memadai.
b.2) APD digunakan oleh setiap orang sesuai dengan standar.
b.3) APK dipasang secara memadai sesuai dengan standar.
b.4) Setiap peralatan yang rusak atau tidak layak sudah diberi label/tag.
Uraian detail mengacu pada prosedur 2-000-57-10/02 tentang Perlengkapan K3L
11.3.4.3. Keamanan
a) Site QHSE Manager bertanggung jawab untuk keamanan dengan berkordinasi
terhadap seluruh unsur keamanan di lapangan
b) Petugas keamanan melakukan pemeriksaan dan keamanan yang
meliputi :
b.1) Pencatatan surat jalan serta kesesuaian ba (Masuk maupun- keluar proyek)
b.2) Melakukan pencatatan identitas dan memastikan keperluan tamu.
b.3) Membantu HSE inspektor dalam penerapan K3L.
b.4) Perlindungan terhadap orang dan barang-barang proyek
5.3.4.4. Pengendalian Limbah B3 dan Limbah Non B3
a) Pengelolaan limbah non B3 atau sampah dilakukan dengan prinsip
3R (Reduce, Reuse, Recycle).
b) Proyek harus mengendalikan Material B3 dan Non B3 serta melakukan pencatatan
yang teridentifikasi di dalam MSDS.
Uraian detail mengacu pada prosedur nomor 2-000-57-03/02
tentang Pengelolaan Lingkungan.
c) Pengelolaan limbah dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga yang
memiliki ijin operasi dari instansi berwenang.
11.3.5. Pengendalian dokumen dan data
Perusahaan menjamin keabsahan San distribusi dokumen/data penting yang terkait
dengan aktifitas K3L, mencegah salah penggunaan (dokumen kadaluarsa),
menyimpan dan memelihara sesuai kepentingan serta mudah didapat apabila
diperlukan. Pengendalian dokumen dan data K3L dilakukan secara berjenjang sesuai
dengan kewenangannya, ditingkat perusahaan oleh departemen OHSE sedangkan
ditingkat unit bisnis dan proyek dilakukan oleh masing-masing unit tersebut.
Uraian detail dapat dilihat pada prosedur nomor 2-000-43-10/02 tentang
Prosedur Pengendalian Data dan Gambar Proyek, nomor 2-000-70-02/03 tentang
Prosedur Pengelolan Kearsipan dan 2-000-70-01/10 tentang Prosedur Penyusunan dan
Pengendalian Prosedur Atau Petunjuk Kerja.
11.3.6. Keterlibatan Mitra Kerja dalam Penerapan K3L
Perusahaan telah mengatur didalam proses pengadaan barang dan jasa dengan
mensyaratkan Kepatuhan mitra kerja terhadap SMK3L, ISO 14001 dan ISO
45001. Selain itu mitra kerja ikut terlibat pada organisasi P2K3 dan tanggap darurat
proyek. Untuk memastikan komitmen mitra Kerja dalam penerapan tersebut,
dilakukan penandatanganan pakta integritas seperti pada form Lampiran 8.8 Uraian
detail dilihat pada prosedur nomor 2-000-52-02/14 tentang Pengadaan dan
Pengendalian Produk
11.3.7. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat.
Komitmen perusahaan untuk memberikan perlindungan kepada seluruh tenaga kerja
dan Lingkungan yang didasarkan pada Remampuan mengatasi sendiri dalam
penanganan P3K atas insiden dan Recelakaan kerja serta mengatasi keadaan darurat
besar seperti kebakaran, bencana alam dan lain sebagainya.
Pelaksanaan kesiapsiagaan dan tanggap darurat diatur sebagai berikut :
11.3.7.1. Perusahaan melalui kantor pusat dan proyck
membentuk tim
kesiapsiagaan dan tanggap darurat yang beranggotakan perwakilan pekerja dan mitra
kerja.
11.3.7.2. Tim kesiapsiagaan dan tanggap darurat mengidentifikasi potensi keadaan
darurat yang muncul, sarana dan prasarana yang dibutuhkan serta menetapkan
rencana pencegahan.
11.3.7.3.Secara berkala per semester (minimal 3 bulan) menguji efektifitas
implementasi dan kesiapsiagaan/respon terhadap kondisi darurat
11.3.7.4.Pemulihan Keadaan Darurat
a) Sampai dengan pemberhentian sementara oleh ketua tim tanggap darurat, untuk
dilakukan review (investigasi) : pemberhentian pekerjaan sejenis, pemberhentian area
kejadian, pemberhentian semua aktifitas proyck
b) Dilakukan pemberitahuan kepada semua pekerja perihal terjadinya cadaan darurat
setelay, kejadian pada safety meeting / safety talk
11.3.7.5. Rencana Layout Jalur Evakuasi Tanggap Darurat
Pembuatan rencana layout jalur evakuasi tanggap darurat dan fasilitas pekerja dibuat
untuk memastikan penempatan apar, titik kumpul kotak
P3K dan fasilitas pekerja (tempat minum, mck dan tempat istirahat).
Uraian detail mengacu pada prosedur nomor 2-000-57-05/06 tentang
Keadaan Darurat
11.3.8. Penghargaan dan Sanksi
11.3.8.1. Program penghargaan diterapkan guna meningkatkan keterlibatan pekerja
dan mitra kerja didalam penerapan SMK3L.
Untuk tingkat perusahaan: pemberian penghargaan diberikan setiap satu tahun sekali
berdasarkan hasil penilaian audit internal, sedangkan program pemberian
penghargaan di tingkat unit bisnis dan proyek ditentukan oleh kebijakan masing-
masing unit bisnis dan proyek yang bersangkutan.
11.3.8.2. Program sanksi diterapkan guna member peringatan atas pelanggaran yang
telah dilakukan.
a) Untuk tingkat perusahaan pemberian sanksi kepada unit bisnis/proyck diberikan
bila:
a.1) Terdapat pelaporan dari pihak eksternal atau masyarakat yang dapat berdampak
terhadap citra perusahaan.
a.2) Terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan hilangnya hari
kerja di atas 4 hari.
a.3) Terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian.
a.4) Adanya pencemaran lingkungan
b) Untuk tingkat proyek pemberian sanksi kepada mitra kerja/pekerja diberikan
apabila melanggar ketentuan dalam pakta integirtas yang telah disepakati.
11.4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3
11.4.1. Pemeriksaan, pengujian dan pengukuran
Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3L perusahaan melakukan
kegiatan pemeriksaan, pengujian dan pengukuran yang mengacu pada prosedur nomor
2-000-57-07/05 tentang Inspeksi K3L, meliputi:
11.4.1.1. Management Walk Through (Direksi Patrol) ke proyek-proyek
dilakukan oleh Direksi didampingi pejabat setingkat Eselon I, maupun yang dilakukan
oleh Pimpinan Unit Bisnis minimal dua bulan sekali.
11.4.1.2. Supervisi ke proyek-proyek dilakukan oleh departemen OHSE berkoordinasi
dengan QHSE Unit Bisnis terkait minimal satu bulan sekali, untuk melakukan
pembinaan dan memastikan SMK3L dilaksanakan.
11.4.1.3. Inspeksi K3L
a) Ruang lingkup inspeks» meliputi pemeriksaan bahaya diarca keria. pemeriksaan
alat kerja, alat ukur dan kelengkapan APD/APK
b) Inspeksi mingguan proyek dilakukan oleh PM, SOM, SAM, SEM, Site QHSE
Manager/ HSE inspektor, dengan tujuan menjaga konsistensi dalam penerapan standar
K3L.
c) Inspeksi harian dilakukan oleh HSE inspektor terhadap seluruh area kerja.
d) Laporan inspeksi mingguan dan harian dibuat serta didistribusikan kepada pihak
yang terkait untuk ditindaklanjuti dan disosialisasikan.
e) Semua pekerja dapat menghentikan pekerjaan apabila ditemukan keadaan
berbahaya sesuai penjelasan nomor prosedur 2-000-57-09/03 tentang Stop Work
Authority
11.4.1.4. Kesehatan Keria
Perusahaan melakukan pemantauan kesehatan pekerja melalui :
a) Pemeriksaan kesehatan bagi pekerja baru untuk memastikan ready to fit work
a.1) Pemeriksaan kesehatan secara berkala (MCU) minimal satu tahun sekali
a.2) Pemeriksaan kesehatan khusus bagi pekerja yang melakukan pekerjaan risiko
tinggi, seperti bekerja diketinggian dan ruang terbatas.
a.3) Pencegahan penyakit akibat kerja dilakukan melalui pengendalian dan
pemantauan Lingkungan (fisika, Kimia, biologi, ergonomi dan psikologi).
a.4) Pemeriksaan keschatan terhadap penyalahgunaan narkotika dan minuman
beralkohol, serta pencegahan penularan
HIV/AIDS dilakukan sewaktu-waktu sesuai kondisinya.
a.) Pemberian imunisasi/pencegahan bagi pegawai yang
ditugaskan di tempat yang terjangkit endemik
b) Perusahaan termasuk proyck melakukan kerjasama dengan
RS/Klinik/Pusekesmas terdekat
c) Pemeriksaan pekerja baru di proyck dapat dilakukan petugas paramedis atau
petugas P3K dengan pemeriksaan sederhana, yaitu dengan pengukuran tekanan darah,
kolesterol, asam urat, gula darah sesual nomor prosedur 2-000-57-19/02 tentang
Prosedur Fit to Work
d) Hasil pemeriksaaan keschatan berkala perlu ditindaklanjuti untuk memastikan
apabila pekerja dalam kondisi unfit. Departemen HC/Manager Keuangan & SDM
Unit/SAM berkordinasi dengan RS/Klinik/Puskesmas Rujukan.
c) Pengendalian keschatan dilakukan dengan :
11.4.1.5. Lingkungan
Perusahaan melakukan pengendalian lingkungan melalui kegiatan :
a) Pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja (fisika, kimia, biologi, ergonomi
dan psikologi)
b) Penerapan higiene dan sanitasi (bangunan tempat kerja, fasilitas kebersihan,
kebutuhan udara, dan tata laksana kerumahtanggaan) melalui prinsip SR (ringkas,
rapi, resik, rawat dan rajin).
c)Pengendalian kualitas lingkungan proyek dilakukan dengan memastikan bahwa
owner/pelanggan mempunyai dokumen AMDAL.
Uraian detail mengacu pada prosedur nomor 2-000-57-03/02 tentang Pengelolaan
Lingkungan
11.4.1.6. Pengukuran Kinerja K3L
Pengukuran kinerja K3L proyek oleh Unit Bisnis dilakukan setiap triwulan, dan
semesteran oleh Dept. QHSE mengacu kepada ketentuan kriteria SMK3L
sebagaimana form pada Lampiran 8.9
11.4.1.7. Pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan
Perusahaan telah menetapkan proses pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan sebagai
berikut:
a) Membentuk tim investigasi kecelakaan kerja yang bertugas untuk melaksanakan
pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan.
b) Melakukan pemantauan terhadap tindakan perbaikan dan melakukan sosialisasi
kepada seluruh pekerja.
Uraian secara detail mengacu pada prosedur nomor 2-000-57-08/04 tentang Pelaporan
dan Investigasi Kecelakaan Kerja.
11.4.1.8. Laporan K3L
Untuk melakukan pemantuan terhadap pelaksanaan SMK3L, perlu dilakukan
penyusunan laporan K3L dengan ketentuan
a) Laporan K3L Perusahaan dibuat oleh Departemen OHSE untuk dilaporkan kepada
Direksi setiap rapat koordinasi unit kerja
b) Laporan K3L Unit Bisnis dibuat oleh Manager QHSE Unit Bisnis untuk dilaporkan
kepada Departemen QHSE setiap tanggal 7 bulan berikutnya.
c) Proyek membuat Laporan K3L Harian Lampiran 8.10 dan Bulanan Lampiran 8.11
untuk dilaporkan kepada Unit Bisnis terkait setiap tanggal 5 bulan berikutnya.
d) Laporan P2K3 dibuat setiap triwulan oleh Departemen QHSE dan masing-masing
proyek dan dilaporkan ke disnaker setempat,
Lampiran 8.12
11.4.2. Audit Internal SMK3L
Untuk memastikan pelaksanaan SMK3L di wilayah kerja unit bisnis/proyek
diperlukan penilaian melalui audit internal yang dilaksanaan setiap semester oleh
personil departemen QHSE yang telah memiliki sertifikasi auditor SMK3, dengan
menggunakan formulir pada Lampiran 8.9
11.5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
Untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan perusahaan
melakukan
11.5.1. Tinjauan ulang terhadap penerapan SMK3 secara berkala melalui tinjauan
manajemen yang diadakan minimal dua kali dalam satu tahun.
Ruang lingkup tinjauan manajemen meliputi :
a) Evaluasi terhadap kebijakan K3
b) Tujuan sasaran dan kineria K3
c) Hasil temuan audit SMK3
d) Evaluasi efektifitas penerapan SMK3 dan kebutuhan untuk pengembangan SMK3
11.5.2. Program perbaikan dan peningkatan kinerja dilakukan berdasarkan
pertimbangan :
a)Perubahan peraturan perundang-undangan b)Tuntutan dari pihak terkait dan pasar
c)Perubahan produk dan kegiatan perusahaan
d)Perubahan struktur organisasi perusahaan
e)Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
f)Hasil kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja
g)Adanya saran dari pekerja
12.Rekapitulasi Prosedur SOP Kesiapsiagaan Tanggap Darurat.
Didalam SOP atau Prosedur tersebut memiliki tujuan untuk nantinya jika
digunakan sebagai pedoman dalam prosedur kesiapsiagaan tanggap darurat didalam
kegiatan perusahaan, serta didalam prosedur ini juga memiliki acuan seperti peraturan
dari :
 UU No 1 tahun 1970, Keselamatan Kerja
 Permenaker No 04 Tahun 1980, tentang Syarat pemasangan dan pemeliharaan
APAR
 Permenaker No 15 Tahun 2008, tentang P3K
 ISO 9001 : 2015, Klausul 8.3 Pengendalian Produk Tidak Sesuai.
 ISO 14001: 2015, Klausul 8.2 Kesiapsiagaan dan Ketanggapan Darurat.
 ISO 45001 : 2018, Klausul 8.2 Kesiapsiagaan dan Ketanggapan Darurat.
 Sistem Manajemen K3 (sesuai PP No. 50 Tahun 2012)
 Peraturan Menteri PUPR No. 10 Tahun 2021
Prosedur tersebut memiliki ketentuan untuk selalu dilaksanakan dan
diterapkan disetiap unit bisnis/proyek perusahaan, dimana ketentuan umum SOP atau
Prosedur tersebut adalah sebagai berikut :
12.1 Rencana Tanggap Darurat
12.1.1 Identifikasi potensi darurat
12.1.2 Organisasi dan tanggung jawab
12.1.3 Rencana penananganan kondisi darurat
12.1.4 Peralatan Tanggap Darurat
12.1.5 Latihan Tanggap Darurat
12.1.6 Pemulihan Paska Kejadian Darurat
12.2 Identifikasi Potensi Darurat
12.2.1. Kebakaran
12.2.2. Kecelakaan kerja
12.2.3. Tumpahan Bahan Kimia Berbahaya
12.2.4. Demo dan huru hara
12.2.5. Banjir
12.2.6. Tsunami
12.2.7. Gempa bumi
12.2.8. fabotase dan Ancaman Bom
12.2.9. Menemukan obyck yang mencurigakan
12.2.10. Kegagalan konstruksi
12.2.11. Ancaman binatang buas dan berbisa
12.3 Organisasi dan Tanggung Jawab
Dibentuk tim terdiri dari bagian terkait dan di pimpin oleh pimpinan tertinggi
dilokasi, terdiri dari;
12.3.1. Ketua
12.3.2. Wakil ketua
12.3.3. Satuan petugas/satgas (pemadam kebakaran, evakuasi, P3K, komunikasi,
tumpahan bahan kimia dan kegagalan konstruksi, transportasi)Uraian detail mengacu
pada Lampiran 8.1
12.4 Rencana Penanganan Kondisi Darurat
12.4.1 Bila keadaan darurat terjadi, setiap personel yang mengetahui harus segera
melaporkan ke supervisor/petugas komunikasi dan atau langsung membuyikan sirine
tanda keadaan darurat secara terus menerus.
12.4.2 Laporan dapat disampaikan melalui radio komunikasi, pesawat telpon atau
secara langsung jika memungkinkan
12.4.3 Laporan harus mencakup hal-hal sebagai berikut;
12.4.3.1. Nama dan jabatan
12.4.3.2. Keadaan darurat yang terjadi
12.4.3.3.Lokasi dan tempat keiadian
12.4.3.4. Tindakan penanggulangan awal yang telah dilakukan
12.4.4 Petugas komunikasi segera melaporkan keadaan darurat kepada koordinator
tanggap darurat
12.4.5 Koordinator segera mengaktifkan tim tanggap darurat
12.4.6 Anggota tim tanggap darurat melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-
masing
12.4.7 Jika keadaan darurat tidak dapat dikendalikan, koordinator tanggap darurat
menginstruksikan kepada koordinator lantai/area mengenai tempat berkumpul untuk
segera mengevakuasi ke tempat yang aman
12.4.8 Petugas komunikasi menghubungi tim pendukung tanggap darurat dari pihak
eksternal berdasarkan instruksi dari koordinator tanggap darurat
12.4.9 Setelah keadaan dapat dikuasaidan dipastikan benar-benar keadaan sudah
aman, koordinator tim tanggap darurat menginformasikan ke daerah evakuasi
karyawan untuk kembali ketempat kerja
12.4.10Investigasi dilakukan sesuai dengan prosedur tindakan perbaikan dan
pencegahan kecelakaan, insiden dan ketidaksesuaian.
12.5 Peralatan Tanggap Darurat
12.5.1 Alat Sistem Peringatan Bahaya
12.5.1.6 Alarm, dibuatkan khusus untuk tanda peringatan bahaya.
12.5.1.6 Detektor asap, untuk mendeteksi ada atau tidaknya asap pada ruangan tempat
detektor ditempatkan
12.5.1.6 Detektot suhu, untuk pembanding dari detektor asap agar alat tidak
memberikan false alarm
12.5.1.6 Alat Komunikasi
12.5.1.4.1. Disiapkan sarana komunikasi seperti radio atau ht
12.5.1.4.2. Tersedia kontak darurat atau alamat dan telpon penting disekitar
aktifitasnya:
a. Poliklinik
b. Rumah Sakit
c. Kantor Dinas Pemadam Kebakaran
d. Kantor Aparat Keamanan (Kepolisian)
c. Kantor Dinas / Suku Dinas Tenaga Kerja Setempat
f. Kantor PLN
g. Badan SAR
12.5.1.5 Alat Pemadam Kebakaran ( APAR, Hydrant, Fire Blanket )
12.5.1.5.1. Alat pemadam kebakaran ditempatkan pada posisi yang mudah terlihat
dengan jelas, mudai dicapai dan diambil serta dilengkapi dengan pemberian tanda
pemasangan.
12.5.1.5.2. Tinggi tanda pemasangan APAR 125 cm dari dasar lantai
12.5.1.5.3. Jarak pemasangan APAR satu dengan lainnya 15 meter.
12.5.1.5.4. Pemasangan APAR tidak kurang dari 15 cm dari lantai.
12.5.1.6 Alat P3K
12.5.1.6.1. Tersedia ruang P3K dan peralatannya
12.5.1.6.2. Tersedia kotak dan tas P3K
12.5.1.6.3. Tersedia alat evakuasi / tandu
12.6 Jalur Evakuasi Keadaan Darurat
12.6.1. Dibuatkan strategis, aman untuk dilalui dan merupakan jalur yang paling cepat
menuju titik berkumpul
12.6.2. Rencanakan jalur penyelamatan dan pastikan selalu siap dan tidak terhalang
12.6.3. Pastikan tersedia cukup penerangan pada jalur penyelamatan yang Latihan
Tanggap Darurat (Drill)
12.7 Prosedur Tanggap Darurat
12.7.1 Prosedur Evakuasi
a.Segeralah mengikuti jalur evakuasi kearah pintu darurat / tangga darurat yang
terdekat.
b. Pastikan tidak menimbulkan kepanikan / saling berebut / saling dorong
c. Arahkan Langkah anda ke titik kumpul
d. Berkumpulllah dengan rekan anda yang berada dalam satu lokasi kerja
e. Periksalah apakah teman terdekat di tempat kerja sudah terlihat oleh anda
f. Jika tidak ada, laporkan pada pimpinan dilokasi yang ada ditempat itu
g. Lakukan Tindakan pertolongan pertama jika ada korban dan segera menghubungi
petugas medis yang ada
12.7.2 Prosedur Saat Gempa Bumi
a. Saat terjadi gempa bumi, berlindung dibawah meja / furniture yang kokoh sampai
gempa berhenti.
b. Lindungi wajah kepala dan merapat pada bagian dalam dinding atau tiang utama
peyangga Gedung
c. Hindari atau jauhi kaca a/tu dinding yang berisiko bisa menimpa
d. Tetap diam diruangan sampai goncangan berhenti
e. Apabila sudah aman segera evakuasi diri dengan mengikuti jalur cavakuasi menuju
titik kumpul yang sudah ada.
12.7.3 Prosedur Penanganan Kebakaran
a. Apabila menemukan titik api, segerelah padamkan dengan menggunakan APAR
b. Apabila tidak mampu dipadamkan segeralah member tahu petugas
c. Segera evakuasi diri dengan mengikuti jalur evakuasi menuju titik kumpul
d. Apabila terjebak dalam kebakaran segera cari jalan keluar dengan posisi badan
tiarap menuju jalan keluar
Koordinator segera menghubungi dinas pemadam kebakaran
12.7.4 Prosedur Penanganan Saat Tumpahan Bahan Kimia Berbahaya
n. Pekerja yang menemukan tumpahan bahan B3 melaporkan ke tim tanggap darurat
b. Ketua tim menginstruksikan tim tanggap darurat penanganan tumpahan bahan B3
melakukan penanganan langsung
c. Tim melakukan penanganan tumpahan menggunakan APD lengkap
d. Hasil penanganan tumpahan B3 dimasukkan kedalam tempat penyimpanan limbah
B3 sementara
e. Apabila tumpahan yang terjadi diluar penanganan tim tanggap darurat, tim
langsung menghubungi pihak terkait untuk membantu.
12.7.5 Prosedur Penanganan Saat Kecelakaan Kerja
a. Pekerja yang melihat terjadinya kecelakaan kerja langsung menghubungi tim HSE /
Tanggap Darurat / P3K/ Pelaksana
b. Tim P3K langsung kearea kecelakaan untuk melakukan pertolongan pertama, dan
megevakuasi korban ke klinik / daerah yang lebih aman
c. Apabila korban tidak bisa ditangani lagi diklinik, tim langsung mengevakuasi
korban ke RS terdekat.
d. Tim tanggap darurat melakukan Tindakan perbaikan / pencegahan
e. Tim tanggap darurat membuat laporan lengkap
12.7.6 Prosedur Penanganan Saat Terjadi Banjir
a. Banjir ini bisa terjadi karena meluapnya aliran sungai, bobolnya tanggul dan
masuknya air hujan menggenangi bagian proyek seperti basement, kolam tangka air
bawah tanah, konstruksi STP dan lain-lain
b. Matikan segera aliran listrik baik dari PLN maupun genset untuk mencegahh
bahaya tesengat listrik bila air akan / telah memasuki lokasi proyek.
c. Bila terjadi banjir petugas tanggap darurat menyiapkan peralatan-peralatan
pertolongan Aertama banjir seperti pompa-pompa air, tanggul air, ban pelampung, dil.
d. Banjir akibat air hujan masuk kebagian proyek perlu persiapan seperti :
a. Persiapan pompa - pompa penyedit air dan disalurkan dengna selang ke saluran
pembuangan terdekat.
b. Persiapan tanggul - tanggul air untuk mencegah air masuk ke bagian konstruksi
lainnya.
e.Banjir akibat aliran sungai meluap dan tanggul sungai bobol
f.Selamatkan karyawan / pekerja dengan menggunakan perahu atau ban
pelampung
g.Selamatkan asset-aset penting yang bisa diselamatkan
h.Evakuasi seluruh karyawan / pekerja ke tempat yang aman
i.Bila ada korban hubungi ambulan dan bawa ke rumah sakit / poliklinik terdekat.
Petugas tanggap darurat menghitung dan mendata seluruh karyawan / pekerja
j.Buat laporan ke atasan dan instansi yang terkait.
12.7.7 Prosedur Penanganan Saat Ancaman Bom
a. Pastikan bahwa nomor telepon darurat tersedia disamping setiap telepon yang
operasional
b. Bila terjadi ancaman bom, coordinator tim tanggap darurat Bersama security /
keamanan menghubungi pihak kepolisian atau kemanan
c. Coordinator tim tanggap darurat mengumumkan terjadinya ancaman bom kepada
seluruh karyawan
d. Lakukan evakuasi karyawan dipimpin oleh coordinator evakuasi tiap lantai, melalui
jalur evakuasi menuju tempat berkumpul.
e. Apabila sudah terjadi ledakan bom dan terdapat korban, maka lakukan
P3K dan segera hubungi rumah sakit terdekat dan datangkan ambulance apabila
diperlukan
Tim rescue mencari korban - korban yang mungkin masih berada dibawah reruntuhan
untuk diberi pertolongan
g. Selamatkan dokumen dan asset-aset lain yang penting
h. Coordinator tim tanggap darurat menghitung dan melakukan pengecekan jumlah
karyawan
1. Buat laporan keatasan dan instansi terkait.
12.7.8 Prosedur Penanganan Saat Huru Hara
a. Petugas keamanan ( Satpam ) segera menutup pintu gerbang / area kerja atau
proyek untuk pengamanan
b. Kumpulkan massa perusuh di area evakuasi
c.Setelah diperolch keterangan tentang permasalahannya, segera laporkan
permasalahan tersebut kepada pimpinan terkait dan bagian umum
d. Segera hubungi pihak berwajib apabila huru-hara atau kerusuhan berdampak pada
pengrusakan asset perusahaan
c. Cari pimpinan kelompok atau perwakilan nya dan segera selesaikan permasalahan
nya dengan pihak wakil manajemen dengan sebaik-baiknya agar permasalahan tidak
berdampak lebih luas
f. Tim tanggap darurat segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak
manajemen
12.7.7 Prosedur Penanganan Saat Ancaman Bom
a. Pastikan bahwa nomor telepon darurat tersedia disamping setiap telepon yang
operasional
b. Bila terjadi ancaman bom, coordinator tim tanggap darurat Bersama security /
keamanan menghubungi pihak kepolisian atau kemanan
c. Coordinator tim tanggap darurat mengumumkan terjadinya ancaman bom kepada
seluruh karyawan
d. Lakukan evakuasi karvawan dipimpin oleh coordinator evakuasi tiap lantai, melalui
jalur evakuasi menuju tempat berkumpul.
c. Apabila sudah terjadi ledakan bom dan terdapat korban, maka lakukan P3K dan
segera hubungi rumah sakit terdekat dan datangkan ambulance apabila diperlukan
f. Tim rescue mencari korban - korban yang mungkin masih berada dibawah
reruntuhan untuk diberi pertolongan
g. Selamatkan dokumen dan asset-aset lain yang penting
h. Coordinator tim tanggap darurat menghitung dan melakukan pengecekan jumlah
karyawan
i. Buat laporan keatasan dan instansi terkait.
12.7.8 Prosedur Penanganan Saat Huru Hara
a. Petugas keamanan ( Satpam ) segera menutup pintu gerbang / area kerja atau
proyck untuk pengamanan
b. Kumpulkan massa perusuh di area evakuasi
c.Setelah diperoleh keterangan tentang permasalahannya, segera laporkan
permasalahan tersebut kepada pimpinan terkait dan bagian umum
d. Segera hubungi pihak berwajib apabila huru-hara atau kerusuhan berdampak pada
pengrusakan asset perusahaan
e. Cari pimpinan kelompok atau perwakilan nya dan segera selesaikan permasalahan
nya dengan pihak wakil manajemen dengan sebaik-baiknya agar permasalahan tidak
berdampak lebih luas
f. Tim tanggap darurat segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak manajemen
12.7.7 Prosedur Penanganan Saat Ancaman Bom
a.Pastikan bahwa nomor telepon darurat tersedia disamping setiap telepon yang
operasional
b.Bila terjadi ancaman bom, coordinator tim tanggap darurat Bersama security /
keamanan menghubungi pihak kepolisian atau kemanan
c. Coordinator tim tanggap darurat mengumumkan terjadinya ancaman bom kepada
seluruh karyawan
d. Lakukan evakuasi karyawan dipimpin oleh coordinator evakuasi tiap lantai, melalui
jalur evakuasi menuju tempat berkumpul.
e. Apabila sudah terjadi ledakan bom dan terdapat korban, maka lakukan P3K dan
segera hubungi rumah sakit terdekat dan datangkan ambulance apabila diperlukan
f. Tim rescue mencari korban - korban yang mungkin masih berada dibawah
reruntuhan untuk diberi pertolongan
g. Selamatkan dokumen dan asset-aset lain yang penting
h. Coordinator tim tanggap darurat menghitung dan melakukan pengecekan jumlah
karyawan
i. Buat laporan keatasan dan instansi terkait.
12.7.8 Prosedur Penanganan Saat Huru Hara
a. Petugas keamanan ( Satpam ) segera menutup pintu gerbang / area kerja atau
proyek untuk pengamanan
b. Kumpulkan massa perusuh di area evakuasi
c.Setelah diperoleh keterangan tentang permasalahannya, segera laporkan
permasalahan tersebut kepada pimpinan terkait dan bagian umum
d.Segera hubungi pihak berwajib apabila huru-hara atau kerusuhan berdampak pada
pengrusakan asset perusahaan
e. Cari pimpinan kelompok atau perwakilan nya dan segera selesaikan permasalahan
nya dengan pihak wakil manajemen dengan sebaik-baiknya agar permasalahan tidak
berdampak lebih luas
f. Tim tanggap darurat segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak manajemen
12.8 Simulasi dilakukan secara berkala, minimal satu kali dalam satu tahun, yang
skenarionya bisa satu kondisi darurat atau kombinasi dari beberapa kondisi gawat
darurat.
12.9 Pelaksanaan simulasi harus dievaluasi untuk mengetahui keefektifan prosedur
tanggap darurat
12.10 Hasil evaluasi simulasi rencana tanggap darurat harus dikomunikasikan kepada
pihak terkait.
12.11 Pelaporan dan Pemulihan Paska Kejadian Darurat
12.11.1 Apabila kondisi darurat sudah teratasi maka ketua tim tanggap darurat harus
membuat laporan kejadian darurat dan kegiatan pemulihannya
12.11.2 Ketua tim tanggap arurat yang akan menentukan apabila kondisi
kantor/proyek sudah aman untuk dimasuki kembali, setelah mempertimbangkan hasil
pemeriksaan oleh pihak berwajib
12.11.3 Kegitan pemulihan paska kejadian darurat meliputi pelayanan kesehatan
untuk korban dan pemulihan sarana seta prasarana kerja
13. Rekapitulasi Prosedur SOP Lock Out & Tag Out.
Menjamin mesin/alat berbahaya secara tepat telah dimatikan dan tidak akan
menyala kembali selama pekerjaan berbahaya atapun pekerjaan perbaikan / perawatan
sedang berlangsung sampai dengan pekerjaan tersebut telah selesai, serta didalam
prosedur tersebut juga mengacu kepada perarturan seperti :
 UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamtan Kerja
 PP No.50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kerja
 Permenaker No 33 Tahun 2015 tentang Keselamatan Kesehatan Kerja Listrik
di tempat kerja
Prosedur tersebut memiliki ketentuan untuk selalu dilaksanakan dan
diterapkan disetiap unit bisnis/proyek perusahaan, dimana ketentuan umum SOP atau
Prosedur tersebut adalah sebagai berikut :
13.1 Analisa Sumber Energi Bebahaya
Semua pekerja yang terlibat dalam pekerjaan harus menganalisa dan mencari sumber-
sumber energi atau bahaya yang dapat menciderai pekerja. Lakukan pemeriksaan
terhadap sumber energi yang terhubung dengan peralatan yang akan diperbaikiy
13.2. Koordinasi Semua Pihak yang Terlibat
Semua pihak yang terlibat langsung maupun yang tidak terlibat langsung namun
masih berhubungan dengan pekerjaan atau peralatan yang akan diperbaiki harus
diberitahu.
13.3. Isolasi atau Putus Sumber Energi Berbahaya
Lakukan pemutusan jaringan atau aliran listrik dari sumbernya, lakukan isolasi pada
titik isolasi yang telah disediakan atau disesuaikan dengan rekomendasi
pabrik/proyek. Bila pekerjaan dilakukan secara berkelompok, maka lakukanlah isolasi
secara kelompok dengan menggunakan Box LOTO dan dipimpin oleh HSE Inspector
13.4. Pengujian
Setiap sumber yang telah disolasi harus tetap diuji oleh petugas ME terlebih dahulu
sebelum pekerjaan dilakukan untuk memastikan bahwa sumber energi benar-benar
terputus.
13.5. Pasang Lock dan Tag
Setelah sumber energi telah diputus, pasanglah Lock untuk memastikan bahwa tidak
ada orang lain yang sewaktu-waktu dapat menghidupkan atau menyambung kembali
sumber energi. dan pasanglah tagging pada titik isolasi untuk memberikan informasi
kepada pekerja lain terkait pekerjaan yang dilakukan
13.6. Memulai Pekerjaan
Setelah semua sudah dipastikan aman, maka pekerjaan dapat dilakukan sesuai
perencanaan.
13.7. Menyelesaikan Pekerjaan Selesaikan pekerjaan pada shift anda, jika pekerjaan
tidak dapat diselesaikan pada gilir kerja anda, maka berikanlah pending job yang jelas
ke pengawas dan isolasi harus tetap terpasang untuk menghindari kerusakan yang
lebih parah yang disebabkan oleh pengoperasian pekerja lain yang tidak mengetahui.
Pastikan terlebih dahulu bahwa HSE Inspector telah mempunyai kunci dari gembok
yang anda pasang, atau letakkan kunci pada kotak isolasi yang tersedia.
13.8. Mengamankan Daerah Kerja
Lakukan perapihan dan pembersihan jika pekerjaan telah selesai dilakukan
13.9. Periksa Area Kerja
Lakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap area kerja anda, untuk mema ada
pekerja lain yang berada di area tersebut, serta pastikan bahwa pera digunakan tidak
ada yang tertinggal.
13.10.Melepas Lock dan Tag
Lepaslah semua gembok dan tagging setelah pekerjaan selesai.
13.11. Sambungkan Kembali Sumber Energi
Setelah gembok dan tagging dilepas, sambungkan kembali peralatan dengan sumber
13.12.Menguji Fungsi Ujilah peralatan yang telah diperbaiki, pastikan bahwa
peralatan telah berfungsi d baik dan sumber energi telah disambungkan.

14. Rekapitulasi Prosedur SOP tentang Stop Work Authority.


Prosedur ini dibuat sebagai pedoman atau petunjuk kerja dalam penghentian
pekerjaan (Stop Work Authority), dan didalam peraturan tersebut juga terdapat
peraturan yang mengacu kepada :
 ISO 9001: 2015
 ISO 14001: 2015.
 ISO 45001: 2018.
 Sistem Manajemen K3 (sesuai PP No. 50 Tahun 2012)
 Peraturan Menteri PUPR No. 10 Tahun 2021
Prosedur tersebut memiliki ketentuan untuk selalu dilaksanakan dan
diterapkan disetiap unit bisnis/proyek perusahaan, dimana ketentuan umum SOP atau
Prosedur tersebut adalah sebagai berikut :
14.1. Pekerja atau karyawan menemukan kondisi atau tindakan yang tidak aman yang
dapat mengakibatkan kejadian dengan risiko kecil maupun besar. Dalam kondisi
apapun otoritas harus ditujukan pada siapa saja yang melakukan Stop Work Authority
(SWA),.Pekerja atau karyawan segera melakukan intervensi berupa menghentikan
pekerjaan yang memiliki potensi risiko tersebut. Intervensi dilakukan untuk mencegah
kejadian yang berakibat fatal dengan melakukan kordinasi dengan pengawas HSE.
14.2. Mencatat form SWA dan melaporkannya kepada petugas HSE di area kerja
tersebut
(Lampiran 1).
14.3. Jika ditetapkan dan disepakati bahwa isu penghentian pekerjaan ini valid, maka
harus dilakukan tindakan perbaikan.
14.4. Petugas HSE menerima laporan dan melakukan investigasi awal terhadap
kondisi dan tindakan tidak aman.
14.5. Project Manager menerima, memeriksa, dan memberi persetujuan atas laporan
investigasi, rencana tindakan perbaikan dan batas waktu penangguhan atau
pemberhentian pekerjaan.
14.6. Penanggungjawab pekerjaan melaksanakan tindakan perbaikan atas kondisi
tidak aman atau tindakan tidak aman.
14.7. Jika tindakan perbaikan tidak bisa segera diselesaikan, pekerjaan harus ditunda
sampai solusi yang tepat tercapai.
14.8. Jika terdapat pendapat berbeda tentang solusi penghentian pekerjaan,
penanggung jawab tertinggi di lokasi harus membuat keputusan akhir.
14.9. Jika dalam investigasi dinyatakan kondisi maupun tindakan adalah aman, maka
personel yang melakukan penghentian pekerjaan (SWA) tidak dapat dikenai sanksi.
14.10. Membuat dan melaporkan rekapitulasi SWA kepada Departemen QHSE
melalui
OHSE Unit Bisnis/ Divisi masing-masing

15. Rekapitulasi Prosedur SOP tentang Investigasi Kecelakaan Kerja.


Prosedur Investigasi Kecelakaan Kerja tersebut memiliki tujuan untuk
bagaimana tata cara Pelaporan dan melakukan Investigasi Kecelakaan Kerja terjadi,
serta didalam Prosedur tersebut memiliki acuan kepada peraturan sebagai berikut :
 Per. 01/MEN/1981 Kewajiban melapor penyakit akibat kerja
 Per. 03/MEN/1998 Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
 Per. 25/MEN/2008 Pedoman Diagnosa Kecelakaan dan Penyakit Akibat
Kerja.
Prosedur tersebut memiliki tujuan dan ketentuan umum untuk diterapkan
disemua unit bisnis/proyek perusahaan, ketentuan umum prosedur tersebut seperti :
15.1. Pelaporan Kecelakaan / Pencemaran Lingkungan Fatal dan Berat
15.1.1. PM memastikan korban telah mendapatkan perawatan medis dan telah
memberitahu dan menyelasaikan kewajibannya dengan pihak keluarga korban.
15.1.2. Proyek segera melaporkan ke SM QHSE/GM Unit Bisnis paling lambat 1 × 24
jam
15.1.3. SM OHSE bersama GM Unit Bisnis terkait membentuk Tim Investigasi, untuk
melakukan investigasi kecelakaan tersebut dan menyiapkan rencana perbaikannya.
5.1.4. Tim Investigasi melakukan penyelidikan ditempat kejadian, melengkapi form
laporan kecelakaan kerja dan melaporkannya ke P2K3 kantor pusat dan Disnaker
setempat.
15.2.1. Atas arahan Tim Investigasi Site QHSE Manager melakukan tindakan
pencegahan dengan segera agar kecelakaan tidak terjadi lagi sampai kecelakaan
tersebut _diselidiki dengan sepenuhnya dan rencana tindakan perbaikan telah
dilakukan
15.2.2. Action plan perbaikan dibuat oleh Tim Investigasi bersama Manajemen
Proyek, untuk nantinya dilaksanakan oleh Provek.
15.1.5. Laporan hasil investigasi dikomunikasikan ke seluruh perusahaan melalui
Manager QHSE Unit Bisnis sebagai materi pembelajaran schingga kecelakaan sejenis
tidak terulang kembali.
15.2. Pelaporan Kecelakaan Sedang, Ringan dan Hampir Celaka (Near Miss)
15.1.6. Site QHSE Manager/Koordinator/HSE Inspektor memastikan korban telah
mendapatkan perawatan medis dan telah memberitahu dan menyelasaikan
kewajibannya dengan pihak keluarga korban.
15.1.7. Site QHSE Manager/Koordinator/HE Inspektor sesegera melaporkan ke
PM/Ketua P2K3 paling lambat 1 x 24 jam.
15.2.3. HSE inspektor melakukan tindakan pencegahan dengan segera agar
kecelakaan tidak terjadi lagi sampai kecelakaan tersebut diselidiki dengan sepenuhnya
dan rencana tindakan perbaikan telah dilakukan
15.2.4. Laporan investigasi dan action plan perbaikan dibuat oleh Site OHSE
Manager/Manager lain yang ditunjuk oleh PM untuk dilaporkan kepada GM Unit
Bisnis
15.2.5. Laporan hasil investigasi dikomunikasikan ke seluruh perusahaan melalui
Manager QHSE Unit Bisnis sebagai materi pembelajaran sehingga kecelakaan sejenis
tidak terulang kembali.
15.2.6. Pastikan bahwa laporan kejadian telah dilakukan dan salinannya telah diterima
untuk dievaluasi dan dimasukkan kedalam laporan bulanan ke Departemen QHSE

16. Rekapitulasi Prosedur SOP tentang Kegiatan Manajemen Keselamatan Lalu


Lintas.
Prosedur SOP tersebut mempunyai tujuan sebagai pedoman bagaimana
pelaksanaan dan penerapaan Manajemen Keselamatan Lalu Lintas dilingkungan
PT.Brantas Abipraya (Persero), Prosedur tersebut juga memiliki acuan dan mengikut
peraturan sesuai dengan :
 ISO 45001 Klausul 6.1.2 Identifikasi bahaya dan penilaian resiko & peluang
 Sistem Manajemen K3 (Sesuai PP No.50 tahun 2012) Klausul 6.1.5 Terdapat
sistem izin kerja untuk tugas berisiko tinggi
 Undang undang No. 38 tahun 2004 tentang jalan.
 Undang undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
 Peraturan menteri pekerjaan umum No 11 tahun 2010 tentang cara dan
persyaratan laik fungsi jalan.
 Panduan teknis 3 Direktorat Jenderal Bina Marga Kementrian Pekerjaan
Umum
Republik Indobesia tentang keselamatan di lokasi pekerjaan jalan.
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI No. 10 Tahun
2021
Prosedur ataupun SOP tentang Kegiatan Keselamatan Lalu Lintas tersebut
mempunyai ketentuan umum yang berlaku pada semua unit bisnis/proyek
perusahaan, dimana ketentuan ini wajib diimpelementasikan dan diterapkan di semua
kegiatan proyek perusahaan, ketentuan umum Prosedur tersebut seperti :
16.1 Pelaksanaan manajemen keselatan lalu lintas memperhatikan beberapa hal :
16.1.1. Menyediakan petugas bendera (Flagman) dan perlengkapan jalan sementara
pada setiap titik lokasi bahaya antara lalu lintas umum dengan kendaraan dan / atau
kegiatan proyek seperti:
16.1.1.1. Lokasi pertemuan jalan umum dengan jalan akses lokasi basecamp, sumber
bahan dan tumpukan bahan / stockpile material.
16.1. 1.2. Lokasi awal dan akhir jalur lalu lintas pida segmen jalan yang sedang
dilakukan kegiatan konstruksi
16.1.1.3. Lokasi pertemuan jalan umum dengan jalan akses kegiatan konstruksi
16.1.1.4. Lokasi jembatan sementara
16.1.1.5. Lokasi lainnya dengan potensi bahaya tinggi antara lalu lintas umum dengan
kendaraan proyek.
16.1.2. Petugas pengatur lalu lintas / Hse Inspector selaku coordinator manajemen lalu
lintas bertugas antara lain :
16.1.2.1. Memahami spesifikasi pekerjaan dan lingkungan dimana pekerjaan akan
dilaksanakan
16.1.2.2. Melakukan inspeksi rutin terhadap konsisi dan keefektifan dari pengaturan
lalu lintas yang digunakan
16.1.2.3. Melakukan koordinasi pemeliharaan kegiatan lalu lintas dengan pelaksana.
16.2 Manajemen Keselamatan Lalu Lintas dilakukan pada:
16.2.1. Pekerjaan pengurangan lebar jalan tapi tetap memadai untuk arus lalu lintas 2
arah
16.2.2. Pekerjaan pengurangan lebar jalan hingga hanya satu lajur dapat digunakan
16.2.3. Penutupan lajur kiri/kanan pada lajur multilajur-terbagi atau tidak terbagi
16.2.4. Lalu lintas bergerak melintasi pekerjaan jalan yang belum selesai
16.2.5. Beberapa area kerja yang berdekatan (jarak kurang 1 km) pada lokasi
pekerjaan yang panjang
16.2.6. Pendekatan untuk lintasan samping satu arah
16.2.7. Pendekatan untuk lintasan samping dua arah
16.2.8. Pekerjaan di tengah jalan
16.2.9. Pekerjaan di tikungan jalan
16.2.10. Pekerjaan di persimpangan jalan
16.3 Rencana Manajemen Lalu Lintas
Dalam implementasi kegiatan - kegiatan manajemen lalu lintas pekerjaan dapat
memperhatikan perlengkapan jalan sementara seperti
16.3.1 Alat pemberi isyarat lalu lintas sementara.
16.3.2 Rambu lalu lintas sementara
16.3.3 Marka jalan sementara
16.3.4 Alat penerangan sementara.
16.3.5 Pembatasan kecepatan.
16.3.6 Kerucut lalu lintas dan tiang pengarah.
16.3.7 Pakaian berwarna terang untuk semua pekerja.
16.3.8 Pekeriaan pada malam haki harus diterangi dengan lampu dan system reflektif.
System penerangan harus diperhatikan penempatan nya agar sorot cahaya tidak
mengganggu penggunaan jalan pada lokasi pekerjaan.
16.3.9 Pagar pengaman sementara atau pembatas area pekerjaan yang bersinggung
langsung dengan jalur lalu lintas harus dilengkapi dengan lampu pengaman sebagai
tanda batas lokasi pekerjaan sekaligus sebagai pengarah bagi pengguna jalan untuk
melalui jalur lalu lintas yang aman.
17. Rekapitulasi Prosedur SOP kegiatan tentang Safety Induction.
Prosedur Safety Induction ini mempunyai tujuan untuk nantinya dapat
diterapkan sebagai alat komunikasi dan tempat untuk mengkomunikasikan bahaya-
bahaya keselamatan dan Kesehatan kerja yang umum terdapat selamat di area
pekerjaan/kunjungan di kantor pusat/proyek/plant, dimana peraturan ataupun SOP
tersebut memiliki landasan atau acuan seperti peraturan :
 ISO 14001 : 2015, Klausul 4.4.3 Komunikasi
 ISO 45001 : 2018, Klausul 7.4 Komunikasi.
 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012, Sub Elemen 12.4.1 Pemberian
Briefing kepada pengunjung dan mitra kerja guna menjamin K3.
Prosedur tersebut memiliki ketentuan untuk selalu dilaksanakan dan
diterapkan disetiap unit bisnis/proyek perusahaan, dimana ketentuan umum SOP atau
Prosedur tersebut adalah sebagai berikut :
17.1 Penyampaian Safety Induction dapat berupa text, powerpoint atau berupa video.
17.2. Materi safety induction mencakup hal-hal antara lain;
17.1.1. Salam (Greeting)
Ucapan/sapaan selamat datang yang disampaikan kepada tamu/orang yang baru
pertama kali bekerja di suatu tempat
17.1.2. Komitmen dan Kebijakan K3L
Penyampaian komitmen perusahaan tentang jaminan keselamatan tamu/pekerja
selama berada di lokasi pekerjaan
17.1.3. Penggunaan APD
Keharusan penggunaan Alat Pelindung Diri bagi tamu/pengunjung selama berada di
tempat kerja
17.1.4. Identifikasi Bahaya K3L
Penyampaian risiko-risiko/bahaya yang terjadi di tempat kerja
17.1.5. Mitigasi Risiko K3
Penjelasan fasilitas keselamatan K3 untuk mengurangi risiko bencana (untuk
kesiapan peralatan, petugas K3, petugas medis)
17.1.6. Evakuasi Kondisi Darurat
- Penyampaian kepada tamu untuk melakukan evakuasi menuju titik kumpul
yang telah ditetapkan
- Pemberitahuan bahwa hari hari ini tidak ada simulasi/latihan tanggap darurat

Anda mungkin juga menyukai