Anda di halaman 1dari 5

1.

Substansi aspek keteknikan diskontinuitas dan massa batuan

Mr. Hooke menjelaskan bagaimana perubahan perlakukan terhadap sampel inti bor yang
awalnya sangat buruk khususnya dalam hal penyimpanan hingga perlahan membaik hingga
sekarang. penyimpanan core box juga harus diperhatikan agar data kita tidak rusak oleh
adanya kondisi cuaca ataupun berantakan. Sampel core dapat berubah akibat waktu,
contohnya dalah sampel core batupasir dan batulanau yang dapat berubah menjadi tanah
dalam beberapa waktu. Hal ini mengharuskan kita untuk mengambil gambar core pada saat
setelah sampel tersebut setelah pengeboran selesai. Bahkan dalam beberapa kasus, kita harus
segera untuk melakukan pengujian sampel walaupun dalam kondisi cuaca dan tempat yang
ekstrim. Sampel core dapat memberikan informasi yang sangat penting yaitu litologi,
diskontinuitas, distribusi diskontinuitas, dan frekuensi diskontinuitas.

Secara umum, tantangan dalam pengambilan sampel core adalah overburden dan material-
material deposit yang harus kita lewati sehingga sampel core dapat terpreservasi dengan baik.
Pada masa sekarang, kita dapat melihat gambaran lubang bor secara lebih jelas dengan
menggunakan alat televiewers. Alat ini dapat melihat gambaran dan orientasi lubang dengan
lebih jelas sehingga kita dapat mengintepretasikan suatu lubang dengan baik.

Sampel core pada batuan yang memiliki in-situ stress yang tinggi dapat mengakibatkan core
menjadi failure. Hal ini biasa disebut core disking yang merupakan rapuhnya core selama
pengeboran berlangsung. Core disking tak hanya terjadi pada batuan high in-situ stress, tetapi
juga di relaxation zone of the surrounding rock mass. Core disking menghasilkan retakan
yang tegak lurus dengan arah pemboran dengan ketebalan yang beragam. Sekecil apapun
Panjang dari diskontitas, maka hal itu akan mempengaruhi karakteristik dan sifat dari intact
rock.

Pengambilan sampel core banyak menggunakan alat alat yang canggih. Namun pada
hakikatnya, hanya diperlukan alat berupa mesin bubut yang dilengkapi dengan gerinda. Pelat
pada gerinda yang berasal dari intan atau berlian dapat memotong batuan dengan hasil yang
bersih dan permukaan yang rata. Permukaan rata dapat dilihat sederhana dengan
menggunakan penggaris, dimana penggaris yang diletakkan diatas sampel akan
memperlihatkan adanya cahaya yang terlihat atau tidak, jika tidak ada cahaya, maka sampel
tersebut rata. Sampel core umumnya berbentuk silinder, namun terkadang kita diminta untuk
menghasilkan sampel core dengan bentuk dan ukuran tertentu.

Sampel batuan memiliki sifat yang sedikit berbeda dari material lainnya, batuan memiliki
kekuatan yang tinggi dalam kompresi namun memiliki nilai yang lemah pada tarikan
(tension). Dalam kurva yang dibuat oleh Hoek dan Martin (2014) menunjukkan bahwa kuat
tekan batuan memiliki nilai sekitar 10 hingga 30 kali lipat dibandingkan kuat tariknya.

Berdasarkan review singkat materi yang dipaparkan oleh Mr. Hoek, substansi aspek
keteknikan diskontinuitas terletak pada sampel inti bor dan metode pengujian yang
dilakukan. Sampel inti bor yang digunakan harus melalui proses pemilihan sampel dan
preparasi yang bagus bahkan bisa dikatakan sempurna sebelum dilakukan pengujian untuk
mengetahui properties dari sampel tersebut, termasuk diskontinuitas. Bahkan bukan hanya
pemilihan sampel, namun juga bagaimana perlakukan terhadap sampel yang inti bor yang
telah diperoleh. Dalam hal ini terkait restorasi sampel, bahkan untuk beberapa jenis batuan
yang memungkinkan terjadinya perubahan seiring berjalannya waktu agar dilakukan
pengambilan gambar sebelum disimpan dalam core box.

Dalam memahami suatu massa batuan untuk keperluan keteknikan, Mr Hoek mengatakan
bahwa engineer senang menggunakan angka yang kemudian dimasukkan dalam perhitungan
tertentu. Angka tersebut berasal klasifikasi massa batuan itu sendiri yang kemudian
digunakan untuk menghitung nilai propertisnya. Namun, hal ini bukan suatu pendekatan yang
baik dikarenakan ketika kita berurusan dengan aspek geologi, maka pemahaman geologi
adalah hal yang paling utama dan paling mendasar untuk dipahami sebelum masuk ke ranah
perhitungan itu sendiri. Sehingga, dibutuhkan engineer local yang paham kondisi geologi di
daerah tersebut dengan baik, sehingga mampu memahami asal-usul dan karakteristik massa
batuan dengan baik pula.

Mr Hoek menambahkan bahwa tidak semua metode berlaku pada setiap massa batuan, karena
massa batuan akan memiliki karakteristik berbeda tergantung kondisi geologi terutama
kondisi tektonik dimana batuan tersebut berada. Berdasarkan pengalaman Mr. Hoek, di benua
yang stabil seperti Afrika, beliau mengatakan bahwa sangat sering mereka mengukur
tegangan horizontal jauh lebih rendah daripada tegangan vertical. Namun ketika mengunjungi
Australia, kondisinya sangat jauh berbeda hingga kesulitan memahami kondisi tegangan
disana, hingga akhirnya mereka baru menyadari bahwa hal ini disebabkan karena medan
stress stress yang berbeda. Khususnya di daerah rantai pegunungan, proses pembentukan
gunung mengakibatkan adanya kompresi sehingga dapat mengalami tegangan horizontal
yang sangat tinggi.

Jadi, proses pertama yang harus kita lalui dalam mengembangkan model massa batuan untuk
suatu proyek adalah model geologi. Dan ahli geologi yang membuat model geologi ini
tentunya berdasar pada asal-usul bagian tertentu dari kerak bumi seperti pergerakan lempeng
tektonik yang telah terjadi dalam suatu kurun waktu geologi. Mr. Hooke menambahkan juga
bahwa inti bor berdiameter 50 milimeter danpanjang 100 meter sama sekali tidak
merepresentasikan lereng yang mungkin setinggi seribu meter atau terowongan yang
panjangnya mungkin 50 meter. Sehingga sangat sulit untuk menghasilkan solusi numerik
sederhana dengan mempertimbangkan skala.

Selain itu, air juga menjadi aspek yang sangat penting dan dapat menyebabkan masalah besar
dalam pembuatan terowongan. Misalnya dalam kepentingan konstruksi dan hanya menhjadi
gangguan, maka air tersebut harus dikeluarkan. Namun, ternyata air juga memiliki peran
yang penting terhadap stabilitas lereng. Karena implikasi tekanan oleh air yang terdapat pada
porti batuan mampu mengurangi kekuatan geser material karena menghasilkan tekanan pori
internal atau tekanan pada permukaan diskontinuitas. Jadi, sangat diperlukan untuk
membangun model hidrologi secara paralel untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang
perilaku massa batuan.

Perilaku massa batuan akan bergantung pada kekuatan batuan utuh, sifat diskontinuitas dan
frekuensinya dalam kaitannya dengan ukuran pondasi, lereng atau terowongan. Namun pada
gambar dibawah ini, menampilkan jenis failure yang sangat berbeda namun keduanya
dikendalikan oleh fitur struktural daripada oleh sifat material utuh. Demikian pula, di
dalam terowongan.
Secara singkat, massa batuan yang keras memiliki perilaku hampir seluruhnya tergantung
pada orientasi dan kekuatan geser dari diskontinuitas. Beralih ke GSI (Geological Strength
Index) system. sistem ini dapat digunakan untuk menentukan kualitas massa batuan yang
terdapat di permukaan. Namun, untuk massa batuan dengan nilai GSI 65, 45, 30, dan 18,
tidak diketahui nilai tensile strength yang pasti untuk jenis material yang berbeda tersebut
karena nilai modulus deformasi yang ditunjukkan oleh kurva yang hasilnya akna
menunjukkan nilai yang sama. Sehingga penggunaan GSI tidak dapat diterapkan pada jenis
batuan tertentu. Misalnya, pada intact rock atau batuan dengan kekar yang jarang. GSI tidak
dapat digunakan untuk yang dikontrol secara struktural atau untuk material yang diangkut
seperti timbunan batu, batuan sisa, massa batuan yang telah runtuh, konglomerat yang tidak
disemen, pasir, tanah berpasir, dan lempung.

Berdasarkan review singkat materi yang dipaparkan oleh Mr. Hoek, substansi aspek massa
batuan terletak pada pemahaman geologi yang dimiliki oleh engineer yang berpengaruh
terhadap penggunaan klasifikasi hingga metode yang tepat untuk memahami suatu massa
batuan. Pemahaman geologi dalam hal ini bukan hanya terkait sifat massa batuan dalam
skala kecil, namun lebih besar yaitu proses geologi (tektonik) yang membentuk batuan
tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada sifat suatu massa batuan. Sehingga pemahaman
geologi ini mampu menjadi acuan engineer dalam menentukan kalsifikasi dan metode yang
tepat untuk mengukur mempelajari sifat dan perilaku massa batuan. Selanjutnya dapat
digunakan untuk menentukan desain konstruksi yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai