Anda di halaman 1dari 4

Menulis Akademik

Menulis adalah kegiatan untuk menciptakan catatan atau informasi dengan kertas sebagai
medianya. Terampilan menulis adalah tuntutan setiap orang, terutama bagi mereka yang bergerak
di dunia akademik. Kegiatan menulis adalah kegiatan aktif dan produktif. Karena dengan menulis,
penulis harus aktif dan kreaktif menyusun pikirannya dengan teratur agar tulisannya dipahami
orang lain. Menulis dikatakan produktif karena penulis menghasilkan sesuatu, yaitu hasil pikiran
yang telah ditulisnya dengan sistem logis sehingga menjadi karya tulis yang dapat diterima oleh
pembaca.

Pengembangan kemahiran menulis akademik tentang masalah-masalah bidang studi dengan


konteks Indonesia memiliki peran penting dalam pengembangan kepribadian mahasiswa sebagai
insan Indonesia yang terpelajar. Terkait dengan keyakinan ini, mahasiswa dilibatkan dalam
berbagai kegiatan yang membantu mereka untuk mencapai pemahaman yang mantap tentang
pengertian tulisan akademik dengan kriterianya, dan ragam tulisan akademik seperti makalah,
artikel, dan laporan. Kemudian mereka diberi tugas untuk menyusun makalah, artikel, dan laporan
akademik dengan topik-topik permasalahan dalam bidang studinya masing-masing tetapi
dalam konteks Indonesia. Proses tersebut melibatkan penyusunan, penyuntingan (baik
karya sendiri atau karya orang lain), dan perbaikan. Hasil akhir adalah makalah mahasiswa yang
telah direvisi.

Menulis akademik bukan pekerjaan yang sulit melainkan mudah. Ketika memulai menulis secara
ilmiah, setiap penulis tidak perlu menjadi seorang penulis yang terampil. Belajar teori menulis itu
mudah, tetapi untuk mempraktikkannya tidak cukup sekali atau dua kali saja. Frekuensi dan
kontinuitas latihan menulis akan menjadikan seseorang terampil dalam bidang tulis menulis.

Tidak ada waktu yang tidak tepat untuk memulai menulis. Artinya, kapan pun seseorang dapat
melakukannya. Ketakutan akan gagal bukanlah penyebab yang harus dipertahankan. Itulah salah
satu kiat yang ditawarkan oleh David Nunan (1995: 86-90). Dia menawarkan konsep
pengembangan keterampilan menulis yang meliputi: (1) perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa
tulis; (2) menulis sebagai proses dan menulis sebagai produk; (3) strukutur generik wacana tulis;
(4) perbedaan antara penulis terampil dan penulis tidak terampil; dan (5)
penerapan keterampilan menulis dalam pembelajaran.

Perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulis sebagaimana telah dikemukakan pada bab
sebelumnya tampak pada !ungsi serta karakteristik yang dimiliki oleh keduanya. Namun, yang
patut diperhatikan adalah kedua bahasa itu (lisan dan tulisan) harus memiliki !ungsi komunikasi.
Dari sudut pandang inilah dapat diketahui bagaimana hubungan antara bahasa lisan dan bahasa
tulis, sehingga dapat diaplikasikan dalam pembelajaran dan pelatihan keterampilan menulis.

Pendekatan lain dalam mengembangkan keterampilan menulis adalah adanya pandangan tentang
menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai suatu produk. Pendekatan yang berorientasi
pada proses lebih memokuskan aktivitas belajar (menulis) sedangkan pendekatan yang
berorientasi produk lebih memokuskan pada hasil belajar (menulis). Adapun struktur generik
wacana dari masing-masing jenis karangan atau tulisan tidak menunjukkan perbedaan yang
mencolok. Hanya pada jenis karangan narasi menunjukkan struktur yang lengkap, yang terdiri atas
orientasi, komplikasi, dan resolusi. Hal inilah yang menjadi ciri khas atau karakteristik jenis
karangan narasi.

Untuk menambah wawasan tentang menulis akademik, kita perlu mengetahui antara penulis yang
terampil dan penulis yang tidak terampil agar kita dapat mengambil manfaat dari keduanya. Kita
dapat mengetahui kesulitan yang dialami oleh penulis pemula (penulis tidak terampil). Salah satu
kesulitan yang dihadapi adalah ia kurang mampu mengantisipasi masalah yang ada pada pembaca.
Adapun penulis yang terampil, ia mampu mengatasi masalah tersebut ataupun masalah yang
lainnya. Masalah lain adalah berkenaan dengan proses menulis itu sendiri.

Menulis adalah kegiatan menyusun serta merangkai kalimat sedemikian rupa agar pesan,
in!ormasi, serta maksud yang terkandung dalam pikiran, gagasan, dan pendapat penulis dapat
disampaikan dengan baik. Untuk itu, setiap kalimat harus disusun sesuai dengan kaidah-kaidah
gramatika, serta mampu mendukung pengertian baik dalam taraf signifinance maupun dalam taraf
value. Kalimat-kalimat yang demikian itu diwujudkan di atas kertas dengan menggunakan media
visual menurut gra!ologi tertentu. Penguasaan terhadap sistem gra!ologi ini, yaitu sistem yang
digunakan dalam suatu bahasa merupakan kemampuan prasarana yang harus dikuasai oleh seorang
penulis.

Ada tiga tahap proses menulis sebagaimana ditawarkan oleh David Nunan, yaitu: (1) tahap
prapenulisan; (2) tahap penulisan; dan (3) tahap revisi atau penyempurnaan. Untuk menerapkan
ketiga tahap tersebut, dalam pendidikan bahasa, khususnya keterampilan menulis diperlukan
keterpaduan antara proses dan produk menulis di dalam kelas. Hal ini amat bergantung pada minat
pembelajaran dalam menulis, kerjasama antarpembelajar, kesempatan atau pun penetapan model
pengajaran dan pembelajaran menulis.

Berdasarkan uraian dan pernyataan di atas, dapatlah dikatakan bahwa menulis merupakan suatu
kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, seorang penulis harus terampil
memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata (Tarigan, 2008: 4). Sehubungan dengan
hal ini, keterampilan menulis digunakan untuk mencatat atau merekam, meyakinkan, melaporkan
atau memberitahukan, dan mempengaruhi sikap pembaca. Maksud dan tujuan seperti itu hanya
dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya dan
mengutarakannya dengan jelas ke dalam bentuk atau wujud tulisan. Kejelasan ini bergantung pada
pikiran, organisasi, pemakaian, dan pemilihan kata-kata yang tepat makna dan struktur kalimat.

Bahasa tulis tidak dapat mewujudkan segala aspek bahasa lisan secara sempurna. Walaupun
bahasa tulis telah diupayakan berbagai macam tanda baca, seperti tanda tanya, tanda seru, tanda
koma, tanda titik dan sebagainya yang dapat mewujudkan aspek-aspek bahasa lisan, namun bahasa
tulis tetap belum dapat mewujudkan keseluruhan aspek bahasa lisan. Tekanan, nada, lagu
kalimat,sering dinyatakan dalam tulisan (Samsuri, 1987: 20).

Di samping kekurangan bahasa tulis sebagaimana dikemukakan di atas, bahasa tulis juga
mempunyai kelebihan-kelebihan. Pertama, bentuk grafis kata-kata atau yang dirangkaikan dalam
kalimat secara gramatikal terlihat sebagai sesuatu yang tetap dan stabil. Dibandingkan dengan
bunyi, bentuk-bentuk grafis itu lebih cocok untuk menerangkan kesatuan bahasa sepanjang masa.
Walaupun bentuk gra!is itu benar-benar menciptakan kesatuan yang bersifat fiktif. Namun, ikatan-
ikatan tulisan yang bersifat dangkal itu lebih mudah dianggap daripada ikatan-ikatan bahasa
yang berupa ikatan-ikatan bunyi. Sebagian besar orang lebih tertarik kepada kesan-
kesan visual daripada kesan-kesan pandangan, sebab kesan-kesan visual lebih tegas dan lebih
tahan lama (de Saussure, 1993: 25).

Kedua, pemakaian bentuk-bentuk bahasa pada tingkat morfologi, sintaksis, serta semantik dalam
bahasa tulis dapat lebih cermat dikontrol oleh penulis, sehingga pemakaian bentuk-bentuk bahasa
tersebut sesuai dengan kaidah gramatikal. Hal ini dapat dilakukan berkat adanya waktu dan
kesempatan untuk membaca kembali kalimat-kalimat serta membetulkannya jika terdapat
kesalahan atau kekeliruan. Berkat adanya waktu dan kesempatan ini pula penyampaian pesan
komunikasi dalam bahasa tulis dapat dilakukan secara lebih sistematis. Hal yang demikian ini
berbeda dengan pemakaian bahasa lisan yang bersi!at spontan (Syafi’ie, 1984: 45).

Anda mungkin juga menyukai