Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN AKHIR

PTAKTIKUM PEMERIKSAAN TANAH


“ C-ORGANIK”
OLEH:
NAMA : NADYA ULFA FEBRIAN
NIM : 221110144
HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : SABTU/21 OKTOBER 2023
KELOMPOK/SHIFT : 4/2
REKAN KERJA : 1. AZZAHRA RAMADHANI (221110123)
2. CINTIA RAMADANI (221110125)
3. FADLAN RAUF (221110129)
4. FAUZIAH SALSABILLAH (221110130)
5. GHINA NURRAMADHANI (221110132)
6. LIONI FICRIYA (221110137)
7. LAILATUL ARIFAH (221110136)
8. NURDELIA SEPTIYANI (221110147)
9. RHYESMA AULIYYAH H (221110152)
ASISTEN :
PUTTY NAJMI KINANTI

LABORATORIUM
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan penetapan kadar C-Organik adalah untuk mengetahui


kadar carbon dalam sampel tanah

1.2 Metode Percobaan

Metode yang digunakan adalah Walkoy and Black

1.3 Prinsip Percobaan

Karbon sebagai senyawa organic akan mereduksi Cr+6 yang berwarna


jingga menjadi Cr+3 yang berwarna hijau dalam suasana asam. Intensitas
warna hijau yang terbentuk setara dengan kadar karbon dan dapat diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Tanah secara hukum memegang peranan kunci bagi kehidupan manusia,


baik secara individual/perorangan maupun secara sosial/kemasyarakatan.
Peranan kunci, karena tanah dapat menentukan keberadaan dan
keberlangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik bagi diri individu
maupun implikasinya bagi orang lain.Salah satu aspek yang penting di
dalam hukum tanah adalah tentang hubungan hukum antara tanah dengan
benda lain yang melekat padanya. Kepastian hukum akan kedudukan hukum
dari benda yang melekat pada tanah itu sangat penting karena hal ini
mempunyai pengaruh yang luas terhadap segala hubungan hukum yang
menyangkut tanah dan benda yang melekat padanya.

Manusia dalam hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung sangat memerlukan tanah. Tak terkecuali pada saat
manusia meninggal dunia masih memerlukan tanahuntuk penguburannya.
Tanah bagi kehidupan manusia sangat strategis karena berdimensi sangat
luas yang meliputi dimensi sosial, ekonomi, budaya, politik,produksi
dan dimensi pertahanan dan keamanan. Sebagai negara yang berlatar
belakang agraris, tanah merupakan sesuatu yang bernilai sangat penting didalam
kehidupan masyarakat Indonesia.Tanah berfungsi sebagai tempat dimana warga
masyarakat bertempat tinggal dan tanah juga memberikan penghidupan baginya.
(Sari, 2015).

Secara umum tanah bagi fauna tanah berfungsi sebagai tempat hidup, tempat
pertahanan, dan seringkali makanan. Peranan terpenting dari faunatanah dalam
ekosistem adalah sebagai perombak bahan organik yang tersedia bagi tumbuhan
hijau .Sekitar 25-30% dari luas daratan dunia merupakan lahan pertanian yang
selalu memengaruhi keanekaragaman hayati karena adanya kegiatan pertanian.
Sejak peradaban manusia, telah memulai memanipulasi sumber daya alam seperti
tanah, hutan, sungai, dan lain-lainuntuk mengolah makanan di area yang
luas.Tanah merupakan media tumbuh tanaman yang digunakan sebagai nutrisi
tanaman, dimana semua nutrisi berasal melalui proses dekomposisi, sehingga
terbentuk humus sebagai sumber nutrisi tanah. Fauna permukaan tanah dapat
dijadikan sebagai indikator terhadap kesuburan tanah (Rezatinur et al., 2016).

Ketersediaan air sangat menentukan keberhasilan kegiatan budidaya tanaman di


lahan kering, karena air sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman Salah satu
fungsi air yang utama antara lain, sebagai pelarut unsur hara di dalam tanah agar
bisa diserap oleh tanaman, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hara untuk
pertumbuhan dan produksi tanaman .Ketersediaan air tanah dipengaruhi oleh
presipitasi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan air pada sistem pertanian lahan
kering akan tergantung dari air hujan dan kemampuan tanah dalam meretensi air.
(Prasannakumar et al.,2016).

Kemampuan tanah dalam meretensi air penting untuk diketahui terutama dalam
usaha pengelolaan lahan kering untuk pertanian. Data tentang retensi air tanah
penting untuk diketahui terutama dalam usaha pengelolaan lahan kering pertanian,
agar lahan mampu menghasilkan produksi yang optimum dan menghindari
terjadinya kegagalan panen.Perbedaan jenis tanah akan mempengaruhi
kemampuan tanah dalam meretensi air, dikarenakan memiliki sifat tanah yang
berbeda-beda. Sifat tanah yang berkorelasi positif dengan kemampuan tanah
dalam meretensi air adalah bobot isi, bahan organik tanah, struktur tanah dan
distribusi ukuran pori (Silva et al. 2018).

Perbedaan tipe penggunaan lahan akan mempengaruhi kemampuan tanah dalam


retensi air. Vegetasi tanaman yang berbeda akan memiliki distribusi akar, dan
suplai serasah yang berbeda-beda pada setiap penggunaan lahan, sehingga
membuat variasi pada sifat tanah. Sifat tanah yang paling dominan dipengaruhi
oleh perbedaan tipe penggunaan lahan permeabilitas, dan kadar bahan organik
tanah.

Menurut Oliviera et al. (2021) lahan hutan yang memiliki vegetasi yang rapat
memiliki kapasitas retensi air yang lebih tinggi dari pada lahan terbuka, akibat
suplai bahan organik yang lebih tinggi dari seresah tanaman ke permukaan tanah
yang membuat agregat tanah lebih stabil. Selain itu pengelolaan lahan yang
berbeda di setiap tipe penggunaan lahan akan mempengaruhi struktur tanah, yang
secara langsung akan mempengaruhi kemampuan tanah dalam meretensi air.

2.2 Pengertian C-Organik

C-organik merupakan bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks
dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di
dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena
dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia. C-organik juga merupakan
bahan organik yang terkandung di dalam maupun pada permukaan tanah yang
berasal dari senyawa karbon di alam, dan semua jenis senyawa organik yang
terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa
mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang
stabil atau humus. Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu
faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian.
Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-organik.
Beberapa proses yang dapat menyebabkan terjadinya kehilangan C-organik dari
dalam tanah dapat melalui respirasi tanah,, respirasi tanaman, terangkut panen,
dipergunakan oleh biota, dan erosi. (Augustin dan Cihacek 2016)

Karbon (C) organik tanah merupakan komponen fundamental dalam siklus karbon
global untuk mendukung keberlanjutan ekosistem terrestrial .C-organik tanah
terbentuk melalui beberapa tahapan dekomposisi bahan organik. Status Corganik
tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal seperti jenis tanah, curah hujan,
suhu, masukan bahan organik dari biomasa di atas tanah, proses antropogenik,
kegiatan pengelolaan tanah, dan kandungan CO2 di atmosfer . Perubahan status
C-organik tanah melalui proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik tanah
dilaporkan memiliki keterkaitan dengan sifat-sifat tanah seperti tekst, pH, kation
logam dalam tanah, KTK (kapasitas tukar kation) dan kandungan nitrogen C-
organik berperan penting dalam mendukung pertanian berkelanjutan terutama
sebagai indikator basis kesuburan tanah, menjaga ketersediaan hara, perbaikan
sifat fisik tanah, serta menjaga kelangsungan hidup mikroorganisme tanah (Smith
et al. 2013).

Siklus karbon di dalam tanah meliputi konversi karbon dioksida atmosfer menjadi
material tanaman melalui proses fotosintesis diikuti oleh dekomposisi sisa-sisa
tanaman dan binatang ke dalam tanah. Selama proses dekomposisi, transformasi
karbon difasilitasi oleh aktivitas mikroba, oksidasi karbon menjadi karbon
dioksida yang selanjutnya dikembalikan ke atmosfer. Beberapa karbon
kemungkinan selanjutnya diasimilasikan oleh tanaman sebagai ion karbonat dan
bikarbonat atau terangkut dari dalam tanah bahkan sampai ke laut (Siringoringo
2014).

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks
dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman atau binatang yang terdapat di
dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena
dipengaruhi oleh faktor biologis, fisika, dan kimia. Bahan organik tanah adalah
semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk fraksi bahan
organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik didalam air, dan bahan
organik yang stabil atau humus. Kadar C-organik tanah cukup bervariasi, tanah
mineral biasanya mengandung C-organik antara 1 hingga 9%, sedangkan tanah
gambut dan lapisan organik tanah hutan dapat mengandung 40 sampai 50% C-
organik dan biasanya < 1% di tanah gurun pasir ((Agus 2013).

Nilai C-organik dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah


kedalaman tanah. Nilai C-organik pada kedalaman tanah yang semakin tinggi
akan diperoleh nilai C-organik yang rendah. Kondisi tersebut disebabkan oleh
kebiasaan petani yang memberikan bahan organik dan serasah pada permukaan
tanah sehingga bahan organik tersebut mengalami pengumpulan pada bagian atas
tanah dan sebagian mengalami pelindihan ke lapisan yang lebih dalam. Nilai C-
organik pada bagian tanah top soil menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan
lapisan sub soil dan didalamnya (Sipahutar dkk., 2014).

Sebaran luasan tanah yang mengandung C-organik berkorelasi negatif. Nilai C-


organik pada analisa sampel lahan yang kecil maka diperoleh nilai C-organik yang
tingi. Nilai C-organik rendah apabila dilakukan analisa sampel lahan yang luas,
sehingga pada semakin tinggi luas wilayah yang diambil maka status C-organik
rendah. Kondisi tersebut disebabkan oleh perlakuan yang diberikan oleh petani
dalam agroekosistemnya berbeda, petani memiliki kebiasaan membersihkan lahan
setelah panen sehingga mempengaruhi kandungan bahan organiknya
(Ompusunggu dkk., 2015).

Penggunaan lahan dan pengelolaan lahan juga menjadi faktor terpenting dalam
menentukan nilai C-organik tanah. Penggunaan lahan untuk tanaman yang mampu
meningkatkan bahan organik lebih tinggi maka akan diperoleh kadar C-organik
yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk tanaman yang
hanya menyumbang bahan organik yang rendah dalam aktivitas
pertumbuhannya.Pengelolaan lahan mempengaruhi sebaran bahan organik pada
lahan dengan kedalaman tertentu sehingga juga mempengaruhi nilai C-organik
pada sampel tanah tertentu dan kedalaman tertentu (Barduleet. al., 2017).

2.3 Sumber C- Organik

Sumber utama kandungan c-organik dan ketersediaanya dalam tanah pada


umumnya dapat berasal dari pelapukan sisa-sisa tanaman. Kandungan c-organik
tanah menunjukkan kadar bahan organik yang terkandung di dalam tanah. Hakl
ini sama bahwa C-organik menggambarkan keadaan bahan organik di dalam
tanah. Berdasarkan hasil penelitian kandungan C- organik tidak berbeda nyata
pada areal datar dan berlereng dengan kedalaman 0-40 dan 40-60 cm yang masih
dalam kriteria sedang. Sumber pelapukan bahan organik berada pada lapisan atas
tanah dari sisa-sisa vegetasi yang tumbuh di areal penelitian yang merupakan
sumber atau penyumbang bahan organik. Pada kedalaman 40-60 cm, kandungan
C-organik lebih sedikit tapi tidak berbeda nyata, dimana hal ini disebabkan karena
bahan organik pada kedalaman 40- 60 cm lebih sedikit. (Solly et al. 2019),

Menurut Surya, dkk. (2017), semakin ke bawah kadar bahan organik semakin
berkurang yang disebabkan oleh akumulasi bahan organik terkonsentrasi di
lapisan atas. C-organik merupakan merupakan unsur yang dapat menetukan
kesuburan tanah karena C-organik tergolong unsur esensial di dalam tanah. Trend
perubahan status C-organik tanah pada berbagai kebun yang diamati dalam
penelitian ini dengan rentang waktu .Secara total, rerata nilai C-organik dari 25
kebun pada tanah Inceptisol dan Ultisol ditahun 2009 dan 2014 tidak berbeda
nyata. Meskipun terjadi penurunan, namun status C-organik tetap mampu
dipertahankan dalam status rendah hingga sedang .Setiap bahan organik yang
mengalami proses dekomposisi lanjutan dan mineralisasi mempengaruhi
komposisi C dan N dalam tanah). Hasil analisis korelasi menunjukkan secara
individual kadar C-organik berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar N pada
jenis tanah Inceptisol, dan tidak berpengaruh nyata pada jenis tanah . (Powlson et
al. 2015).

Keterkaitan antara kadar karbon organik tanah dengan pH berbeda-beda pada


setiap jenis tanah. Pada penelitian ini, tanah Inceptisol dan Ultisol, tergolong
dalam tanah masam (pH rendah). Nilai pH yang rendah akan berpengaruh
terhadap meningkatnya kejenuhan Al didalam tanah, yang lebih lanjut akan
berdampak pada kestabilan retensi hara. Hal ini terlihat pada penelitian ini,
dimana tanah pada lokasi pengamatan dimana tanah Inceptisol dan Ultisol dengan
pH rendah akan diikuti dengan tingginya kejenuhan Al dalam tanah. Pada
penelitian ini interaksi antara C-organik dengan kejenuhan Al tidak signifikan
baik pada tanah. Hal ini diduga karena proses dekomposisi bahan organik pada
kebun yang diamati belum sempurna sehingga belum optimal dalam mereduksi
kejenuhan Al dalam tanah.( Wisdom et al. 2017).

2.4 Teknologi Pengolahan

C-organik tanah pada perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan salah satu
parameter keberlanjutan ekosistem dan kesuburan tanah. Perubahan sifat kimia
tanah yang dinamis tidak lepas dari proses biogeokimia dari mineralisasi dan
pelapukan bahan organik menjadi C-organik tanah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji status C-organik tanah serta kaitannya dengan sifat kimia tanah lainnya
dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun 2009 sampai tahun 2014 di perkebunan
kelapa sawit Sumatera Utara, dengan jenis tanah Inceptisols dan Ultisols. Metode
pengambilan sampel menggunakan purposive random sampling. Data dianalisis
menggunakan uji komparatif T- paired antara kebun yang diamati pada tahun
2009 dan 2014 untuk melihat perubahan nilai C-organik, dan parameter sifat
kimia tanah. Uji korelasi dilakukan untuk melihat keterkaitan antara C-organik
dengan parameter sifat kimia tanah lainnya, yaitu kadar N, kejenuhan Al, pH, dan
kapasitas tukar kation (KTK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 25 kebun
pengamatan, nilai C-organik dari 3 kebun meningkat dan 6 kebun menurun secara
signifikan, sedangkan 16 lainnya tidak berbeda nyata. Dalam periode 5 tahun,
kandungan C-organik tanah cenderung fluktuatif namun tetap berada pada kelas
yang sama dengan kisaran rendah hingga sedang. (Khasanah et al. 2015)

Di perkebunan kelapa sawit, degradasi kandungan Corganik tanah juga telah


dilaporkan sebelumnya, umumnya terjadi pada awal penanaman. Namun, melalui
penerapan kultur teknis yang tepat, nilai C-organik cenderung meningkat seiring
pertambahan umur tanaman (Wisdom et al. 2017).

Upaya untuk menekan laju penurunan C-organik tanah di perkebunan kelapa


sawit telah dilakukan melalui penerapan good management practices Meskipun
demikian, upaya ini biasanya belum dilakukan secara optimal dan
berkesinambungan sehingga C-organik tanah di perkebunan kelapa sawit terus
mengalami penurunan seiring pertambahan umur tanaman seperti dilaporkan oleh
Laju penurunan C-organik yang tidak terkendali dan berlangsung terusmenerus
dapat berakibat pada penurunan daya dukung tanah terhadap tanaman (Goh et al.
2017; Widiastuti et al. 2018).

Hasil analisis terhadap sampel tanah dalam penelitian ini (Tabel 1) menunjukkan
bahwa secara keseluruhan dalam waktu, pH tergolong masam hingga netral (4,31-
6,9), C-organik rendah hingga sedang (0,63%- 1,75%), kandungan N rendah
(0,08%-0,21%), kejenuhan Al rendah hingga tinggi . (Rahman et al. 2018)

2.5 Peraturan Terkait

Peraturan terkait kadar C-Organik dan N-Total ditetapkan dalam SNI 19-7030-
2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. SNI ini
memuat definisi/istilah mengenai kompos, dekomposisi, kadar air, unsur mikro,
bahan asing, pencemar organik, sampah organik domestik, C/N rasio, organisme
patogen, nilai agronomi dan suhu air tanah. Berdasarkan SNI 19-7030-2004 kadar
C-Organik minimal sebesar 9,80% dan kadar maksimum belum ditetapkan,
sedangkan untuk rasio C/N minimal 10 dan maksimal 20 (SNI 19-7030-2004)
BABIII

PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:

1. Labu ukur 100 ml 6 buah;

2. Gelas ukur 10 ml;

3. Pipet takar 10 ml;

4. Spatula;

5. Tang krus;

6. Lumpang alu 1 buah;

7. Cawan penguap 1 buah;

8. Neraca analitik;

9. Spektrofotometer.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:

1. Sampel sampah;

2. H2SO4 pekat;

3. K2Cr2O7 1 N;

4. Larutan standar glukosa 5000 ppm;

5. Aquadest.
3.2 Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah:

3.2.1 Pengukuran Kadar Air

1. Sampel digerus sampai halus dengan lumpang alu;

2. cawan penguap dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam;

3. Didinginkan selama 15 menit dalam desikator, berat cawan kosong ditimbang;

4. 1000 mg sampel dimasukkan ke dalam cawan, berat cawan dan sampel


ditimbang;

5. cawan berisi sampel dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 1 jam;

6. berat cawan ditimbang kembali setelah didinginkan dalam desikator selam 15

menit;

7. hasilnya dicatat.

3.3.2 Penetapan Kadar C-Organik

1. 1 gram sampel sampah ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur


100 ml;

2. Ditambahkan 5 ml K2Cr2O7, lalu dikocok;

3. Ditambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat, dikocok, kemudian didiamkan selama 30

menit. Lalu diencerkan dengan air bebas ion, dibiarkan dingin dan didiamkan

selama 4 jam;

4. Larutan standar 0, 200, 300, 400, dan 500 ppm dibuat dalam labu ukur 100 ml;
5. Masing-masing larutan standar diambil sebanyak 5 ml, dan diberi perlakuan

sama dengan sampel;

6. Ukur absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm.

3.3 Perhitungan

1. Kadar C-Organik (%):

= ppm kurva x ml ekstrak 1000 ml-1 x 100 mg sampel-1 x fk

= ppmkurvax(100x1000-1)x(100x1000-1)xfk

= ppmkurvax0,01xfk

Fk = faktor koreksikadar air = 100/(100 - %kadar air)

kosong

2. Pengenceran:

M1 xV1 =M2 xV2

Keterangan:

M1 = Konsentrasi awal

M2 = Konsentrasi akhir

V1 = Volume awal

V2 = Volume akhir
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Data

4.1.1 Larutan Standar

Tabel 4.1 Larutan Standar

No Larutan Konsentrasi (ppm) Absorban (y)


(x)
1 Blanko 0 0,039
2 Larutan 1 50 0,103
3 Larutan 2 100 0,190
4 Larutan 3 150 0,285
5 Larutan 4 200 0,345
6 Larutan 5 250 0,438

4.1.2 Sampel

Tabel 4.2 Sampel

No Larutan Konsentrasi (ppm) Absorban


1 Sampel 171,209 0,308

4.2 Perhitungan

4.2.1 Penentuan Faktor Koreksi Kadar Air


Berat cawan kosong (a) = 177,4076 g
Berat cawan isi (x) = 182,4076 g
Berat cawan isi 1050C (y) = 181,2151 g

% kadar air = x 100 %

= x 100 %

= 23,85%

Faktor koreksi =

= 1,313%

4.2.2 Pembuatan Larutan Standar

Pengenceran :
a. M2 = 0 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V = 0 ppm x 100 ml
V1 = 0 ml
b. M2 = 50 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V = 50 ppm x 100 ml
V1 = 5 ml
c. M2 = 100 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V = 100 ppm x 100 ml
V1 = 10 ml
d. M2 = 150 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 150 ppm x 100 ml
V1 = 15 ml
e. M2 = 200 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 200 ppm x 100 ml
V1 = 20 ml
f. M2 = 250 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 250 ppm x 100 ml
V1 = 25 ml

4.2.3 Pembuatan Kurva Larutan Standar

No X Y X.Y X2
1 0 0,039 0 0
2 50 0,103 5,15 2.500
3 100 0,190 19 10.000
4 150 0,285 42,75 22.500
5 200 0,345 69 40.000
6 250 0,438 109,5 62.500
Ʃ 750 1,4 245,4 137.500

Rumus Regresi Linear


y = a + bx
Keterangan :
y = Nilai absorban
x = Konsentrasi larutan (ppm)
[ ][ ] [ ][ ]
a=
([ ])

( )( ) ( )( )
a= ( ) ( )

a = 0,0321
[ ] [ ][ ]
b= ([ ])
( ) ( )( )
b= ( ) ( )

b = 0,0016
jadi, persamaan regresi linear adalah :
y = a + bx
y = 0,0321 + 0,0016x
ppm kurva
y = 0,0321 + 0,0016x
0,308 = 0,321 + 0,0016 x
X =

X = 172,437 ppm
Berikut grafik hubungan konsentrasi glukosa terhadap absorban :

0,500
0,450
0,400
0,350
Absorban

0,300
0,250
0,200
0,150
0,100
0,050
0,000
0 50 100 150 200 250
Larutan Standar (mg/L)

4.2.4 Penentuan Kadar C-Organik Sampel


Kadar c-organik = ppm kurva x 0,01 x fk
= 172,437 ppm x 0,01 x 1,313%
= 2,264 %

4.3 Pembahasan
Pengambilan sampel pada praktikum ini dilakukan di Rumah Makan belakang
kampus Institut Teknologi Paadang, Kecamatan Nanggalo Kota Padang. Titik
koordinat lokasi pengambilan sampel yaitu 0’53’30” LS 100º 25’15 TE dengan
ketinggian tempat yaitu 174 m diatas permukaan laut. Kondisi cuaca pada saat
pengambilan sampel yaitu berawan. Sampel diambil pada hari Rabu tanggal 11
Oktober 2023.

Pada praktikum C ini, dilakukan pencarian % kadar air terlebih dahulu untuk
menentukan faktor koreksi untuk perhitungan kadar karbon organik. Setelah
dilakukan analisis didapatkan % kadar air sebesar 23,85%sehingga didapatkan
faktor koreksi yang bernilai 1,313%. Setelah dilakukan perhitungan dengan
menggunakan rumus regresi liniar didapatkan konsentrasi C-Organik pada sampel
bernilai 172,437 ppm. Persen kadar C-Organik kemudian didapatkan bernilai
2,264 %.

Berdasarkan SNI 19-7030-2004, untuk standar pengomposan, sampah yang akan


dijadikan kompos harus memiliki kandungan C-Organik minimal 9,8% dan
maksimal 30%. Berdasarkan peraturan, jika dibandingkan dengan hasil praktikum
dapat disimpulkan bahwa sampel memiliki nilai kadar karbon organik yang jauh
lebih kecil daripada standar baku mutu menurut SNI 19-7030-2004 sehingga tidak
cocok untuk dilakukan pengomposan.

Kadar C-Organik merupakan faktor penting penentu kualitas tanah mineral.


Semakin tinggi kadar C-Organik total maka kualitas tanah mineral semakin baik.
Bahan organik tanah sangat berperan dalam hal memperbaiki sifat fisik tanah,
meningkatkan aktivitas biologis tanah, serta untuk meningkatkan ketersediaan
hara bagi tanaman. Salah satu teknologi pengolahan cadangan karbon tanah
adalah teknik konservasi vegetatif. Teknik konservasi vegetatif menjaga
konsentrasi karbon organik pada tanah sehingga tanaman dapat memanfaatkan
karbon organik sebagai sumber nutrisi. Teknologi konservasi vegetatif meliputi
strip rumput, pertanaman lorong(alley cropping), dan aplikasi mulsa.
Pengaplikasian teknik konservasi vegetatif dapat dilakukan pada perkebunan
sehingga kondisi parameter C-Organik pada tanah dapat terjaga dengan baik dan
dapat digunakan oleh tanaman perkebunan sebagai sumber nutrisi.
Tabel 2.1 Peraturan Terkait Kadar C-Organik

No. Parameter Batas Nilai Rasio


(%) C/N

C-Organik Minimal 9,80 10

Maksimal 32 20
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Pratikum C-Organik menggunakan sampel yang berasal dari tanah terganggu


di Rumah Makan belakang kampus Institut Teknologi Paadang, Kecamatan
Nanggalo Kota Padang.

2. Hasil perhitungan kadar air pada sampel sampah yaitu sebesar 23,85%
dengan faktor koreksi 1,313% dan kandungan c-organik 3,2823. Nilai
konsentrasi standar dan absorbansi berbanding lurus, maka semakin besar
konsentrasi maka nilai absorbansi semakin tinggi.

3. Berdasarkan baku mutu c-organik yang ditetapkan dalam SNI 19-7030-2004,


kadar air dan c-organik dalam sampel sampah masih memenuhi standar baku
mutu.

4. Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam


dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses
pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-
teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana,
sedang. maupun teknologi tinggi

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan setelah melakukan praktikum ini adalah:


1. Praktikan diharapkan dapat melakukan pemilahan sampah dengan baik sesuai
jenis sampah yang akan di praktikumkan, dan lebih teliti lagi dalam
melakukan praktikum;
2. masyarakat seharusnya lebih peduli lagi dengan lingkungan dengan menjaga
kesehatan tanah agar tidak terjadi pencemaran.
3. calon sanitarian lingkungan diharapkan mampu menggunakan ilmu yang
didapatnya untuk membuat teknologi pengendalian dan pengolahan sampah
yang ramah lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Sipahutar, A. H., P. Marbun, dan Fauzi. 2014. Kajian C-Organik, N Dan


Humitropepts pada Ketinggian Tempat yangBerbeda di Kecamatan
Lintong Nihuta. Agroekoteknologi, 2(4): 1332-1338.

Ginting, R., Razali, dan Z. Nasution. 2013. Pemetaan Status Unsur Hara C-

Organik Dan Nitrogen Di Perkebun Nanas (Ananas Comosus L. Merr)


Rakyat Desa Panribuan Kecamatan Dolok Silau
Kabupaten. Agroekoteknologi, 1(4): 1308-1319.

Haney, R. L., A. J. Franzluebbers, V. L. Jin, M. V. Johnson, E.B. Haney, M. J.


White, and R. D. Harmel. Soil Organic C:N vs. Water-Extractable
Organic C:N .Soil Science, 2(1): 269-274.

Siringoringo HH. 2014. Peranan penting pengelolaan penyerapan karbon dalam


tanah. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 11(2): 175-1924.
https://doi.org/10.5194/esd-9-413-2018.

Smith P, Haberl H, Popp A, Erb KH, Lauk C, Harper R, Tubiello FN, Pinto AS,
Jafari M, Sohi S, Masera M, Böttcher H, Berndes G, Bustamante M,
Ahammad H, Clark H, Dong H, Elsiddig EA, Mbow C, Ravindranath NH,
Rice CW, Abad CR, Romanovskaya A, Sperling F, Herrero M, House HI,
Rose S. 2013. How much land-based greenhouse gas mitigation can be
achieved without compromising food security and environmental goals?
Global Change Biology. 19(8): 2285-2302.
https://doi.org/10.1111/gcb.12160.

Powlson DS, Cai Z, Lemanceau P. 2015. Soil carbon dynamics and nutrient
cycling, dalam Banwart, S.A., E. Noellemeyer, E. Milne (Editor), Soil
carbon: science, management and policy for multiple benefits. SCOPE
series. 71: 98-107.
DOKUMENTASI
\

Anda mungkin juga menyukai