Anda di halaman 1dari 7

Vol. 1, No.

2, September, 2021

Tekstual Dan Kontekstual Tari Hadrah Pada Masyarakat


Tanjung Morawa Desa Dalu X B

Textual And Contextual Hadrah Dance In The Tanjung Morawa


Community Dalu Village X B
Adinda Sandra Ersuci1)*, Nurwani2)
1) Prodi Seni Pertunjukan Universitas Negeri Medan
2) Prodi Seni Pertunjukan Universitas Negeri Medan
* Corresponding Author Email : adinda.sandra99@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Tekstual dan Kontekstual Tari Hadrah pada masyarakat
Desa Dalu X B Tanjung Morawa. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi.
Sampel penelitian adalah narasumber dan pemilik sanggar. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa; Tari
Hadrah yang berartikan hadir, tarian ini diiringi oleh musik melayu serta Shalawat dengan syair berisikan
pujian-pujian kepada Allah SWT. Tari ini mampu bertahan dalam lingkungan masyarat Dalu X B karena
masyarakat dan pemilik sanggar saling bekerjasama dengan menampilkan tari ini dalam acara seperti,
khitanan,dan acara-acara Islami lainnya.

Kata Kunci : Tari Hadrah, Tekstual, Kontekstual.

Abstract
This study aims to describe the Textual and Contextual Hadrah Dance in the people of Dalu X B Village Tanjung
Morawa. The method used is a descriptive method with a qualitative approach. The data collection is done by
means of observation, interviews and documentation. The research sample is the resource person and the
owner of the studio. Based on the research it is known that; Hadrah dance which means present, this dance is
accompanied by Malay music and shalawat with poetry containing praises to Allah SWT. This dance is able to
survive in the Dalu X B community because the community and the studio owner cooperate with each other by
performing this dance in events such as circumcision, and other Islamic events .

Keywords: Hadrah Dance, Textual, Contextual.

37
PENDAHULUAN yang membawakan tari ini adalah penari
Sumatera Utara merupakan wilayah laki-laki dengan busana berupa busana
multi-etnis yang secara eksplisit terkandung Melayu yang terdiri atas, baju seperti baju
beragam budaya di dalamnya, kesenian koko dengan lengan panjang dan celana
adalah salah satunya. Kesenian merupakan panjang, dilengkapi dengan kain songket
ide manusia yang dituangkan dalam bentuk yang terikat di pinggang penari serta
nyata lewat ekspresi suara, mimik wajah, tengkuluk.
gestur dan ekspresi lainnya yang memiliki Meskipun dulunya Tari Hadrah
keindahan, pesan atau makna tertentu. digunakan sebagai media dakwah namun
Salah satu kesenian yang ada di saat ini Hadrah mengalami pergeseran
Sumatera Utara adalah Tari Hadrah, fungsi menjadi hiburan yang tetap dengan
kehadiran tari ini tidak terlepas dari adanya nilai-nilai Islami didalamnya, hal ini tampak
proses islamisasi yang terjadi di Nusantara. dari syair-syair yang tetap mempertahankan
Tari Hadrah terdapat dipelbagai wilayah syair lama pengiring tari ini. Kondisi
Nusantara seperti Lampung, Jawa dan masyarakat yang saat ini telah banyak yang
Kalimantan, dan tak luput pula Deli Serdang menganut Agama Islam sehingga tari ini
(Sumatera Utara). Sejarah mencatat tidak lagi digunakan sebagai media
beberapa pernyataan mengenai terjadinya islamisasi, sehingga digunakan sebagai
islamisasi di Indonesia, beberapa sumber media hiburan agar tari ini tetap mampu
mengatakan bahwa pedagang-yang berasal bertahan di lingkungan masyarakat. Adapun
dari Arab dan Gujarat di India pada saat tari ini ditampilkan pada acara seperti
perburuan mereka terhadap rempah- khitanan, Maulid Nabi dan perayaan lainnya.
rempah yang terkenal berasal dari Keberadaan tari ini masih bertahan tentunya
Nusantara. Sehingga perjalanan mencari disebabkan oleh pemilik sanggar yang tetap
rempah tersebut menyebabkan mereka menjaga tari ini dan didukung oleh
berinteraksi secara langsung dengan masyarakat yang bersedia memberi
masyarakat dan tinggal dengan jangka panggung dengna cara mengundang tari ini
waktu yang lama, bahkan mereka juga sebagai hiburan dalam acaranya.
menikah dengan masyarakat setempat. Kajian tekstual menurut Y.
Melalui interaksi tersebut Sumandiyo Hadi artinya “fenomena tari
masyarakat mulai mengenal Islam, mereka dipandang sebagai bentuk secara fisik (teks)
menggunakan tarian yang disesuaikan yang relatif berdiri sendiri, yang dapat
dengan masyarakat dengan cara melakukan dibaca, ditelaah atau dianalisis secara
pendekatan terhadap kebudayaan setempat tekstual atau “men-teks” sesuai dengan
sebagai media yang menarik dan mudah konsep pemahamannya. Semata-matatari
diterima masyarakat. Suku Melayu merupakan bentuk atau struktur yang
merupakan suku dominan yang mendiami nampak secara empirik dari luarnya saja
daerah Deli Serdang. Sehingga Tari Hadrah atau surface structure, tidak harus
yang tersebar di daerah ini memiliki ciri mengkaitkan dengan struktur dalamnya
yang dekat dengan Suku Melayu, dan tidak (deep structure). Paradigm atau ditelaah baik
mengherankan jika tari ini diiringi oleh secara konsep koreografis, struktural
musik melayu dengan instrumen Rebana maupun simbolik.”
dan shalawat yang terdiri dari syair Islami Menurut Teori Tekstual yang
berupa pujian-pujian terhadap Allah SWT. dikemukakan oleh Y. Sumandiyo Hadidapat
Tari ini secara koreografinya terdiri atas ditelaah bahwa Tari Hadrah diamati
gerak kepala, badan, tangan dan kaki. Penari berdasarkan tampilannya secara visual yaitu
gerak, musik iringan, pola lantai, busana,
38
rias, tempat, lighting, setting, dan properti. digunakannya metode ini karena penelitian
Namun dalam penelitian ini penulis dengan metode ini merupakan pilihan
melakukan pembatasan kajian pada struktur paling tepat untuk mengkaji dan
tari terkait dengan gerak, iringan, busana menganalisis kejadian, fenomena atau
dan pola lantai. Teori tekstual diatas akan keadaan secara sosial yang terjadi
didukung oleh teori bentuk yang dilapangan. Sehingga data yang didapatkan
dikemukakan oleh Sal Murgiyanto dengan secara utuh bersumber dari informan,
melihat gerak, musik iringan, busana dan literasi dan hasil dokumentasi dapat
pola lantai. dideskripsikan dan diinterpretasi secara
Teori Kontekstual yang digunakan mendalam serta sinkron dengan kondisi
dalam penelitian ini juga disampaikan oleh sebenarnya yang ada dilapangan.
Y. Sumandiyo Hadi yaitu “ilmu yang ingin Berdasarkan uraian diatas, maka dari itu
memahami segala aktivitas manusia, dalam disusun langkah-langkah atau prosedur
tari termasuk juga pengaruh apa yang bisa pengumpulan data dan penganalisaan data
membawakan suatu tari tersebut bisa hadir untuk mengkaji Tekstual dan Kontekstual
kedalam daerah atau kedalam masyarakat Tari Hadrah pada Masyarakat Desa Dalu X
tersebut”. Berdasarkan teori tersebut dapat B.1
dimaknai ilmu yang mempelajari dan
membahas mengenai berbagai kegiatan HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan manusia dalam kehidupan sosial- Berdasarkan teori yang telah dibahas
budaya. Melalui perspektif atau pandangan sebelumnya, Dilihat dari Tekstual Tari
inibahwa interaksi yang dilakukan manusia Hadrah, dimana tari ini memilikigerak,
disimbolisasi dalam ide serta iringan, busana, dan pola lantai. Gerak,
mentransformasikan ekspresi dalam iringan, busana, dan pola lantai diuraikan
aktivitas kesenian yang pada dasarnya tidak sebagai berikut: Gerak merupakan
lepas dari konteks sosial-budaya. komponen utama sebagai pembentuk
dalam menciptakan sebuah karya tari,
METODE PENELITIAN tanpa adanya gerak maka tari juga tidak
Menurut Arif Fuchran metodologi akan pernah terbentuk. Jika dilihat dari
penelitian adalah “suatu cara atau teknik elemen tenaga, Tari Hadrah memiliki
untuk memecahkan segala permasalahan kekuatan tenaga sedang dalam geraknya,
yang sudah dirumuskan sebelumnya. dan cendeng konstan dimulai dari gerakan
Sehingga didalam penelitian dibutuhkan awal hingga gerakan akhir. Kemudian
beberapa teori sebagai dasar untuk apabila dilihat dari elemen ruang, Tari
membantu memilih salah satu metode yang Hadrah memiliki ruang yang bervariasi,
relevan dengan permasalahan yang sudah pada beberapa gerak memiliki ruang yang
dirumuskan”. Sejalan dengan fokus terbilang kecil contohnya pada bagian
penelitian yaitu Tektual dan Kontekstual gerak awal yang dimana bagian kepala dan
Tari Hadrah pada Masyarakat Desa Dalu X badan berposisi tunduk dan kedua tangan
B, maka dari itu penulis menggunakan disatukan membentu salam lalu diletakkan
metode deskriptif dengan menggunakan dibawah menyentuh lantai, pada beberapa
pendekatan kualitatif, dasar pijak gerak berikutnya ada yang memiliki ruang

1
Arif Fuchran. Pengantar Metodologi Penelitian
Kualitatif, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992) hal 21

39
sedang contohnya pada gerak yang posisi
tangan mengarah keatas dan disatukan
antara tangan kanan dan tangan kiri,
kemudian ruang besar pada tari Hadrah
pada saat tangan kanan mengepal
diletakkan didepan menyentuh lantai
sedangkan tangan kiri berada dibagian
belakang membentuk garis diagonal. Dan
dilihat dari elemen waktu, tari Hadrah
secara keseluruhan dimulai dari gerak awal
hingga gerak akhir memiliki elemen waktu
yang sedang.

Gambar 3. Busana Tari Hadrah


Sumber : Adinda Sandra Ersuci 2021

Kehadiran Tari Hadrah di Indonesia


tidak terlepas dari sejarah kedatangan Islam
ke Indonesia. Menurut beberapa sumber
masuknya Islam ke Indonesia dibawa oleh
Cina pada masa Dinasti Tang (618-905
Masehi) saat bermigrasi ke Asia Tenggara
dan mayoritas memasuki daerah Sumatera.
Sumber lain mengatakan bahwa Islam
Gambar 1. Bentuk Gerak dibawa oleh para pedagang India muslim
Sumber : Adinda Sandra Ersuci 2021 (Gujarat) sekitar abad ke-13 M. Namun ada
juga sumber yang mengatakan bahwa
masuknya Islam ke Indonesia terjadi sekitar
abad ke-7 M2 yang dibawa oleh pedagang
Arab melalui jalur darat. Para pedagang
membangun hubungan yang baik dengan
pesisir Aceh melalui perdagangan dan
pernikahan dengan masyarakat setempat.
Selain dari perdagangan, persebaran Islam
dipengaruhi oleh dakwah-dakwah dari
ulama dan para wali-wali melalui
Gambar 2. Alat Musik Hadrah KesultananAceh.
Sumber : Adinda Sandra Ersuci 2021 Sekitar abad ke-15M dan awal abad
ke-16M, beberapa kerajaan Islam di Aceh
seperti Kerajaan Islam Peureulak (aceh
bagian timur) yang merupakan sebuah
kerajaan pusat pendidikan agama islam
pertama di wilayah Nusantara maupun

2Faizal Amin. Jurnal Studi Keislaman, 2018, vol 18 no 2

40
kepulauan Melayu. Kemudian kerajaan pembacaan shalawat yang diiringi rebana.
Islam pase (aceh bagian utara) bergabung, Tari ini kemudian dikenal dengan Seni
lalu disusul oleh kerajaan Islam Aceh Hadrah. Ia mengembangkannya melalui
Darussalam. Kerajaan tersebut bergabung pendirian sebuah majelis shalawat sebagai
dan membentuk Kerajaan Aceh atas sarana mahabbah kepada Nabi Muhammad
kesadaran persaudaraan mereka dan SAW. Pada masa kekuasaan Iskandar
kesadaran terhadap identitas keacehannya. Muda (1607-1636), Kerajaan Aceh
Rasa kesatuan dan persaudaraan mengalami masa kejayaan. Hal ini ditandai
membawa kerajaan ini menjadi kerajaan dengan pengaruh Kerajaan Aceh yang
yang besar dan kuat dengan julukan mampu menjangkau sekitar Sumatera
“Seuramoe Meukah” atau lebih dikenal Utara, Padang hingga kesemenanjung
dengan sebutan Serambi Mekah.3 Pada Malaya. Pengaruh pemerintahan Iskandar
abad yang sama, Kerajaan Aceh Muda juga kuat dibeberapa kerajaan
membangun kerjasama dengan kerajaan seperti Kesultanan Sunggal, melalui
Turki Utsmani yang dilatarbelakangi oleh pernikahan seorang laksamananya
keduanya merupakan kerajaan islam dan bernama Sri Paduka Gocah dengan adinda
didukung oleh kepentingan ekonomi, Raja Urung. Pernikahan itu membangun
politik dan kerjasama untuk keberangkatan relasi yang baik antara Kejaraan Aceh dan
haji ummat Islam. Sekitar Abad ke-18 Kesultanan Sunggal, hubungan ekonomi
dibawah kekuasaan Sultan Ibrahim dan politik juga terjalin agar keduanya
meminta Aceh untuk dijadikan sebagai semakin berkembang. 5
provinsi dibawah naungan kekaisaran Selain berdampak pada kondisi
Ottoman di Turki.4 Permintaan tersebut ekonomi dan politik, dakwah dan
diterima oleh Sultan Abdul Mejid dengan pendidikan Islam juga dilakukan dengan
melakukan pembaharuan terhadap menggunakan Tari Hadrah sebagai media
perlindungan atas kepentingan Kerajaan dakwah oleh Ulama dari Kerajaan Aceh. Hal
Aceh dengan mengutus Gubernur Yaman tersebut diterima baik oleh Kesultanan
serta menetapkan Ibrahim sebagai Sunggal. Hubungan diplomatik itu
pemimpin baru raja Aceh. menyebabkan Sultan Iskandar Muda juga
Perlindungan yang dimaksud bukan mampu menjangkau wilayah Kesultanan
hanya dalam armada perang, namun juga Deli Serdang, berkat kepemimpinannya
untuk melindungi Aceh sebagai kerajaan yang menjadikan Islam sebagai dasar
Islam yang menjaga keislamannya. Atas pemerintahan dan menjaga hubungan baik
kerjasama dengan Gubernur Yaman, dengan para Ulama. Para Ulama melakukan
seorang ulama bernama Habib Ali bin pengajaran kebeberapa kesultanan
Muhammad bin Husain Al-Habsyi (1839- termasuk Kerajaan Deli Serdang dengan
1931M) dari Negeri Yaman, semenjak berdakwah, sehingga tidak mengherankan
kedatangannya ke Kerajaan Aceh apabila Tari Hadrah juga ada di daerah Deli
pesantren mengalami perkembangan. Awal Serdang termasuk Kecamatan Tanjung
mula datang ke Indonesia adalah untuk Morawa. Tari Hadrah
dakwah Islam. Dalam dakwahnya ini merupakan tari islami yang memiliki arti
diiringkan pula satu tari Arab berupa hadir. Seni Islam adalah ekspresi nilai-nilai

3
M. Nazaruddin, Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan
Politik.2014. Vol. 27 No. 1 5
Eka Yunita, ddk, Jurnal FKIP Unila. 2019
4
Hayatullah Zuboidi, Jurnal Peurawi. 2018 Vol 1 No 2
41
dan ajaran islami berdasarkan kebenaran mempelajari tari Hadrah lagi bersama
yang dikemas dalam wujud keindahan dengan temannya yang dulu juga berada
namun tidak terlepas dari aturan-aturan pada satu perkumpulan tari Hadrah, setelah
yang ada pada Islam. Salah satu seni yang beliau berumah tangga dan memilih
termasuk dalam seni Islam yaitu Tari bertempat tinggal di Daerah Tanjung
Hadra. Tari Hadrah merupakan Morawa tepatnya Desa Dalu X B pada tahun
kegembiraan dalam menyambut kehadiran 2014, beliau berkeinginan untuk kembali
Nabi Muhammad SAW melalui syair yang memunculkan tari Hadrah yang sebelumnya
berisi puji-pujian berbentuk shalawat. Tari pernah hilang.
Hadrah banyak dimiliki oleh penduduk Bapak M.Fadillah mengetahui
Indonesia yang daerahnya bermayoritas adanya sanggar Prisai di Desa Dalu dan
beragama Islam. Islam masuk ke Indonesia tentunya peluang ini sangat cocok untuk
dengan damai dan jiwa toleransi serta kembali megenalkan tari Hadrah agar bisa
saling menghargai, dibawa oleh pedagang- terus berkembang di masyarakat, ikut serta
pedagang Arab dan Gujarat di India yang nya beliau dalam sanggar prisai sebagai
tertarik pada rempah-rempah yang mereka pelatih tari Hadrah yang sampai saat ini
milliki kemudian terbentuklah koloni- masih terus terlestarikan dan anggota yang
koloni Islam yang terkenal dengan ikut serta dalam mempelajari tari Hadrah
kekayaan dan semangat dakwahnya seperti juga semakin bertambah, sampai saat ini
yang telah dijelaskan diatas. Tari Hadrah diterima baik oleh masyarakat
Proses yang sangat penting dalam dan semakin dikenal oleh orang banyak.
sejarah Indonesia salah satunya adalah Tari Hadrah yang dulunya digunakan
penyeberan Agama Islam. Secara umum sebagai media dakwah dalam penyebaran
memiliki dua proses dalam tersebarnya Agama Islam kemudian ditampilkan
agama Islam yang pertama yaitu penduduk sebagai penyambutan tamu-tamu
pribumi menglami kontak langsung dengan terhormat, kemudian di Sumatera Utara
pedagang yang berasal dari Arab dan khususnya Desa Dalu Tanjung Morawa tari
Gujarat kemudian mereka ikut Hadrah difungsikan sebagai hiburan untuk
menganutnya. Kedua yaitu orang-orang mengisi acara-acara khitanan, pernikahan
asing Asia (Arab dan India) yang sudah dibagian malam barinai, acara
memeluk Agama Islam bertempat tinggal memperingati hari besar Islam salah
secara tetap di wilayah Indonesia, lalu satunya seperti Isra Mi’raj dan juga acara
menikah dengan penduduk asli dan tentu festival. Tari Hadrah biasa dibawakan oleh
mengikuti gaya hidup lokal sehingga 8 sampai 12 orang penari yang seluruhnya
mereka sudah menjadi orang Melayu, Jawa terdiri dari laki-laki, namun tari Hadrah
dan suku lainnya. tidak memiliki ketentuan jumlah
Pada Desa Dalu X B tari Hadrah dibawakan banyaknya terlebih (lebih banyak terlihat
oleh bapak M.Fadillah yang sebelumnya lebih bagus).
memang sudah ikut mempelajari tari
Hadrah pada saat berada dibangku SD SIMPULAN
sampai dengan SMP dikampungnya yaitu Setelah dilakukan penelitian maka dapat
Desa Baru Batang Kuis, kemudian pada saat disimpulkan, Tari Hadrah yang berartikan
duduk dibangku SMA beliau tidak lagi ikut hadir merupakan sebuah tariyang sudah
karena halangan dari sekolah yang ada sejak dahulu.Meski tari Hadrah ini
bertempat tinggal di asrama. Setelah pernah stagnan dibeberapa waktu namun
menyelesaikan pendidikan SMA beliau sampai saat ini tari hadrah mampu menjaga
menyambung pendidikan S1 dan mulai keberadaannya karena adanya tindakan
42
beberapa pihak yang saling bekerja sama Hadi Y. Sumandiyo. Kajian Tri Teks dan
dan saling menopang agar tari ini tetap ada konteks. Yogyakarta. Jurusan Seni Tari
dan berjalan. Dalam hal ini yang dimaksud Press ISI Yogyakarta: 2007.
yaitu pemilik Sanggar TariPrisai, Hadi Y. Sumandiyo. Dalam buku
masyarakat sebagai penikmat dan juga KOREOGRAFI Bentuk-teknik-isi.
pemberi panggung bagi penggiat tari dan Yogyakarta, Multi Grafindo: 2012.
pemerintah yang mendampingi adanya tari Murgyanto, Sal. Dalam buku KOREOGRAFI
ini. Pengetahuan Dasar Komposisi Tari:
Tari Hadrah mampu bertahan hingga 1983
saat ini karena adanya apresiasi dari Rustiyanti, Sri. et.al. Estetika Tari Minang
masyarakat dan pemerintah setempat serta dalam Tari Randai Analisis Tekstual-
kepedulian masyakarat terhadap tari. Kontekstual. Jurnal Seni dan Budaya
Sehingga masyarakat menggunakan jasa Panggung vol. 23, No 1 Bandung.
tari ini sebagai hiburan dalam berbagai STSI.2013.
acara adat dan keagamaan, seperti pada Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan
acara malam barinai di pernikahan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
khitanan, memperingati hari-hari besar R&D. Bandung. 2010
islam, dan juga acara festival. Keunikan dari
tari ini terletak pada motif gerak yang
menggabarkan memberi puji-pujian
kepada Nabi Muhammad SAW. Selain itu,
Tari ini juga diiringi musik tradisional dan
memiliki syair berisi sholawat.

UCAPAN TERIMAKASIH
Kepada seluruh pihak yang terlibat dalam
penelitian ini penulis mengucapkan
terimakasih terutama kepada Gestus
Journal yang telah bersedia menerbitkan
artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian
Pendidikan Praktik. Rineka Cipta,
Jakarta. 1999.
Astuti, Fuji. Pengetahuan dan Teknik
Menata Tari. Jakarta Kencana, Jakarta.
2016.
Dalimunthe,A. L. Kajian Islamisasi di
Indonesia. Jurnal Studi Agama dan
Masyarakat. Vol.12 No.1 IAIN
Palangka Raya: 2016.
Fuchran, Arif. Pengantar Metodologi
Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha
Nasional,1992.

43

Anda mungkin juga menyukai