Anda di halaman 1dari 15

ZAKAT SEBAGAI KEWAJIBAN BISNIS DAN EKONOMI

(ZAKAT AS A BUSINESS AND ECONOMIC OBLIGATION)

Achmad Rian Agung P, Ahmad Aqil Al- Irsyad, dan Isti Putri Nurkinanti

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,

arianagungpga@gmail.com, aqilalirsyad82@gmail.com,

kinantiiii04@gmail.com,

Abstract

Zakat is an important obligation in the governance of moral, social and business and
economic development. Zakat is one of the most important parts of Islamic values
regulated by Sharia. This research aims to describe and analyze zakat from an
economic perspective, zakat overcomes inequality and poverty, and economic
empowerment through zakat, while the research approach used is descriptive
qualitative with the type of library study research, the data source used is scientific
journal work, Al Quran, books and other articles related to the research focus. The
research results are as follows: Zakat from an economic perspective, zakat should not
be consumptive (short-term investment), but productive in order to increase the income
level of Muslims and reduce poverty and social inequality. Economic empowerment of
Muslims can be implemented through the zakat awareness process, the ability to carry
out the role of government (amir) in zakat management is also very important and of
course must be accompanied by community management (supervision) so that
manipulation does not occur in the distribution of zakat.

Keywords: zakat; business; economy; development; economic perspective

Abstrak

Zakat merupakan kewajiban penting dalam tata kelola pembangunan moral, sosial dan
bisnis serta ekonomi, Zakat termasuk bagian terpenting dari nilai-nilai Islam yang diatur
oleh Syariah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisi tentang zakat
dalam perspektif ekonomi, zakat mengatasi kesenjangan dan kemiskinan, dan
pemberdayaan ekonomi melalui zakat, adapun pendekatan yang peneitian yang
digunakan adalah kualitatif deskriptip dengan jenis penelitian studi kepustakaan, sumber
data yang digunakan adalah karya ilmiah jurnal, Al-Quran, buku, maupun artikel
lainnya yang terkait dengan fokus penelitian. Hasil penelitian adalah sebagai berikut:
Zakat dari segi ekonomi, zakat tidak boleh bersifat konsumtif (investasi jangka pendek),
tetapi produktif dalam rangka meningkatkan taraf pendapatan umat Islam dan
mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial. Pemberdayaan ekonomi umat muslim
dapat dilaksanakan melalui proses penyadaran zakat, kemampuan mengemban peran
pemerintah (amir) dalam pengelolaan zakat juga sangat penting dan tentunya harus

1
dibarengi dengan pengelolaan (pengawasan) masyarakat agar tidak terjadi manipulasi
dalam pendistribusian zakat.

Kata Kunci : z a k a t ; b i s n i s ; e k o n o m i ; p e m b a n g u n a n ; p e r s p e k t i f
ekonomi

PENDAHULUAN
Zakat sebagai salah satu pilar Islam yang menjelaskan tentang kewajiban khusus
dalam mengeluarkan sebagian kekayaan individu untuk kebaikan sosial. Kalangan
ekonom dan peminat kajian pembangunan modern juga telah banyak melakukan kajian-
kajian serupa. Hal ini menunjukkan kajian dan tulisan tentang zakat bahwa betapa
pentingnya peranan yang dimainkan sebagai sebuah intrumen bagi pembangunan
ekonomi.
Kewajiban zakat dalam Islam memiliki makna yang berkaitan dengan aspek-
aspek ketuhanan, dan juga berkaitan dengan masalah ekonomi dan sosial. Terkait
dengan aspek ketuhanan banyak ayat- ayat al- Qur’an yang menyebutkan masalah zakat.
Terkait dengan aspek sosial dapat dipahami sebagai satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial kemasyarakatan, sehingga
dapat meminimalisir kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin dengan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada individu yang akan terakumulasi pada
masyarakat (Nuruddin, 2006: 2).
Sebagai negeri bermasyarakat muslim terbesar di dunia, potensi dibidang zakat
dapat di kalkulasi secara matematis yang akan menjanjikan kesejahteraan dan dikelola
secara optimal, professional dan akuntabel. Beberapa dekade belakangan ini di
Indonesia telah terbentuk lembaga zakat, namun dari beberapa hasil penelitian mencoba
melihat sisi zakat dari segi investasi, sehingga zakat di jadikan salah satu sumber
ekonomi yang produktif untuk para fakir miskin bertujuan agar kekayaan tidak hanya
beredar di kalangan orang-orang kaya.
Untuk itu, zakat dikelola dengan bantuan-bantuan yang bersifat konsumtif, maka
mustahil kekayaan itu dapat beredar di kalangan orang miskin, tentu mereka tetap akan
membelanjakannya kepada orang-orang kaya, harus di kembangkannya zakat dalam
bentuk investasi, sehingga keuntungan dari harta zakat itu tetap mengalir kepada

2
mustahiq zakat. Penelitian ini mengungkapkan bahwa masih banyak hal yang perlu di
perbaiki dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan zakat, baik dari hulu hingga hilir.
Sebagai berikut beberapa problematika dalam tulisan ini yaitu: (1) Bagaimana
kedudukan zakat sebagai salah satu pilar Islam dan apa yang menjadi problem dalam
pengelolaan zakat selama ini? (2) Apakah zakat telah diyakini sebagai suatu asset,
dalam pertumbuhan dan pemerataan sosio ekonomi, atau sekedar ritual? (3) Bagaimana
zakat dapat dikelola secara manajemen kelembagaan sehingga zakat tidak hanya bersifat
konsumtif tetapi juga produktif.
Zakat merupakan rukun Islam ketiga sesudah syahadat dan shalat. Apabila dapat
dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab oleh umat Islam, zakat dapat
menjadi sumber penerimaan yang potensial guna menunjang suksesnya pembangunan
nasional, terutama di bidang agama dan ekonomi, khususnya untuk membantu
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Zuhdi 1994).1

TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka, penulis melihat bahwa ada pembahasan mengenai zakat
sebagai kewajiban bisnis dan ekonomi baik itu di web maupun jurnal penelitian lainnya.
Akan tetapi belum ada judul artikel yang membahas tentang zakat sebagai kewajiban
bisnis dan ekonomi seperti judul di atas.
Pertama, jurnal yang berjudul manajemen zakat di Indonesia sebagai
pemberdayaan ekonomi ummat yang ditulis oleh Dita Afrina menyakatan bahwa
pemberdayaan ekonomi umat merupakan suatu upaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat Islam dari kondisi tidak mampu, serta melepaskan diri dari
perangkap kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi. Dengan kata lain, sebagai upaya
membangun kemandirian umat di bidang ekonomi, kegiatan zakat hadir sebagai suatu
kegiatan-kegiatan yang diorganisir dengan baik dimana terdapat proses untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Sedangkan manajemen zakat sendiri terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengendalian atau pengawasan yang dilakukan
untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.2
1
Maltuf Fitri, “Management of Productive Zakat as an Instrument for Improving People’s Welfare,”
Economica : Journal of Islamic Economics 8, no. 1 (2017): 149–73.
2
Dita Afrina, “Manajemen Zakat Di Indonesia Sebagai Pemberdayaan Ekonomi Umat,” EkBis: Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis 2, no. 2 (2020): 201, https://doi.org/10.14421/ekbis.2018.2.2.1136.

3
Kedua, jurnal yang berjudul optimalisasi pengelolaan zakat :implementasi dan
implikasinya dalam perekonomian yang ditulis oleh Alifah Nur Fajrina, Farhan Rafi
Putra, Annisa Suci Silsillia yang membahas mengenai implementasi pengoptimalan
pengelolaan zakat adalah zakat merupakan instrumen keuangan Islam yang memiliki
potensi sangat besar. Diperlukan upaya optimalisasi pengelolaan zakat agar dapat
mencapai realisasi potensi yang diharapkan. Optimalisasi pengelolaan zakat tersebut
akan menjadikan zakat berperan lebih optimal dalam mengatasi berbagai permasalahan
ekonomi. Seperti masalah kemiskinan, kesenjangan, hingga pengangguran. Dengan
begitu zakat dapat lebih dioptimalkan sebagai instrumen redistribusi pendapatan, serta
instrumen fiskal untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.
Berdasarkan penjabaran tersebut, penulis merekomendasikan agar para pengelola zakat
dapat menjalankan pola manajemen zakat yang lebih efektif untuk mengoptimalkan
realisasi potensi zakat. Selain itu, peran Pemerintah sangat diperlukan untuk menjadikan
zakat sebagai instrumen fiskal serta sebagai instrumen redistribusi pendapatan yang
berkeadilan.3
Ketiga, jurnal yang berjudul kritik hukum Islam terhadap perubahan undang-
undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yang ditulis oleh Ah. Fathonih
mengemukakan bahwa Respon umat muslim terhadap kewajiban zakat dan pajak
tampaknya belum begitu jelas difahami, baik dari segi definisi, klasifisikasi,
standar/ukuran, maupun tujuannya. Bahkan apabila dipelajari lebih dalam dan melihat
potensi zakat yang begitu besar, sesungguhnya secara ekonomi ia akan sangat
membantu proses percepatan peningkatan taraf hidup ekonomi masyarakat, khususnya
bagi mereka yang masih ada dalam garis hidup kemiskinan. Namun demikian
keberadaan Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
tampaknya belum mencapai tujuan sesuai dengan harapan. Boleh hal demikian belum
terwujud dengan baik karena dalam kenya-taan kebanyakan umat muslim masih sering
melihat zakat hanya menjadi “alat penebus/pencucian dosa”, sedangkan pajak juga
hanya menjadi “alat pemenuhan kewajiban warga negara” semata-mata. Padahal
keduanya merupakan dua hal yang terpisah antara kewajiban melaksanakan ajaran
agama dan kewajiban kepada negara. Demikian pula upaya pemberdayaan ekonomi
3
Alifah Nur Fajrina, Farhan Rafi Putra, and Annisa Suci Sisillia, “Optimalisasi Pengelolaan Zakat:
Implementasi Dan Implikasinya Dalam Perekonomian [Optimizing Zakat Management: Its
Implementation and Implications in the Economy],” Journal of Islamic Economics and Finance Studies
4, no. 1 (2020): 100–120.

4
umat melalui zakat ternyata setelah dikaji secara filosofis, historis, sosiologis dan
normatif masih belum menemukan formatnya yang baku. Bahkan melalui studi kritik
hukum Islam terhadap Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat juga belum membuktikan eksistensi dan keberlangsungan lembaga zakat bisa
berperan maksimal dalam pemberdayaan ekonomi umat di Indonesia. Penulis
berpendapat boleh jadi regulasi tersebut perlu diamandemen atau sekurang-kurangnya
harus diperkuat agar memiliki daya ikat dan daya paksa.4
Keempat, jurnal yang berjudul implementasi konsep zakat dalam AL-Quran
sebagai upaya mengentaskan kemiskinan di Indonesia yang ditulis oleh Junaidi Safitri
memaparkan bahwa berdasarkan analisis permasalahan diatas diperoleh hasil penelitian
yang dapat disimpulkan bahwa pertama, Pesan Zakat dalam al-Qur’an memiliki
korelasi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, karena sifatnya sebagai alat
distribusi pendapatan yang mampu meningkatkan fungsi konsumsi dan produksi secara
berimbang, tanpa membebani pihak muzakki sebab proporsi yang ditetapkan,
disesuaikan dengan kebutuhan mustahiq. Kedua, Potensi zakat di Indonesia secara
makro dapat dioptimalkan melalui peran pemerintah sebagai regulator dan supervisor
dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Namun secara mikro tetapa harus membangun
kesadaran berzakat dari diri sendiri, keluarga hingga melalaui tokoh masyarakat, karena
potensi zakat yang dimilki Indonesia sangatlah besar mengingat mayoritas penduduk
Indonesia adalah muslim, maka idealnya zakat dapat benar-benar menjadi instrument
dalam mengentaskan kemiskinan. Ketiga, Konsep zakat seperti yang dipaparkan diatas
memiliki peluang sebagai sumber pendapatan negara yang dialokasikan secara khusus
untuk pengentasan kemiskinan, artinya sumber pendapatan negara yang bersumber dari
zakat harus di berikan kepada para mustahiq baik bersifat konsumtif maupun produktif
tergantung kemampuan mustahiqnya.5
Kelima jurnal yang berjudul pemberdayaan ekonomi Islam melalui optimalisasi
zakat yang ditulis oleh Eko Haryono menjelaskan bahwa prinsip-prinsip Islam
pemberdayaan ekonomi umat muslim dapat dilaksanakan melalui proses penyadaran
zakat. Dari segi ekonomi, zakat tidak boleh bersifat konsumtif (investasi jangka

4
Richard I.Arends, “No Title‫یلیب‬,” Nucl. Phys. 13, no. 1 (1999): 104–16.
5
Junaidi Safitri, “Implementation of the Concept of Zakat in the Qur’an as an Effort to Alleviate Poverty
in Indonesia,” Journal of At-Tasyri IX, no. 1 (2017): 1–15,
https://ejournal.staindirundeng.ac.id/index.php/Tasyri/article/view/32.

5
pendek), tetapi produktif dalam rangka meningkatkan taraf pendapatan umat Islam dan
mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial. Kemampuan mengemban peran
pemerintah (amir) dalam pengelolaan zakat juga sangat penting dan tentunya harus
dibarengi dengan pengelolaan (pengawasan) masyarakat agar tidak terjadi manipulasi
dalam pendistribusian zakat.6
Keenam jurnal yang berjudul revitalisasi pendistribusian zakat produktif sebagai
pengentasan kemiskinan di era modern yang di tulis oleh M. Samsul Haidir menjelaskan
mengenai Upaya Zakat selain sebagai sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT, juga merupakan bagian dari proses penyucian harta yang dimiliki oleh
seorang hamba. Dengan adanya pendayagunaan yang baik, zakat diharapkan mampu
untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan perekonomian para mustahik.
Pendistribusian zakat produktif di kota Yogyakarta sudah dilakukan secara proporsional
dan profesional oleh para petugas Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) kota
Yogyakarta. Penyaluran zakat produktif dalam bentuk modal usaha berdampak positif
bagi mustahik dalam meningkatkan taraf kehidupan mereka. Program penyaluran zakat
produktif tersebut juga telah mampu menciptakan lapangan kerja baru kepada
masyarakat sekitar, serta telah mampu menciptakan sumber daya manusia yang
memiliki hasil kreatifitas tinggi dan daya saing. Diharapkan ke depannya penyaluran
zakat produktif ini terus dilakukan dan ditingkatkan agar bisa disalurkan kepada lebih
banyak mustahik yang berhak dan memiliki potensi agar masalah kemiskinan yang
selama ini selalu menghantui bisa segera dihapuskan.7

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan tinjauan pustaka. Pendekatan ini


mengedepankan ulasan literatur dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, esai dan
literatur lainnya. Sumber literatur ini diperoleh dari mesin pencarian google scholar,
dan scopus. Literatur yang dipilih sebagai sumber artikel ini dipilih dari literatur yang
terbit pada 10 tahun terakhir. Adapun tujuan dipilihnya terbitan artikel selama 10 tahun
6
E Haryono, “Pemberdayaan Ekonomi Islam Melalui Optimalisasi Zakat,” Al
Fattahejournalsmaalmuhammadcepu 1, no. 1 (2023): 17–30,
https://www.ejournal.smaamc.sch.id/index.php/belajar/article/view/14%0Ahttps://
www.ejournal.smaamc.sch.id/index.php/belajar/article/download/14/21.
7
M Samsul Haidir, “Revitalisasi Pendistribusian Zakat Produktif Sebagai Upaya Pengentasan
Kemiskinan Di Era Modern,” Muqtasid: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah 10, no. 1 (2019): 57,
https://doi.org/10.18326/muqtasid.v10i1.57-68.

6
adalah karena pertama, menjaga keterbaruan data dan bahasan yang dijadikan
pendukung artikel. dan kedua, menjaga relevansi atau keterkaitan materi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1)Pengertian Zakat
Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang
tidak terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian di luar Islam
tidak mengenal tuntunan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian
harta tertentu sebagai pembersih jiwa, dari sifat kikir, dengki, dan dendam.8
Pengertian zakat itu sendiri adalah isim masdar dari kata zaka-yazku-
zakah. Oleh karena itu dasar zakat adalah zaka yang berarti berkah, tumbuh,
bersih, dan bertambah.9 Bahkan arti tumbuh dan bersi tidak hanya dipakai buat
kekayaan, tetapi dapat diperuntukkan buat jiwa orang yang menunaikan zakat.10
Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-Taubah: 103
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdo’alah untuk mereka,
sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.11
Dari penjelasan ayat di atas tergambar bahwa zakat merupakan hak dan
kewajiban yang harus dilaksanakan kepada harta tertentu yang dikhususkan
untuk orang-orang tertentu dan pada waktu tertentu pula.12
Selain itu jika zakat dikaitkan dengan harta, maka dalam ajaran Islam
harta yang dizakati akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan
berkah. Moh. Daud Ali merumuskan, bahwa makna zakat adalah bagian dari
harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat-syarat

8
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam (Jakrta:Kencana Prenada Media
Group,2007),29.
9
Fakhruddin, Fiqih,13.
WIDI NOPIARDO, “Zakat Sebagai Ibadah Maliyah Ijtima’Iyah Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam,”
JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) 14, no. 2 (2016): 217, https://doi.org/10.31958/juris.v14i2.309.
10
Sofyan Hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf (Cet.1 Surabaya: Al-Ihklas, 1995),21
11
QS. Al-Taubah (9): 103.
12
Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba‟ly, diterjemahkan Muhammad abqary Abdullah Karim, Ekonomi
Zakat Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syari’ah (Jakarta:PT.Raja Grafindo Perseda,2006), 4.

7
tertentu,13 yang mana hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI No. 23 Tahun
2011 yang tertera pada pasal 1 ayat (2) yang berunyi “zakat adalah harta yang
wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syari‟at Islam”.14
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa zakat merupakan
kewajiban seorang Muslim untuk mengeluarkan sebagian hartanya yang telah
mencapai nishab dalam waktu tertentu dan diberikan kepada orang-orang yang
berhak menerima zakat untuk mensucikan dan membersihkan jiwa dan hartanya
sesuai dengan yang di isyaratkan dalam Al-Qur’an.

2) Landasan Kewajiban Zakat

a. Dalil Al-Qur’an
Dalam al-quran kata zakat terdapat 32 kata, dan 82 kali diulang
dengan menggunakan istilah kata shodaqoh dan infaq. Dari 32 ayat
tersebut memuat ketentuan zakat, 29 ayat di antaranya menghubungkan
ketentuan zakat dengan shalat. Dalam 3 ayat ketentuan zakat tidak di
rangkaikan dengan shalat, yaitu pada Al-Kahfi (18): 81; Maryam (19): 13
dan Al-Mu’minun (23): 4; yang merupakan Makkiyah (Nuruddin, 2006:
24).
b. Dalil Hadis/ Sunnah
Imam Bukhari dan Muslim telah menghimpun sekitar 800 hadist
yang berkaitan dengan zakat. Hadist-hadist tersebut ada yang memberikan
perintah umum tentang zakat dan rincian dari pelaksanaan zakat (jenis
harta yang wajib dizakati, nisab, haul, dan sasaran zakat). Hadist-hadist
tersebut ditampilkan dalam uslub targhib, tarhib dan juga berisi tentang
hikmah zakat.
3) Tiga Makna Zakat
a. Makna Zakat secara Teologis Dilansir laman Suara Muhammadiyah,
manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi ini (QS Al
Baqarah: 30) dengan berbagai kebutuhan yang sudah disediakan oleh Allah
13
Muhammad Daud Ali. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta:UI Press,1988),cet.1.39.
14
Undang-Undang NO. 23 Tahun 2011,Tentang Pengelolaan Zakat Presiden RI. Pasal 1 (2).
Afrina, “Manajemen Zakat Di Indonesia Sebagai Pemberdayaan Ekonomi Umat.”

8
untuk menunjang kehidupan manusia. Ada oksigen, air, tumbuhan (QS. Qaf:
7-11), juga berbagai hal lainnya untuk dimanfaatkan dengan arif dan
bijaksana. Allah SWT berfirman: ‫َو ِإَلٰى َثُم وَد َأَخ اُهْم َص اِلًحاۚ َقاَل َيا َقْو ِم اْع ُبُدوا َهَّللا َم ا َلُك ْم‬
‫ِم ْن ِإَٰل ٍه َغْيُر ُهۖ ُهَو َأْنَش َأُك ْم ِم َن اَأْلْر ِض َو اْسَتْع َم َر ُك ْم ِفيَها َفاْسَتْغ ِفُروُه ُثَّم ُتوُبوا ِإَلْي ِهۚ ِإَّن َر ِّبي َق ِريٌب ُمِج يٌب‬
Yang artinya: "Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh.
Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu
Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya,
kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat
(rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)," (QS. Hud: 61).
Konsekuensinya, dalam setiap rejeki yang berhasil didapatkan oleh manusia,
ada bagian yang harus dibagi dengan manusia lain yang membutuhkan,
karena mereka juga mempunyai hak (QS. Al-Dzariyat: 19). Inilah yang
dinamakan zakat, juga infak dan sedekah.

b. Makna zakat secara kemanusiaan Zakat adalah bagian dari ibadah yang
bersifat sosial, ditunaikan kepada sesama manusia agar dapat membantu
mengentaskan kemiskinan. Sebab dalam banyak kasus, kemiskinan
merupakan hal yang berbahaya karena dapat mendekatkan seseorang pada
kekufuran atau ingkar pada Allah. Orang yang lapar lebih mudah dibujuk
untuk berpaling dari iman Islam, dengan iming-iming harta yang sedikit.
Karena itu zakat difungsikan untuk membantu mengangkat derajat dhuafa,
agar mampu mandiri dan tidak mudah berpaling keimanannya. Orang yang
banyak harta juga dipupuk semangat sosialnya dengan mengeluarkan zakat
dan memperhatikan kaum dhuafa, sehingga tidak sampai tenggelam dalam
lena duniawi semata. Kaum kaya yang dibebankan kewajiban intrinsik
bersifat moral-etis itu, akan memperkecil jarak jurang ketimpangan antara
miskin dan kaya. Zakat secara tidak langsung merupakan kritik terhadap
paham kapitalisme yang menciptakan ketimpangan yang sangat jauh antara
si kaya dan si miskin. Dalam akun YouTube Muhammadiyah Channel
disebutkan bahwa muslim diperintahkan untuk memberi manfaat dan ini
merupakan implementasi konsep Islam yang penuh cinta, yaitu memberi.
Seperti sabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baiknya manusia adalah yang

9
bermanfaat bagi orang lain," (HR. Bukhari). Memberi itu artinya menerima
lebih, dalam Al-Quran penjelasannya sebagai berikut: "Jika kamu berbuat
baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri......" (QS. Al-Isra: 7)
Nabi Muhammad SAW juga menyatakan hal ini dalam sabdanya: "Dan
barangsiapa yag bersedia membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan
senantiasa membantu keperluannya," (HR. Bukhari). Karenanya, jadilah
seperti air hujan yang menyuburkan tanah, menumbuhkan rumput dan
pepohonan yang bisa memberi manfaat untuk makhluk hidup lainnya.

c. Makna zakat untuk perubahan sosial dengan adanya zakat, maka diharapkan
jumlah kaum dhuafa dapat berkurang dengan membantu memberi solusi
untuk mengentaskan kemiskinan mereka. Walau kemiskinan adalah realitas
sosial yang tidak dapat dihilangkan secara mutlak, akan tetapi ada usaha
yang dilakukan agama ini dalam menurunkan jumlah kemiskinan. Minimal
tidak sampai membuat nilai-nilai kemanusiaan sampai hancur akibat
kemiskinan tersebut. Dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 19 disebutkan: ‫َوِفي َأْم َو اِلِه ْم‬
‫ َح ٌّق ِللَّساِئِل َو اْلَم ْح ُروِم‬Artinya: "Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang
miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian."
Kemudian QS. Al-Baqarah ayat 267: ‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا َأْنِفُقوا ِم ْن َطِّيَباِت َم ا َك َس ْبُتْم َوِمَّم ا‬
‫َأْخ َر ْج َنا َلُك ْم ِم َن اَأْلْر ِضۖ َو اَل َتَيَّمُم وا اْلَخ ِبيَث ِم ْنُه ُتْنِفُقوَن َو َلْس ُتْم ِبآِخِذ يِه ِإاَّل َأْن ُتْغ ِم ُضوا ِفيِهۚ َو اْعَلُم وا َأَّن‬
‫ َهَّللا َغ ِنٌّي َحِم يٌد‬Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji."
Beberapa hadis Nabi juga menjelaskan bahwa pada harta yang dititipkan
Allah kepada kita terdapat hak kaum mustadh’afin sebesar 2,5%. Makna
mustadl’afin bukan hanya kaum dhuafa saja, melainkan juga orang-orang
yang lemah, difabel, berutang, musafir, dan yang membutuhkan lainnya.

4) Zakat dalam Pembangunan Ekonomi

10
Masalah kemiskinan di Indonesia adalah wujud dari ketidakberdayaan
masyarakat dalam mengakses hasil pembangunan negara. Sementara, hasil
pembangunan yang diupayakan oleh pemerintah hanya dinikmati oleh segelintir
orang saja karena tidak terdistribusi secara adil. Maka, diperlukan peran zakat
yang memberi dana secara langsung untuk mendistribusi harta, sehingga
pembangunan manusia dapat terwujud.

Zakat merupakan salah satu pilar Islam yang menjelaskan tentang


kewajiban khusus dalam mengeluarkan sebagian kekayaan individu untuk
kebaikan sosial. Banyak literatur yang mengkaji zakat dari berbagai aspek, baik
dari aspek hukum (fiqh), manajemen, potensi maupun peranannya dalam
pengentasan kemiskinan. Kalangan ekonom dan peminat kajian pembangunan
modern juga telah banyak melakukan kajian-kajian serupa. Hal ini menunjukkan
sedemikan masivnya kajian dan tulisan tentang zakat yang berusaha
membuktikan betapa pentingnya peranan yang dimainkan zakat sebagai sebuah
intrumen bagi pembangunan ekonomi.

Menurut saya, Zakat memiliki peran penting dalam pembangunan


ekonomi karena zakat mampu untuk meningkatkan pendapatan nasional suatu
Negara sehingga tercipta kemakmuran di kalangan masyarakat.

Bagaimana peranan zakat dalam pembangunan ekonomi?

Peranan zakat secara optimal dapat menjadi suatu instrumen dalam


meningkatkan ekonomi umat. Zakat, infak, dan sedekah sudah melekat dalam
ajaran islam, seperti dalam Surah Az Zariyat:19 bahwa di dalam harta yang lebih
terdapat hak untuk diberikan kepada masyarakat miskin agar menjadi solusi bagi
mereka dalam menyelesaikan masalah kemiskinan.

Berdasarkan hal tersebut, optimalisasi pengelolaan zakat dan


pemanfaatannya merupakan potensi strategis untuk menunjang pembangunan
perekonomian Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan
kesejahteraan di era modern ini.

Keberhasilan zakat bergantung pada pengelolaan dan pemanfaatannya.


Penyerahan zakat yang disarankan adalah melalui amil zakat agar
pemanfaatannya efektif, sesuai tujuan dan tepat sasaran. Dalam Bab II Undang-

11
Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
dikemukakan bahwa organisasi pengelolaan zakat di Indonesia ada dua macam,
yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Selain
mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, amil zakat juga dituntut untuk
menciptakan pemerataan ekonomi umat. Dengan demikian, kekayaan tersebut
tidak hanya berputar di suatu golongan atau kelompok saja, sebagaimana
tertuang dalam Surah Al Hasyr ayat 7, yang artinya supaya harta itu jangan
hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.

Pengubahan orientasi zakat seperti orientasi produktif terbukti dapat


meningkatkan ekonomi masyarakat secara bertahap dan berkesinambungan
dengan tetap berpegang teguh pada aturan syariah. Pengalokasian dana dapat
dilaksanakan dengan berbagai cara, diantaranya pembangunan sarana ibadah,
peningkatan pendidikan umat, penyediaan layanan kesehatan, bantuan modal
usaha, dan lain-lain. Dengan demikian, diharapkan upaya-upaya tersebut dapat
meningkatakan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis tematik dan komparatif dapat disimpulkan bahwa Zakat adalah
karakteristik ekonomi (Islam) tentang harta yang tidak ada dalam perekonomian lain.
Sistem ekonomi non-Islam tidak mengenal tuntunan Allah untuk memisahkan sebagian
harta sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam. Hal ini menunjukkan
bahwa zakat sebagai kewajiban bisnis dan ekonomi tidak terlepas dari tuntunan perintah
dari Allah SWT untuk menyejahterakan manusia khususnya ummat Islam.
Pada dasarnya potensi zakat merupakan hal yang paling signifikan karena
memberikan efek yang besar dalam mensejahterakan masyarakat. Apalagi jika menilik
potensi zakat masyarakat Indonesia yang lebih besar dan kerjasama di kalangan
stakeholders, serta dukungan regulasi pemerintah, maka zakat yang dihimpun akan
mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Manajemen zakat untuk program
pengentasan kemiskinan telah memberikan kontribusi positif dalam pengurangan
tingkat kemiskinan. Di samping itu pula, dalam pola manajemen zakat guna
memaksimalkan sistem manajemen itu sendiri, pendistribusian. Dengan harapan, jika

12
lembaga-lembaga menjalankan pola manajemen zakat di atas, maka akan sangat
mungkin jika masyarakat muslim sejahtera.

SARAN
Peneliti menyarankan agar penerapan instrumen zakat guna mengatasi masalah
krisis khususnya kemiskinan dan pengangguran yang mengancam masyarakat
menengah ke bawah ini diterapkan secara maksimal. Beberapa solusi alternatif yang
diajukan peneliti adalah:
 Pemerintah melakukan pengumpulan kekayaan warga negara melalui data
nasabah perbankan
 Pengumpulan pada tingkat pemilik kekayaan non-nasabah perbankan perlu
dilakukan hingga tingkat desa dan pemerintah tingkat daerah dapat
melakukan penarikan zakat secara langsung kepada warganya yang berlebih
atau melalui instansi terpilih, kemudian mendistribusikannya ke warga
sekitar daerah atau desa yang membutuhkan untuk menjamin kebutuhan
dasar mereka selama pandemi
 Penerapan wajib zakat pada setiap ASN yang berpendapatan tinggi
 Serta pemerintah dapat menggunakan perbankan sebagai instansi yang
mengelola zakat secara langsung. Dimana perbankan yang menyimpan uang
nasabah diperbolehkan memotong zakat secara langsung sesuai nishab
(jumlah) dan haul (waktu) yang ditentukan pada setiap nasabah yang
beragama Islam. Atau menjadikan perbankan sebagai dewan pengumpulan,
dan pengelolaan tetap dilaksanakan oleh pemerintah pusat/daerah atau
instansi yang ditunjuknya.
DAFTAR PUSTAKA

Afrina, Dita. “Manajemen Zakat Di Indonesia Sebagai Pemberdayaan Ekonomi Umat.”


EkBis: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis 2, no. 2 (2020): 201.
https://doi.org/10.14421/ekbis.2018.2.2.1136.
Fajrina, Alifah Nur, Farhan Rafi Putra, and Annisa Suci Sisillia. “Optimalisasi
Pengelolaan Zakat: Implementasi Dan Implikasinya Dalam Perekonomian
[Optimizing Zakat Management: Its Implementation and Implications in the
Economy].” Journal of Islamic Economics and Finance Studies 4, no. 1 (2020):

13
100–120.
Haidir, M Samsul. “Revitalisasi Pendistribusian Zakat Produktif Sebagai Upaya
Pengentasan Kemiskinan Di Era Modern.” Muqtasid: Jurnal Ekonomi Dan
Perbankan Syariah 10, no. 1 (2019): 57.
https://doi.org/10.18326/muqtasid.v10i1.57-68.
Haryono, E. “Pemberdayaan Ekonomi Islam Melalui Optimalisasi Zakat.” Al
Fattahejournalsmaalmuhammadcepu 1, no. 1 (2023): 17–30.
https://www.ejournal.smaamc.sch.id/index.php/belajar/article/view/
14%0Ahttps://www.ejournal.smaamc.sch.id/index.php/belajar/article/download/
14/21.
I.Arends, Richard. “No Title‫یلیب‬.” Nucl. Phys. 13, no. 1 (1999): 104–16.
Maltuf Fitri. “Management of Productive Zakat as an Instrument for Improving
People’s Welfare.” Economica : Journal of Islamic Economics 8, no. 1 (2017):
149–73.
NOPIARDO, WIDI. “Zakat Sebagai Ibadah Maliyah Ijtima’Iyah Dalam Perspektif Ilmu
Ekonomi Islam.” JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) 14, no. 2 (2016): 217.
https://doi.org/10.31958/juris.v14i2.309.
Safitri, Junaidi. “Implementation of the Concept of Zakat in the Qur’an as an Effort to
Alleviate Poverty in Indonesia.” Journal of At-Tasyri IX, no. 1 (2017): 1–15.
https://ejournal.staindirundeng.ac.id/index.php/Tasyri/article/view/32.
Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba‟ly, diterjemahkan Muhammad abqary Abdullah
Karim, Ekonomi Zakat Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syari’ah
(Jakarta:PT.Raja Grafindo Perseda,2006), 4.
Muhammad Daud Ali. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta:UI
Press,1988),cet.1.39.
Undang-Undang NO. 23 Tahun 2011,Tentang Pengelolaan Zakat Presiden RI. Pasal 1
(2).
Afrina, “Manajemen Zakat Di Indonesia Sebagai Pemberdayaan Ekonomi
Umat.”
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam (Jakrta:Kencana
Prenada Media Group,2007),29.
Fakhruddin, Fiqih,13.

14
WIDI NOPIARDO, “Zakat Sebagai Ibadah Maliyah Ijtima’Iyah Dalam Perspektif Ilmu
Ekonomi Islam,” JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) 14, no. 2 (2016): 217,
https://doi.org/10.31958/juris.v14i2.309.
Sofyan Hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf (Cet.1 Surabaya: Al-Ihklas,
1995),21
https://kumparan.com/rahma-ikmalia-putri/peran-zakat-dalam-pembangunan-ekonomi-
1x3kZrPa3pj/full

15

Anda mungkin juga menyukai