Abstract
The study aims to discuss the strategies of several countries in exploiting the weaknesses from
a macroeconomic perspective, especially the fiscal policy link. The method used in the study is
a descriptive analysis of zakat exploitation practices in Indonesia, Malaysia, and Turkey. The
results of this study show that Indonesia, Malaysia, and Turkey have similarities in making
zakat as a tax reduction component, but each country has different approaches to making the
management of zakat, whether it is mandatory or voluntary. Malaysia, in this case, is more
mandatory and gains strength from government influence, while Indonesia and Turkey are
more voluntary and the role of the government is not too strong.
Keywords : Zakat, Fiscal, Macroeconomic
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskusikan terkait strategi beberapa negara dalam
memanfaatkan zakat dalam persfektif ekonomi makro, khususnya kaitan kebijakan fiskal.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif terhadap praktik
pemanfaatan zakat di Indonesia, malaysia dan turki. Hasil dari penelitian ini
menggambarkan bahwa Indonesia, Malaysia dan Turki memiliki kesamaan dalam hal
menjadikan zakat sebagai komponen pengurang pajak, namun masing-masing negara
memiliki pendekatan yang berbeda dalam menjadikan pengelolaan zakat apakah sifatnya
sebagai mandatori atau voluntary, malaysia dalam hal ini lebih mandatory dan mendapat
kekuatan dari pengaruh pemerintah, sementara indonesia dan turki lebih bersifat
voluntary dan peran pemerintah belum terlalu kuat.
Kata Kunci: Zakat, Fiskal, Ekonomi Makro
A. PENDAHULUAN
Zakat merupakan sumber keuangan publik Islam yang memiliki peranan sangat
penting dalam pembangunan ekonomi khususnya dalam menyediakan layanan publik
bagi masyarakat. Kesuksesan zakat dapat dilihat bagaimana negara mengelola sumber
keuangan publik Islam tersebut. Bagaimana negara memberikan ruang gerak bagi
zakat adalah salah satu kunci kesuksesan pengelolaan zakat. Beberapa negara sudah
melakukan terobosan terobosan seperti misalnya privatisasi lembaga zakat dan wakaf,
melindungi praktik zakat dan wakaf melalui regulasi, dan keterlibatan langsung
pemerintah pusat terhadap praktik zakat.1
1Rakhmat & Beik, Pengelolaan Zakat dan Wakaf di Malaysia dan Turki: Studi Komparatif. Iltizam Journal of Shariah
Economic Research. 2022. Hal 49
Zakat merupakan kebijakan fiskal Islam yang berbeda dengan kebijakan fiskal
konvensional. Dalam fiskal konvensional pemerintah dapat mempengaruhi kegiatan
perekonomian melalui insentif dalam tarif pajak maupun besarnya ‘tax base’ dari
suatu kegiatan perekonomian, sedangkan dalam sistem zakat, segala ketentuan
tentang besarnya tarif zakat sudah ditentukan berdasarkan petunjuk dari Rasulullah.
Oleh karena itu, kebijakan zakat sangat berbeda dengan kebijakan perpajakan
Sebagai bagian dari kebijakan fiskal Islam, zakat merupakan sendi utama dari
sistem ekonomi Islam yang jika diimplementasikan dengan baik akan memberikan
dampak ekonomi yang luar biasa. Diharapkan sistem ekonomi Islam ini menjadi
alternatif bagi sistem pasar yang mununjukkan berbagai masalah dalam
pelaksanaannya. Dalam konsep ekonomi Islam, kebijakan fiskal diarahkan untuk
mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan
berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang
sama.2
Dalam penelitian yang dilakukan Pusat Kajian Strategi (Puskas) BAZNAS
menjelaskan bahwa zakat memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
PDRB, konsumsi, investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia. Artinya, jika
pengumpulan dan penyaluran ZIS meningkat maka PDRB, konsumsi, investasi, dan
Indeks Pembangunan Manusia juga akan meningkat. Kemudian, zakat memiliki
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran dan jumlah
penduduk miskin. Artinya, jika pengumpulan dan penyaluran ZIS meningkat maka
tingkat pengangguran dan jumlah penduduk miskin akan menurun. Meskipun
signifikan, namun memiliki pengaruh yang relatif sangat kecil. Kecilnya pengaruh ZIS
terhadap PDRB dapat diindikasikan bahwa pengumpulan zakat yang masih jauh dari
potensi zakat yang sesungguhnya.3
Potensi zakat di Indonesia sebesar Rp 327 Triliun, namun realisasi pengumpulan
ZIS hingga tahun 2022 ini tercatat sebesar Rp 22 Triliun atau 6.37% dari nilai potensi.
Selain itu, meskipun Indonesia tercatat sebagai negara paling dermawan oleh WGI
2022, literasi zakat masyarakat muslim di Indonesia masih berada di kategori
menengah. Apalagi pengetahuan pentingnya membayar zakat di lembaga resmi juga
2Amiruddin, Model-Model Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim. Jurnal AHKAM. 2015. Hal 143
3Direktorat Kajian dan Pengembangan Badan Amil Zakat Nasional. Kontribusi Zakat, Infak, Sedekah Terhadap
Ekonomi Makro di Indonesia. 2023. Hal. 102
2
masih terhitung rendah, hal ini dibuktikan dengan pengumpulan ZIS di non-lembaga
resmi masih terhitung tinggi yaitu sebesar Rp 61 Triliun di tahun 2020.
Fakta lain menyebutkan bahwa zakat tidak berpengaruh pada tingkat inflasi,
tingkat ketimpangan, tingkat kedalaman kemiskinan, dan tingkat keparahan
kemiskinan. Kemiskinan di Indonesia memang masih menjadi masalah utama yang
sejak dulu belum ada penyelesaiannya. Padahal, penyaluran ZIS juga melakukan hal
yang sama dengan pemerintah dalam melindungi daya beli masyarakat yang meliputi
program pendistribusian dan pendayagunaan. Sehingga, ZIS dapat dipandang sebagai
salah satu sumber pendanaan dalam percepatan penghapusan kemiskinan.
Dampak Zakat akan dirasakan lebih besar apabila potensi zakat tercapai yaitu Rp
327 Triliun, maka angka tersebut akan sama dengan 76% dari angka perlinsos. Selain
itu, ZIS diproyeksikan untuk dapat meningkatan manfaat penyaluran zakat dalam
pengentasan kemiskinan, meningkatan kesejahteraan umat, dan mengurangi
kesenjangan sosial.
Berdasarkan hal-hal tersebut, jurnal ini bertujuan melakukan analisis Strategi
pengelolaan zakat di beberapa Negara. Dengan harapan dapat menjadi referensi bagi
pengelolaan zakat di Indonesia dalam mengoptimalkan pencapaian potensi zakat dan
memperkuat pengaruh zakat bagi ekonomi makro di Indonesia.
B. METODOLOGI PENELITIAN
3
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Makro ekonomi merupakan salah satu cabang ilmu ekonomi yang mempelajari
fenomena perekonomian secara mendalam skala besar, fokusnya adalah pada
keseluruhan perekonomian suatu negara atau wilayah. Ini melibatkan analisis
variabel ekonomi agregat seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, dan
kebijakan fiskal dan moneter yang mempengaruhi kesejahteraan perekonomian
suatu daerah.4
Zakat adalah salah satu bagian dari aturan jaminan sosial dalam Islam, dalam
ruang lingkup yang lebih dalam dan lebih luas, yang mencakup segi kehidupan
material dan spiritual. Zakat juga merupakan system keuangan, ekonomi, social,
politik, moral dan Agama sekaligus. Zakat sebagai sistem keuangan dan ekonomi,
karena ia merupakan pajak harta yang ditentukan. Zakat adalah sumber keuangan
baitul mal dalam Islam yang terus menerus. Zakat sebagai system sosial, karena ia
berfungsi menyelamatkan masyarakat dari berbagai kelemahan, menanggulangi
berbagai bencana dan kecelakaan, memberikan santunan kemanusiaan, yang berada
menolong yang tidak punya, yang kuat membantu yang lemah.5
4
Farkhatul Hayati. Overview Ekonomi Makro Islam. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Manajemen. 2024. Hal 125
5
TB. Mansur Ma’mun, Prospek Penerapan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan Sebagai Alternatif Kebijakan
Fiskal Di Indonesia. Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT. 2017. Hal. 188
6
Vidairotul Hamdiah & Sugianto, Peran Kebijakan Fiskal Dalam Mengevaluasi Zakat Sebagai Upaya
Menyikapi Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam. 2024. Hal 337
4
membutuhkan bantuan. Dalam konteks modern, zakat dapat diinterpretasikan sebagai
suatu bentuk pajak yang dikumpulkan dari individu kaya yang beragama Islam. Pajak
ini kemudian diperuntukkan khusus untuk membantu masyarakat Muslim yang
berada dalam keadaan kekurangan. Dengan demikian, zakat tidak hanya menjadi
instrumen distribusi kekayaan, tetapi juga mengandung elemen sosial dan
kemanusiaan dalam membantu mereka yang membutuhkan.
Dalam model ekonomi Islam, zakat memiliki peran sentral sebagai sarana
distribusi kekayaan dan sebagai instrumen stabilisator bawaan. Dengan kata lain,
kewajiban pembayaran zakat oleh kelompok kaya diarahkan untuk secara otomatis
mengalokasikan kekayaan dari kelompok tersebut pada kelompok miskin, entah itu
dalam keadaan ekonomi yang baik ataupun ketika terjadi resesi. Hal ini bertujuan agar
perekonomian, terutama dalam konteks konsumsi masyarakat, jadi lebih stabil secara
relatif. Di samping itu, zakat juga dapat berfungsi sebagai alat alokasi, sebab dapat
dipakai untuk membiayai produksi barang dan jasa yang bersifat publik. Dengan kata
lain, dana zakat dapat dialokasikan untuk mendukung produksi barang dan jasa yang
memberikan manfaat kepada masyarakat secara umum. Melalui peran ganda ini, zakat
tidak hanya berperan dalam meratakan distribusi kekayaan, tetapi juga dalam
mempertahankan stabilitas ekonomi dan mendukung sektor-sektor yang bersifat
kolektif dalam Masyarakat.
5
penerimaan bukan pajak contohnya adalah bantuan atau sebenarnya lebih
tepat dikatakan sebagai utang luar negeri.7
Dalam kebijakan fiskal konvensional, defisit anggaran dianggap sebagai alat yang
dapat digunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan ekonomi, sedangkan dalam
kebijakan fiskal Islam, defisit anggaran diperlakukan dengan lebih hati-hati. Prinsip
keuangan publik dalam Islam mendorong keseimbangan anggaran dan keberlanjutan
keuangan negara, serta menghindari utang yang tidak perlu. Dalam kebijakan fiskal
konvensional, penekanan utama adalah pada efisiensi dan pertumbuhan ekonomi.
Namun, dalam kebijakan fiskal Islam, selain efisiensi dan pertumbuhan, ada
penekanan yang lebih besar pada keadilan sosial dan distribusi yang adil. 8
7
Sugeng Priyono. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal. Almaslahah : Jurnal Hukum dan pranata
social. 2013. Hal 125
8
Ari Asriadi dkk. Strategi Peningkatan Pendapatan Nasional Setelah Pandemi Covid-19 Dalam Perspektif
Ekonomi Islam. NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial. 2023. Hal 2672
9
Sugeng Priyono. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal. Almaslahah : Jurnal Hukum dan pranata
social. 2013. Hal 128
6
Dalam struktur ekonomi konvensional, unsur utama dari kebijakan fiskal
adalah unsur-unsur yang berasal dari berbagai jenis pajak sebagai sumber
penerimaan pemerintah dan unsur-unsur yang berkaitan dengan variabel
pengeluaran pemerintah. Tidak ada unsur zakat dalam data Anggaran Pendapatan
dan Belanja Pemerintah (APBN), karena memang kegiatan zakat belum termasuk
dalam catatan statistik resmi pemerintah. Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi
Islam berbeda dari ekonomi konvensional, namun ada kesamaan yaitu dari segi
sama-sama menganalisis dan membuat kebijakan ekonomi.
Pada masa Rasulullah sumber penerimaan fiskal salah satunya dari zakat. Dalam
system dan kebijakan fiskal Islam, zakat mempunyai kedudukan istimewa dan
strategis karena sebagai sumber pendapatan yang utama. Menunjang pengeluaran
negara, baik dalam bentuk government expenditure, government trasfer sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Zakat dapat dianggap sebagai sistem
fiskal komprehensif yang memiliki kelengkapan aturan mencakup subyek, obyek, tarif,
nishab, haul, hingga alokasi distribusinya. Zakat sebagai sumber alternatif yang
potensial dalam sistem fiskal nasional, karena berdasar penelitian zakat dapat
dimasukkan sebagai sumber pendapatan Negara muslim yang memungkinkan dan
dapat dikembangkan dalam era modern. Instrumen zakat memiliki justifikasi yang
kuat untuk diintegrasikan dalam sistem fiskal nasional, karena secara sosiologis dan
demografis Indonesia adalah negara muslim terbesar
a. Indonesia
10
Amiruddin, Model-Model Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim. Jurnal AHKAM. 2015. Hal 154
7
Padahal zakat sebagai salah satu kewajiban umat Islam dapat menjadi sumber
dana pembangunan terbesar di samping pajak. 11
Kalau pajak sudah dikelola oleh Negara, maka zakat masih dikelola secara
amatir, tanpa undang-undang pemungutan dan tidak termasuk sebagai sumber
penerimaan resmi Negara dalam APBN, serta tidak berada di dalam suatu
departemen. Pemungutannya dilakukan oleh BAZNAS dan Lembaga Amil Zakat (
LAZ ) serta lembaga swadaya Masyarakat, seperti Masjid, Mushalla dan Yayasan
yayasan Islam secara swadaya.
Jika dianalisa lebih jauh, undang-undang pajak penghasilan yang baru yang
sudah mengakomodasi pengenaan zakat ke dalam penghasilan wajib, belumlah
sesempurna yang diharapkan, dibanding undang-undang pajak dan zakat di
Malaysia dan di Negara-negara Islam lainnya, bahkan di Amerika Serikat saja
donasi dapat menjadi pengurang pajak . Jika Pemerintah memberlakukan zakat
sebagai pengurang pajak, para muzaki akan semakin bergairah membayar
zakatnya, sehingga jumlah muzaki akan meningkat. Yang berarti juga akan
meningkatkan jumlah wajib pajak secara berlipat.
b. Malaysia
11
TB. Mansur Ma’mun, Prospek Penerapan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan Sebagai Alternatif
Kebijakan Fiskal Di Indonesia. Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT. 2017.
Hal. 189
8
karena semakin tinggi tingkat regulasi maka dapat berpengaruh signifikan
terhadap pembayaran zakat. Pengelolaan zakat di Malaysia pada awalnya berada
di bawah Pusat Pengumpulan Zakat (PPZ) wilayah persekutuan pada tahun 1991.
Hal ini merupakan bentuk privatisasi lembaga zakat yang bertujuan untuk
meningkatkan citra institusi, terutama melalui pengenalan dan implementasi
nilai-nilai perusahaan. Privatisasi lembaga zakat adalah bertujuan untuk
optimalisasi dan efektifitas pengelolaan dana zakat. Selain itu, beberapa negara
bagian di Malaysia pun sudah mulai membentuk lembaga zakat tersendiri seperti
Lembaga Zakat Selangor (LZS) yang sebelumnya Pusat Zakat Selangor (PZS), Pusat
Kutipan Zakat Pahang (PKZ), Pusat Zakat Negeri Sembilan (PZNS), Pusat Zakat
Melaka (PZM), Lembaga Zakat Negeri Kedah Darul Aman (LZNKDA), Pusat Zakat
Sabah (PZS), Pusat Pungutan Labuan (PPL), Tabung Baitulmal Sarawak (TBS), dan
sisanya pengelolaan zakat masih berada dibawah naungan Majlis Agama Islam.
Saat ini Malaysia juga tengah memanfaatkan teknologi dalam hal pengumpulan
zakat secara digital. Pengumpulan zakat secara digital menunjukkan
perkembangan yang signifikan baik itu dari total pengumpulan dana dan jumlah
pembayar zakat. Total pengumpulan dana secara digital pada tahun 2018 adalah
26 juta RM dengan pertumbuhan sebesar 25,7 persen dibanding tahun
sebelumnya. Jumlah pembayar zakat secara digital sudah mencapai 22160 orang
dengan pertumbuhan sebesar 43,5 persen dibanding tahun sebelumnya. Sama
seperti halnya di Indonesia pembayaran zakat melalui lembaga resmi zakat akan
mengurangi pajak. Begitu juga zakat yang dibayarkan oleh korporasi, dimana
dikemudian hari dapat juga diklaim sebagai pengurang pajak (Undang Undang
Pajak Penghasilan Malaysia Pasal 44 – 11A).
9
c. Turki
Sampai saat ini belum ada privatisasi lembaga zakat di Turki. Bahkan
pengelolaan zakat di tingkat pemerintah pusat juga belum ada. Sampai saat ini unit
unit di kementerian agama Turki (Presidency Religious Affair) belum ditemukan
unit khusus yang bertugas langsung mengelola zakat. Presidency Religious Affair
nantinya menawarkan transparansi dan akuntabilitas system zakat ini. Karena
tidak adanya privatisasi lembaga zakat oleh pemerintah pusat Turki, maka akan
sangat sulit menemukan data zakat Turki secara nasional. Sehingga perhitungan
estimasi zakat akan sulit dilakukan dengan berdasarkan data histori pengumpulan
zakat. Sehingga dalam menghitung potensi zakat di Turki menggunakan 3 metode.
Pertama adalah berdasarkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian
dan industri sebesar 5 atau 10 persen. Kemudian dari PDB sektor jasa sebesar 2,5
persen. Metode kedua adalah berdasarkan data Global Weath Report mengenai 10
persen masyarakat terkaya Turki yang didapat dari aset dikurangi utang. Metode
ketiga adalah berdasarkan data FORBES mengenai pendapatan 100 orang
masyarakat terkaya Turki.12
12
Rakhmat & Beik, Pengelolaan Zakat dan Wakaf di Malaysia dan Turki: Studi Komparatif. Iltizam Journal of Shariah
Economic Research. 2022. Hal 51
10
D. SIMPULAN
Berdasarkan analisa yang telah dibahas sebelumnya, menunjukkan bahwa penggunaan zakat
dalam kebijakan fiskal makro memiliki potensi besar untuk memperkuat keberlanjutan
ekonomi dan mengatasi ketimpangan sosial. Meskipun Indonesia, Malaysia, dan Turki memiliki
pendekatan yang berbeda dalam memanfaatkan zakat, ketiganya mengakui peran penting zakat
dalam mengurangi ketimpangan sosial dan memberikan dukungan bagi kelompok yang
membutuhkan. Namun, tantangan masih terdapat dalam mengoptimalkan pengumpulan,
distribusi, dan perluasan basis pemungutan zakat. Diperlukan kerja sama antara pemerintah,
lembaga zakat, dan masyarakat untuk merumuskan strategi yang komprehensif guna
memaksimalkan dampak positif zakat dalam konteks kebijakan fiskal makro.
11
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat & Beik, (2022). Pengelolaan Zakat dan Wakaf di Malaysia dan Turki: Studi
Komparatif. Iltizam Journal of Shariah Economic Research.
Amiruddin, (2015). Model-Model Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim. Jurnal AHKAM
Direktorat Kajian dan Pengembangan Badan Amil Zakat Nasional. (2023). Kontribusi
Zakat, Infak, Sedekah Terhadap Ekonomi Makro di Indonesia.
Hayati, Farkhatul. (2024). Overview Ekonomi Makro Islam. Jurnal Ekonomi Bisnis dan
Manajemen.
Ma’mun, TB. Mansur. (2017). Prospek Penerapan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan
Sebagai Alternatif Kebijakan Fiskal Di Indonesia. Jurnal Riset Manajemen
dan Bisnis (JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT.
Hamdiah, Vidairotul & Sugianto, (2024). Peran Kebijakan Fiskal Dalam Mengevaluasi
Zakat Sebagai Upaya Menyikapi Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam.
Priyono, Sugeng. (2013). Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal. Almaslahah
: Jurnal Hukum dan pranata social.
Ari Asriadi dkk. (2023). Strategi Peningkatan Pendapatan Nasional Setelah Pandemi
Covid-19 Dalam Perspektif Ekonomi Islam. NUSANTARA: Jurnal Ilmu
Pengetahuan Sosial.
12