Anda di halaman 1dari 9

Lex Administratum, Vol. IV/No.

4/Apr/2016

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP Kata kunci: Perlindungan hukum, pengungkap


PENGUNGKAP FAKTA (WHISTLEBLOWER) fakta (whistleblower), saksi, korban
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 13
TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI PENDAHULUAN
DAN KORBAN1 A. Latar Belakang
Oleh : Riung Friko Karek2 Peraturan Perundang-Undangan yang
secara khusus mengatur mengenai
ABSTRAK whistleblower di Indonesia, secara implisit
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk termaktub dalam UU No. 13 Tahun 2006
mengetahui bagaimana perlindungan hukum tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta
terhadap saksi pengungkap fakta kemudian diikuti dengan Surat Edaran
(whistleblowers) berdasarkan Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011
nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan tentang Perlakuan terhadap Pelapor Tindak
Saksi Dan Korban dan bagaimana perlindungan Pidana (whistleblower) dan Saksi Pelaku yang
hukum terhadap saksi pengungkap fakta Bekerja Sama (justice collaborator).
(whistleblowers) berdasarkan Undang-Undang LPSK adalah lembaga negara yang
nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 13
Saksi Dan Korban. Penelitian ini menggunakan tahun 2006 Jo. Undang-Undang No. 31 tahun
metode penelitian yuridis normatif dan 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
disimpulkan: 1. Perlindungan Whistleblower (UU LPSK). Keberadaan LPSK lahir sebagai
(pengungkap fakta/pelapor) secara eksplisit lembaga yang memberikan perlindungan
diatur dalam Undang-Undang nomor 13 Tahun terhadap saksi dan korban. Berdasarkan
2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban, ketentuan umum Pasal 1 ayat (3) UU PSK
yaitu pada Pasal 10 menyebutkan, Saksi, menyatakan bahwa: “Lembaga Perlindungan
Korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara Saksi dan Korban, yang selanjutnya disingkat
hukum baik pidana maupun perdata atas LPSK, adalah lembaga yang bertugas dan
laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau berwenang untuk memberikan perlindungan
telah diberikannya. Seorang saksi yang juga dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban
tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ini”. Kemudian dalam Pasal 12 UU PSK
ternyata terbukti secara sah dan menyakinkan disebutkan bahwa: “LPSK bertanggung jawab
bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan untuk menangani pemberian perlindungan dan
pertimbangan hakim dalam meringakan pidana bantuan pada Saksi dan Korban berdasarkan
yang akan dijatuhkan. Ketentuan dimaksud tugas dan kewenangan sebagaimana diatur
pada ayat (1) tidak berlaku terhadap saksi, dalam Undang-Undang ini”.3 Lahirnya LPSK
korban, dan pelapor yang memberikan sebagai suatu state auxiliary menandakan
keterangan tidak dengan itikad baik. 2. bahwa tidak adanya perlindungan terhadap
Perlindungan terhadap saksi, Saksi, Korban, saksi dan korban dalam suatu perkara hukum
Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor dalam pasal 10 yang terjadi.
Undang-Undang No. 31 tahun 2014 tentang Dilihat dari beberapa lembaga penegak
Perlindungan Saksi Dan Korban. Yaitu Saksi, hukum yang ada, tentunya intitusi yang
Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak mempunyai kewenangan penuh untuk
dapat dituntut secara hukum, baik pidana memberikan perlindungan terhadap
maupun perdata atas kesaksian dan/atau masyarakat adalah intitusi kepolisian. Dalam
laporan yang akan, sedang, atau telah Pasal 2 Undang-Undang No. 2 tahun 2002
diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik. (UU Kepolisian) menyebutkan bahwa: ”Fungsi
kepolisian adalah salah satu fungsi
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Tonny Rompis, SH;
pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan
Ernest Runtukahu, SH, MH
2 3
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. Lihat pasal 1 ayat 3 dan pasal 12. Undang-Undang No. 13
110711533 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

29
Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

keamanan dan ketertiban masyarakat, normatif. Pengumpulan bahan-bahan hukum


penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dilakukan melalui studi kepustakaan. Bahan-
dan pelayanan kepada masyarakat”.4 bahan hukum tersebut terdiri dari: peraturan
Pada dasarnya seorang whistleblower perundang-undangan, yang merupakan bahan
merupakan seorang martir. Ia sang pemicu hukum primer dan buku-buku, karya ilmiah
pengungkapan skandal kejahatan yang kerap hukum, yang termasuk dalam bahan hukum
melibatkan atasan maupun koleganya sendiri. sekunder serta kamus-kamus hukum yang
Seringkali masyarakat menganggap bahwa saksi merupakan bahan hukum tersier. Untuk
dan whistleblower adalah sama. Padahal ini menyusun pembahasan, bahan-bahan hukum
serupa tetapi tidak sama. Pasal 1 UU yang telah dikumpulkan dianalisis secara
Perlindungan Saksi dan Korban menyebut saksi normatif dan kualitatif.
adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyelidikan, PEMBAHASAN
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di A. Perlindungan Hukum Terhadap Saksi
sidang pengadilan tentang suatu perkara Pengungkap Fakta (Whistleblowers)
pidana yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, dan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13
atau ia alami sendiri. Sementara dalam SEMA Tahun 2006
Nomor 4 Tahun 2011, whistleblower diartikan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13
sebagai pihak yang mengetahui dan tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan Korban, lembaga yang memiliki kewenangan
merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang untuk melindungi saksi dan korban adalah LPSK.
dilaporkannya. Namun demikian dalam Tetapi Undang-Undang ini tidak menyebutkan
praktiknya kadang whistleblower juga terlibat secara jelas mengenai pengertian whistleblower
dan memiliki peran yang kecil dalam kejahatan dan tidak secara jelas pula menyebutkan bahwa
tersebut.5 Undang-Undang ini juga melindungi
Beradasarkan uraian latar belakang diatas, whistleblower.6
terdorong Penulis untuk mengangkat skripsi Pengaturan mengenai perlindungan
dengan judul: “Perlindungan Hukum Terhadap Whistleblower (pengungkap fakta/pelapor)
Pengungkap Fakta (Whistleblower) secara eksplisit diatur dalam Undang-Undang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban” saksi dan korban, yaitu pada Pasal 10
menyebutkan:
B. Perumusan Masalah 1) Saksi, Korban dan pelapor tidak dapat
1. Bagaimanakah perlindungan hukum dituntut secara hukum baik pidana
terhadap saksi pengungkap fakta maupun perdata atas laporan,
(whistleblowers) berdasarkan Undang- kesaksian yang akan, sedang, atau telah
Undang nomor 13 tahun 2006 tentang diberikannya.
Perlindungan Saksi Dan Korban? 2) Seorang saksi yang juga tersangka
2. Bagaimanakah perlindungan hukum dalam kasus yang sama tidak dapat
terhadap saksi pengungkap fakta dibebaskan dari tuntutan pidana
(whistleblowers) berdasarkan Undang- apabila ia ternyata terbukti secara sah
Undang nomor 31 tahun 2014 tentang dan menyakinkan bersalah, tetapi
Perlindungan Saksi Dan Korban? kesaksiannya dapat dijadikan
pertimbangan hakim dalam meringakan
C. Metode Penulisan pidana yang akan dijatuhkan.
Penyusunan penulisan Skripsi ini 3) Ketentuan dimaksud pada ayat (1) tidak
menggunakan metode penelitian hukum berlaku terhadap saksi, korban, dan
pelapor yang memberikan keterangan
4
Lihat Pasal 2 Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang
tidak dengan itikad baik.
Kepolisian Negara Republik Indonesia
5 6
Abdul Haris Semendawai, SH., LLM.,dkk. Memahami Firman Wijaya. Whistle Blower dan Justice Collaborator
whistleblower. Cet. I. LPSK. 2011. Hlm 11 Dalam perspektif Hukum. Penaku. 2012. Hal. 7

30
Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Meskipun pasal 10 Undang-Undang No. 13 Ketiga, ketentuan Pasal 10 Ayat (2) UU


Tahun 2006 tidak secara khusus menyebutkan No.13 Tahun 2006 bersifat kontra legem
pelapor dengan istilah Whistleblower, tapi yang dengan Ayat (1) dalam pasal dan Undang-
dimaksud dengan pelapor dalam penjelsan UU Undang yang sama, pada hakikatnya
ini adalah orang yang memberikan informasi menyebutkan bahwa saksi, korban, dan pelapor
kepada penegak hukum mengenai suatu tindak tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana
pidana.7 maupun perdata atas laporan kesaksian yang
Eddy O.S Hiariej melihat ketidakjelasan dan akan, sedang atau telah diberikan.10
ketidaktegasan rumusan terhadap kedudukan Jika kita cermati Pasal 10 ayat (1) dan ayat
saksi dan tersangka serta dalam kondisi (2) sesungguhnya memberikan perlindungan
bagaimana seorang saksi menjadi tersangka setengah hati kepada whistleblower, karena
ketika pada saat bersamaan juga berstatus whistleblower yang dimaksud adalah
sebagai pelapor. Rumusan itu menimbulkan whistleblower yang tergolong bukan bagian dari
multitafsir, bahkan berpotensi menimbulkan pelaku kejahatan. Apabila whistleblower yang
tafsir inkonstitusional dan menimbulkan dimaksud merupakan bagian dari pelaku
ketidakpastian hukum.8 kejahatan maka berdasarkan Pasal 10 ayat (2)
Eddy O.S. Hiariej menyatakan, bahwa Pasal whistleblower tersebut tidak dapat dibebaskan.
10 Ayat (2) UU No.13 Tahun 2006 adalah Ketentuan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang
bertentangan dengan semangat Whistleblower, Nomor 13 Tahun 2006 hanya berlaku bagi
karena pasal ini tidak memenuhi prinsip justice collaborator yang merupakan bagian
perlindungan terhadap seorang Whistleblower, dari pelaku yang mau bekerjasama untuk
dimana yang bersangkutan tetap akan dijatuhi mengungkapkan tindak pidana yang terjadi
hukuman pidana bilamana terlibat dalam dengan harapan mendapatkan keringanan
kejahatan tersebut dan terbukti melakukan hukuman, sedangkan pengungkap fakta atau
kesalahan. Lebih lanjut Eddy O.S. Hiariej whistleblower yang merupakan bagian dari
memberikan penilaian bahwa Pasal 10 Ayat (1) pelaku tidak dapat dilindungi dan akan menjadi
dan Ayat (2) UU No. 13 Tahun 2006 terdapat tersangka. Keberadaan Pasal 10 ayat (2)
beberapa kerancuan.9 tersebut menimbulkan persoalan yang cukup
Pertama, saksi yang juga tersangka dalam mendasar dan berpotensi menimbulkan
kasus yang sama akan menghilangkan hak polemik hukum dan polemik kebijakan bagi
excusatie terdakwa. Hal ini merupakan salah proses penegakan hukum. Pasal 10 ayat (2)
satu unsur objektifitas peradilan. Ketika tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum
Whistleblower sebagai saksi dipengadilan maka dan tidak memenuhi rasa keadilan bagi
keterangannya sah sebagai alat bukti jika masyarakat dan tidak dapat memberikan
diucapkan dibawah sumpah. Apabila perlindungan hukum bagi whistleblower.11
whistleblower berstatus sebagai terdakwa yang Mahkamah Agung telah menunjukkan
diberikan tidak dibawah sumpah. bentuk komitmennya dalam mendukung
Kedua, disitulah letak adanya ambigu, siapa perlindungan saksi dan korban dengan
yang akan disidangkan terlebih dahulu atau menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung
disidangkan secara bersamaan. Namun dalam Nomor 4 tahun 2011. Perlakuan Bagi
SEMA No. 4 tahun 2011 telah dijelaskan bahwa Whistleblower dan Justice Collaborator Dalam
kasus tersangka yang diungkap atau dilaporkan Tindak Pidana Tertentu yang menjadi landasan
akan lebih dahulu disidangkan dari pada kasus hukum dan acuan bagi pengadilan untuk
pelapor yang juga pelaku kejahatan. memberikan perlindungan kepada justice
collaborator dan whistle blower. Nilai penting
7
Abdul Haris Semendawai. Revisi Undang-Undang No. 13 yang terkandung di dalam SEMA ini adalah
tahun 2006. Momentum Penguatan Perllindungan Saksi adanya perlakuan khusus terhadap orang-orang
dan Korban, Perlindungan Jurnal saksi dan Korban. yang dapat dikategorikan sebagai pelapor
Volume 1 Tahun 2011. Hal 30. LPSK
8
Eddy O.S. Hiariej. Tetap Dijatuhi Pidana Bilamana
tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerja
Terlibat dalam Kejahatan, Newsletter Komisi Hukum
10
Nasional (KHN). Vol.10. 2010. Hlm 65 Ibid. Hlm 68
9 11
Ibid. Hlm 67 Firman Wijaya. Ibid. Hlm 12

31
Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

sama. Perlakukan khusus tersebut antara lain denda yang beratnya sama dengan
diberikan dengan keringanan pidana dan/atau pelaku lainnya.
bentuk perlindungan lainnya. c. Whistleblower akan mendapat
Bentuk perlindungan dan reward yang ancaman gugatan pencemaran
diberikan oleh surat edaran Mahkamah Agung nama baik dari tersangka
ini kepada whistleblower apabila yang (dilaporkan balik). Whsitleblower
dilaporkan melaporkan balik si whistleblower, juga akan mendapatkan pembalasan
maka penanganan kasus yang dilaporkan oleh pelaku dengan melaporkan
whistleblower harus didahulukan daripada kasus lainnya yang mungkin pernah
kasus yang dilaporkan oleh terlapor. Untuk dilakukan oleh whistleblower.13
menjadi seorang whistleblower bukanlah Pasal 10 UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang
pilihan yang mudah dan mampu dilakukan Perlindungan Saksi dan Korban tersebut
setiap orang. Oleh karena itu seseorang yang memang ada kemiripan antara istilah
mau mengungkap kejahatan tentulah orang whistleblower dan saksi pelapor, bahkan ayat
yang mampu mengendalikan rasa takut dan (2) menyebutkan bahwa saksi yang merupakan
berani mengambil resiko sebagai bagian dari pelaku tidak mendapat
pembocor/pembongkar rahasia. Dalam praktek perlindungan. Padahal umumnya whistleblower
banyak saksi dan korban tindak pidana rentan biasanya merupakan bagian dari pelaku
terhadap teror dan intimidasi.12 meskipun ada juga whistleblower yang bukan
Beberapa saksi dan korban memilih tidak bagian dari pelaku. Mahkamah Agung secara
hadir dari proses hukum karena jiwanya sangat tegas mengeluarkan SEMA No. 4 Tahun 2011
terancam, baik teror maupun intimidasi dari tentang bagaimana perlakuan terhadap
pelaku kejahatan. Begitu juga bagi Whistleblower dan Justice Collaborator dalam
whistleblower resiko yang ditempuh sangat tindak pidana tertentu. SEMA No. 4 tahun 2006
tinggi yaitu: menjadi landasan hukum dan acuan bagi
1) Resiko Internal: pengadilan untuk memberikan perlindungan
a. Whistleblower akan dimusuhi oleh kepada justice collaborator dan whistle blower.
rekan-rekannya sendiri karena Kehadiran SEMA ini hanya berlaku intern
dianggap pembuka aib. wilayah pengadilan belum dapat mengingkat
b. Whistelblower serta keluarganya penegak hukum yang lain sehingga belum
akan terancam baik secara phisik melindungi keberadaan whistleblower dan
maupun secara psikologis. justice collaborator.14
c. Para whistleblower akan dihabisi Seorang Whistleblower seharusnya secara
kariernya dan mata pencahariannya, yuridis normatif mendapat perlindungan.
(pemecatan dari jabatan, mutasi, Karena hal ini, telah diatur secara tegas dalam
atau penurunan pangkat dll). Pasal 33 United Nations Cnvention Againt
2) Resiko Eksternal: Corruption (UNCAC). Konvensi ini telah
a. Whistleblower akan berhadapan diratifikasi Indonesia melalui UU No.7 Tahun
dengan kerumitan dan berbelit- 2006. berdasar Pasal 15 butir (a) UU No. 30
belitnya rententan prose hukum tahun 2002, KPK berkewajiban untuk
yang harus dilewati. memberikan perlindungan terhadap saksi atau
b. Whistleblower akan mendapat pelapor.15
resiko hukum ditetapkan status Undang-Undang yang komprehensif
hukumnya sebagai tersangka, mengenai whistleblower pada umumnya
terdakwa, bahkan dilakukan upaya memiliki definisi yang luas mengenai
paksa penangkapan dan penahanan, “kesalahan”. Jenis kesalahan yang umumnya
dituntut dan diadili serta divonis
hukuman berikut ganti rugi dan 13
Ibid. Hlm 15
14
Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra. Hukum Sebagai Suatu
Sistem. Remaja Rusdakarya. Bandung. 1993. Hlm 118
15
Phillipus M. Hadjon. Perlindungan hukum Bagi Rakyat
12
Abdul Haris Semendawai. Op. Cit. Hal 14. LPSK Indonesia. PT. Bina Ilmu. Surabaya. 1987. Hal 2

32
Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

diatur dalam Undang-Undang meliputi ancaman yang berkenaan dengan


maladministrasi, tindak pidana, bahaya kesaksian yang akan, sedang, atau
terhadap kesehatan atau keselamatan dan telah diberikannya;
penyalahgunaan kekuasaan.16 b) Ikut serta dalam proses memilih dan
Di beberapa negara dengan UU yang menentukan bentuk perlindungan
komprehensif, mensyaratkan pengungkapan dan dukungan keamanan;
atau whistleblowing dalam suatu organisasi. c) Memberikan keterangan tanpa
Laporan dapat disampaikan kepada atasan, tekanan;
badan atau lembaga pengawasan, atau d) Mendapat penerjemah;
organisasi yang ditugaskan oleh pemberi kerja e) Bebas dari pertanyaan yang
berdasarkan peraturan organisasi mengenai menjerat;
prosedur pengungkapan.17 f) Mendapat informasi mengenai
Bahwa oleh karenanya, saat ini diperlukan perkembangan kasus;
adanya sebuah UU yang secara khusus g) Mendapat informasi mengenai
mengatur mengenai whistleblower. UU ini putusan pengadilan;
diproyeksikan untuk memastikan mekanisme h) Mendapat informasi dalam hal
pengungkapan dan perlindungan terhadap terpidana dibebaskan;
whistleblower untuk mengungkap suatu i) Dirahasiakan identitasnya;
‘kesalahan’ atau penyalahgunaan wewenang j) Mendapat identitas baru;
yang membahayakan kepentingan publik. k) Mendapat tempat kediaman
sementara;
l) Mendapat tempat kediaman baru;
B. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI m) Memperoleh penggantian biaya
PENGUNGKAP FAKTA (WHISTLEBLOWERS) transportasi sesuai dengan
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR kebutuhan;
31 TAHUN 2014 n) Mendapat nasihat hukum;
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 o) Memperoleh bantuan biaya hidup
tahun 2006 Jo. Undang-Undang No. 31 tahun sementara sampai batas waktu
2014 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban, Perlindungan berakhir; dan/atau
Bahwa perlindungan yang dimaksud oleh p) Mendapat pendampingan.19
Undang-Undang ini ialah pasal 1 angka 8 : 2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat
“Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan (1) diberikan kepada Saksi dan/atau
hak dan pemberian bantuan untuk memberikan Korban tindak pidana dalam kasus
rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang tertentu sesuai dengan Keputusan
wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga LPSK.
lainnya sesuai dengan ketentuan Undang- 3) Selain kepada Saksi dan/atau Korban,
Undang ini”.18 hak yang diberikan dalam kasus
Bentuk perlindungan hukum yang diberikan tertentu sebagaimana dimaksud pada
kepada saksi pengungkap fakta atau ayat (2), dapat diberikan kepada Saksi
whistleblowers berdasarkan Undang-Undang Pelaku, Pelapor, dan ahli, termasuk
No. 31 tahun 2014 yaitu: pula orang yang dapat memberikan
Pasal 5 ayat: keterangan yang berhubungan dengan
1) Saksi dan Korban berhak: suatu perkara pidana meskipun tidak ia
a) Memperoleh perlindungan atas dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri,
keamanan pribadi, Keluarga, dan dan tidak ia alami sendiri, sepanjang
harta bendanya, serta bebas dari keterangan orang itu berhubungan
dengan tindak pidana.”
16
Pasal 5 ayat 3 Penulis sangat mengiyakan hal
Sunaryati Hartono. Politik Hukum Menuju Satu Sistem
Hukum Nasional. Alumni. Bandung. 1991. Hlm 55
tersebut, dimana perlindungan hukum bukan
17
Abdul Haris Semendawai. Op. Cit. Hal 18. LPSK
18 19
Lihat Pasal 1 angka 8. Undang-Undang No. 31 tahun Lihat pasal 5 ayat 1. Undang-Undang No. 31 tahun 2014
2014 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban tentang Perlindungan Saksi Dan Korban

33
Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

hanya diberikan terhadap saksi, baik saksi dan memperoleh kekuatan hukum
korban, saksi pelaku, ataupun pelapor, tetapi tetap.”
juga memberikan perlindungan hukum Penjelasan atau uraian dalam Undang-
terhadap orang yang memberikan keterangan Undang No. 31 tahun 2014 jelas keberadaannya
tanpa ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dimana memberikan perlindungan terhadap
dan tidak ia alami sendiri tetapi berhubungan saksi, khususnya dalam tindak pidana tertentu,
dengan tindak pidana. Produk Undang-Undang dalam hal ini adalah whistleblowers. Saksi,
ini merupakan terobosan hukum di Negara Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak
Indonesia untuk menutupi kekurangan yang dapat dituntut secara hukum, baik pidana
ada, mengingat kualitas dan kuantitas maupun perdata atas kesaksian dan/atau
kejahatan yang semakin maju. laporan yang akan, sedang, atau telah
Bahwa dalam pasal 8 Undang-Undang No. diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan
31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi Dan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.
Korban juga menjelasakan : Bahwa dalam penjelasan Undang-Undang
1) Perlindungan terhadap Saksi dan/atau No. 31 tahun 2014, dalam konteks saksi yang
Korban sebagaimana dimaksud dalam dapat dituntut ialah saksi yang memberikan
Pasal 5 diberikan sejak tahap kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak
penyelidikan dimulai dan berakhir dengan iktikad baik. Pengertian tidak dengan
sesuai dengan ketentuan sebagaimana iktikad baik menurut Undang-Undang ini ialah:
diatur dalam Undang-Undang ini. Penjelasan Undang-Undang Republik
2) Dalam keadaan tertentu, Perlindungan Indonesia Nomor 31 tahun 2014 tentang
dapat diberikan sesaat setelah perubahan atas Undang-Undang Nomor 13
permohonan diajukan kepada LPSK.”20 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, Korban;
pelindungan diberikan terhadap saksi baik Pasal 10 Ayat (1) :
Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor Yang dimaksud dengan "memberikan
sejak pada tahap penyelidikan sudah dilindungi kesaksian tidak dengan iktikad baik" antara lain
oleh Undang-Undang. memberikan keterangan palsu, sumpah palsu,
Bahwa perlindungan juga diberikan dan permufakatan jahat.
terhadap saksi, Saksi, Korban, Saksi Pelaku, Penjelasan ini mempertegas bahwa, yang
dan/atau Pelapor dipertegas dalam pasal 10 dapat dituntut terhadap seorang saksi, baik
Undang-Undang No. 31 tahun 2014 tentang saksi korban, saksi pelaku dan atau pelapor
Perlindungan Saksi Dan Korban. Yaitu : hanyalah ketika dalam memberikan keterangan
1) Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau atau kesaksian tidak dengan iktikad baik.21
Pelapor tidak dapat dituntut secara Pasal 10 A menjelaskan :
hukum, baik pidana maupun perdata 1) Saksi Pelaku dapat diberikan
atas kesaksian dan/atau laporan yang penanganan secara khusus dalam
akan, sedang, atau telah diberikannya, proses pemeriksaan dan penghargaan
kecuali kesaksian atau laporan tersebut atas kesaksian yang diberikan.
diberikan tidak dengan iktikad baik. 2) Penanganan secara khusus
2) Dalam hal terdapat tuntutan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, berupa:
dan/atau Pelapor atas kesaksian a) Pemisahan tempat penahanan atau
dan/atau laporan yang akan, sedang, tempat menjalani pidana antara
atau telah diberikan, tuntutan hukum Saksi Pelaku dengan tersangka,
tersebut wajib ditunda hingga kasus terdakwa, dan/atau narapidana
yang ia laporkan atau ia berikan yang diungkap tindak pidananya;
kesaksian telah diputus oleh pengadilan

21
Lihat pasal 10 ayat 1. Penjelasan Undang-Undang
20
Lihat pasal 8 ayat 1 dan 2. Undang-Undang No. 31 tahun Nomor 31 tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi Dan
2014 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban Korban.

34
Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

b) Pemisahan pemberkasan antara Ayat (2) : Izin sebagaimana dimaksud pada


berkas Saksi Pelaku dengan berkas ayat (1) tidak diperlukan dalam hal:
tersangka dan terdakwa dalam a. Orang tua atau wali diduga sebagai
proses penyidikan, dan penuntutan pelaku tindak pidana terhadap anak
atas tindak pidana yang yang bersangkutan;
diungkapkannya; dan/atau b. Orang tua atau wali patut diduga
c) Memberikan kesaksian di depan menghalang-halangi anak yang
persidangan tanpa berhadapan bersangkutan dalam memberikan
langsung dengan terdakwa yang kesaksian;
diungkap tindak pidananya. c. Orang tua atau wali tidak cakap
3) Penghargaan atas kesaksian menjalankan kewajiban sebagai orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tua atau wali;
berupa: d. Anak tidak memiliki orang tua atau
a. Keringanan penjatuhan pidana; wali; atau
atau e. Orang tua atau wali anak yang
b. Pembebasan bersyarat, remisi bersangkutan tidak diketahui
tambahan, dan hak narapidana lain keberadaannya.22
sesuai dengan ketentuan peraturan Perlindungan hukum terhadap seorang saksi
Perundang-Undangan bagi Saksi yang memberikan keterangan tidak dengan
Pelaku yang berstatus narapidana. beriktikad baik dihentikan perlindungan
4) Untuk memperoleh penghargaan terhadap hak-haknya. Hal tersebut dijelaskan
berupa keringanan penjatuhan pidana dalam pasal 32A. yaitu:
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) a. Hak yang diberikan sebagaimana
huruf a, LPSK memberikan rekomendasi dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
secara tertulis kepada penuntut umum dihentikan jika diketahui bahwa
untuk dimuat dalam tuntutannya kesaksian, laporan, atau informasi lain
kepada hakim. diberikan tidak dengan iktikad baik.
5) Untuk memperoleh penghargaan b. Dalam hal tindak pidana yang
berupa pembebasan bersyarat, remisi dilaporkan atau diungkap oleh Saksi
tambahan, dan hak narapidana lain Pelaku dalam pemeriksaan di sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pengadilan tidak terbukti, tidak
huruf b, LPSK memberikan rekomendasi menyebabkan batalnya Perlindungan
secara tertulis kepada menteri yang bagi Saksi Pelaku tersebut.
menyelenggarakan urusan Bahwa dalam penjelasan point b pasal 32A,
pemerintahan di bidang hukum.” menurut Penulis merupakan perlindungan
Bahwa dalam hal terhadap saksi istimewa. Sebab jika dibayangkan laporan yang
pengungkap fakta (whistleblower) yang masi dibuat oleh saksi yang kemudian diproses
belum cakap atau masi berada dibawah umur secara hukum pada akhirnya tidak terbukti
berdasarkan ketentuan Perundang-Undangan, dalam persidangan, sudah pasti pihak yang
misalnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terlapor akan membalasnya. Tidak menutup
tentang Perkawinan dimana kategori dewasa kemungkinan pihak terlapor akan membalasnya
untuk pihak pria sudah mencapai sembilan dengan laporan balik ataupun tindakan
belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai kekerasan.
umur enam belas tahun. Bentuk
perlindungannya menurut pasal 29 A Undang- PENUTUP
Undang Nomor 31 tahun 2014 Tentang A. Kesimpulan
Perlindungan Saksi Dan Korban yaitu : 1. Perlindungan Whistleblower (pengungkap
Ayat (1) : Perlindungan LPSK terhadap anak fakta/pelapor) secara eksplisit diatur dalam
yang menjadi Saksi dan/atau Korban dapat Undang-Undang nomor 13 Tahun 2006
diberikan setelah mendapat izin dari orang tua
22
atau wali. Lihat pasal 29 A. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014
Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban

35
Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

tentang Perlindungan Saksi Dan Korban, seorang mantan saksi whistleblower. Karena
yaitu pada Pasal 10 menyebutkan, Saksi, terlapor tidak mudah untuk menghilangkan
Korban dan pelapor tidak dapat dituntut dendamnya terhadap orang yang
secara hukum baik pidana maupun perdata mengungkap skandal kejahatan yang
atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, melibatkan terlapor sudah jelas ada begitu
atau telah diberikannya. Seorang saksi yang banyak saksi/pelapor terkait yang mau
juga tersangka dalam kasus yang sama tidak mengungkap atau membongkar tindak
dapat dibebaskan dari tuntutan pidana pidana yang masi menjadi pergumulan
apabila ia ternyata terbukti secara sah dan Negara Indonesia.
menyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya
dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam DAFTAR PUSTAKA
meringakan pidana yang akan dijatuhkan. Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia.
Ketentuan dimaksud pada ayat (1) tidak Sinar Grafika. Jakarta. 2005
berlaku terhadap saksi, korban, dan pelapor Amirudin, dan H. Zainal Asikin. Pengantar
yang memberikan keterangan tidak dengan Metode Penelitian Hukum. PT. Raja
itikad baik. Grafindo Persada. Jakarta. 2004
2. Perlindungan terhadap saksi, Saksi, Korban, Adami Chazawi. Hukum Pembuktian Tindak
Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor dalam pasal Pidana Korupsi. Penerbit P.T Alumni.
10 Undang-Undang No. 31 tahun 2014 Bandung. 2008
tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Abdul Haris Semendawai, SH., LLM.,dkk.
Yaitu Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Memahami whistleblower. Cet. I. LPSK.
Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, 2011
baik pidana maupun perdata atas kesaksian Bambang Sunggono. Metode Penelitian
dan/atau laporan yang akan, sedang, atau Hukum. PT. Raja Grafindo Persada.
telah diberikannya, kecuali kesaksian atau Jakarta. 2011
laporan tersebut diberikan tidak dengan Bambang Waluyo. Viktimologi Perlindungan
iktikad baik. Korban & Saksi. Sinar Grafika. Jakarta
2011
B. Saran Chairul Huda. Dari Tiada Pidana Tanpa
1. Undang-Undang nomor 13 tahun 2006 tidak Kesalahan Menuju Kepada Tiada
bisa dipakai untuk melindungi saksi Pertanggungjawaban Pidana Tanpa
whistleblower. Sebab pada kenyataannya Kesalahan. Kencana Prenada Media.
Kejahatan yang terorganisir tersebut yang Jakarta 2006
merupakan tergolong extra ordinary crimes Firman Wijaya. Whistle Blower dan Justice
adalah kejahatan yang sangat sulit Collaborator Dalam perspektif Hukum.
pembuktiannya sehingga memerlukan orang Penaku. 2012
dalam yang terlibat. Hari Sasangka dan Lily Rosita. Hukum
2. Implementasi Undang-Undang Nomor 31 Pembuktian dalam Perkara Pidana.
tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi Dan Mandar Maju. Bandung. 2003
Korban diharapakan mampu meminimalisir Komar Andasasmita. Masalah Hukum Perdata
maupun memberantas tindak pidana Nasional Indonesia. Alumni. Bandung.
tertentu yang sulit pembuktiannya, yaitu 1983
melalui putusan Hakim, karena apabila Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra. Hukum Sebagai
sudah ada beberapa contoh kasus yang Suatu Sistem. Remaja Rusdakarya.
sudah mempunyai hukum tetap yaitu terkait Bandung. 1993
dengan seorang saksi whistleblower yang Phillipus M. Hadjon. Perlindungan hukum Bagi
diputus bebas, aman dari ancaman atau Rakyat Indonesia. PT. Bina Ilmu.
intimidasi terhadap diri pelapor dan Surabaya. 1987
keluarganya selama proses dari awal sampai R. Soesilo. Hukum Acara Pidana (Prosedur
selesai, bahkan sampai selamanya Negara Penyelasaian Perkara Pidana Menurut
dibebankan untuk menjaga keamanan dari

36
Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

KUHAP bagi penegak hukum). Politea. saksi dan Korban. Volume 1 Tahun
Bogor. 1982 2011. Hal 30. LPSK
Surastini Fitriasih. Perlindungan Saksi Dan Eddy O.S. Hiariej. Tetap Dijatuhi Pidana
Korban Sebagai Sarana Menuju Proses Bilamana Terlibat dalam Kejahatan,
Peradilan Pidana Yang Jujur Dan Adil. Newsletter Komisi Hukum Nasional
Alumni. Bandung. 2009 (KHN). Vol.10. 2010
Sunaryati Hartono. Politik Hukum Menuju Satu
Sistem Hukum Nasional. Alumni.
Bandung. 1991
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT.Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 2004
Soerjono Soekanto. Pokok–pokok Sosiologi
Hukum. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 2009
Sudarto. Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto.
Semarang. 1990
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian
Hukum. UI Press. Jakarta. 1982
Satijipto Raharjo. Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya
Bakti. Bandung. 2000
Wantjik Saleh. Tindak Pidana Korupsi Dan
Suap. Ghalia Indonesia. Jakarta. 1983

Sumber-Sumber Lainnya:
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No. 31 tahun 2014 tentang
Perlindungan Saksi Dan Korban
Undang-Undang No. 13 tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban
Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman
Tim Pengajar. Metode Penelitian dan Penulisan
Hukum. Fakultas Hukum Universitas
Sam Ratulangi. Manado. 2007
Nixson, Syafruddin Kalo, Tan Kamello, Mahmud
Mulyadi. Dikutip dari USU Law Jurnal.
Vol.II-No. 2. Perlindungan hukum
terhadap whistleblower dan justice
collaborator dalam upaya
pemberantasan Tindak pidana korupsi.
2013
Abdul Haris Semendawai. Revisi Undang-
Undang No. 13 tahun 2006.
Momentum Penguatan Perlindungan
Saksi dan Korban, Perlindungan Jurnal

37

Anda mungkin juga menyukai