DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS SIUNGAI KAPIH
……………………………………
……………………………………
………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai saat ini rabies merupakan salah satu penyakit zoonozis yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Rabies disebut juga penyakit anjing gila
merupakan suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh
Virus Rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkandari hewan kemanusia
melalui gigitan hewan terutama anjing,kucing dan kera.
Penyakit ini bila sudah menunjukan gejala klinis pada hewan atau manusia selalu
diakhiri dengan kematian,sehingga mengakibatkan timbulnya rasa cemas dan takut bagi
orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran serta keresahan bagi masyarakat pada
umunya.
Mengingat dampak rabies terhadap kesehatan dan kondisi psikologis masyarakat
cukup besar serta memiliki dampak terhadap perekonomian khususnya bagi daerah –
daerah pariwisata di Indonesia yang tertular rabies, maka upaya penatalaksanaan penyakit
perlu dilaksanakan seintensif mungkin untuk mewujudkan Indonesia Bebas Rabies.
Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan nasional dan merupakan
kerjasama 3 departemen yaitu Kementerian Pertanian (Ditjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan), Departemen Kesehatan (Ditjen PP dan PL) dan Departemen Dalam Negeri(Ditjen
PUM).
Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun 1884 pada
seekor karbau,kemudian oleh Pening tahun 1889 pada seekor anjing dan oleh Eileris de
Zhaan tahun 1894 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di Provinsi Jawa Barat dan
menyebar ke Bali Niasdan Maluku. Sedangkan pada akhir tahun 2008 Propinsi Bali yang
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman pencegahan dan penatalaksanan penyakit rabies dalam upaya
menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat penyakit rabies
2. Tujuan khusus
Pedoman ini disusun dalam upaya pencegahan dan penatalaksaanan penyakit rabies
dengan tujuan :
a. Terlaksananya proses pengelolaan program rabies mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
b. Tersosialisasinya program rabies ke masyarakat
c. Terpenuhinya sarana dan prasarana kegiatan program rabies.
C. Sasaran Pedoman
Sasaran program p2 Rabies adalah :
1. Petugas pelaksana program P2 Rabies
2. Petugas medis dan paramedic
3. Seluruh staf puskesmas baik langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan
program P2 Rabies
4. Jejaring Puskesmas
5. Pasien penderita Rabies dan keluarga
6. Masyarakat pada umumnya
E. Batasan Operasional
Batasan operasional pencegahan dan penatalaksanaan rabies meliputi upaya kesehatan
perorangan dan masyarakat. Dimana setiap kegiatan dilaksanakan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan
khususnya akibat penyakit rabies dengan sasaran individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadualan Penanggung jawab P2 di puskesmas dikoordinir oleh
Penanggung jawab masing-masing program sesuai dengan kesepakatan.
.
Kegiatan Petugas Unit terkait
A. StandarFasilitas
Secara standar, fasilitas yang harus ada dalam pelayanan pencegahan dan
penatalaksanaan rabies antara lain adalah :
1. Ruang pelayanan dengan ventilasi yang cukup
2. Buku Register pelayanan gawat darurat, rekam medis pasien berserta ATK
3. APD
4. Sabun
5. Antiseptik (Povidon iodine)
A. Lingkup Kegiatan
Adapun lingkup kegiatan upaya pencegahan dan penatalaksanaan penyakit rabies di
Puskesmas Sungai Kapihdilaksanakan setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies
(GHPR)
B. Metode
. Metode tata laksana pelayanan rabies, meliputi :
1. Penanangan luka gigitan hewan terduga penular rabies
2. Rujukan ke jejaring fasilitas layanan kesehatan yang menyediakan Serum Anti Rabies
(SAR)
3. Mensosialisasikan program rabies ke masyarakat
C. Langkah Kegiatan
Langkah kegiatan pencegahan dan penatalaksanaan penyakit rabies mengikuti siklus
P1-P2-P3 dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
1. Perencanaan (P1)
Perencanaan meliputi : sosialisasi penangananan GHPR dan penemuan pasien yang
diduga terinfeksipenyakit rabies
2. Pelaksanaan dan Penggerakan (P2)
Pelaksanaan kegiatan P2 rabies dilakukan sewaktu-waktu bila ada kasus.
Prinsip penangaanan awal GHPR adalah segera :
a. Setiap ada kasus GHPR harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin.
Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha
yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air mengalir dan sabun atau
deterjen selama 10-15 menit kemudian diberi antiseptic ( alcohol 70%,Povidone
Iodine dan lain-lain ).
b. Anamnesis ( waktu dan tempat kejadian, ada tidaknya kontak atau gigitan, terjadi di
daerah tertular/terancam/bebas, apakah didahului tindakan provokatif, hewan yang
menggigit menunjukan gejala rabies, penderita gigitan hewan pernah di VAR dan
kapan, hewan penggigit pernah di VAR dan kapan)
Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau dampak, baik
resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai sasaran kegiatan maupun resiko yang terjadi pada
petugas sebagai pelaksana kegiatan. Keselamatan pada sasaran harus diperhatikan karena
masyarakat tidak hanya menjadi sasaran satu kegiatan saja melainkan menjadi sasaran banyak
program kesehatan lainnya. Tahapan – tahapan dalam mengelola keselamatan sasaran antara
lain :
1. Identifikasi Resiko.
Penanggungjawab program sebelum melaksanakan kegiatan harus mengidentifikasi
resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan.
Identifikasi resiko atau dampak dari pelaksanaan kegiatan dimulai sejak membuat
perencanaan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi dampak yang ditimbulkan dari
pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk
tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Analisis Resiko.
Tahap selanjutnya adalah petugas melakukan analisis terhadap resiko atau dampak dari
pelaksanaan kegiatan yang sudah diidentifikasi. Hal ini perlu dilakukan untuk
menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam menangani resiko yang terjadi.
3. Rencana Pencegahan Resiko dan Meminimalisasi Resiko.
Setelah dilakukan identifikasi dan analisis resiko, tahap selanjutnya adalah menentukan
rencana yang akan dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko atau dampak yang
mungkin terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan resiko yang
mungkin terjadi.
4. Rencana Upaya Pencegahan.
Tahap selanjutnya adalah membuat rencana tindakan yang akan dilakukan untuk
mengatasi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang dilakukan. Hal ini
perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat dalam mengatasi resiko atau
dampak yang terjadi.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang untuk
mengukur dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian mutu sangat berhubungan dengan
aktifitas pengawasan mutu, sedangkan pengawasan mutu merupakan upaya untuk menjaga
agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai rencana dan menghasilkan keluaran yang
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator
sebagai berikut:
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metoda yang digunakan
4. Tercapainya indikator
Hasil pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta permasalahan yang ditemukan
dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap bulan.