Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ardtel Tamara Siahaan

NIM : 131221085
Fakultas : Hukum
Kelas : Pengantar Kolaborasi Keilmuan A-59

Studium Generale
“Kolaborasi sebagai Strategi Pengembangan dan
Hilirisasi Produk Penelitian”
oleh Prof. Dr. Sukardiman Apt., M.S.

Isu Strategis Inovasi sebagai Solusi


Hal ini tentunya berkaitan dengan sumber daya kaya yang dimiliki Indonesia, mulai
dari potensi maritim sampai ke biodiversitas Indonesia. Sumber-sumber daya ini bisa
dimanfaatkan baik itu sebagai aset, modal dasar, maupun produk-produk intermediate dan
produk akhir yang bisa juga dimanfaatkan sebagai obat-obatan.
Meski dengan banyaknya kekayaan alam Indonesia, banyak sektor-sektor kehidupan
masyarakat yang belum merasakan manfaatnya. Contohnya saja sektor industri farmasi dan
alat kesehatan yang mengalami kesulitan:

 Bahan baku obat termasuk obat herbal masih menggunakan bahan baku impor
sampai ke angka 90%;
 Walaupun SDM yang tersedia sangat banyak namun pengalaman yang
dimiliki SDM Indonesia termasuk kategori terbatas. Sehingga tidak banyak
menghasilkan produk riset yang prospektif dan kurang produktif;
 Peralatan lab, mesin produksi, sampai ke teknologinya masih impor dan
terbatas. Biasanya hanya berada di perguruan tinggi, lembaga litbang, dan
industri.
Masih lemahnya kesadaran dari pemerintah dan masyarakat untuk menyiapkan
standarisasi sampai lemahnya supply chain dalam sistem produksi menjadi salah dua alasan
kenapa sumber daya ini tidak termanfaatkan dengan baik.
Namun, bukan berarti kita tidak berusaha sama sekali dalam mengubah kondisi ini.
Sudah mulai ada kebijakan pengembangan misalnya dalam sektor industri farmasi dan alat
kesehatan yang tadinya impor bahan baku dan alat kesehatannya mencapai angka 90%.
Tentunya langkah pertama yang harus diusahakan adalah kemandirian industri farmasi dan
alkes nasional kita. Dengan dikeluarkannya INPRES No. 6 Tahun 2016 Tentang Percepatan
Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, pemerintah sudah mencoba mempercepat kemandirian
salah satu sektor penting kehidupan manusia ini. Mulai dari menjamin ketersediaan farmasi
dan alkes, meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mulai melakukan yang
namanya ekspor dan mendorong penguasaan teknologi dan inovasi. Ini artinya sudah saatnya
kita lebih mengeksplorasi kekayaan Indonesia baik alam maupun manusianya.

Isu Strategis Riset dan Inovasi


Inovasi menurut UU No. 11 Tahun 2019 adalah hasil pemikiran, penelitian,
pengembangan, pengkajian, dan/atau penerapan, yang mengandung unsur kebaruan dan telah
diterapkan serta memberikan kemanfaatan ekonomi dan/atau sosial. Disebutkan pula dalam
UU diatas, iptek berkedudukan sebagai modal dan investasi jangka pendek, jangka panjang,
dan jangka panjang pembangunan nasional. Jadi, iptek diterapkan untuk mendorong inovasi
sebagai upaya peningkatan produktivitas pembangunan, kemandirian, dan daya saing bangsa
melalui:

 Alih teknologi (lisensi, kerjasama, pelayanan jasa iptek);


 Intermediasi teknologi (inkubasi, temu bisnis, kemitraan, promosi hasil
invensi);
 Difusi iptek (peningkatan kapasitas iptek, evaluasi kesiapan, pembinaan
peningkatan kapasitas daya serap);
 Komersialisasi (inkubasi teknologi, kemitraan industri, pengembangan
kawasan iptek).

Artinya, mulai dari riset, ilmu pengetahuan, teknologi, sampai ke inovasi sudah
menjadi fokus kita sebagai modal membangun negara ini. Berdasarkan RPJM Bappenas,
target inovasi sebagai penghela pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di tahun 2024
adalah 100 produk inovasi. Dimana kontribusi ini sebelumnya sudah mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 – 6%. Disinilah kolaborasi atau kerjasama menjadi salah
satu kunci terpenting dalam mengkomersialisasi hasil penelitian itu sendiri.
Strategi dan Kebijakan Riset dan Inovasi

Mengenai kebijakan riset dan inovasi, hal ini sudah tercantum dalam UU No. 11
Tahun 2019 mulai dari pembangunan SDM, tata kelembagaan, pendanaan, tata kelola dan
akuntabilitas, sampai ke kerangka regulasi. Semua ini diatur dalam rangka akselerasi hasil
riset dari perguruan tinggi, litbang, dan industri bisa diterima dan digunakan dalam
masyarakat.

Inti dari kebijakan ini adalah bagaimana kita merubah paradigma pembangunan
ekonomi. Pembangunan ekonomi yang sebelumnya berbasis sumber daya yang suatu saat
bisa habis, perlu disempurnakan dengan innovation driven economy yang ditandai dengan
bangsa inovatif yang menguasai iptek, mandiri, dan berdaya saing global. Maka kita
memerlukan sinergi triple helix (pemerintah, akademisi, dan industri) dan dukungan
ekosistem inovasi untuk mendorong riset dan inovasi menjadi produk yang siap
dikomersialisasi. Hal ini sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan,
penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dimana kita mahasiswa-mahasiswi Universitas
Airlangga bisa dan wajib untuk ikut dalam pengembangan inovasi nasional.

Pengembangan Wahana Interaksi dan Kolaborasi Riset dan Inovasi


Hilirisasi riset sebagai episentrum inovasi Indonesia didukung oleh industri,
perguruan tinggi, inkubator, venture capital, komunitas, dan asosiasi bisnis/usaha. Di
Universitas Airlangga sendiri, sudah banyak hasil-hasil riset dan inovasi yang diusahakan
untuk dikomersialisasikan baik itu yang sudah diedarkan maupun berupa prototype. Mulai
dari vaksin merah putih, produk diabetkol hasil riset prof. Sukardiman, dan lainnya yang
tentu saja bekerjasama dengan sektor industri sampai ke pemerintah.
Civitas Universitas Airlangga diharapkan untuk bisa menguatkan SDM-nya melalui
pembinaan dan pengembangan entrepreneurship mahasiswa, berinovasi sesuai kebutuhan
masyarakat maupun frontier technology, tanggap terhadap isu nasional, berpartisipasi aktif
dalam kegiatan universitas maupun pihak luar, optimalisasi fungsi manajemen perguruan
tinggi, dan memperkuat kolaborasi antar triple helix.

Anda mungkin juga menyukai