Anda di halaman 1dari 28

PENGEMBANGAN OBAT

Ada 4 kelompok industri farmasi global, yaitu :


1. Fully Integrated Pharmaceutical Company
2. Virtually Integrated Pharmaceutical Company
3. Formulation Industry
4. Contract Research Organization
Saat ini, industri farmasi global berbasis pada ilmu pengetahuan & teknologi
canggih. Industri multinasional berusaha merger untuk efisiensi dan penguasaan
pasar dengan ”off-shoring policy.

Off-shoring : istilah untuk menggambarkan relokasi bisnis dari satu negara ke yg lain.
Biasanya, relokasi terjadi untuk mengambil keuntungan dari penghematan biaya operasional,
menikmati situasi pajak yg lebih menguntungkan.
Industri farmasi Indonesia belum banyak
mengembangkan industri kimia intermediate (termasuk
dari industri agrokimia), active pharmaceutical ingredients,
dan kontrak penelitian pengembangan.

Industri farmasi Indonesia lebih banyak mengembangkan


industri formulasi, mengembangkan produk akhir dengan
mengandalkan keunggulan atau kesetaraannya dalam
bioavailability/bioequivalent (BA/BE).
 Untuk saat ini, hampir semua komponen produksi diimpor.
Beberapa usaha untuk mengganti dengan komponen lokal
belum berhasil. Komponen impor obat di Indonesia masih
sangat tinggi, meliputi 90% dari bahan yg digunakan (bahan
aktif dan bahan pendukung), dan 50% dari bahan pengemas.

 Produksi domestik untuk bahan aktif obat (bahan baku obat)


masih sangat kecil dan belum berarti. Meskipun Indonesia
mampu memproduksinya, sampai saat ini kebanyakan masih
belum bisa bersaing dengan produk impor.
Masalah yg dihadapi dalam penyediaan bahan baku obat, apabila diproduksi secara
lokal, a.l., secara berantai akan berhubungan dengan:
a. Industri kimia hulu belum mengembangkan dukungan untuk mengembangkan
bahan antara (intermediates) untuk penyediaan bahan baku obat. Ketergantungan
bahan antara impor dapat mengurangi pengembangan bahan baku obat secara
sintesa.
b. Terkait dengan UU bahan kimia, di satu pihak, bahan kimia sangat bermanfaat
untuk kesejahterahan kimia, di lain pihak, bahan kimia bisa digunakan untuk
manfaat sebaliknya, yaitu yang merugikan atau merusak kehidupan. Impor bahan
antara ini perlu diatur secara hati-hati.
c. Koordinasi antar industri belum berjalan dengan baik, misalnya koordinasi antara
industri petrokimia dan industri farmasi. Industri farmasi sering mengalami kesulitan
karena bahan dasar yg sangat diperlukan ternyata tidak diproduksi secara lokal.
Analisa Industri Farmasi Indonesia

Isu pokok bahan baku obat di Indonesia sejak dahulu kala belum
berubah. Sudah sering dibahas dan dibicarakan.
Isu pokok tersebut antara lain, lebih dari 96% impor bahan baku
obat Indonesia; sebagian yang diproduksi di Indonesia di bawah
lisensi teknologi luar negeri menggunakan bahan baku
intermediate impor juga belum bisa bersaing, pembinaan industri
kimia hulu (Kementrian Perindustrian) dan hilir (Kementrian
Kesehatan) belum ada pada penguasaan teknologi yang
mendorong keterkaitannya dalam klaster industri, lemahnya
kelembagaan, sumber daya, jejaring ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) untuk memperkuat inovasi, dana riset terbatas,
dan regulasi belum kondusif
Analisa SWOT dan Strategi Nasional mengenai pengembangan
bahan baku obat di Indonesia (disampaikan oleh ISFI,1997)

Strength (Kekuatan)
Dari sudut pandang teknik farmasi, teknologi dan
kualitas obat-obatan yg diproduksi di Indonesia sangat
baik. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa Good
Manufacturing Practice dengan standar yang tinggi telah
diterapkan di Indonesia. Proses produksi ini, sebagian
besar masih padat karya dengan biaya tenaga kerja yg
relatif rendah. Jumlah industri yg besar dan heterogen
menyebabkan semua segmen pasar dapat memenuhi
kebutuhan mereka yg sesuai dengan kemampuan masing-
masing.
Weakness (Kelemahan)
Komponen impor obat masih sangat tinggi, mencakup 90%
dari bahan baku yang digunakan (senyawa aktif dan
pendukung) dan sekitar 50% dari bahan kemasan. Produksi
domestik senyawa aktif relatif kecil dan tidak signifikan, harga
tidak bersaing dengan harga bahan yang diimpor.

Upaya swasembada substansi dasar sering tersandung pada


fakta-fakta, a.l: berbagai jenis bahan dasar digunakan oleh
industri farmasi (hingga 6.000 jenis), banyak di antaranya
apabila dikembangkan dalam skala produksi tidak layak
secara ekonomi, masalah utama adalah dalam penyediaan
bahan dasar untuk bahan baku dari produk local.
Hal ini berkaitan dengan industri kimia dasar yg belum
berkembang untuk mendukung dalam memasok bahan
antara substansi dasar untuk pembuatan obat.
Ketergantungan intermediate substansi dasar pada
tingkat tertentu dapat mengurangi manfaat dari sintesis
lokal.

Koordinasi antara industri terkait tidak cukup baik,


sebagai contoh, koordinasi antara industri petrokimia
dan industri farmasi. Seringkali industri farmasi
menghadapi kesulitan karena bahan dasar tidak dapat
diproduksi secara lokal.
Industri farmasi pada dasarnya merupakan industri yg
knowledge intensive dan sangat diatur, tetapi aspek
regulasi industri farmasi di Indonesia cukup berat. Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa kebijakan yg ada disusun
lebih berdasarkan pada semangat mengendalikan
daripada mengembangkan, implementasi lambat karena
ketidakseimbangan antara jumlah aparat pemerintah
yang melakukan kontrol dan industri swasta yg dilayani.
Rantai lainnya yg merupakan bagian dari aspek
pemasaran dan distribusi produk industri farmasi masih
belum seimbang secara kualitatif dan kuantitatif.
Opportunities (Kesempatan)
Populasi Indonesia yg besar dan konsumsi obat per kapita yg
rendah menunjukkan potensi untuk mengembangkan pasar. Peluang
ekspor terbuka karena globalisasi dan pasar terbuka serta
pelaksanaan praktek manufaktur yg baik di Indonesia. Sudah adanya
kecenderungan untuk mengembangkan sistem kesehatan yg tepat
dalam hal distribusi dokter yg diperlukan termasuk spesialis.
Threat (Ancaman)
Persaingan Global yg terjadi di dunia telah mempengaruhi banyak
hal, termasuk menurunnya daya saing dan daya beli masyarakat
dan industri Indonesia termasuk dalam membeli obat atau dalam
penyediaan obat. Kondisi ini merupakan ancaman untuk
kelangsungan hidup industri farmasi nasional, khususnya untuk
pasar lokal. Salah satu dampak globalisasi adalah ratifikasi
ACFTA, GATT, termasuk TRIPs, Hukum Paten, mobilitas sumber
daya yg sangat tinggi dan persaingan bebas. Bagi industri farmasi
PMDN dan beberapa industri farmasi tertentu, investasi asing
yang digunakan mengandalkan produk mereka dengan menyalin
strategi produk baru, yang masih dalam paten, kondisi semacam
ini dapat dianggap sebagai ancaman.
Hukum Paten dapat menjadi kesempatan bagi industri
farmasi dalam negeri untuk meningkatkan kinerja, tetapi
industri ini belum siap, terutama dalam dukungan riset
mereka. Juga dengan masih ditemukannya obat palsu
yang beredar di pasaran yg menyebabkan harga obat
lebih sukar untuk dikendalikan.
Strategi Nasional dalam Mengembangkan Industri Farmasi
di Indonesia
Penelitian dan pengembangan ditentukan untuk
mempertahankan dan mengembangkan industri farmasi, dan
kemudian menyediakan kebutuhan obat bagi masyarakat
dengan harga terjangkau. Pemerintah perlu menyediakan dana
untuk rencana pengembangan indusri obat generik, alam dan
obat. Iuran dana (seed funding) untuk riset bagi industri itu
sendiri bisa dikembangkan dan hasil penelitian dikembalikan ke
industri.
Strategi Jangka Panjang
Meskipun pengembangan bahan baku obat dari bahan alam
secara global mengalami penurunan, tetapi pengembangan
bahan baku obat dari bahan alam Indonesia mempunyai
prospek yg baik. Indonesia kaya akan keanekaragaman
hayati dan kearifan lokal. Pemanfaatan dan
pengembangannya masih terus dilakukan dan bahkan
dikombinasi atau banyak dipengaruhi oleh pengembangan di
negara besar lainnya, seperti Cina dan India.
Saat ini di Indonesia, obat tradisional dikembangkan secara
fitofarmaka, tetapi pengembangannya sangat lambat. Dalam
bidang ini, standarisasi diperlukan untuk uji keamanan dan
efektivitas jamu
 Upaya holistik perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Hal ini tidak hanya dalam
medium dan infrastruktur, tetapi juga sumber daya
manusianya. Jumlah dokter perlu ditingkatkan untuk
mencapai rasio yang ideal di Indonesia, yaitu sekitar
1:1.300.
 Sistem distribusi obat perlu diperbaiki, sehingga
pengembangan obat-obatan dapat mencapai orang-orang di
pedesaan.
 Kebijakan industri kimia terpadu, sehingga industri yang satu
dapat membantu industri yang lain. Sebagai contoh, bahan
kimia dari industri hulu mendukung industri hilir, termasuk
industri farmasi.
Dengan kekayaan keanekaragaman hayati yg melimpah,
dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta, industri jamu
lebih memanfaatkan sumberdaya lokal dan pasar domestik.
Namun, sampai saat ini penggunaan jamu dalam sistem
kesehatan nasional belum menjadi sistem pelayanan
kesehatan formal, masih bersifat toleran.
Tahun 2009-2010, Kementrian Kesehatan mencanangkan
Program Saintifikasi Jamu, yang ditujukan untuk lebih
meningkatkan pemanfaatan jamu bagi pelayanan kesehatan
Pendekatannya memanfaatkan jamu untuk pelayanan
kesehatan terlebih dahulu, sambil memperkuat dukungan
ilmiahnya. Hal tersebut merupakan paradigma baru untuk
saintifikasi jamu dengan pengembangan berbasis pelayanan
kesehatan, tetapi karena masih bersifat penelitian,
perkembangannya kemungkinan akan lambat.

Dengan berlakunya ACFTA (ASEAN-China Free Trade


Agreement), Indonesia perlu khawatir terhadap perlindungan
industri jamu Indonesia, dan memberikan bantuan supaya
industri jamu Indonesia mampu bersaing dengan produk China
atau produk negara-negara ASEAN lainnya, untuk menjaga
pamornya di negeri sendiri.
Langkah-langkah Pengembangan dan Penemuan Bahan Baku
Obat yg Sesuai Untuk Indonesia
Pengembangan Bahan Baku Obat di Indonesia dibagi menjadi 5
kelompok, yaitu:
(1) inventarisasi sumber daya Indonesia yg potensial untuk
pengembangan bahan baku obat (baik terrestrial maupun marine:
mikroba, jamu, tumbuhan obat dan sumber daya laut),
(2) pengembangan bahan baku obat berbasis bahan alam (isolasi,
elusidasi struktur kimia, modifikasi struktur, scalling up dan lain-lain, uji
efektivitas, keamanan, farmakologi dll),
(3) pengembangan bahan baku obat melalui sintesa kimia,
(4) pengembangan bahan baku obat melalui bioteknologi dan biomolekuler
(mengingat saat ini 67% bahan baku obat yg dikembangkan berasal
dari bidang ini)
(5) teknologi sel punca, untuk antisipasi ke depan secara jangka panjang.
Penelitian pengembangan bahan baku obat di Indonesia
didominasi oleh kegiatan pengembangan dari bahan
alam (termasuk jamu), sekitar 60% dari seluruh kegiatan
pengembangan bahan baku obat di Indonesia.
Untuk menemukan dan mengembangkan bahan baku obat,
perlu ditempuh jalan yg panjang dan biaya yg mahal. Pada
saat ini, jarang ada perusahaan global yg melakukan hal
tersebut secara sendiri-sendiri, biasanya mereka
melakukannya dalam suatu kerangka kerjasama.

Sedangkan untuk Indonesia, perlu dibuat strategi untuk


menempuh kemitraan global, untuk melakukannya, harus
ditentukan terlebih dahulu langkah mana yang harus
dilakukan untuk memulai kemitraan
Dalam pengembangan dan penemuan obat baru, ada 4
langkah utama, yaitu :
(1) dari bahan alam dengan melakukan skrining (penapisan)
untuk mencari komponen bioaktif;
(2) modifikasi struktur dari bahan obat yg sudah digunakan
untuk meningkatkan aktivitas atau mencari aktivitas baru;
(3) dari bahan kimia sintesis dan pemodelan hewan percobaan
dengan melakukan penapisan skrining bahan-bahan kimia
terhadap penyakit (menggunakan pemodelan hewan
percobaan)
(4) dari pendekatan modern desain obat dengan mendesain
obat berbasis mekanisme fisiologi
Dalam penelitian dan pengembangan bahan baku obat,
beberapa tahap biasanya dilakukan. Mulai dari tahap
kegiatan awal (primary stage), pre-klinis, dan klinis.
Dalam tahap kegiatan awal (primary stage), dimulai dengan
kajian pustaka mengenai apa yang akan dikembangkan,
pasar dan sebagainya, penentuan target yg dituju,
pengembangan senyawa pengarah melalui desain obat
baru dan sintesa serta penapisan bahan alam bioaktif,
evaluasi aktivitas biologi dan farmakologi dasar, penentuan
metode evaluasi, dan pemilihan kandidat obat baru.
Bagian penting dalam primary stage ini adalah
bagaimana mempelajari hubungan antara struktur
obat dengan aktivitasnya (structure activity
relationship/SAR) sehingga pencarian senyawa
aktif baru menjadi lebih terarah. Kegiatan SAR
tersebut telah memunculkan ilmu baru yaitu kimia
medisinal dan farmakologi molekuler.
Prioritas Penelitian dan Pengembangan Bidang Kesehatan
dan Obat di Indonesia

Di Indonesia, prioritas penelitian dan pengembangan bidang


kesehatan dan obat meliputi:
(1) pencapaian gizi seimbang;
(2) pengembangan industri farmasi;
(3) pengembangan bahan obat alam;
(4) pengembangan vaksin, sera dan biofarmasi;
(5) pengendalian penyakit;
(6) pengembangan alat kesehatan
(7) penerapan teknologi genomik, proteomik dan teknologi nano
Perlunya Kemitraan Global
Indonesia perlu belajar dari Singapura. Dalam mengembangkan
bahan baku obat, Singapura mengundang pakar-pakar
internasional, dan mengundang industri multinasional untuk
bekerjasama, yang sebagian investasinya berasal dari
Singapura. Salah satu institusi riset yg lahir seperti ini adalah
Merlion Pharma, yang mengembangkan bahan baku obat dari
sumber daya alam, dan berawal dari Glaxo.
Awalnya mengembangkan secara bersama, kemudian Singapura
mengembangkan sendiri dengan komitmen yg sangat kuat.
Negara yg sudah maju saja perlu kemitraan global, demikian juga
seharusnya Indonesia.
Perkembangan industri farmasi Indonesia perlu dikaji, terutama dalam
hal pemenuhan kebutuhan bahan baku dan mengurangi
ketergantungan impor. Pemilihan bahan baku obat yang akan
dikembangkan harus dilakukan dengan hati-hati, juga dalam pemilihan
apakah akan mengembangkan obat-obatan baru atau memproduksi
obat-obatan yang perlindungan patennya telah berakhir atau hampir
kadaluwarsa.
Diharapkan, jika memungkinkan, langkah-langkah pengembangan obat
dapat dipersingkat agar Indonesia mampu mengejar ketinggalan yang
jauh dalam pengembangan bahan baku obat. Penekanan dalam
pendekatan penemuan obat juga perlu dikaji, baik itu dari produk alami,
dari obat yang sudah digunakan, dari bahan kimia sintetik dan model
hewan, ataupun dari pendekatan modern desain obat.

Anda mungkin juga menyukai