Anda di halaman 1dari 20

Perkembangan

Industri Farmasi
Pengertian Industri Farmasi
Industri farmasi menurut Surat Keputusan
Menteri KesehatanNo. 1799/Menkes/XII/2010
adalah badan usaha yang memiliki izin dari
Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan
obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam
menghasilkan obat yang meliputi pengadaan
bahan awal dan bahan pengemas, produksi,
pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian
mutu sampai diperoleh obat untuk
didistribusikan.
Pengertian Industri Farmasi
Industri farmasi merupakan salah satu tempat apoteker
melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut
pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian dan pengembangan obat.

Industri farmasi dibagi dalam dua kelompok yaitu industri


padat modal dan industri padat karya. Industri padat modal adalah
industri yang menggunakan mesin-mesin produksi dalam jumlah
yang lebih besar daripada jumlah tenaga kerjanya, sedangkan
industri padat karya lebih banyak menggunakan tenaga
manusia dari pada tenaga mesin.
Izin usaha industri farmasi
Diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
wewenang pemberian izin dilimpahkan oleh Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Izin ini
berlaku seterusnya selama perusahaan industri
farmasi tersebut masih berproduksi dengan
perpanjangan izin setiap 5 tahun.
Sedangkan untuk industri farmasi yang
modalnya berasal dari Penanaman Modal Asing
(PMA), izin masa berlakunya sesuai dengan
ketentuan dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing dan
Peraturan Pelaksanaannya.
CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik)
CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik)
adalah pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen
Kesehatan sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan RI SK Menkes RI
No.43/Menkes/SK/II/1998 sebagai suatu
persyaratan dan ketentuan bagi setiap industri
farmasi untuk dilaksanakan. Hal ini bertujuan agar
masyarakat dapat terjamin keamanannya dalam
mengkonsumsi obat-obatan yang dihasilkan dan
mendapatkan mutu obat yang baik.
Macam-macam CPOB
 Manajemen Mutu
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat
yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang telah disesuaikan dengan tujuan penggunaannya.
 Personalia
Personalia karyawan semua tingkatan harus
memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan
sesuai tugasnya. Karyawan memiliki kesehatan mental
dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan
tugasnya secara professional dan sebagaimana
mestinya. Karyawan harus mempunyai sikap dan
kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB.
Con’t
 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan
obat memiliki ukuran, rancang bangun,
konstruksi, serta letak yang memadai agar
memudahkan dalam pelaksanaan kerja,
pelaksanaan kebersihan, dan pemeliharaan yang
baik. Tiap sarana kerja hendaknya memadai,
sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan,
pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain
yang dapat menurunkan mutu obat dapat
dihindari.
Perkembangan Industri Farmasi Modern
Sejarah industri farmasi modern dimulai 1897 ketika Felix
Hoffman menemukan cara menambahkan dua atom ekstra karbon dan
lima atom ekstra karbon dan lima atom ekstra hidrogen ke dalam sari pati
kulit kayu willow. Hasil penemuannya ini dikenal dengan nama Aspirin,
yang akhirnya menyebabkan lahirnya perusahaan industri farmasi
modern di dunia, yaitu Bayer. Selanjutnya, perkembangan pasca Perang
Dunia I. Kemudian, pada Perang Dunia II para pakar berusaha
menemukan obat-obatan secara massal, seperti obat TBC, hormon steroid,
dan kontrasepsi serta antipsikotika.
Sejak saat itulah, dunia farmasi (industri & pendidikannya) terus
berkembang dengan didukung oleh berbagai penemuan di bidang lain,
misalnya penggunaan bioteknologi. Sekolah-sekolah farmasi saat ini
hampir dijumpai di seluruh dunia. Kiblat perkembangan ilmu, kalau boleh
kita sebut, memang Amerika Serikat dan Jerman karena di sanalah
industri obat pertama berdiri.
Perkembangan Industri Farmasi di Indonesia

Sejarah industri farmasi di Indonesia diawali


dengan berdirinya pabrik farmasi pertama yang
didirikan di Hindia Timur pada tahun 1817, yaitu
“NV. Chemicalien Rathkamp & Co” dan ”NV.
Pharmaceutische Handel Vereneging J. Van
Gorkom & Co.” pada tahun 1865. Sedangkan
industri farmasi modern pertama kali di Indonesia
adalah pabrik kina di Bandung pada tahun 1896.
Con’t
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1957-1959 setelah perang
kemerdekaan usai perusahaan-perusahaan farmasi milik Belanda yaitu
Bovasta Bandoengsche Kinine Fabriek yang memproduksi pil kina
dan Onderneming Jodium yang memproduksi Iodium dinasionalisasi oleh
pemerintah Indonesia yang pada perkembangan selanjutnya menjadi PT
Kimia Farma (persero). Sementara pabrik pembuatan salep dan
kasa, Centrale Burgelijke Ziekeninrichringyang berdiri pada tahun 1918
menjadi perum Indofarma yang saat menjadi PT Indofarma (persero).
Namun demikian, perkembangan yang cukup signifikan bagi
perkembangan industri farmasi di Indonesia adalah dikeluarkannya
Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) pada tahun 1967 dan
Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada tahun
1968 yang mendorong perkembangan industri farmasi Indonesia hingga
saat ini.
Pasar Farmasi Indonesia
Dewasa ini, industri farmasi di Indonesia merupakan
salah satu industri yang berkembang cukup pesat dengan pasar
yang terus berkembang dan merupakan pasar farmasi terbesar
di kawasan ASEAN. Dari data Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM RI, 2005), pertumbuhan industri farmasi
Indonesia rata-rata mencapai 14,10% per tahun lebih tinggi
dari angka pertumbuhan nasional yang hanya mencapai 5-6%
per tahun. Total angka penjualan tahun 2004 mencapai lebih
kurang Rp 20 triliun (untuk tahun 2005 sebesar Rp 22,8 triliun,
dan tahun 2006 sebesar Rp 26 triliun). Namun jika dilihat dari
omzet penjualan secra global (all over the world), pasar farmasi
Indonesia tidak lebih dari 0,44% dari total pasar farmasi dunia.
Con’t
Demikian pula jika dilihat
dari angka konsumsi obat per
kapita yang hanya mencapai kurang
dari US$ 7,2 per kapita/tahun (IMS,
2004) dan merupakan salah satu
angka terendah di kawasan ASEAN
(sedikit di atas Vietnam). Konsumsi
obat tertinggi adalah Singapura,
disusul oleh Thailand, Malaysia, dan
Filipina.
Con’t
Pasar farmasi Indonesia merupakan pasar yang
terbesar di ASEAN. Ke depan pasar farmasi Indonesia
diprediksikan masih mempunyai pertumbuhan yang
cukup tinggi mengingat konsumsi obat per kapita
Indonesia paling rendah di antara negara-negara
ASEAN. Rendahnya konsumsi obat per kapita
Indonesia tidak hanya disebabkan karena rendahnya
daya beli tapi juga pola konsumsi obat di Indoneisa
berbeda dengan di negara-negara ASEAN lainnya. Di
Malaysia misalnya, pola penggunaan obat lebih
mengarah pada obat paten. Harga obat paten jauh
lebih mahal dibandingkan dengan harga obat branded
generic.
Tabel Data ekspor obat Indonesia 2001-2004

Nilai Ekspor
Tahun Jumlah negara Jumlah industri
(US $)

2001 71,64 59 26
2002 97,98 71 31
2003 98 89 29
2004 101,56 62 37
Ekspor Obat Indonesia
Ekspor obat Indonesia dari tahun ke tahun
menunjukkan peningkatan meskipun nilainya relatif
belum besar yaitu sekitar 5% dari total penjualan
industri farmasi Indonesia. Dengan diberlakukannya
harmonisasi regulasi farmasi ASEAN pada tahun 2010
maka akan tercipta pasar tunggal ASEAN di bidang
farmasi, dalam arti tidak ada lagi hambatan tarif
maupun nontarif dalam perdagangan farmasi di region
ASEAN. Ini berarti terbuka peluang bagi industri
farmasi untuk mengembangkan ekspor di pasar
ASEAN, tetapi pada saat yang sama pasar domestik
Indonesia akan terancam masuknya produk-produk
farmasi ASEAN dengan lebih leluasa di Indonesia.
Masalah yang dihadapi industri Farmasi Indonesia

 Tidak adanya industri bahan baku. Hal ini


mengakibatkan 95% bahan baku masih harus
diimpor (harga bahan baku produksi dalam negeri
tidak lebih murah ketimbang impor).
Ketergantungan impor belum diimbangi dengan
upaya pengembangan bahan baku lokal. Selain
karena memerlukan biaya investasi yang tinggi,
daya dukung perlatan juga masih belum memadai.
 Idle kapasitas produksi industri farmasi nasional
mencapai 50% karena belum adanya solusi yang
tepat untuk menanggulanginya, termasuk alternatif
melalui toll manufacturing maupun
konsep production house.
Con’t
 Penerapan aturan internasional terhadap
standardisasi industri farmasi terutama
menyangkut c-GMP, registrasi dan belum adanya
koordinasi yang baik antara pemerintah (BPOM)
denga industri farmasi.
 Kondisi industri farmasi nasional yang tidak
merata. Di satu sisi terdapat sejumlah kecil
industri farmasi yang sudah siap menghadapi
pasar bebas, baik dari segi hardware,
softwaremaupun brainware (SDM), di sisi lain
masih banyak industri yang belum memenuhi
tuntutan persyaratan internasional.
Data Penjualan Perusahaan Farmasi Indonesia
Pasar yang Terfragmentasi
Dari tabel di atas ternyata tidak ada satupun
industri yang mendominasi pasar. Sanbe Farma
yang notabene industri ranking pertama hanya
menguasai 7,25%, disusul Kalbe menguasai 5,99%
pasar, sehingga pasar farmasi Indonesia terpecah-
pecah menjadi pasar yang kecil-kecil
(terfragmentasi). Hal ini tentu suatu kondisi yang
tidak menguntungkan tatkala berhadapan dengan
pasar bebas (AFTA/WTO) yang ada di dunia
global.
Peningkatan Kualitas Industri Farmasi Indonesia
BPOM selaku regulator industri farmasi nasional
telah menerapkan berbagai strategi untuk
meningkatkan kemampuan industri farmasi nasional,
diantaranya:
• Penerapan c-GMP untuk
peningkatan compliance terhadap persyaratan dan
standar pharma global
• Mendorong industri farmasi nasional agar lebih
efisien dan fokus dalam pelaksanaan produksi obat
termasuk pemilihan fasilitas produksi yang
paling feasible untuk dikembangkan
• Penerapan CPOB terkini (c-GMP) sesuai standar
internasional

Anda mungkin juga menyukai