Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Orientasi Bidang Studi (OBS) merupakan salah satu mata kuliah yang bertujuan dalam pengembangan minat profesi di bidang ilmu kefarmasian. OBS merupakan salah satu mata kuliah prasyarat kelulusan untuk strata satu (S1) Farmasi FMIPA UNPAK. Bentuk kegiatan OBS Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK ini mencakup: (1) kunjungan ke indusrtri-industri seperti industri farmasi, industri bahan baku farmasi, industri penunjang industri farmasi, industri obat tradisional; (2) kunjungan ke pusat penelitian farmasi, badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Oleh karena itu, pada tanggal 11 April, kami mahasiswa Farmasi FMIPA UNPAK angkatan 2008 mengadakan kunjungan ke Bagian Farmasi Kepolisian (BAGFARMAPOL) PUSDOKKES POLRI dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) BAGFARMAPOL, merupakan suatu pusat kedokteran dan kesehatan bagian farmasi kepolisian, instansi ini dapat menambah wawasan bagaimana peranan seorang farmasis di kepolisian. Sedangkan BPOM, merupakan badan yang mengawasi obat dan makanan apakah obat atau makanan yang di buat sesuai dengan aturan yang berlaku. 1.2.Maksud dan Tujuan OBS mempunyai peranan penting khususnya bagi mahasiswa Farmasi FMIPA UNPAK dalam rangka memperluas ilmu dan wawasan serta menambah pengalaman di bidang kefarmasian. Untuk mengetahui cara produksi dan pengawasan obat-obatan, makanan dan kosmetik BAGFARMAPOL dan BPOM RI . Mahasiswa Farmasi FMIPA UNPAK setelah mengikuti kunjungan ke BAGFARMAPOL dan BPOM RI diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuan yang didapat dalam lingkungan kerja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1. Bagian Farmasi Kepolisian BAGFARMAPOL 2.1.1.1. Sejarah Perkembangan Bidang Farmasi Kepolisian (BIDFIPOL) merupakan cikal bakal terbentuknya pabrik obat dan laboratorium di lingkungan POLRI. BIDFIPOLdiresmikan pada tanggal 19 Mei 1966 di Apotek Pusat POLRI di Jalan R.S. POLRI Keramatjati.

1. 2. 3. 4. 5.

Pada 1 Juli 1977, melalui Surat Keputusan (SKEP) KAPOLRI No. Pol: SKEP/50/VII/1977, Apotek Pusat dan Unit Produksi Obat Jadi, secara struktural digabung dengan nama Lembaga Farmasi POLRI (LAFIPOL). Tahun 1980 merupakan tahun di mana perkembangan LAFIPOL mulai menanjak. Hal ini ditandai dengan adanya tambahan produksi sediaan obat jenis tablet, kapsul, cairan/sirup dan salep/krim. Perkembangan ini, secara tidak langsung memaksa LAFIPOL untuk pindah ke tempat yang lebih proporsional. Akhirnya, tanggal 14 September 1993, LAFIPOL menempati gedung baru di Jalan Cipinang Baru Raya No.3B Jakarta Timur, 13420 (sampai sekarang, 2010). Di tahun ini pula LAFIPOL mulai mengajukan permohonan sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) kepada Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DITJEN POM DEPKES RI). Dalam rentang waktu tahun 1993 hingga tahun 2000, LAFIPOL secara bertahap merenovasi gedung/bangunan produksi, melengkapi peralatan mesin-mesin produksi, membuat protap-protap (SOP) pelaksanaan produksi dan pendukungnya dengan maksud untuk memenuhi persyaratan CPOB yang diwajibkan oleh DITJEN POM DEPKES RI sebagai sebuah Industri Farmasi. Langkah yang dilakukan selama 7 tahun tersebut membuahkan hasil yang luar biasa. Tanggal 17 November 2000, LAFIPOL secara RESMI menerima 10 sertifikat dari DITJEN POM DEPKES RI. Bidang Farmasi Kepolisian (BIDFIPOL) sering disebut Lembaga Farmasi POLRI (LAFIPOL).Karena pada tanggal 17 Oktober tahun 2002 dalam lampiran K melalui Keputusan KAPOLRI No. 53 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja PUDOKKES POLRI, LAFIPOL dirubah menjadiBIDFIPOL. BIDFIPOL ini pun menganti nama kembali sesuai dengan PERKAP No. 21 THN. 2010 menjadi Bagian Farmasi Kepolisian (BAGFARMAPOL). 2.1.1.2. Visi dan Motto Visi : Produk berkualitas terbaika adalah tujuan kami. Motto : Bersama kita tingkatkan kinerja dan kualitas produk yang lebih baik 2.1.1.3. Kedudukan & Tugas Pembinaan dan penyelenggaraan kegiatan farmasi kepolisian diseluruh jajaran Kedokteran Kesehatan (DOKKES) POLRI sampai dengan tingkat Polres Penyelenggaraan kegiatan produksi obat untuk dukungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat POLRI dan keluarga Penyelengaraan kegiatan prodoksi peralatan untuk dukungan operasional tugas kepolisian Pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan fungsi kefarmasian Dukungan operasional kepolisian

2.1.1.4. Stuktur Organiasi

1. 2. 3. a. b. 4. 5. 6.

1. 2. 3.

2.1.1.5. Kebijakan Penggelaran fungsi kepolisian diseluruh wilayah atau jajaran DOKKES POLRI Dukung pelayanan kesehatan melalui produksi obat-obatan yang berkualitas tinggi untuk kebutuhan masyarakat POLRI dan keluarga Dukung pelaksanaan dan tugas operasional kepolisian melalui Dukungan langsung = Turut serta dalam operasional kepolisian dibidang farmasi Dukungan tidak langsung melalui produksi peralatan kesehatan khusus untuk dukung tugas operasional kepolisian, seperti KIT NARKOTIKA, KIT FOOD SECURITY, dan lain-lain Sebagai pusat rujukan fungsi farmasi kepolisian Sebagai pembina fungsi farmasi kepolisian diseluruh jajaran DOKES POLRI Senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi BAGFARMAPOL 2.1.1.6. Peran Tugas Pokok Fungsi Berdasarkan UU No. 2 /2002/ tugas pokok fungsi polisi meliputi : Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat Penegakan hukum Pelindung dan pengayoman masyarakat 2.1.2 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) 2.1.2.1. Sejarah Perkembangan Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan "range" yang sangat luas.

Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk cenderung terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional. Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat. Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk termaksud untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk Badan POM yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi. 2.1.2.2. Visi dan Misi Visi : Menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat. Misi : Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan Membangun organisasi pembelajar (learning organization). 2.1.2.3. Kedudukan & Tugas BPOM sebagai lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai ketentuan peraturan per-UU-an yg berlaku. BPOM berada di bawah & bertanggung jawab kepada Presiden. Koordinasi oleh Menteri Kesehatan Dipimpin oleh Kepala 2.1.2.4 Stuktur Organiasi

2.1.2.5 Fungsi Pengaturan, regulasi, dan standardisasi; Lisensi dan sertifikasi industri di bidang obat dan makanan berdasarkan Cara Pembuatan yang Baik; Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar; Post marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum; Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk; Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan; Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan public. 2.2. Tinjauan Khusus 2.2.1. Bagian Farmasi Kepolisian BAGFARMAPOL Produk farmasi terdiri dari obat-obatan, makanan dan minuman kesehatan, serta kosmetik. Diantara berbagai macam produk farmasi yang beredar. Sekitar 10% obat adalah obat palsu, hal ini di tinjau dari hasil penyelidikan YPKKI ( Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia). Obat palsu ini mampu menembus jaringan farmasi yang resmi (PBF) dan BPOM telah memusnahkan 3,5 triliun berbagai produk impor ilegal. Kriteria pemalsuan obat palsu : 1. Tidak mengandung zat aktif 2. Mengandung zat aktif namun sedikit

3. Zat aktif yang digunakan berbeda 4. Mengganti kemasan yang mendekati kadarluarsa atau bahkan sudah kadarluasa 5. Obat impor tetapi tidak ada izin edar BPOM RI Hampir 58,8 % makanan yang dijual di pasaran adalah ilegal hal ini ditemukan oleh BPOM pada 8 semtember 2010. Kriteria makanan ilegal : 1. Karena mengandung bahan kimia yang berbahaya 2. Kadaluarsa 3. Tanpa label berbahasa indonesia 4. Tidak terdapat izin edar dan nomor registrasi dari badan POM RI 5. Ijin edar dan nomor registrasi palsu Kriteria jamu yang ilegal 1. Karena mengandung bahan kimia obat berbahaya 2. Kadaluarsa 3. Tanpa label berbahasa indonesia 4. Tidak terdapat izinedar dan nomor registrasi dari BPOM Bentuk Pelaksanaan Tugas Fungsi BAGFARMAPOL Di Kewilayahan 1. Melakukan penyuluhan tentang produk kefarmasian (obat, obatan, makanan, minuman & kosmetika) yang memenuhi persyaratan DEPKES RI dan BPOM RI. 2. Melakukan koordinasi dan memberikan masukan kepada satuan intel polda/polres dalam rangka penyelidikan adanya peredaran dan infiltrasi produk farmasi ilegal dan atau yang tidak penuhi persyaratan DEPKES RI dan BPOM RI. 3. Melakukan koordinasi dan memberikan masukan kepada reskrim polda/polres dalam rangka penyelidikan dan sidik kasus yang berkaitan dengan produk farmasi ilegal dan atau tidak penuhi persyaratan DEPKES RI dan BPOM RI. 2.2.2 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) 2.2.2.1 Produk yang Diawasi Oleh BPOM Obat, produk biologi, narkotika & psikotropika, obat tradisional, makanan & minuman, suplemen makanan, kosmetik, zat adiktif/rokok, bahan berbahaya. Tidak termasuk alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, dan obat untuk hewan. 2.2.2.2 PIOM (Pelayanan Informasi Obat Dan Makanan) Melaksanakan kegiatan di Bidang Pelayanan Informasi Obat, Informasi Keracunan, dan Teknologi Informasi (Pasal 357 Keputusan Kepala Badan POM No. : 02001/SK/KBPOM Tentang Organisasi dan Tata Kerja BPOM)

2.2.2.3. PIONAS (Pusat Informasi Obat Nasional)

Merupakan rujukan dalam layanan informasi dan konsultasi obat dalam segala aspek penggunaannya. PIO Nas menyediakan akses informasi obat terstandar (Approved label) dari semua obat yang terdaftar di Badan POM. 2.2.2.4. CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik ) Seluruh aspek dalam praktek yang ditetapkan yang secara kolektif menghasilkan produk akhir atau layanan yang secara konsisten memenuhi spesifikasi yang sesuai serta mengikuti peraturan nasional dan internasional. Tujuan CPOB untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu Langkah Strategis Penerapan CPOB yang Dinamis Melakukan dialog dan Regulatory Advice penerapan CPOB yang dinamis dalam konteks transparansi regulasi dan akuntabilitas publik Menindak-lanjuti hasil kajian implementasi/penerapan CPOB yang dinamis sebagai tolok ukur kompetensi produksi dan kelayakan memiliki Ijin Edar produk Meningkatkan upaya agar Industri Farmasi fokus pada produksi bentuk sediaan yang paling compliance dgn CPOB yang diterapkan sesuai tingkat Risiko produk yang dibuat Menerapkan secara konsekuen ketentuan hukum yg berlaku terhadap penyimpangan hal ini berdasarkan kajian resiko produk terhadap konsumen.

2.3. Hubungan BAGFARMAPOL dan BPOM terhadap Keprofesian Farmasi Menurut Undang-Undang Pasal 108, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatanmenyebutkan bahwa: Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga jelas ada hubungannya, baik antara BAGFARMAPOL terhadap keprofesian farmasi, atau BPOM dengan profesi kefarmasian. Untuk hubungan BAGFARMAPOL dengan profesi kefarmasian adalah dititik beratkan kepada pengamanan sediaan farmasi. Dengan banyaknya industri farmasi yang berkembang saat ini, kemungkinan besar akan menimbulkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab terhadap pemalsuan sediaan farmasi. Sehingga peran farmasis disini kompleks kaitannya. Dengan banyaknya produk farmasi yang dipalsukan, ilegal dan substandar menjadi tanggungjawab bersama, bukan hanya BAGFARMAPOL, BPOM, dan DEPKES. Namun ini adalah tanggungjawab bersama kita sebagai tenaga kefarmasiaan. Sebagai orang-orang yang lebih mengerti tentang obat-obatan. Selain itu, hubungan yang paling menunjang keprofesian farmasi adalah mengenai pembuatan obat. Dimana pembuatan obat sudah pada skala industri, walaupun tidak untuk di distribusikan

kepada publik. Pada pembuatan obat yaitu berupa tablet, kami mengetahui ternyata sungguh berbeda dengan apa yang kami pelajari. Mereka menggunakan mesin-mesin yang memiliki kapasitas yang lebih banyak. Cara produksi dari pembuatan tablet : 1. Penimbangan bahan baku 2. Mixing 3. Granulasi basah 4. Pengayakan 5. Pengovenan 6. Pengayakan kembali 7. Penambahan fase luar 8. Muxing 9. Pencetakan Sedangkan hubungan keprofesian farmasi dengan BPOM adalah pembuatan obat yang baik, pengendalian mutu obat, pengamanan, pengawasan dan pelayanan informasi obat. Untuk pembuatan obat yang baik, BPOM sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai regulator adalah pembuat peraturan mengenai segala hal yang berhubungan dengan sediaan farmasi dan makanan yang berada di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka dikeluarkanlah Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai dengan SK Kepala Badan POM, No HK 0045.3.002.7 Tahun 2006, kebijakannya diantaranya : 1. Meningkatkan pemenuhan terhadap standar dan persyaratan CPOB 2. Melakukan pemetaan industri farmasi untuk mengetahui peta pemenuhan CPOB 3. Dukungan regulatori yang kondusif (outsourcing lab, sharing climatic chamber, jasa validasi) 4. Industri farmasi agar fokus pada produksi bentuk sediaan yang paling compliancedengan CPOB 5. Harus menjadi komitmen bagi Industri farmasi 6. Diterapkan sesuai dengan tingkat risiko produk yang dibuat 7. Sebagai tolak ukur kompetensi produksi dan kelayakan memiliki izin edar produk 8. Mencegah terjadinya produk tidak memenuhi persyaratan, tercemar maupun dicemari (adulterated) 9. Diperkuat dengan inspeksi regulatori untuk meningkatkan kepercayaan diri bagi industri farmasi 10. Mencegah ketidak sesuaian dengan ketentuan 11. Diverifikasi dengan inspeksi regulatori untuk melihat konsistensi penerapan dan peningkatan compliance 12. Menerapkan seluruh aspek CPOB yang essensial Lain halnya untuk pengendalian mutu, pengamanan, dan pengawasan obat dan makanan, peran farmasis adalah melakukan pemerikasaan (berkas) obat dan makanan yang melakukan notifikasi apakah memenuhi standar, syarat cara pembuatan yang baik dan lain-lain. Lebih dominan lagi untuk peran farnasis adalah dalam pelayanan informasi obat. Hal ini didukung oleh adanya PIONAS (Pelayan Informasi Obat Nasional) yang dilakukan BPOM,

maka farmasis bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini sebagai tenaga teknis kefarmasian yang memberikan informasi tentang obat-obatan, informasi keracunan, dan teknologi informasi.

BAB III KESIMPULAN Banyaknya produk yang beredar hampir 10 % obat ternyata palsu, 58,8 % makanan adalah ilegal. Cara produksi tablet : 1. Penimbangan bahan baku 2. Mixing 3. Granulasi basah 4. Pengayakan 5. Pengovenan 6. Pengayakan kembali 7. Penambahan fase luar 8. Muxing 9. Pencetakan Cara pengendalian mutu, pengamanan dan pengawasan obat dan makanan dengan melakukan pemerikasaan (berkas) obat dan makanan yang melakukan notifikasi apakah memenuhi standar, syarat cara pembuatan yang baik dan lain-lain. Peran farmasis dalam pelayan informasi obat, informasi keracunan, dan teknologi informasi dapat dilakukan dengan penyuluhan dan pelayanan kesehatan dan sarana komputer (internet)

Anda mungkin juga menyukai