Anda di halaman 1dari 3

STADIUM GENERALE

Pengantar Kolaborasi Keilmuan


Prof. Dr. Sukardiman, Apt., M.S.
Direktur pendidikan, dosen Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Judul : Kolaborasi sebagai strategi pengembangan dan hilirisasi dari


produk penelitian.
Target capaian : bermanfaat bagi seluruh civitas akademika Universitas
Airlangga.

Resume oleh Moshaddeq Freudy Nurudin | NIM 161221003


Fakultas Kedokteran Hewan | Kelas PDB A 50

I. Isu Strategis Inovasi sebagai Solusi.


Indonesia memiliki biodiversitas yang luar biasa, maritim yang luas dan
patut untuk dibanggakan. Sumber daya alam terkaya di dunia setelah Brazil.
Indonesia juga terkenal sebagai negara penghasil rempah-rempah jauh sejak
era penjelajahan. Adapun peluang sekaligu tantangan industri kesehatan di
Indonesia di antaranya:
1. Bahan baku
sebagian besar bahan baku obat berasal dari impor, namun demikian
Indonesia memiliki potensi bahan baku Obat Herbal Terstandar atau OHT
dan Fitofarmaka.
2. Pasar
Indonesia dengan populasi 200 juta lebih penduduk, nomer empat
terbanyak di dunia dapat menjadi pasar yang menjanjikan akan komoditas
farmasi.
3. Sumber Daya Manusia
salah satu tantangan kita, yaitu kualitas sumber daya manusia yang
masih kurang. Pengalaman yang terbatas, tidak banyak menghasilkan
produk yang prospektif, dan tingkat produktifitas yang rendah.
4. Teknologi
Teknologi masih tradisional, dan teknologi modern sebagian besar masih
diperoleh dengan cara impor.
5. Peralatan Laboratorium dan Mesin Produksi
Jumlah peralatan, sarana prasarana masih terbatas. Sebagian besar
berada di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, dan Industri saja.

Banyak juga permasalah dan hambatan yang dihadapi oleh produsen terkait
dengan komersialisasi, perizinan, dan standarisasi produk inovasi bidang
kesehatan. Kementerian Kesehatan merilis data tentang isu strategis yaitu:
banyak produk inovasi yang terkendala uji klinis, re-engineering yang
menghasilkan banyak dana, dan pengadaan produk inovasi farmasi yang belum
menjadi fokus pemerintah sehingga belum ada kebijakan nasional.
Kebijakan yang kini telah ditetapkan melalui IMPRES nomor 6 tahun 2016
tentang percepatan industri farmasi dan alat kesehatan. Diperlukan suatu
kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan nasional yang diindikasikan
dengan empat poin:
1. Menjamin ketersediaan farmasi dan alat kesehatan nasional
2. meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan di dalam
negeri maupun di luar negeri
3. mendorong penguasaan teknologi dan inovasi dalam bidang farmasi dan alat
kesehatan
4. mempercepat kemandirian dan pengembangn produksi bahan baku, obat,
alat kesehatan.

II. Isu Strategis Riset dan Inovasi


Inovasi dapat didorong dan distimulus dengan dikembangkannya IPTEK,
sebagai upaya meningkatkan produktivitas, pembangunan, kemandirian, dan
daya saing bangsa. Bentuk-bentuk penerapan IPTEK diantaranya:
1. Alih teknologi
2. Difusi IPTEK
3. Intermediasi Teknologi
4. Komersialisasi
IPTEK dan Inovasi dapat menciptakan ekosistem kolaborasi nasional yang
dapat berkontribusi terhadap pendapatan nasional dari anak bangsa dengan
harapan mampu meningkatkan kesejahteraan dan daya saing bangsa Indonesia.
Perlu digarisbawahi, demi menghasilkan output penelitian yang bagus,
diperlukan proses yang panjang, meliputi tahap eksplorasi, uji alpha, uji
beta, difusi, demonstrasi, juga komersialisasi. Menjadi perhatian utama kita,
terlebih perguruan tinggi hendaknya menjadi mercusuar sebuah pendidikan,
dan memenuhi tri dharma perguruan tinggi.

III. Strategi dan Kebijakan Riset dan Inovasi.


Tercantum dalam UU no. 11 tahun 2019 tentang integrasi infrastruktur dan
Sumberdaya Riset, Teknologi, dan Inovasi. Perlu dipahami, dewasa ini terjadi
perubahan paradigma pembangunan nasional, dari yang awalnya adalah
"resource driven economy" atau "efficiency driven economy" yang dapat
diartikan sebagai bangsa dengan keterbatasan pengelolaan potensi IPTEK dan
inovasi, berubah menjadi "innovation driven economy" yang dapat diartikan
sebagai bangsa inovatif yang menguasai IPTEK, mandiri, dan berdaya saing
global. Dibutuhkan sinergi antar komponen triple helix dan dukungan
ekosistem inovasi untuk mendorong riset menjadi produk yang siap
dikomersialisasikan. Triple Helix yang dimaksud adalah pemerintahan,
akademisi, dan industri.

IV. Pengembangan Wahana Interaksi dan Kolaborasi Riset dan Inovasi.


Diperlukan hilirasi produk riset dan inovasi setelah tahap produksi di hulu
telah paripurna. Di hilir, pihak-pihak yang terlibat dalam episentrum inovasi
Indonesia diantaranya: Industri, perguruan tinggi, inkubator, venture
capital, komunitas, dan asosiasi bisnis atau usaha. Pemerintah melalui BRIN
juga telah merilis Prioritas Riset Nasional atau PRN periode 2020 hingga 2024
yang meliputi:

1. Teknologi Informasi dan Komunikasi


2. Transportasi
3. Kesehatan dan obat obatan
4. Energi baru dan terbarukan
5. Pangan dan pertanian
6. Pertahanan dan keamanan
7. Material maju
8. Kemaritiman
9. Kebencanaan
10. Sosial humaniora, seni budaya, dan pendidikan.

Dengan skema hilirisasi mulai dari tahap eksplorasi hingga difusi,


harapannya riset dasar menjadi riset terapan, dikembangkan, dan
dikomersialisasikan yang dapat menjadi awal lahirnya suatu start up, atau
UKM baru dan mengantarkan kita menuju kemandirian ekonomi. Beberapa
pencapaian membangggakan dari program Kolaborasi untuk Indonesia Maju
dan Mandiri diantaranya adalah pesawat amphibi N219A, drone elang hitam,
katalis merah putih, garam industri, desa berinovasi, UMKM berinovasi, dan
lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai