TESIS
Disusun oleh:
ARIF NUR HARIANTO
11070282
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS
INSTITUTE PERBANAS
JAKARTA
2009
ANALISIS KESEIMBANGAN ANTARA VARIABEL
MAKRO EKONOMI DAN RETURN INDEKS HARGA
SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK
INDONESIA
Disusun oleh:
ARIF NUR HARIANTO
11070282
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS
INSTITUTE PERBANAS
JAKARTA
2009
ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS
INSTITUTE PERBANAS
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
PERSETUJUAN
Disusun oleh
di : Jakarta
tanggal : ….., Maret 2009
Oleh:
Endri, M.A.
Dosen Pembimbing
ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS
INSTITUTE PERBANAS
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
PENGESAHAN
Hari : .........................................................
Tanggal : .........................................................
Waktu : .........................................................
Program Studi : Magister Manajemen
Jurusan : Keuangan dan Perbankan
Oleh
Mengetahui,
Direktur Pascasarjana
PERNYATAAN
1. Naskah tesis yang diajukan ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik Magister Manajemen, baik di Program
Pascasarjana ABFI Institute Jakarta maupun perguruan tinggi lain.
2. Tesis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian penulis sendiri tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing atau tim promotor.
3. Dalam tesis ini tidak terdapat karya-karya atau pendapat yang ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang atau
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. “Seluruh naskah tesis disajikan dan menjadi tanggung jawab penulis
sepenuhnya.”
Penyusun
Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT
berharap agar karya kecil ini dapat memberikan sedikit sumbangan pemikiran
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal terutama faktor-
variabel makro ekonomi dan return IHSG baik dalam jangka panjang maupun
jangka pendek. Penulis sangat berharap agar penelitian kecil ini dapat mendorong
rekan-rekan peneliti lain untuk mendalami lebih lanjut serta melakukan eksplorasi
khususnya pasar modal di Indonesia sehingga, di masa yang akan datang pasar
modal lebih mampu berkembang dan menjadi bagian dari sektor keuangan yang
Alhamdulillah segala hambatan dan kekurangan yang terdapat di dalam tesis ini
dapat sedikit demi sedikit teratasi. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis tak lupa
1. Bapak Endri, M.A. selaku dosen pembimbing yang dengan tulus dan
serta petunjuk berharga sejak awal hingga akhir penyempurnaan tesis ini.
memberikan masukan yang kritis dan petunjuk berharga pada saat sidang
tesis ini.
3. Bapak Mustanwir Zuhri, M.M. selaku dosen penguji yang telah banyak
tesis ini.
4. Ibu dan Bapak tersayang yang selalu memberikan motivasi dan dorongan
semangat, doa dan rasa sabar yang tak terhenti serta dukungan baik moril,
5. Adik-adikku – “
Randhy dan Hanisa”
, terima kasih atas dukungan,
terus dalam menimba ilmu ya, optimis semua kesulitan yang dihadapi
pasti akan berakhir manis dan penuh suka cita serta kebahagiaan.”
yang luas dan jauh kedepan, telah banyak memberikan konstribusi bagi
kemajuan dan perkembangan lembaga pendidikan MM ABFI Institute
terkemuka lainnya.
8. Seluruh Staff Sekretariat (mbak Rina, Mas Nardi, Pak Joko) dan teman-
9. Ungkapan terima kasih yang teramat sangat serta tak terhingga kepada
Adi, Mas Hengky, Doni, Mbak Rani, Mbak Woro, Reta, Amel, Roland
”
tenkyu 4 all”
...
10. Untuk semua sahabat karib dan teman sejawat kelas B Strata I Perbanas
terutama dan spesial untuk Ami, Nanda, Ulfa, Hendra, Maulia, dan Ajid,
juga untuk Ida, Adi, Ajat, Memel, Nana, Ayu, Rophan, Ndaru, Veliani,
Rocky, Nando, Hendro, Bobby, Ficka, Fani, Danar, Icha, Mega, Liliek,
Dewa, Rudi, Onge, Koko, Febry, Deddy, Hakim, Karin, Citra, Adi DK,
Didi dan semua sahabat serta teman satu angkatan dan seluruh angkatan
aku menjadi sangat berambisi untuk bisa menyelesaikan tesis dan menjadi
harapan itu bisa tercapai. Untuk Mpok Nyai terima kasih atas doanya.
12. Untuk teman-teman ex 1-7: Roni, Dita, Riska, Amel, Bowo, Jabbar, Pitak,
Rio, Allien, Amrin, Emon, Deos, dan Ratih. Untuk teman-teman di FOH:
Acim, Popo, Adji, Miechu, dan Kendi, “walau kita telah lama tak
13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang luar
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tesis ini. Akhir kata, semoga tesis ini dapat berguna bagi semua
Halaman
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ILUSTRASI...........................................................................................
DAFTAR
TABEL...................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
PENDAHULUAN
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, investasi merupakan salah satu
pilihan yang tepat untuk menghasilkan keuntungan dimasa yang akan datang.
saat ini dari sejumlah uang atau sumber daya lainnya yang diharapkan mampu
menjadi dua bagian yaitu investasi pada aset-aset riil dan finansial.
Apalagi kepastian hukum dan aturan pengawasan ketat yang diterapkan oleh
ketidakpastian dan kemungkinan kerugian dimasa yang akan datang. Harga saham
yang selalu berfluktuasi tersebut pastinya dipicu oleh beberapa faktor. Husnan
(2001) mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan
harga saham seperti, tingkat bunga, jumlah peredaran uang, nilai kurs, tingkat
harga saham terlihat saat krisis ekonomi melanda Indonesia di pertengahan tahun
1997. Pada saat itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terus mengalami
penurunan yang sangat tajam dan mencapai puncaknya di bulan Juni 1998 sebesar
kesempatan jumlah uang beredar semakin tinggi yang dapat mempengaruhi money
rata tingkat inflasi pertahun meningkat hingga mencapai puncaknya sejak tahun
Untuk menangani depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang
Indonesia (SBI) hingga menyentuh angka 70,81 persen pertahun di bulan Juli 1998.
1998 sebesar 52,92 persen bahkan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
pada bulan Agustus 1998 sebesar 81,01 persen pertahun, sumber data (Bank
Indonesia, 1999).
pasar modal, karena imbalan saham yang diterima lebih kecil dibandingkan dengan
imbalan (pendapatan) dari bunga deposito. Akibat lebih jauh lagi, harga saham di
pasar modal mengalami penurunan yang sangat drastis. Hal ini terlihat dari Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus menurun. Sumber laporan keuangan
moneter (Bank Indonesia, 1999) menyatakan bahwa pada tahun 1993 IHSG
memperlihatkan kondisi yang mulai membaik. Hal tersebut ditandai dengan mulai
menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Berdasarkan sumber data
(Bank Indonesia, 2003), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika menguat hingga
level Rp. 6.726 di bulan Juni 1999. Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika juga berdampak pada menurunnya jumlah uang yang beredar sehingga
tekanan inflasi juga semakin menurun. Rata-rata tingkat inflasi setelah masa krisis
Menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang diikuti dengan
tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) hingga akhir periode 2008
ditutup sebesar 11,08 persen pertahun. Penurunan suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) berdampak pada penurunan suku bunga deposito berjangka. Suku
bunga deposito berjangka hingga akhir periode 2008 adalah sebesar 10,40 persen
pertahun.
penguatan nilai tukar rupiah, penurunan laju inflasi dan penurunan suku bunga
mengakibatkan respon positif terhadap investasi pada pasar modal. Para pemilik
Bursa Efek Indonesia menembus angka hingga diatas level 2.000 setelah masa
yang menunjukkan bahwa harga saham di pasar modal memang terkait dengan
Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika menurun yang menyebabkan
kesempatan jumlah uang beredar meningkat sehingga laju inflasi juga meningkat.
perekonomian mulai membaik, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mulai
mengalami penguatan sehingga laju inflasi juga menurun. Selanjutnya, suku bunga
meneliti pengaruh variabel makro, investor asing, bursa yang telah maju terhadap
indeks BEJ. Variabel makro ekonomi yang dimasukkan dalam model adalah
tingkat bunga deposito, kurs dolar Amerika Serikat, defisit transaksi berjalan,
inflasi, penawaran uang yang diukur dengan M2, pengeluaran pemerintah dan
empat variabel yang signifikan pada tingkat signifikansi sebesar 10%. Sedangkan
variabel lainnya, yaitu: variabel inflasi tiga bulan, pengeluaran pemerintah dan
Jakarta.
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan diatas secara jelas ditunjukkan
terhadap pergerakan return indeks harga saham gabungan. Dengan demikian, hal
ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para investor dalam pengambilan
Indeks Harga Saham Gabungan baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka
pendek?
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar (M1), nilai tukar rupiah
pergerakan Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dimana data yang
digunakan dalam penelitian kali ini lebih up-to-date dari data-data hasil penelitian
sebelumnya yaitu periode waktu Januari 2003 sampai Oktober 2008, sehingga dari
hasil penelitian kali ini diharapkan investor dapat memperoleh informasi sebagai
bahan pengambilan keputusan investasi yang lebih sesuai dengan kondisi pasar
Dari uraian latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan pokok-
pokok permasalahan yang akan dilakukan pembahasan pada penelitian ini, yaitu:
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar (M1), nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat, dan tingkat inflasi dengan pergerakan return
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia dalam jangka
panjang?
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar (M1), nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat, dan tingkat inflasi dengan pergerakan return
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia dalam jangka
pendek?
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Membuktikan secara empiris apakah terdapat keseimbangan antara variabel
bunga deposito satu bulan, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang
beredar (M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan tingkat
bunga deposito satu bulan, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang
beredar (M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan tingkat
ekonomi dan pergerakan return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa
penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
ilmu keuangan. Selain itu, diharapkan juga dari hasil penelitian ini dapat menjadi
acuan maupun tonggak baru untuk penelitian dimasa yang akan datang khususnya
2. Bagi Investor
Bagi Investor diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi bahan
Agar hasil penelitian yang dilakukan lebih terarah maka dalam penelitian ini
ekonomi yaitu bunga deposito satu bulan, Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
jumlah uang beredar (M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat,
dan tingkat inflasi; (2) variabel return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
jangka panjang antara variabel ekonomi makro dan return IHSG;(2) Metode
3. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu dari Januari 2003 sampai dengan
BAB I PENDAHULUAN
model yang dipakai dan variabel apa saja yang digunakan dalam
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
saran-saran.
BAB II
2.1. Investasi
masa yang akan datang. Kunci dari suatu investasi seperti yang diungkapkan oleh
ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang
“
Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan
Pengertian lain tentang investasi juga dijelaskan oleh Alexander, et al (1993) yaitu
“Investment, in its brodest sense, means the sacrifice of current dollars for future
dollars.” Pengertian yang serupa juga diungkapkan oleh Francis dan Ibbotson
(2000) bahwa:
“Suppose a person commits a certain amount of money today with the expectation that
it will return some larger amount in the future. This economic venture could be a
Jadi jelaslah bahwa seseorang yang menggunakan sejumlah dananya untuk dikelola
dengan harapan agar dapat menghasilkan keuntungan dimasa yang akan datang
Pada umumnya investasi dalam arti luas dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu: investasi pada financial assets dan investasi pada real assets.
Investasi pada financial assets dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat
deposito, surat berharga pasar uang, dan lainnya. Investasi pada aset-aset tersebut
juga dapat dilakukan di pasar modal, misalnya berupa saham, obligasi, waran, opsi,
dan lainnya. Sedangkan, investasi pada real assets diwujudkan dalam bentuk
investasi pada sebuah institusi atau perusahaan dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu investasi langsung (direct investing ) dan investasi tidak langsung (indirect
berharga secara langsung dalam suatu institusi atau perusahaan yang secara resmi
dividend dan capital gain. Sedangkan, investasi tidak langsung terjadi bilamana
pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang akan dibeli
dan mana yang akan dijual, dan mana yang tetap dimiliki. Sebagai contoh, setiap
calon investor yang ingin berkecimpung dalam bidang jual-beli saham harus
bersikap rasional dalam menghadapi pasar jual-beli saham. selain itu, investor juga
akan di beli atau dijual. Oleh karena itu, pengetahuan dasar investasi di sektor
financial assets yang dilakukan di pasar modal mutlak di perlukan bagi para
investor yang ingin menanamkan dananya pada aset-aset tersebut.
bagi pemiliknya. Pemilik saham akan menerima penghasilan dalam bentuk dividend
dan perubahan harga saham. Kalau harga saham meningkat dari harga beli, maka
capital loss. Panji dan Piji (2003) menjelaskan bahwa saham merupakan tanda
1. Lingkungan Mikro
pemogokan.
2. Lingkungan Makro
tabungan, deposito, kurs valuta asing, inflasi serta berbagai regulasi atau
terhadap manajernya.
pembatasan/penundaan trading.
d. Gejolak sosial politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan
APT pertama kali dirumuskan oleh Ross (1976). APT pada dasarnya
mempunyai karakteristik yang identik sama tidaklah bisa dijual dengan harga yang
berbeda. Konsep yang dipergunakan adalah hukum satu harga (the law of one
price). Apabila aktiva yang berkarakteristik sama tersebut terjual dengan harga
yang berbeda, maka akan terdapat kesempatan untuk melakukan arbitrage dengan
membeli aktiva yang berharga murah dan pada aset yang sama menjualnya dengan
harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba tanpa risiko. APT
sama.
tanpa risiko dengan memanfaatkan peluang perbedaan harga atau sekuritas fisik
yang sama. Sebagai taktik investasi yang digunakan secara luas, arbitrase biasanya
meliputi penjualan sekuritas pada harga yang relatif tinggi dan kemudian membeli
sekuritas yang sama (atau berfungsi sama) pada harga yang relatif lebih rendah.
didefinisikan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang menarik dan sering
faktor yang sama akan berperilaku sama kecuali terhadap risiko non-faktor. Oleh
karena itu, sekuritas atau portofolio dengan sensitivitas faktor yang sama
seharusnya menawarkan return yang diharapkan yang sama. Jika hal ini tidak
terjadi, maka akan muncul peluang yang serupa dengan arbitrase. Investor akan
tersebut.
Persamaan ini merupakan bentuk dari persamaan linier, dimana E(R) adalah
Return Indeks Harga Saham Gabungan (RIHSG) yang menjadi variabel dependen
Indonesia (SBI), jumlah uang beredar (M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar
ג
k koefisien dari variabel independen yang akan diestimasi sekuritas.
(2005). Pada model faktor berganda (multi-factor), return riil sekuritas tidak hanya
lebih dari satu faktor penyebar (persuasive factor) dalam perekonomian yang
faktor terdapat asumsi bahwa return antara dua sekuritas akan berkorelasi –yaitu
akan bergerak secara bersama-sama –hanya melalui reaksi yang sama terhadap
satu atau lebih faktor yang ditentukan dalam model. Aspek apapun dari return
sekuritas yang tidak dapat dijelaskan oleh model faktor diasumsikan unik atau
khusus terhadap sekuritas itu dan oleh karena itu tidak berkorelasi dengan elemen
unik dari return sekuritas lain. Hasilnya model faktor adalah alat yang bermanfaat
”...beberapa faktor umum yang dapat mempengaruhi return sekuritas antara lain,
tingkat pertumbuhan GDP, tingkat bunga sekuritas Treasury jangka panjang dan
jangka pendek, spread hasil antara sekuritas Treasury jangka panjang dan jangka
pendek, spread hasil antara sekuritas jangka panjang korporasi dan Treasury, tingkat
”... jenis informasi yang mungkin mempengaruhi harga sekuritas antara lain, berita
penurunan tingkat bunga yang tidak diperkirakan, penjualan yang meningkat lebih dari
Jika terdapat k faktor, model multi faktor dapat dituliskan dengan persamaan
rit ai bi1 F1t bi 2 F2t ... bik Fkt eit
faktor k. Baik faktor maupun faktor sektor dapat terwakili dalam persamaan (2). rit
adalah return (imbalan) saham atau harga saham i pada periode t, Fit s/d Fkt adalah
konstanta, bi1 s/d bik koefisien yang akan diestimasi saham i pada periode t, dan eit
(3)
Notasi r adalah imbal hasil harapan dari saham i dalam periode t dan notasi
pada periode t. Sebagai contoh, untuk kasus faktor yang pertama, FD1t = F1t - F
1t , yang mewakili perbedaan antara nilai aktual faktor pertama dengan nilai
harapannya. Jadi, apabila faktor tersebut adalah tingkat inflasi, maka FD1t
merupakan tingkat inflasi yang tidak diduga karena ia sama dengan perbedaan
antara tingkat inflasi aktual dan tingkat inflasi harapan. Terakhir, notasi Ci1 ... Cik
menunjukkan koefisien respons dari tingkat imbal hasil saham i terhadap deviasi-
deviasi faktor tersebut. Notasi kesalahan acak (random error) eit dan notasi deviasi
keterkaitan simultan antara variabel makro ekonomi dan harga saham seperti
penelitian yang dilakukan oleh Agung (2005) yang menemukan fakta bahwa tidak
semua variabel makro ekonomi yang terdiri dari variabel nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika, Suku Bunga Bank Indonesia (SBI), dan kepemilikan saham oleh
Lebih lanjut, variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan SBI 1 bulan
pergerakan IHSG. Disamping itu, ada korelasi yang lemah antara variabel nilai
tukar rupiah thd USD dan variabel prosentase kepemilikan saham oleh investor
asing. Korelasi yang lemah juga terjadi antara variabel SBI dan variabel nilai tukar.
Namun dilain pihak, ada korelasi yang kuat antara variabel SBI dan variabel
korelasi sebesar 84,3%. Tingkat prosentase sebesar itu masih dibawah 90%
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika berpengaruh positif terhadap IHSG.
Artinya, apabila rupiah terdepresiasi terhadap dollar Amerika maka IHSG akan
menurun. Namun sebaliknya, jika rupiah terapresiasi terhadap dollar Amerika maka
oleh investor asing berpengaruh positif terhadap IHSG. Artinya, apabila prosentasi
kepemilikan saham oleh investor asing mengalami peningkatan maka IHSG juga
investor asing mengalami penurunan maka IHSG juga akan mengalami penurunan.
Selanjutnya pada pengolahan kedua, dengan memasukkan faktor SBI 1 bulan, SBI
1 bulan berpengaruh negatif terhadap IHSG. Artinya, jika SBI 1 bulan menurun
maka IHSG akan mengalami peningkatan. Sebaliknya, jika SBI 1 bulan meningkat
maka IHSG akan mengalami penurunan. Fakta lain mengatakan bahwa adanya
metodologi korelasi dan regresi melalui teknik analisis Ordinary Least Square
dimana data yang digunakan adalah data bulanan yang pengujiannya dilakukan
selama dua tahun yaitu dari bulan Juni 2002 sampai dengan bulan Juni 2004.
hubungan simultan antara variabel makro ekonomi (bunga deposito/ satu bulan
maupun dua belas bulan, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar
(M1 dan M2), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan tingkat
inflasi) dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menemukan fakta bahwa
dengan menggunakan data bulanan selama periode Januari 1990 sampai dengan
terhadap variabel-variabel IHSG, Depo1, SBI, maupun rupiah sendiri baik dalam
jangka panjang antara variabel makro ekonomi dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) jika pengujian kointegrasi dilakukan pada periode Januari 1990 sampai
dengan Juli 1997 (periode sebelum krisis) maupun Agustus 1998 sampai dengan
Desember 2000 (periode krisis moneter). Kesimpulan penelitian tersebut
variabel lain seperti Depo12, M1 dan M2, dan inflasi dikeluarkan dari model
memenuhi syarat uji kausalitas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudjono di
Indonesia ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee (1996)
dalam Sudjono (2004) di Amerika Serikat. Menurut Lee perubahan tingkat bunga
(The deposit rate) mempunyai pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham.
Penelitian terkait juga dilakukan oleh Kroon dan Veen (2004) yang meneliti
pengaruh nilai tukar terhadap harga saham perusahaan. Hasil penelitian yang
terindikasi sensitif terhadap perubahan nilai tukar. Disisi lain, rata-rata saham-
saham perusahaan Jepang tidak sensitif terhadap nilai tukar. Selanjutnya, hanya
16% saham perusahaan yang signifikan dipengaruhi oleh eksposur mata uang.
tersebut tidak memiliki hubungan yang berarti dengan eksposur tersebut. Faktor-
faktor fundamental yang dimaksud adalah ukuran perusahaan dan ekspor. Hasil
analisis penelitian tersebut memberi implikasi terhadap para manajer pengelola aset
bahwa lindung nilai terhadap mata uang bukan merupakan bagian yang penting
berita-berita yang berkaitan dengan aspek makro ekonomi dengan pasar saham
juga dilakukan oleh Graham, et al (2003). Mereka dalam hal ini menyatakan bahwa
ada lima variabel dari sebelas variabel yang diuji yang memiliki pengaruh signifikan
terhadap penilaian saham. Variabel-variabel tersebut yaitu, Laporan Pemerintah
Price Index), Indeks Harga Ekspor dan Impor (Import and Export Price Indexes),
dan Indeks Biaya Pemerintah (Employment Cost Index). Dari kelima variabel yang
variabel makro ekonomi yang juga dimasukkan dalam model penelitian seperti
Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index), Ukuran Produktivitas dan Biaya
Retail (Retail Sales), Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product ), dan
terhadap penilaian saham. Objek penelitian tersebut adalah Amerika Serikat dengan
periode penelitian yaitu Januari 1997 sampai dengan Desember 2001, dimana data
Endri (2004) melakukan uji penelitian mengenai pengaruh nilai tukar riil
dan tingkat bunga riil terhadap return indeks harga saham di bursa efek Jakarta
baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang selama periode waktu
nilai tukar riil dan tingkat bunga riil baik mempengaruhi pergerakan return indeks
harga saham secara signifikan. Kedua variabel tersebut, menurut Endri, memiliki
hubungan yang saling berlawanan dengan return indeks harga saham gabungan.
Artinya, jika nilai tukar riil dan tingkat bunga riil berkecenderungan menurun maka
return indeks harga saham akan bergerak naik. Begitu pula sebaliknya, jika nilai
tukar riil dan tingkat bunga riil berkecenderungan meningkat return indeks harga
(2005) menunjukkan bukti yang mengindikasikan bahwa harga saham dan nilai
menyatakan bahwa ada hubungan langsung yang signifikan antara perubahan dalam
Penelitian yang diprakarsai oleh Khazali dan Pyun (2004) tentang hubungan
antara harga saham dan tingkat inflasi di wilayah Asia-Pasifik seperti Australia,
serta Vector Error Correction Model (ECM) menunjukkan hasil bahwa tingkat
inflasi memiliki hubungan negatif dengan harga saham dalam jangka pendek.
Namun demikian, terdapat hubungan yang positif antara tingkat inflasi dan harga
saham dalam jangka panjang setelah tes kointegrasi dilakukan di sembilan negara
tersebut.
Peavy (1992) melakukan penelitian terhadap indeks harga saham S&P 500
dan menemukan fakta bahwa indeks S&P 500 dipengaruhi baik oleh pendapatan
laba per lembar sahamnya dan tingkat bunga secara signifikan. Indeks harga saham
S&P dan pendapatan laba per lembar sahamnya memiliki hubungan yang searah
dimana, jika laba per lembar sahamnya meningkat maka indeks harga saham S&P
500 akan mengalami peningkatan, begitu pula sebaliknya. Di sisi lain, tingkat bunga
memiliki hubungan negatif dengan indeks S&P dimana, jika tingkat bunga
mengalami penurunan maka indeks harga saham S&P 500 akan mengalami
kenaikan, begitu pula sebaliknya. Hal ini terlihat dari level signifikansi dari hasil
penelitian yang nilainya dibawah 1%. Di samping itu, pendapatan laba per lembar
saham S&P 500 dan tingkat bunga mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap
indeks S&P 500 sebesar 86,3% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain.
pertumbuhan harga saham di Amerika Serikat. Hasil uji empiris menyatakan bahwa
saham juga akan mengalami peningkatan. Sebaliknya, tingkat harga saham akan
uang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, terhadap IHSG. Hasil
hubungan ko-integrasi baik dari hasil besaran maupun tandanya pada ketiga
terdapat hubungan uni-directional Granger dari nilai tukar dan penawaran uang
terhadap indeks harga saham, hubungan bi-directional Granger terjadi antara nilai
inflasi yang diharapkan, tingkat bunga, dan return saham dan menemukan fakta
bahwa tingkat inflasi yang diharapkan dan tingkat bunga memiliki hubungan yang
signifikan secara statistik dan ekonomi antara penurunan tingkat inflasi yang
diharapkan dan tingkat bunga dengan kenaikan return IHSG. Penelitian serupa
mengenai tingkat inflasi, output, dan harga saham juga dilakukan oleh Adrangi, et
hubungan yang saling berlawanan antara tingkat inflasi dan return saham riil di
pasar yaitu Korea dan Meksiko. Selain itu, hasil penelitian juga menyatakan bahwa
antara tingkat inflasi dan aktivitas riil berhubungan negatif. Terakhir, hasil
penelitian menunjukkan bahwa aktivitas riil dan return saham riil berkorelasi
positif.
pengaruh variabel makro, investor asing, bursa yang, telah maju terhadap indeks
BEJ. Variabel makro ekonomi yang dimasukkan ke dalam model yaitu, tingkat
bunga deposito, kurs dolar Amerika Serikat, defisit transaksi berjalan, tingkat
inflasi, penawaran uang yang diukur dengan M2, pengeluaran pemerintah dan
produk domestik bruto. Hasilnya, pada tingkat signifikansi sebesar 10%, variabel
inflasi tiga bulan, pengeluaran pemerintah, dan produk domestik bruto tidak
terhadap return harga saham pada pasar saham negara Korea. Sejumlah data yang
inflasi, tingkat bunga, tingkat bunga obligasi perusahaan dan pemerintah, neraca
perdagangan, pendapatan dividend, nilai tukar mata uang, harga minyak, dan
penawaran uang (M1). Sedangkan untuk data harga saham, variabel yang
digunakan adalah indeks harga saham gabungan (IHSG) Korea periode January
1980 sampai Desember 1992 sebanyak 156 pengamatan dengan menggunakan data
bulanan. Selain itu, pasar saham Korea juga dikelompokkan kedalam berbagai
ukuran indeks selain indeks harga saham gabungan yaitu, indeks berdasarkan
pengaruh indeks produksi industri, inflasi, inflasi yang diharapkan, premi risiko,
dan jangka waktu tingkat bunga obligasi terhadap indeks harga saham gabungan.
dividen, neraca perdagangan, nilai tukar mata uang, harga minyak, dan penawaran
uang (M1). Model terakhir, model ketiga adalah pengaruh gabungan antara model
kesatu dan kedua. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pada model pertama
variabel inflasi, inflasi yang diharapkan dan premi risiko tidak signifikan terhadap
pada level signifikan sebesar 5%. Indeks produksi berpengaruh signifikan hanya
pada dua indeks harga saham industri yaitu pertambangan dan barang tambang
Nilai tukar memberi pengaruh terhadap 8 indeks harga saham pada level signifikan
sebesar 5% dan 2 indeks harga saham pada level signifikan sebesar 10% dengan
korelasi negatif antara kedua variabel tersebut. Berikutnya, harga minyak signifikan
dalam mempengaruhi indeks harga saham industri makanan dan minuman, logam,
antara harga minyak dan industri peralatan dan mesin, perdagangan grosir, dan
minuman dimana hubungan antara dua variabel tersebut adalah positif. Terakhir,
hasil regresi pada model ketiga menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan uji
statistik pada model pertama dan kedua. Hasil penelitian juga menemukan fakta
uang dan indeks produksi daripada variabel inflasi dan suku bunga. Hasil ini
berbeda dengan hasil penelitian yang diperoleh baik di Amerika maupun di Jepang
jangka panjang antara indeks harga saham Yunani dan indeks produksi, inflasi dan
tingkat bunga mengunakan data kuartalan periode September 1988 sampai June
hubungan yang signifikan antara harga saham dan variabel makro ekonomi yang
merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh para pialang dan investor.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi harga saham yaitu makro
secara langsung dapat berpengaruh pada perubahan harga saham. Berikut ini
diagram alur:
Ilustrasi 2.1
Deposito
Indeks Harga Saham SBI
Gabungan M1
Nilai Tukar
Inflasi
Uji Hipotesis
Cointegration
dan
Error Correction Model
METODOLOGI PENELITIAN
ekonomi dan IHSG baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk
antara variabel makro ekonomi terhadap Return Indeks Harga Saham (RIHSG)
regression model) atau sering disebut OLS. Sebagaimana dinyatakan oleh Rao
Nachrowi dan Usman (2006) data yang tidak stasioner disebabkan oleh adanya
mengalami peningkatan yang sistematik (tidak konstan). Selain itu, data yang tidak
peningkatan. Oleh karena itu, jika pengujian menggunakan metode OLS bivariate
dilakukan, hasil estimasinya dapat bias atau sering disebut spurious regression
(Gujarati , 2003). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode yang
antara variabel makro ekonomi dengan Return IHSG dan Error Correction Model
variabel (Return Indeks Harga Saham Gabungan (RIHSG), bunga deposito satu bulan
(DEPO), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar (M1), nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (KURS), dan tingkat inflasi (INF)) saling
terintegrasi pada ordo 0 atau dinotasikan I(0). Dalam ekonometrika variabel yang
antara variabel makro ekonomi dan return IHSG dalam jangka panjang. Berikut ini
‘
DEPO’
;’ ;‘
SBI’ ;‘
M1’ dan ‘
KURS’ INF’saling menghilangkan, sehingga variabel
didapat disebut dengan parameter kointegrasi dan regresi yang didapat disebut
panjang (Gujarati, 2003). Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Sargan (1984)
dan dipopulerkan oleh Eangle dan Granger (1987). Pada model koreksi kesalahan
deviasi dari keseimbangan. Koreksi kesalahan ini merupakan hasil yang diperoleh
Model ECM untuk melihat hubungan jangka pendek antara variabel makro
ekonomi dan return IHSG yang dihasilkan dari model persamaan kointegrasi (4)
μt-1 + et
(6)
μi-1 adalah error kointegrasi lag 1, atau secara matematis dituliskan, sebagai
berikut:
Dari model yang terbentuk diatas dapat terlihat bahwa hubungan perubahan
‘ ,‘
DEPO’ ,‘
SBI’ ,‘
M1’ ,‘
KURS’ INF’terhadap ‘
RIHSG’
’dalam jangka panjang akan
serangkaian tahapan pengujian, yaitu: uji stationary dan penentuan panjang lag.
kointegrasi dan pengujian keseimbangan antara variabel makro ekonomi dan IHSG
jangka pendek dengan ECM. Uji stationary diperlukan karena variabel makro
ekonomi pada umumnya nonstationary (Gujarati, 2003) . Tujuan uji stationary ini
adalah agar mean-nya stabil dan random error-nya = 0, sehingga model regresi
yang diperoleh mempunyai kemampuan prediksi yang andal dan tidak ada spurious
yaitu: grafik, correlogram, maupun akar unit (unit root) dengan menggunakan
panjang lag melalui pendekatan Akaike Information Criterion (AIC). Hal ini
disebabkan karena kointegrasi dan ECM sangat peka terhadap panjang lag Enders
(1995); Gujarati (2003); dan Ansari dan Gang (1999). Beberapa penelitian
Johansen’
s cointegration test. Sebagaimana prinsip parsimoni (parsimony), asumsi
yang digunakan oleh Johansen’
s cointegration test adalah mencari log likelihood
test statistik terkecil dari persamaan VAR maupun ECM. Selanjutnya dibuat
rekapitulasi log likelihood dari persamaan VAR dan ECM untuk periode jangka
Pengujian selanjutnya adalah uji kointegrasi dan ECM. Jika series data
variabel diketahui mempunyai unit root dan cointegrated pada tingkat 1, I(1),
maka perlu dilakukan uji kointegrasi; atau dengan kata lain uji kointegrasi
dilakukan untuk mendeteksi stabilitas hubungan jangka panjang dua variabel atau
lebih Ajay dan Mougoué (1996). Terakhir, Error Correction Model (ECM) untuk
Tahap I
Uji stationary
unit root test
Augmented Dickey Fuller (ADF) Method
Tahap II
Tahap III
Cointegration Test
Dalam kointegrasi, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah semua
variabel harus terintegrasi pada orde yang sama dan suatu series dari dua variabel
atau lebih yang dipasangkan adalah stasioner. Untuk memeriksa sifat stasioner
dalam series di semua variabel (Return Indeks Harga Saham Gabungan (RIHSG),
bunga deposito satu bulan (DEPO), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang
beredar (M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (KURS), dan
tingkat inflasi (INF)), terlebih dahulu dilakukan pengujian akar unit. Ada beberapa
pendekatan untuk melakukan pengujian akar unit. Salah satunya adalah dengan
intinya, Uji akar unit Augmented Dickey Fuller (ADF) (Dickey dan Fuller, 1981)
dan Uji Phillips-Perron (PP) (Phillips dan Perron, 1990) digunakan untuk menguji
pada data time-series. Jika hipotesis dari unit akar ditolak, maka series dikatakan
stasioner.
m
Y t 12 t
Y t 1 i Y t 1 t (9)
i1
Dimana, Yt variabel yang diuji dengan akar unit yaitu Return Indeks Harga Saham
Gabungan (RIHSG), bunga deposito satu bulan (DEPO), Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), jumlah uang beredar (M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
adalah koefisien trend, adalah koefisien regresi dan t adalah random error
yang terdistribusi secara normal dengan zero mean dan variance 2 . Uji t statistik
untuk hipotesis null adalah H0: = 1 adalah ( 1) / s () , dimana s () adalah
bahwa 0 terhadap alternatifnya 0 , untuk variabel Y apapun, panjang lag
m dalam uji regresi ADF ditentukan oleh Akaike Information Criterion (AIC),
yaitu:
SSR 2
AIC m ln M m
n n
(10)
bahwa hipotesis null 0 terhadap alternatifnya 0 . Dalam teori, regresi ADF
dan PP diestimasi dengan tiga variasi yaitu, regresi time series dengan intercept,
trend dan intercept, atau terpisah antara trend dan intercept. Ketiga pendekatan ini
bertujuan untuk menjamin bahwa hasil uji andal dengan kehadiran penyimpangan
dan trend. Dalam uji akar root, pada penelitian ini, pengujian dilakukan dengan
menggunakan metode Augmented Dickey Fuller dengan variasi regresi time series
menggunakan model dengan intercept dan trend. Jika autokorelasi diduga terjadi
autokorelasi dari sebuah distribusi asimtotis dari uji statistik dengan menggunakan
uji PP. Formula untuk perubahan uji statistik diberikan dalamPeron (1988).
3.2.2. Cointegration
stasioner). Artinya, kombinasi linear yang bersifat stasioner dapat terjadi diantara
dua variabel yang masing-masing tidak stasioner atau mengikuti pola random walk.
Apabila hal yang demikian terjadi kedua variabel tersebut dikatakan saling
- Yt merupakan time series yang stasioner. Pada kondisi seperti ini, Xt dan Yt
pada Yt. Catatan bahwa beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai pengertian
kointegrasi. Kointegrasi terjadi pada suatu kombinasi linier yang tercipta dari
kombinasi linier harus terintegrasi pada orde yang sama. Apabila terdapat dua
variabel yang terintegrasi pada orde yang berbeda, maka kointegrasi tidak mungkin
terjadi pada kedua variabel tersebut. Akan tetapi, ada kemungkinan terdapat
gabungan dari suatu orde series yang berbeda pada saat terdapat tiga atau lebih
series yang diperhatikan. Dengan demikian, himpunan bagian dari series yang
memiliki orde yang lebih tinggi dapat terkointegrasi pada orde yang lebih rendah.
Ada kemungkinan sebanyak n-1 vektor kointegrasi yang independen secara linier,
(10)
(11)
adalah koefisien regresi, X2t...Xnt adalah variabel bebas (DEPO), (SBI), (M1),
metodologi yang dikemukakan oleh Engle dan Granger (1987). Metode yang
digunakan adalah DF atau ADF unit root terhadap nilai residual dari persamaan
atau variabel terikat dan bebas yang tidak stasioner tersebut terkointegrasi sehingga
panjang:
(12)
Jika ß merupakan vektor (ß1, ß2, ...., ßn) dan X juga merupakan vektor (X1t, X2t,...,
et = ß1 Xt
(13)
Komponen Xt = (X1t, X2t,..., Xnt) apabila berada pada orde d,b dapat dikatakan
Terdapat suatu vektor ß = (ß1, ß2, ...., ßn) yang mempunyai kombinasi linier
bXt = ß1 X1t + ß2 X2t +.....+ ßn Xnt terintegrasi pada orde (d-b), di mana b >
vector)
mungkin dalam jangka pendek antar variabel tersebut tidak terjadi keseimbangan.
Dengan demikian, kombinasi linier yang terjadi dalam jangka panjang dikatakan
Dimana, ∆Yt adalah nilai first difference dari (RIHSG), ∆X 2t...∆Xnt merupakan first
difference dari (DEPO), (SBI), (M1), (KURS), dan (INF), ß1 adalah koefisien
residual dari estimasi hubungan keseimbangan jangka panjang persamaan (14) dan
Apabila μi-1 > 0, maka modelnya tidak berada dalam keseimbangan. Jika
∆DEPO, ∆SBI, ∆M1, ∆KURS dan ∆INF = 0 dan μt-1 > 0, ini berarti RIHSGt-1 di
Dengan demikian, ßt μt-1 < 0 dan akibatnya ∆ RIHSG < 0 agar kembali pada
keseimbangan. Pemaparan tersebut memberikan arti bahwa bila RIHSGt berada diatas
nilai keseimbangannya, maka RIHSGt akan menurun pada periode berikutnya untuk
Sekarang bila μt-1 < 0 maka RIHSG berada dibawah nilai keseimbangannya,
dan ßt μt-1 > 0 yang mengakibatkan ∆RIHSG >0, sehingga nilai RIHSG meningkat pada
periode ke-t. Jadi, nilai absolut dari ßt menentukan seberapa cepat keseimbangan
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
Pada penelitian ini, obyek yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah
makro ekonomi dan Return IHSG periode Januari 2003 Sampai Oktober 2008.
Penulis juga menjadikan seluruh variabel yang ada dalam makro ekonomi sebagai
dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana,
tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi itu.
yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota
teknik pengambilan sampling yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama
bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik
pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
populasi menjadi scope yang lebih kecil, sampel ini diambil dengan pertimbangan
bahwa obyek yang akan diteliti sebagai populasi memiliki jumlah anggota yang
cukup banyak dan juga terbatasnya sumber data. Atas dasar pertimbangan
tersebut, peneliti memutuskan untuk mengambil lima dari anggota populasi sebagai
sampel untuk penelitian secara acak. Lima anggota populasi sebagai instrumen
yang digunakan untuk mengukur variabel makro ekonomi yaitu, bunga deposito
satu bulan (DEPO), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar (M1),
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (KURS), dan tingkat inflasi
(INF). Data atas variabel makro ekonomi dan harga saham diperoleh oleh peneliti
Dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik
dalam proses penelitian ini adalah berupa teknik observasi. Observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses
pengamatan dan ingatan. Adapun observasi yang dilakukan dalam penelitian ini
dirancang secara sistematis tentang apa yang akan diamati, di mana tempatnya.
Melalui observasi seperti ini, peneliti mengetahui pasti variabel yang akan diamati.
Disamping itu, instrumen penelitian yang digunakan telah teruji validitas dan
realibilitasnya.
data-data sekunder, seperti: bunga deposito satu bulan (DEPO), Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), jumlah uang beredar (M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat (KURS), dan tingkat inflasi (INF) serta Return IHSG (RIHSG)
dalam rentang waktu selama Januari 2003 sampai Oktober 2008 (70 observasi)
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
(SBI), jumlah uang beredar (M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat (KURS), dan tingkat inflasi (INF) adalah sebagai variabel independen dari
bulanan periode Januari 2003 sampai dengan Oktober 2008 (70 observasi). Data
dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Sedangkan, data IHSG diperoleh dari bursa
3.6. Hipotesis
penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam
bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis penelitian terdiri dari tiga bagian. Hipotesis
rumusan masalah asosiatif, yaitu menanyakan hubungan dan regresi antara dua
variabel atau lebih. Perumusan hipotesis dalam uji penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H0.1 : Tingkat bunga deposito satu bulan (DEPO) memiliki hubungan negatif
dengan return IHSG (RIHSG)
H0.1 : Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia (SBI) memiliki hubungan negatif
H0.1 : Jumlah uang yang beredar (M1) memiliki hubungan negatif dengan return
IHSG (RIHSG)
H0.1 : Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat memiliki hubungan positif
H0.1 : Tingkat inflasi memiliki hubungan negatif dengan return IHSG (RIHSG)
Keterangan :
ANALISIS PENELITIAN
Harga Saham Gabungan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek periode
fundamental yang dimasukkan ke dalam variabel makro ekonomi yaitu, suku bunga
deposito satu bulan, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang
beredar (M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan tingkat inflasi dimana
sumber data tersebut diperoleh dari dua situs resmi yaitu www.idx.co.id dan
www.bi.go.id..
Tabel 4.1
Pada tabel 4.1 diatas, deskripsi statistik untuk return Indeks Harga Saham
Gabungan berturut-turut yaitu, nilai mean sebesar 1,861%; nilai median sebesar
2,750%; nilai maksimum sebesar 14,240%; nilai minimum sebesar -31,420%; nilai
standar deviasi sebesar 7,550; nilai skewness sebesar -1,292; nilai kurtosis sebesar
Selanjutnya, suku bunga deposito memiliki nilai mean sebesar 8,373%; nilai
median sebesar 7,490%; nilai maksimum sebesar 12,640%; nilai minimum sebesar
5,860%; nilai standar deviasi sebesar 2,054; nilai skewness sebesar 0,658; nilai
sebesar 9,331%; nilai median sebesar 8,665%; nilai maksimum sebesar 12,800%;
nilai minimum sebesar 7,320%; nilai standar deviasi sebesar 1,823; nilai skewness
sebesar 0,748; nilai kurtosis sebesar 2,177; dan nilai Jarque-Bera sebesar 8,503.
Jumlah uang beredar memiliki nilai rata-rata sebesar Rp. 302.879 miliar;
nilai tengah sebesar Rp. 277.279 miliar; nilai maksimum sebesar Rp. 491.729
miliar; nilai minimum sebesar Rp. 180.112 miliar; nilai standar deviasi sebesar
88.051,14; nilai skewness sebesar 0,500; nilai kurtosis sebesar 2,049; dan nilai
Deskripsi statistik untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yaitu,
nilai rata-rata sebesar Rp. 9.161,786; nilai tengah sebesar Rp. 9.162,500; nilai
maksimum sebesar Rp. 10.995; nilai minimum sebesar Rp. 8.279; nilai standar
deviasi sebesar 485,017; nilai skewness sebesar 0,872; nilai kurtosis sebesar
sebesar 8,811%; nilai tengah sebesar 7,160%; nilai maksimum sebesar 18,380%;
nilai minimum sebesar 4,600%; nilai standar deviasi sebesar 3,806; nilai skewness
sebesar 1,272; nilai kurtosis sebesar 3,255; dan nilai Jarque-Bera sebesar 19,073.
Ilustrasi 4.1
20
10
-10
-20
-30
-40
2004 2005 2006 2007 2008
RIHSG
menunjukkan trend penurunan pada periode tahun 2003 setelah diawal tahun
tersebut berada di posisi tertinggi yaitu sebesar 12,64%. Suku bunga deposito
kembali mengalami kenaikan di awal periode tahun 2004 sampai akhir tahun 2005,
namun suku bunga deposito berada pada nilai terendah di bulan Maret dan April
2004 yaitu sebesar 5,86%. Ditahun-tahun berikutnya, suku bunga deposito kembali
Ilustrasi 4.2
13
12
11
10
5
2004 2005 2006 2007 2008
DEPO
Tidak jauh berbeda dengan suku bunga deposito, setelah suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia berada pada posisi tertinggi sebesar 12,80% di awal
bulan Januari 2003, SBI memperlihatkan trend penurunan hingga awal periode
tahun 2004. SBI kemudian berada di posisi terendah pada bulan Mei 2004 sebesar
7,32% dan bergerak stabil hingga awal tahun 2005. Hingga awal tahun 2006, SBI
mulai bergerak naik dan kembali menurun hingga awal tahun 2008. Selanjutnya,
Ilustrasi 4.3
13
12
11
10
7
2004 2005 2006 2007 2008
SBI
menunjukkan trend kenaikan mulai dari bulan Januari 2003 sampai Oktober 2008.
Jumlah uang beredar berada pada posisi terendah di bulan Januari 2003 yaitu
sebesar Rp. 180.112 miliar dan mencapai posisi tertinggi pada bulan September
Ilustrasi 4.4
500000
450000
400000
350000
300000
250000
200000
150000
2003 2004 2005 2006 2007 2008
M1
Jika dilihat melalui grafik, perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar
dengan Oktober 2008. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berada pada
posisi terendah yaitu sebesar Rp. 8.279 di bulan Mei tahun 2003 dan mencapai
level tertinggi di bulan Oktober tahun 2008 sebesar Rp. 10.995. (Perhatikan
Ilustrasi 4.5
11000
10500
10000
9500
9000
8500
8000
2003 2004 2005 2006 2007 2008
KURS
inflasi berada pada posisi terendahnya di bulan Januari 2004 sebesar 4,60%.
hingga berada pada level tertinggi di bulan Nopember 2005 yaitu sebesar 18,38%.
Tingkat inflasi kembali menurun drastis hingga akhir periode 2006 dan bergerak
Ilustrasi 4.6
18
16
14
12
10
4
2004 2005 2006 2007 2008
INF
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan terdahulu, uji unit akar
bertujuan untuk memeriksa sifat stasioner dalam series di semua variabel (Return
Indeks Harga Saham Gabungan (RIHSG), bunga deposito satu bulan (DEPO),
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar (M1), nilai tukar rupiah
dengan memasukkan intercept dan trend. Pengujian unit akar awal (level)
masalah akar unit atau menolak hipotesis alternatif serta menerima Ho. Dalam
pengertian bahwa return IHSG belum stasioner dalam level. Return IHSG
dikatakan tidak stasioner sebab nilai ADF (-0,320725) lebih besar nilainya jika
tabel 4.2)
Pengujian akar unit selanjutnya adalah pada suku bunga deposito (DEPO).
Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa untuk variabel DEPO, nilai ADF
adalah sebesar -3,02891 dengan panjang lag menurut Akaike Information Criterion
(AIC) yaitu 1. Jika dibandingkan dengan nilai kritis sebesar 1%, 5% dan 10%. Nilai
ADF lebih besar dari nilai kritis tersebut, Dengan demikian, kesimpulan untuk
menolak hipotesis tidak memiliki cukup bukti. Artinya, data suku bunga deposito
menghadapi masalahunit root atau data tidak stasioner. (Perhatikan tabel 4.2)
Selanjutnya, uji akar unit dilakukan pada variabel suku bunga Sertifikat
Bank Indonesia (SBI). Pada output terlihat bahwa nilai ADF adalah sebesar
-2,524897 dengan probabilitas sebesar 31,56 persen. Panjang lag yang ditentukan
nilai ADF lebih besar dari nilai-nilai kritis tersebut. Dengan demikian, kesimpulan
yang diperoleh adalah menerima Ho, artinya, data suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia menghadapi masalah unit akar atau data tidak stasioner. (Lihat tabel 4.2)
jumlah uang beredar (M1). Hasilnya menunjukkan bahwa dengan panjang lag 8,
nilai ADF adalah sebesar -0,68761 dengan tingkat pobabilitas sebesar 96,93
persen. Jika dibandingkan dengan nilai kritis sebesar 1%, 5% dan 10% yang
kecenderungan yang lebih besar dari nilai-nilai kritisnya. Dengan demikian, hasil uji
hipotesis tidak memiliki cukup bukti untuk menolak Hipotesis sehingga data jumlah
uang beredar (M1) menghadapi masalah unit root atau data tidak stasioner.
1,913468 pada probabilitas sebesar 63,67 persen dan panjang lag 1, data nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika menghadapi masalah akar unit atau data tidak
stasioner karena nilai ADF lebih besar dari nilai kritis baik 1%, 5% dan 10%.
Dengan kata lain, pengujian hipotesis tidak mempunyai cukup bukti untuk dapat
menghasilkan fakta bahwa data tersebut juga menghadapi masalah akar unit
sehingga Ho diterima. Hal ini disebabkan karena dengan nilai ADF sebesar -
2,075477 pada probabilitas sebesar 54,98% dan panjang lag 1, nilai kritis dari data
INF baik 1%, 5% dan 10% lebih kecil nilainya dari nilai ADF sehingga kesimpulan
menyatakan menerima hipotesis yang berarti data inflasi diketahui tidak stasioner
Lag Length
ADF Test
Variable Critical Value Probability (Automatic
Statistic
based on AIC)
1% -4,11044
RIHSG -0,320725 5% -3,48276 0,9884 6
10% -3,16937
1% -4,09874
DEPO -3,02891 5% -3,47728 0,1322 1
10% -3,16619
1% -4,09874
SBI -2,524897 5% -3,47728 0,3156 1
10% -3,16619
1% -4,11568
M1 -0,68761 5% -3,48522 0,9693 8
10% -3,17079
1% -4,09874
KURS -1,913468 5% -3,47728 0,6367 1
10% -3,16619
1% -4,09874
INF -2,075477 5% -3,47728 0,5498 1
10% -3,16619
Dengan demikian, dari hasil analisis uji akar unit untuk data awal (level),
fakta membuktikan bahwa variabel makro ekonomi seperti suku bunga deposito
satu bulan (DEPO), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang
beredar (M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (KURS), dan
tingkat inflasi (INF) pada umumnya memiliki sifat tidak stasioner. Hasil ini
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Rao (1994), Nachrowi dan Usman
IHSG belum dapat dinyatakan stasioner pada uji akar unit awal (level). Uji akar
unit untuk perbedaan pertama (first difference) bertujuan untuk mengetahui
apakah data-data time series yang digunakan sebagai bahan penelitian sudah
Uji akar unit untuk pembedaan pertama (first difference ) dilakukan pada
Fuller (ADF) dan memasukkan intercept dan trend, hasilnya menunjukkan bahwa
return IHSG tidak menghadapi masalah akar unit atau menerima hipotesis
alternatif serta menolak Ho. Dalam pengertian bahwa return IHSG sudah stasioner
pada difference satu. Return IHSG dikatakan stasioner sebab nilai ADF
(-4,81025) lebih kecil nilainya jika dibandingkan dengan nilai kritis baik 1% (-
bunga deposito (DEPO). Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa untuk
variabel DEPO, nilai ADF adalah sebesar -2,28559 dengan panjang lag menurut
Akaike Information Criterion (AIC) yaitu 0. Jika dibandingkan dengan nilai kritis
sebesar 1%, 5% dan 10%. Nilai ADF lebih besar dari nilai kritis tersebut, Dengan
demikian, kesimpulan untuk menolak hipotesis tidak memiliki cukup bukti. Artinya,
data suku bunga deposito menghadapi masalah unit root atau data tidak stasioner
Selanjutnya, uji akar unit pembedaan pertama dilakukan pada variabel suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Pada output terlihat bahwa nilai ADF
adalah sebesar -2,16851 dengan probabilitas sebesar 49,89 persen. Panjang lag
10% (-3,16619), nilai ADF lebih besar dari nilai-nilai kritis tersebut. Dengan
demikian, kesimpulan yang diperoleh adalah menerima Ho, artinya, data suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia menghadapi masalah unit akar atau data tidak
dilakukan untuk variabel jumlah uang beredar (M1). Hasilnya menunjukkan bahwa
dengan panjang lag 11, nilai ADF adalah sebesar -2,36157 dengan tingkat
pobabilitas sebesar 39,51 persen. Jika dibandingkan dengan nilai kritis sebesar 1%,
5% dan 10% yang masing-masing adalah -4,12734, -3,49066 dan -3,17394, nilai
ADF memiliki kecenderungan yang lebih besar dari nilai-nilai kritisnya. Dengan
demikian, hasil uji hipotesis tidak memiliki cukup bukti untuk menolak Hipotesis
sehingga data jumlah uang beredar (M1) menghadapi masalah unit root atau data
4,41221 pada probabilitas sebesar 0,40 persen dan panjang lag 0, data nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika tidak menghadapi masalah akar unit atau data
stasioner pada difference satu karena nilai ADF lebih kecil dari nilai kritis baik 1%,
5% dan 10%. Dengan kata lain, pengujian hipotesis mempunyai cukup bukti untuk
menghasilkan fakta bahwa data tersebut juga tidak menghadapi masalah akar unit
pada difference satu sehingga Ho ditolak. Hal ini disebabkan karena dengan nilai
ADF sebesar -7,08427 pada probabilitas sebesar 0,00% dan panjang lag 0, nilai
kritis dari data INF baik 1%, 5% dan 10% lebih besar nilainya dari nilai ADF
(First Difference)
Dengan demikian, Hasil uji akar unit pada perbedaan pertama (first
IHSG; nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika; dan tingkat inflasi yang tidak
menghadapi masalah akar unit pada difference satu. Sedangkan, tiga variabel lain
yaitu, suku bunga deposito; suku bunga Sertifikat Bank Indonesia; dan jumlah
uang beredar tetap menghadapi masalah akar unit atau data tidak stasioner pada
difference satu.
4.2.3. Cointegration Test on Level
antara variabel dalam penelitian. Dengan melakukan uji kointegrasi kita dapat
jangka panjang antara variabel makro ekonomi yaitu suku bunga deposito satu
bulan (DEPO), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar
(M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (KURS), dan tingkat
inflasi (INF) dengan return Indeks Harga Saham Gabungan (RIHSG). Uji kointegrasi
kointegrasi Engle dan Granger dengan metode yang digunakan adalah uji DF atau
ADF unit root test. Sebagaimana disebutkan oleh beberapa penulis diantaranya,
Gujarati (2003) dan Enders (1995) bahwa pengujian kointegrasi valid jika
Granger adalah dengan membuat model dengan menggunakan regresi linear biasa
(OLS). Kemudian nilai residu dari hasil estimasi regresi linear tersebut nantinya
ekonomi dan return IHSG sehingga estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik kointegrasi.
Estimasi OLS seperti yang terlihat pada tabel 4.4 menghasilkan nilai residu
memasukkan intercept serta trend, pada tabel 4.5 diperoleh kesimpulan bahwa nilai
ADF (-2,259342) dari nilai residu dengan panjang lag sebesar 2 memiliki besaran
3,478305) dan 10% (-3,166788). Dengan demikian, hal ini dapat diartikan bahwa
μt tidak stasioner atau hipotesis nol diterima dan menolak hipotesis alternatif.
Artinya, variabel terikat return IHSG (RIHSG) tidak terkointegrasi dengan variabel
bebas makro ekonomi. Dengan demikian, regresi yang dihasilkan bukan merupakan
regresi kointegrasi. Atau dengan kata lain, analisis dari hasil uji stasioneritas
terhadap nilai residu membuktikan bahwa antara variabel makro ekonomi yang
terdiri dari suku bunga deposito satu bulan (DEPO), suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), jumlah uang beredar (M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat (KURS), dan tingkat inflasi (INF) dengan pergerakan return
IHSG (RIHSG) tidak terdapat hubungan atau keseimbangan jangka panjang pada
pengujian dengan data awal (level). Dengan demikian, hasil uji kointegrasi dengan
menggunakan data awal (level) sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh
keseimbangan jangka panjang pada data-data yang sifatnya tidak stasioner. Atau
dengan kata lain, variabel makro ekonomi dan return IHSG tidak akan
Hasil penelitian juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudjono
(2004) yang menyatakan bahwa tidak satupun variabel makro ekonomi yaitu suku
bunga deposito baik satu bulan maupun dua belas bulan, suku bunga SBI, jumlah
uang yang beredar (M1 dan M2), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan
tingkat inflasi yang terkointegrasi dengan variabel terikat IHSG pada periode
penelitian Januari 1990 sampai dengan Juli 1997 (periode sebelum krisis) maupun
Agustus 1998 sampai dengan Desember 2000 (periode krisis moneter). Hasil ini
pada akhirnya mengungkapkan bahwa antara variabel makro ekonomi dan return
keputusan.
Selanjutnya, hasil analisis regresi pada tabel 4.4 membuktikan bahwa hanya
variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap return IHSG. Sedangkan, variabel lainnya yaitu, variabel suku
bunga deposito satu bulan, suku bunga SBI, jumlah uang yang beredar (M1) dan
tingkat inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap return IHSG. Hal ini terlihat pada
nilai probabilitas dimana hanya nilai probabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika yang lebih kecil dari nilai alpha sebesar 1%, 5% dan 10% sehingga
sisa variabel lainnya tidak memiliki cukup bukti untuk menolak hipotesis nol dan
menerima hipotesis alternatif. Hal ini terlihat pada nilai probabilitas dari variabel-
variabel tersebut yang lebih besar dari nilai alpha 1%, 5%, dan 10%.
antara variabel makro ekonomi dan return IHSG. Hasilnya, terdapat hubungan
positif antara suku bunga SBI, inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
dan return IHSG. Disisi lain, hubungan negatif terjadi antara suku bunga deposito
satu bulan, jumlah uang beredar (M1) dan return IHSG. Artinya, apabila suku
bunga SBI dan inflasi mengalami kenaikan (penurunan), nilai tukar rupiah
(penurunan). Disisi lain, jika suku bunga deposito satu bulan, jumlah uang beredar
penurunan (kenaikan).
Jika hasil analisis penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya,
pernyataan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika dan return IHSG konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Agung (2005) walaupun variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar
oleh Sudjono (2004), Endri (2004), dan Kwon, et al (1997). Para peneliti tersebut
Selanjutnya, hubungan positif antara suku bunga SBI dan return IHSG yang
sebelumnya. Menurut Agung (2005) suku bunga SBI dan return IHSG memiliki
antara tingkat inflasi dan return IHSG dengan hubungan yang positif. Hasil ini
Adrangi, et al (1999) , dan Drisakti (2005) . Menurut para peneliti tersebut tingkat
inflasi signifikan dalam mempengaruhi IHSG dan memiliki hubungan negatif artinya
jika tingkat inflasi meningkat maka berdampak pada penurunan return IHSG, dan
sebaliknya.
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lee (1996) . Menurut Lee suku bunga
memiliki pendapat yang sama dengan hasil penelitian dengan mengungkapkan fakta
Terakhir, hasil penelitian atas pengaruh jumlah uang beredar (M1) terhadap
positif. Sedangkan, hasil kesimpulan menyatakan bahwa jumlah uang beredar tidak
Tabel 4.4
Estimation Equation:
=====================
RIHSG = C(1)*DEPO + C(2)*SBI + C(3)*M1 + C(4)*KURS + C(5)*INF + C(6)
Substituted Coefficients:
=====================
RIHSG = -2.679161989*DEPO + 2.931236644*SBI - 1.701782286e-05*M1 -
0.006471940586*KURS + 0.01942954931*INF + 61.22233961
Tabel 4.5
(level). Hasilnya menunjukkan bahwa antara variabel makro ekonomi dan return
IHSG tidak terkointegrasi dalam jangka panjang. Dengan demikian, pada pengujian
variabel makro ekonomi dan return IHSG tidak terjadi hubungan atau
dilakukan pada uji kointegrasi dengan data pembedaan pertama (first difference )
tidak jauh berbeda dengan uji kointegrasi dengan menggunakan data awal (level).
Hanya saja, uji kointegrasi disini dilakukan pada data awal yang telah di
Sama seperti uji kointegrasi pada data awal (level), tahapan dalam
dengan membuat model dengan menggunakan regresi linear biasa (OLS) dengan
data yang telah di differencing pada difference satu. Kemudian nilai residu dari
hasil estimasi regresi linear tersebut nantinya akan diuji stasioneritasnya. Apabila
antara variabel makro ekonomi dan return IHSG sehingga estimasi dapat dilakukan
Estimasi OLS seperti yang terlihat pada tabel 4.6 menghasilkan nilai residu
memasukkan intercept serta trend, pada tabel 4.7 diperoleh kesimpulan bahwa nilai
ADF (-10,21671) dari nilai residu dengan panjang lag sebesar 1 memiliki besaran
bahwa μt stasioner atau hipotesis nol ditolak dan menerima hipotesis alternatif.
Artinya, variabel terikat return IHSG (RIHSG) terkointegrasi dengan variabel bebas
kointegrasi. Atau dengan kata lain, analisis dari hasil uji stasioneritas terhadap nilai
residu membuktikan bahwa antara variabel makro ekonomi yang terdiri dari suku
bunga deposito satu bulan D(DEPO), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
D(SBI), jumlah uang beredar D(M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat D(KURS), dan tingkat inflasi D(INF) dengan pergerakan return IHSG
dengan data pembedaan pertama (first difference). Dengan demikian, hasil uji
yang dikemukakan oleh Ghozali (2006); Gujarati (2003); dan Nachrowi dan
Usman (2006) bahwasanya kombinasi linear yang bersifat stasioner dapat terjadi
diantara dua variabel yang masing-masing tidak stasioner atau mengikuti pola
random walk. Apabila hal yang demikian terjadi kedua variabel tersebut dikatakan
konsistensi dengan hasil regresi sebelumnya bahwasanya hanya variabel nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika yang memiliki pengaruh signifikan terhadap return
IHSG. Sedangkan, variabel lainnya yaitu, variabel suku bunga deposito satu bulan,
suku bunga SBI, jumlah uang yang beredar (M1) dan tingkat inflasi tidak memiliki
pengaruh terhadap return IHSG. Hal ini terlihat pada nilai probabilitas dimana
hanya nilai probabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang lebih kecil
dari nilai alpha sebesar 1%, 5% dan 10% sehingga kesimpulan menolak hipotesis
nol dan menerima hipotesis alternatif. Sedangkan, sisa variabel lainnya tidak
memiliki cukup bukti untuk menolak hipotesis nol dan menerima hipotesis
alternatif. Hal ini terlihat pada nilai probabilitas dari variabel-variabel tersebut yang
antara variabel makro ekonomi dan return IHSG. Berbeda dengan hasil analisis
regresi pada data awal (level), hasil analisis regresi pada tingkat difference satu
membuktikan adanya hubungan positif yang terjadi antara suku bunga SBI, nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan return IHSG. Disisi lain, hubungan
negatif terjadi antara suku bunga deposito satu bulan, jumlah uang beredar (M1),
tingkat inflasi dan return IHSG. Artinya, apabila suku bunga SBI mengalami
IHSG akan mengalami kenaikan (penurunan). Disisi lain, jika suku bunga deposito
satu bulan, jumlah uang beredar (M1) dan tingkat inflasi mengalami kenaikan
pernyataan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika dan return IHSG tetap konsisten dengan penelitian
yang dilakukan oleh Agung (2005) walaupun variabel nilai tukar rupiah terhadap
dikatakan oleh Sudjono (2004), Endri (2004), dan Kwon, et al (1997). Para
mempengaruhi IHSG. Selanjutnya, hubungan positif antara suku bunga SBI dan
dengan hipotesis dan penelitian sebelumnya. Menurut Agung (2005) suku bunga
SBI dan return IHSG memiliki hubungan negatif. Namun, terdapat kesamaan hasil
penelitian bahwasanya variabel suku bunga SBI tidak signifikan dalam memprediksi
return IHSG.
Berbeda dengan hasil regresi dengan data awal, hasil penelitian dengan data
untuk pembedaan pertama menunjukkan ada pengaruh yang kurang signifikan
antara tingkat inflasi dan return IHSG dengan hubungan yang negatif. Hasil ini
Adrangi, et al (1999), dan Drisakti (2005) . Menurut para peneliti tersebut tingkat
inflasi memiliki hubungan negatif dengan return IHSG artinya jika tingkat inflasi
Namun, penelitian yang dilakukan para peneliti tersebut mengungkap fakta bahwa
Serupa dengan hasil analisis regresi dengan menggunakan data awal, uji
dilakukan oleh Lee (1996) . Menurut Lee suku bunga deposito memiliki pengaruh
signifikan terhadap IHSG. Namun, Manurung (1996) memiliki pendapat yang sama
dengan hasil penelitian dengan mengungkapkan fakta bahwa suku bunga deposito
Terakhir, hasil penelitian atas pengaruh jumlah uang beredar (M1) terhadap
beredar memiliki pengaruh yang signifikan dengan IHSG dengan hubungan yang
positif. Sedangkan, hasil kesimpulan menyatakan bahwa jumlah uang beredar tidak
(First Difference)
Estimation Command:
=====================
LS D(RIHSG) D(DEPO) D(SBI) D(M1) D(KURS) D(INF) C
Estimation Equation:
=====================
D(RIHSG) = C(1)*D(DEPO) + C(2)*D(SBI) + C(3)*D(M1) + C(4)*D(KURS) +
C(5)*D(INF) + C(6)
Substituted Coefficients:
=====================
D(RIHSG) = -3.190551785*D(DEPO) + 6.66754269*D(SBI) - 4.15082262e-
06*D(M1) - 0.01535455933*D(KURS) - 0.6937863137*D(INF) + 0.2765864494
Tabel 4.7
Metode ECM, seperti yang telah dijelaskan pada bahasan BAB III
dalam bentuk first difference dan memasukkan residual periode sebelumnya dari
stastistik. Hal ini dapat terlihat dari nilai probabilitas μt-1 (0,00%) yang lebih kecil
dari nilai alpha sebesar 1%, 5% dan 10%. Dengan demikian, hal ini dapat dikatakan
tidak menyesuaikan perubahan variabel makro ekonomi pada periode yang sama
atau hipotesis nol ditolak serta menerima hipotesis alternatif. Jelasnya, antara
variabel makro ekonomi dan return IHSG memiliki keseimbangan jangka pendek.
Atau dengan kata lain, dengan koefisien μt-1 sebesar 91,10% penyesuaian satu
periode berikutnya untuk menuju keseimbangan jangka panjang sangat berarti. Hal
ini menegaskan bahwa dalam jangka pendek variabel return IHSG akan menurun
dan mampu menyesuaikan perubahan variabel makro ekonomi pada satu periode
sebesar 91,10%.
output yang tidak jauh berbeda dengan analisis regresi sebelumnya bahwa hanya
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang memberikan pengaruh signifikan
terhadap return IHSG. Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan pada hubungan
antara variabel makro ekonomi dan return IHSG. Hasil regresi sebelumnya pada
data awal (level) menunjukkan hubungan positif terjadi antara suku bunga SBI,
inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan return IHSG dan hubungan
negatif terjadi antara suku bunga deposito satu bulan, jumlah uang beredar (M1)
dan return IHSG. Kemudian, hasil regresi dengan menggunakan data perbedaan
pertama (first difference) menunjukkan hubungan yang positif ada pada suku
bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan return IHSG. Disisi lain,
hubungan negatif terjadi antara suku bunga deposito satu bulan, jumlah uang
beredar (M1), tingkat inflasi dan return IHSG. Pada uji penelitian dengan ECM,
hasilnya menunjukkan bahwa variabel suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika dan jumlah uang beredar berhubungan positif dengan return IHSG
sedangkan, suku bunga deposito dan tingkat inflasi berhubungan negatif dengan
Tabel 4.8
Estimation Equation:
=====================
D(RIHSG) = C(1)*D(DEPO) + C(2)*D(SBI) + C(3)*D(M1) + C(4)*D(KURS) +
C(5)*D(INF) + C(6)*RES_OLS(-1) + C(7)
Substituted Coefficients:
=====================
D(RIHSG) = -2.792162971*D(DEPO) + 5.462940292*D(SBI) + 2.84361965e-
05*D(M1) - 0.01948211817*D(KURS) - 0.4047908842*D(INF) -
0.9110296282*RES_OLS(-1) + 0.4668115752
Dari hasil analisis mengenai uji hipotesis yang telah dilakukan sebelumnya,
terdapat intisari dari hasil penelitian bahwasanya variabel makro ekonomi memiliki
sifat tidak stasioner pada pengujian dengan menggunakan data awal (level) atau
data asli (original), dan vektor-vektor dalam penelitian yaitu variabel (Return
Indeks Harga Saham Gabungan (RIHSG), bunga deposito satu bulan (DEPO),
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar (M1), nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat (KURS), dan tingkat inflasi (INF) tidak
terkointegrasi pada orde yang sama sehingga keseimbangan jangka panjang tidak
terjadi antara variabel makro ekonomi dan return IHSG di bulan Januari 2003
sampai Oktober 2008 dengan menggunakan data awal (level). Dengan kata lain,
variabel makro ekonomi tidak berpengaruh terhadap return IHSG dalam jangka
panjang. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh
keseimbangan jangka panjang pada data-data yang sifatnya tidak stasioner. Atau
dengan kata lain, variabel makro ekonomi dan return IHSG tidak akan
lainnya tidak memiliki cukup bukti untuk dapat mempengaruhi return IHSG.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudjono (2004)
pada periode penelitian Januari 1990 sampai dengan Juli 1997 (periode sebelum
krisis) maupun Agustus 1998 sampai dengan Desember 2000 (periode krisis
suku bunga deposito baik satu bulan maupun dua belas bulan, suku bunga SBI,
jumlah uang yang beredar (M1 dan M2), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika,
dan tingkat inflasi serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasilnya, tidak
ada satupun variabel yang terkointegrasi pada orde yang sama. Atau dengan kata
lain variabel makro ekonomi tidak memiliki hubungan atau keseimbangan jangka
penelitian yang dilakukan oleh Endri (2004) dan Hermanto (1999), penelitian yang
dilakukan oleh Endri (2004) memasukkan tiga variabel yaitu nilai tukar, tingkat
bunga dan return IHSG. Hasilnya, variabel makro ekonomi tersebut terkointegrasi
atau memiliki hubungan atau keseimbangan jangka panjang dengan return IHSG.
bahwa variabel makro ekonomi yang terdiri dari jumlah uang beredar dan nilai
berbeda dengan hasil uji sebelumnya yang menggunakan data asli (original). Pada
Indonesia D(SBI), jumlah uang beredar D(M1), nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat D(KURS), dan tingkat inflasi D(INF) terkointegrasi pada orde
yang sama sehingga keseimbangan jangka panjang terjadi antara variabel makro
ekonomi dan return IHSG di bulan Januari 2003 sampai Oktober 2008 pada
tingkat difference satu. Hasil uji kointegrasi dengan pembedaan pertama (first
Gujarati (2003); dan Nachrowi dan Usman (2006) bahwasanya kombinasi linear
yang bersifat stasioner dapat terjadi diantara dua variabel yang masing-masing
tidak stasioner atau mengikuti pola random walk. Apabila hal yang demikian terjadi
kata lain, variabel makro ekonomi berpengaruh signifikan terhadap return IHSG
data pada tingkat difference satu menunjukkan konsistensi yang sesuai dengan
dan return IHSG. Artinya, dalam jangka pendek variabel makro ekonomi lebih
mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap return IHSG. Hasil penelitian ini serupa
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudjono (2004). Penelitian tersebut
mengungkap fakta bahwa dalam jangka pendek variabel makro ekonomi lebih
mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap IHSG. Atau dengan kata lain, terdapat
keseimbangan antara variabel makro ekonomi dengan IHSG dalam jangka pendek.
dalam jangka pendek variabel return IHSG akan menurun dan mampu
5.1 Kesimpulan
Pada akhir bab V ini akan disimpulkan hasil dari penelitian yang telah
dibahas mulai dari bab I hingga bab IV tentang skripsi berjudul “Analisis
Dari hasil uji kointegrasi pada data asli (original) atau data awal (level),
dan 10% (-3,166788) . Hal ini memberi kesimpulan bahwa nilai residu
makro ekonomi dan return IHSG tidak terintegrasi pada orde yang
return IHSG di bulan Januari 2003 sampai Oktober 2008 pada uji
return IHSG dalam jangka panjang. Hasil ini juga memberi bukti
statistik.
1 memiliki besaran yang lebih kecil dari nilai kritisnya yang sebesar 1%
hal ini dapat diartikan bahwa μt stasioner secara statistik atau hipotesis
kointegrasi. Atau dengan kata lain, analisis dari hasil uji stasioneritas
ekonomi yang terdiri dari suku bunga deposito satu bulan D(DEPO),
mengikuti pola random walk terbukti pada hasil uji kointegrasi dengan
pembedaan pertama (first difference). Apabila hal yang demikian terjadi
cointegrated.
probabilitas μt-1 sebesar 0,00% lebih kecil nilainya dari nilai alpha
return IHSG atau setiap perubahan pada variabel makro ekonomi akan
itu, dalam jangka pendek variabel return IHSG akan menurun dan
juga menunjukkan fakta bahwa hanya nilai tukar rupiah terhadap dolar
ekonomi lain yaitu, variabel suku bunga deposito satu bulan, suku
bunga SBI, jumlah uang yang beredar (M1) dan tingkat inflasi tidak
disinggung. Seperti yang dikatakan oleh Rao (1994) bahwa data makro
(penurunan).
Adrangi, B., A. Chatrath, and K. Raffiee, (1999), Inflation, Output, And Stock
Prices: Evidence From Two Major Emerging Markets, Journal of Economics and
Finance, Vol. 23 (3), 266-278
Ajay, R.A, dan M. Mougoué, (1996), “ On the Dynamic Relation Between Stock
Prices and Exchange Rates,”Journal of Financial Research21, 193-207
Alwi, I.Z., (2003), Pasar Modal Teori dan Aplikasi. Jakarta: Yayasan Pancur
Siwah
Al-Khazali, O.M., and C.S. Pyun, (2004), Stock Prices and Inflation: New
Evidence from the Pacific-Basin Countries , Review of Quantitative Finance and
Accounting,22 (2), 123-140
Anoraga, P., dan P. Pakarti, (2003), Pengantar Pasar Modal, Jakarta: PT Rineka
Cipta
Dickey, D.A., and W.A. Fuller, (1981), Likelihood Ratio for Autoregressive Time
Series with a Unit Root, Economtrica, Vol. 49, 1057-1072
Domian, D.L., J.E. Gilster, and D.A. Louton, (1996), Expected Inflation, Interest
Rates, And Stock Returns, The Financial Review, Vol. 31,4, pp.809-830
Enders, W., (1995), Applied Econometric Time Series, New York: John Wiley and
Sons, Inc.
Endri, (2004), Analisis Pengaruh Nilai Tukar Dan Tingkat Bunga Terhadap
Return Indeks Harga Saham Di Bursa Efek Jakarta, Finance and Banking Journal,
Vol.8 (2), 113-128
Halim, A., (2003), Analisis Investasi , Edisi Pertama Jilid 1, Jakarta: Salemba
Empat
Hermanto, B., (1999), "Nominal Stock Return Volatility on The Jakarta Stock
Exchange and Changes in Government Policy," Disertasi, England: Department of
Accounting and Finance, Faculty of Commerce and Social Science, The University
of Birmingham, dikutip oleh Endri, (2004), Analisis Pengaruh Nilai Tukar Dan
Tingkat Bunga Terhadap Return Indeks Harga Saham Di Bursa Efek Jakarta ,
Finance and Banking Journal, Vol.8 (2), 113-128
Husnan, S., (2001), Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas , Edisi
Ketiga, Yogyakarta: YKPN
Kroon, E., and O.V. Veen, (2004), Do Currencies Influence The Stock Prices Of
Companies, Journal of Asset Management, Vol. 5,4, 251-262
Kwon, C.S., T.S. Shin, and F.K. Bacon, (1997), The effect of Macroeconomic
Variables on Stock Markets Return in Developing Markets, Multinational
Business Review Fall, 63-70
Lee, S.B., (1996), "Causal Relations Among Stock Returns, Interest Rates, Real
Activity, and Inflation," Journal of Finance 47, 1591-1603, dikutip oleh Sudjono,
(2004), Analisis Keseimbangan dan Hubungan Simultan Antara Variabel
Ekonomi Makro Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Jakarta, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan
Mahdavi, S., and A. Sohrabian, (1991), The Link Between The Rate of Growth of
Stock Prices And The Rate of Growth of GNP In The United States: A Granger
Causality Test, American Economist, Vol. 35,2, 41-48
Manurung, A.H., (1996), Pengaruh Variabel Makro, Investor Asing, Bursa Yang
Telah Maju terhadap Indeks BEJ, Tesis, Program Pascasarjana Program Studi
Ilmu Ekonomi, UI, Jakarta, dikutip oleh Endri, (2004), Analisis Pengaruh Nilai
Tukar Dan Tingkat Bunga Terhadap Return Indeks Harga Saham Di Bursa Efek
Jakarta, Finance and Banking Journal, Vol.8 (2), 113-128
Peavy, J.W., (1992), Stock Prices: Do Interest Rates and Earnings Really
Matter?, Financial Analysts Journal,48,3, 10-12
Philips, P., and P. Perron, (1990), Testing for a Unit Root in Time Series
Regression, Biometrika,75, 335-346
Rao, B.B., (1994), Cointegration for the Applied Economist 1st edition, New
York: ST. Martin’
s Press, Inc.,
Sharpe, W., et al., (2005), Investasi, Edisi Keenam Jilid 1, Jakarta: PT Indeks
Gramedia