1. Pure (all) integer programming (PIP): model IP yg semua variabel basis bernilai integer (bulat positif/
nol). Dalam hal ini asumsi divisibilitas dari programa liniernya hilang sama sekali.
Contoh:
2. Mixed integer programming (MIP): model IP yg variabel-variabel tertentu yg bernilai integer (bulat
positif/ nol). Dalam hal ini asumsi divisibilitasnya melemah
Contoh:
3. Zero one integer programming (ZIP): model IP yg variabelnya hanya bernilai nol atau satu. Kondisi ini
ditemukan pada kasus dimana persoalan yang dihadapi merupakan persoalan keputusan ya dan tidak.
Contoh:
Dengan kendala :
untuk : i = 1,2,3…, m
j = 1,2,3,…,n
Xij >= 0
Pendekatan Pembulatan untuk permasalahan Program Integer dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berikut ini:
1. Pendekatan Pembulatan
2. Metode Grafik
3. Metode Gomory
Catatan:
Untuk mencegah ketidak layakan, nilai solusi simpleks dalam masalah minimisasi harus dibulatkan ke atas,
sedang dalam masalah maksimisasi dibulatkan ke bawah.
Optimum sebenarnya dari Tabel di atas diperoleh dengan menggunakan Metode Grafik yang akan
dibahas berikutnya.
Pendekatan cara ini identik dengan metode grafik pada Linear Programing (LP) dalam semua aspek,
kecuali bahwa solusi optimum harus memenuhi persyaratan bilangan bulat.
Contoh:
Model ini sama dengan model LP biasa, perbedaannya pada kendala yg terakhir yang
mengharapkan bahwa variabel terjadi pada nilai nonnegatif integer.
Penyelesaiannya:
1. Hitung Garis dari fungsi kendala dan objektif yang memotong sumbu x1 (0;x2) atau x2 (x1;0)
Fungsi objektif: y = 100x1 + 90x2 sejajar dengan y = 10x1 + 9x2 = 90 (agar memudahkan perhitungan,
konstanta x1 & x2 dikalikan untuk memperoleh angka 90)
Misalkan pada Sisi-sisi luasan yang diarsir diberikan tanda dengan huruf O, A, B, dan C, maka koordinat
pada masing-masing titik sebagai berikut:
O (0,0)
A (7,0)
C (0,5)
Untuk titik B, karena merupakan perpotongan kedua garis maka berlaku fungsi (x1,x2) pada kedua garis
kendala adalah sama, sehingga berlaku:
5 x1 + 10 x2 = 50 à 10x1 + 20x2 = 100 à 10x1 = 100 – 20x2, disubstitusi ke garis kendala satunya
10x1 + 7x2 = 70
x2 = 2,3
5. Menggeser garis fungsi objektif (Z) ke arsiran. Titik yang terkena geseran garis di paling kanan adalah
nilai maksimum. Jika menggeser garis ke titik paling kiri untuk memperoleh nilai minimum.
Titik B [5,4; 2,3] merupakan titik yang terpilih untuk nilai optimum jika tidak diharuskan hasilnya berupa
bilangan bulat.
6. Memetakan Titik-titik di sekitar koordinat terpilih pada langkah 5 di atas untuk diuji kembali
Berdasarkan hasil pemetaan titik dan pengujian kembali, diperoleh bahwa titik A (7,0)
Titik Optimum yang diperoleh pada langkah 6 di atas adalah A (7,0), dengan nilai Z sebesar:
Z = 100x1 + 90x2
Dengan perhitungan menggunakan metode simpleks dan Grafik di atas, didapatkan solusi optimal Z =
35,25; X1 = 3,75; X2 = 1,5. Karena X1 dan X2 bukan bilangan bulat, maka solusi ini tidak valid, dan nilai Z
(profit) sebesar 35,25 dijadikan sebagai batas atas awal (first upper bounded). Artinya, solusi optimal
nantinya tidak akan lebih besar dari 35,25. Kemudian dengan metode pembulatan ke bawah, kita
dapatkan X1 = 3 dan X2 = 1 dengan Z = 27 dijadikan batas bawah (lower bounded). Artinya, solusi
optimal nantinya harus di atas 27. Dengan kedua batasan ini, maka solusi optimal yang akan dicari
haruslah berada pada rentang 27 sampai 35,25.
3.1.1. Iterasi 1
Subset 1
Fungsi pembatas disusun agar mempunyai tanda pertidaksamaan yang sama.
Subset 2
Untuk membantu penyelesaian Iterasi dan subset yang demikian banyaknya, dapat menggunakan
bantuan software AMPL sebagai berikut:
Z = 35,2; x1 = 4; x2 = 1,2
Untuk Subset 2, dengan hanya mengganti FAIL DAT, maka akan dapat diperoleh
x [*] :=
1 3
2 2
Jika disusun dalam Diagram Pohon, maka akan terlihat sebagai berikut:
3.1.2. Iterasi 2
3.1.3. Iterasi 3
Sehingga solusi optimal diperoleh dengan x1=5; x2=0; dan z=35
Ringkasan Pertemuan 3
Adapun ringkasan dari pertemuan ini sebagai berikut:
1. Metode Algoritma Branch and Bound dilakukan dengan mengibaratkan suatu permasalahan sebagai
pohon (tree), kemudian permasalahan tersebut dibagi atau dibuat percabangan (branching) ke dalam
subset yang lebih kecil.
2. Iterasi dilakukan hingga diperoleh hasil yang optimal dan berupa bilangan bulat, seperti terlihat pada
diagram pohon berikut ini
Last modified: Wednesday, 23 March 202
Pert 4. Pengambilan Keputusan MultiKriteria: Analytical Hierarchy Process
4.1. Pendahuluan
Program Linier hanya mempunyai satu tujuan, apakah maksimasi atau minimasi. Namun, seringkali
perusahaan atau organisasi mempunyai lebih dari satu tujuan di samping maksimasi laba atau minimasi
biaya itu. Pada kenyataannya, perusahaan atau organisasi sering mempunyai beberapa kriteria untuk
pengambilan keputusan. Kasus-kasus seperti ini digolongkan sebagai kasus-kasus pengambilan keputusan
multikriteria. Dalam kuliah ini, akan dibahas dua cara pengambilan keputusan multikriteria, yaitu dengan
Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Goal Programming.
Sebagai contoh, di samping memaksimumkan laba, sebuah perusahaan bisa saja mempunyai tujuan
mencegah pengurangan tenaga kerja atau mengurangi polusi. Model-model pengambilan keputusan
multikriteria ini dapat diselesaikan dengan teknik Goal Programming ataupun Analytical Hierarchy Process
(AHP)
Proses hirarki analisis (AHP) yang diperkenalkan oleh Thomas Saaty adalah sebuah metode untuk
meranking alternatif-alternatif keputusan dan memilih satu yang terbaik jika pengambil keputusan
mempunyai tujuan atau kriteria yang banyak (multiple). Jadi, AHP menjawab pertanyaan “Yang mana?”.
Goal programming adalah sebuah metode yang menyediakan solusi dengan “besaran” matematis bagi
variabel keputusan yang terbaik bisa mencapai sekelompok goal. Goal programming menjawab
pertanyaan: “Berapa banyak?”
AHP adalah sebuah proses untuk membuat sebuah angka numerik (numerical score) untuk membuat rank
masing-masing alternatif keputusan berdasarkan seberapa baik alternatif tersebut memenuhi kriteria
pengambilan keputusan.
Contoh:
PT Tridharma membangun dan mengoperasikan berbagai pusat perbelanjaan (shopping mall) di seluruh
Indonesia. Perusahaan baru saja mengidentifikasi tiga lokasi yang potensial untuk proyek terbarunya,
yakni di Ambon, Banda Aceh, dan Cirebon. Perusahaan juga telah mengidentifikasi empat kriteria utama
untuk membandingkan lokasi-lokasi tersebut, yakni:
Potensi pasar atau potensi pelanggan (termasuk ukuran pangsa pasar total dan jumlah penduduk
per usia yang berbeda).
Level pendapatan (income)
Infrastruktur (termasuk jalan raya dan utilitas)
Transportasi (untuk pengiriman suplai dan akses pelanggan).
Tujuan akhir perusahaan adalah memilih lokasi terbaik. Goal ini ditempatkan pada puncak hirarki dari
masalah. Pada level hirarki berikutnya (kedua) kita ukur bagaimana keempat kriteria memberi kontribusi
terhadap pencapaian tujuan. Pada level hirarki masalah kita hitung berapa besar kontribusi dari masing-
masing lokasi (Ambon, Banda Aceh, dan Cirebon) terhadap masing-masing dari empat kriteria tersebut.
Proses matematika yang diperlukan pada AHP ini adalah membuat preferensi untuk masing-masing level
hirarki.
Pertama, secara matematis kita tentukan preferensi kita untuk masing-masing lokasi untuk masing-masing
kriteria
Sebagai contoh, pertama sekali kita tentukan preferensi lokasi untuk basis potensi pasar. Kita misalnya
memutuskan bahwa Ambon mempunyai basis pasar yang lebih baik ketimbang kedua kota lainnya;
artinya, kita memilih Ambon untuk kriteria potensi pasar. Lalu, kita tentukan preferensi lokasi untuk tingkat
pendapatan, dan seterusnya.
Seterusnya, secara matematis kita tentukan preferensi kita untuk kriteria, yakni mana dari keempat kriteria
itu yang lebih penting, yang lebih penting kedua, dan seterusnya
Misalnya, kita bisa menentukan bahwa potensi pasar adalah kriteria yang lebih penting dari yang lainnya.
Terakhir, kita gabungkan kedua set preferensi ini - untuk lokasi bagi masing-masing kriteria dan untuk
keempat kriteria tersebut - untuk secara matematis menghitung score (angka) untuk masing-masing
lokasi. Yang mempunyai angka (score) tertinggi adalah yang terbaik. Untuk mempelajarinya, silakan ikuti
langkah-langkah yang disusun dalam subbab-subbab berikut.
Penilaian Pairwise comparisons dilakukan dengan wawancara terhadap decision maker dari kasus yang
akan di-AHP-kan.
Contoh:
• Jika perusahaan membandingkan Ambon dengan Banda Aceh dan secara moderately memilih
(preferred) Ambon, maka nilai komparasi adalah 3.
• Perhatikan bahwa tidak perlu dibandingkan pula Banda Aceh terhadap Ambon, karena angkanya
mestilah kebalikan angka tersebut, yakni 1/3.
Dengan cara yang sama, disusun matriks komparasi untuk level hirarki (Potensi Pasar, Pendapatan,
Infrastruktur, dan Transportasi). Adapun matriks komparasi yang diperoleh dari wawancara dengan
decision maker diperoleh:
Pada matriks ini, dalam hal potensi pasar, Ambon adalah “equally to moderately preferred” terhadap Banda
Aceh (score = 2), tetapi Cirebon adalah “strongly preferred” terhadap Banda Aceh. Perhatikan bahwa setiap
lokasi bila dibandingkan dengan dirinya akan “equally preferred” dan mempunyai score 1. Matriks untuk
tiga kriteria yang lain sebagai berikut
Kita akan menggunakan metode aproksimasi/ pendekatan (approximation) untuk melakukan sintesisasi ini
yang dapat menghasilkan estimasi angka preferensi yang cukup baik untuk masing-masing keputusan di
dalam masing-masing kriteria. Langkah-langkahnya sebagai berikut (untuk level hirarki potensi pasar saja):
Matriks normalisasi disusun dengan cara membagikan masing-masing angka di setiap kolom dengan
jumlah kolom masing-masing
Rata-rata di masing-masing baris dapat diperoleh dengan mengkonversi harga pecahan menjadi decimal
di dalam matriks
4) Menentukan Preferensi
Ulangi langkah 1 hingga langkah 4 untuk memperoleh rata-rata baris untuk level hirarki pendapatan,
infrastruktur, dan transportasi.
Matriks komparasi berikut ini untuk keempat kriteria bagi contoh ini dibuat dengan menggunakan skala
preferensi yang telah ditunjukkan. Hal ini juga diperoleh melalui hasil wawancara dengan decision maker.
Kemudian, dilakukan proses sintesisasi dengan langkah yang sama seperti pada subtopik sebelumnya
sebagai berikut:
1.Penjumlahan kolom
2. Matriks normalisasi
3. Rata-rata Baris
Matriks normalisasi yang dikonversi ke desimal dengan rata-rata baris untuk masing-masing kriteria
adalah sebagai berikut:
4. Preferensi
Dapat dilihat bahwa level pendapatan adalah kriteria dengan prioritas tertinggi
Last modified: Tuesday, 3 November 2020, 6:40
Prosedur normal pada AHP untuk membuat komparasi pasangan ini adalah: para pewawancara membuat
skala bagi preferensi verbal dari para pengambil keputusan itu.
Namun, bila para pengambil keputusan harus membuat komparasi yang cukup banyak (tiga atau lebih), ia
dapat saja kehilangan telusuran tentang respon sebelumnya.
Oleh karena AHP dibuat berdasar respon-respon ini, adalah penting sekali untuk menjaga agar respon
tersebut absah (valid) serta konsisten. Artinya, preferensi yang diberikannya pada suatu set komparasi
pasangan haruslah konsisten dengan set komparasi lainnya.
Sebagai contoh, pada kasus terdahulu untuk kriteria level pendapatan menunjukan bahwa Ambon adalah
“very strongly preferred” atas Banda Aceh dan Ambon adalah “moderately preferred” terhadap Cirebon.
Hal ini baik, tetapi misalkan perusahaan mengatakan bahwa Cirebon adalah “equally preferred” terhadap
Banda Aceh untuk kriteria yang sama.
Tentu saja komparasi ini tidak sepenuhnya konsisten dengan kedua komparasi pasangan sebelumnya.
Mengatakan bahwa Ambon adalah “strongly preferred” atas Banda Aceh dan “moderately preferred”
terhadap Cirebon, lalu melanjutkan dengan mengatakan bahwa Cirebon adalah “equally preferred”
terhadap Banda Aceh tidaklah menunjukkan rating preferensi yang konsisten untuk tiga set komparasi
pasangan tersebut. Yang lebih lagi tentunya adalah Cirebon lebih disenangi daripada Banda Aceh hingga
batas tertentu.
Ketidakkonsistenan seperti ini bisa saja menyusup ke dalam AHP jika para pengambil keputusan diminta
untuk membuat respon verbal untuk komparasi pasangan yang banyak.
Secara umum memang hal ini tidak menjadi masalah yang serius; sampai batas tertentu sedikit
inkonsistensi dapat saja terjadi.
Namun, kita perlu menghitung sebuah indeks konsistensi yang mengukur derajat ketidakkonsistenan pada
komparasi pasangan ini.
Misalkan kita ingin memeriksa indeks konsistensi dari komparasi pasangan keempat kriteria seleksi lokasi
contoh terdahulu. Matriks tersebut kita kalikan dengan vektor preferensi untuk kriteria sebagai berikut
2. Perkalian Matriks
(1/4)(0,1993)+(1/7)(0,6535)+(1/2)(0,0860)+(1)(0,0612) = 0,2474
Selanjutnya, bagi masing-masing harga ini dengan bobot masing-masing dari vektor preferensi kriteria:
(0,8328)/(0,1993) = 4,1786
(2,8524)/(0,6535) = 4,3648
(0,3474)/(0,0860) = 4,0401
(0,2474)/(0,0612) = 4,0425
4. Penjumlahan Skor/Bobot
Jika pengambil keputusan benar-benar konsisten secara sempurna, maka masing-masing rasio ini
haruslah tepat sama dengan 4, jumlah item yang kita bandingkan, dalam hal ini 4 kriteria.
Berikutnya kita hitung harga rata-rata dari angka di atas dengan cara menjumlahkannya lalu membaginya
dengan 4:
16,6260 : 4 = 4,1565
Indeks konsistensi (consistency index, CI) dihitung dengan rumus berikut ini:
di mana:
Maka,
Pertanyaan berikutnya adalah seberapa jauh inkonsistensi tersebut dapat diterima. Untuk ini, bandingkan
CI dengan indeks random (random index, RI) yakni indeks konsistensi dari matriks komparasi pasangan
yang dibangkitkan secara random.
Jadi, derajat konsistensi untuk komparasi pasangan pada matriks kriteria keputusan pada contoh
terdahulu dihitung dengan rasio CI terhadap RI.
8. Simpulan
Secara umum, derajat konsistensi cukup memuaskan bila:
Oleh karena itu, untuk kasus ini, derajat konsistensinya cukup memuaskan.
Bila CI/RI > 0,10 ¸ mungkin ada inkonsistensi yang serius pada hasil AHP yang mengakibatkan AHP bisa
tidak bermakna.
Pada contoh ini kita baru mengukur derajat inkonsistensi untuk komparasi pasangan bagi matriks
preferensi kriteria keputusan. Artinya, ini belum berarti bahwa kita telah melakukan verifikasi bagi
konsistensi keseluruhan AHP. Kita harus mengevaluasi komparasi pasangan untuk setiap matriks kriteria
dari keempat matriks kriteria tersebut sebelum merasa yakin akan keseluruhan AHP untuk masalah ini
adalah konsisten.
Ringkasan Pertemuan 4
Adapun ringkasan dari pertemuan ini yaitu:
1. Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk memaksimumkan atau meminimumkan dengan
tujuan lebih dari satu, terutama untuk jawaban "mana yang dipilih?". Misalnya Anda mau membeli produk.
Anda pertimbangkan dari segi manfaat, harga, kemudahan stoknya, penyimpanan, dan sebagainya.
1) Buat matriks komparasi pasangan untuk setiap alternatif keputusan untuk masing-masing kriteria.
2) Synthesization:
b. Bagi setiap nilai di masing-masing kolom dari matriks komparasi pasangan dengan jumlah
kolom yang sesuai , menghasilkan matriks normalisasi.
c. Hitung nilai rata-rata di setiap baris matriks normalisasi , menghasilkan vektor preferensi.
4) Hitung matriks normalisasi dengan cara membagi masing-masing nilai dengan masing-masing
kolom matriks dengan jumlah kolom yang sesuai.
5) Buat vektor preferensi dengan cara menghitung rata-rata baris untuk matriks normalisasi.
6) Hitung overall score untuk masing-masing alternatif keputusan dengan cara mengalikan vektor
preferensi kriteria dengan matriks kriteria.
7) Buatlah rangking alternatif keputusan berdasarkan besaran score yang dihitung pada langkah 6).
3. Indeka Konsistensi (CI) perlu dihitung. Konsistensi dianggap memuaskan jika CI/RI < 0,10.
5.1. Pengantar
Program linier hanya mempunyai satu tujuan, apakah maksimisasi atau minimisasi. Namun, sering sekali
perusahaan atau organisasi mempunyai lebih dari satu tujuan di samping maksimisasi laba atau
minimisasi biaya itu. Pada kenyataannya, perusahaan atau organisasi sering mempunyai beberapa kriteria
untuk pengambilan keputusan. Kasus-kasus seperti ini digolongkan sebagai kasus-kasus pengambilan
keputusan multikriteria.
Sebagai contoh, di samping memaksimumkan laba, sebuah perusahaan bisa saja mempunyai tujuan
mencegah pengurangan tenaga kerja atau mengurangi polusi. Model-model pengambilan keputusan
multikriteria ini dapat diselesaikan dengan teknik goal programming ataupun analytical hierarchy
process (AHP).
Goal Programming adalah salah satu variasi dari program linier yang mempunyai lebih dari satu tujuan
pada fungsi objektifnya (disebut dengan goal atau sasaran). Model goal programming dibentuk dengan
format umum yang sama dengan program linier dengan sebuah fungsi objektif dan kendala-kendala
linier. Penyelesaiannya juga sangat mirip dengan program linier.
1. Variabel keputusan (decision variables) adalah seperangkat variabel yang tidak diketahui yang
berada di bawah kontrol pengambil keputusan, yang berpengaruh terhadap solusi permasalahan
dan keputusan yang akan diambil. Biasanya dilambangkan dengan Xj (j= 1, 2, 3, ....).
2. Nilai sisi kanan (right hand sides values), merupakan nilai-nilai yang biasanya menunjukkan
ketersediaan sumber daya (dilambangkan dengan bi) yang akan ditentukan kekurangan atau
kelebihan penggunaannya.
3. Koefisien teknologi (technology coefficient), merupakan nilai-nilai numeric yang dilambangkan
dengan aij yang akan dikombinasikan dengan variabel keputusan, dimana akan menunjukkan
penggunaan terhadap pemenuhan nilai kanan.
4. Variabel deviasional (variabel penyimpangan), adalah variabel yang menunjukkan kemungkinan
penyimpangan-penyimpangan negatif dan positif dari nilai sisi kanan fungsi tujuan. Variabel
penyimpangan negatif berfungsi untuk menampug penyimpangan yang berada di bawah sasaran
yang dikehendaki, sedangkan variabel penyimpangan positif berfungsi untuk menampung
penyimpangan yang berada di atas sasaran. Yang dilambangkan dengan di- dan di+.
5. Fungsi tujuan, adalah fungsi matematis dari variabel-variabel keputusan yang menunjukkan
hubungan dengan nilai sisi kanannya. Dalam goal programming, fungsi tujuan adalah
meminimumkan variabel penyimpangan.
6. Fungsi pencapaian adalah fungsi matematis dari variabel-variabel simpangan yang menyatakan
kombinasi sebuah objektif.
7. Fungsi tujuan mutlak, merupakan tujuan yang tidak boleh dilanggar dengan pengertian
mempunyai penyimpangan positif atau negatif yang bernilai nol. Prioritas pencapaian dari fungsi
tujuan ini berada pada urutan pertama, solusi yang dapat dihasilkan adalah terpenuhi atau tidak
terpenuhi.
8. Prioritas adalah suatu sistem urutan dari banyaknya tujuan pada model yang memungkinkan
tujuan-tujuan tersebut disusun secara ordinal dalam goal programming. Sistem urutan tersebut
menempatkan tujuan-tujuan tersebut dalam susunan dengan hubungan seri.
9. Pembobotan merupakan timbangan matematis yang dinyatakan dengan angka ordinal yang
digunakan untuk membedakan variabel simpangan i dalam suatu tingkat prioritas k.
Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap keputusan-keputusan yang akan
dibuat. Penemuan variabel keputusan di dalam proses pemodelan, terlebih dahulu harus dilakukan
sebelum merumuskan fungsi tujuan dan kendala-kendalanya.
Fungsi tujuan adalah fungsi dari variabel keputusan yang akan diminimumkan atau dimaksimumkan. Ciri
khas lain yang menandai goal programming (GP) adalah kehadiran variabel simpangan di dalam fungsi
tujuan yang harus diminimumkan.
Fungsi tujuan dalam goal programming dibuat dalam bentuk sebagai berikut :
Minimumkan:
Perlu diperhatikan bahwa dalam model GP tidak ditemukan variabel keputusan pada fungsi tujuan.
Peneliti masih mencari, seperti yang dilakukan model goal programming, nilai yang tak diketahui, tetapi
akan dilakukan secara tidak langsung melalui minimisasi simpangan negatif dan positif dari nilai RHS
(Right Hand Side) kendala tujuan.
Fungsi Kendala
Fungsi kendala merupakan fungsi matematik yang menyajikan batasan sumber daya yang tersedia untuk
digunakan. Ada enam jenis kendala tujuan yang berlainan. Maksud setiap jenis kendala itu ditentukan oleh
hubungannya dengan fungsi tujuan. Enam jenis kendala tersebut disajikan pada tabel sebagai berikut:
Last modified: Wednesday, 23 March 2022, 11:2
Fungsi Pembatas:
dan
dengan :
Z : Fungsi Tujuan
ST : Fungsi Pembatas
Maka, hal ini dapat diselesaikan dengan model Goal Programming sebagai berikut:
dengan :
Penentuan variabel keputusan, merupakan dasar dalam pembuatan model keputusan untuk
mendapatkan solusi yang dicari. Makin tepat penentuan variabel keputusan akan mempermudah
pengambilan keputusan yang dicari.
Penentuan fungsi tujuan, yaitu tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Perumusan fungsi sasaran, dimana setiap tujuan pada sisi kirinya ditambahkan dengan variabel
simpangan, baik simpangan positif maupun negatif. Dengan ditambahkannya variabel simpangan,
maka bentuk dari fungsi sasaran menjadi:
Penentuan fungsi pencapaian. Dalam hal ini, yang menjadi kuncinya adalah memilih variabel
simpangan yang benar untuk dimasukkan dalam fungsi pencapaian dalam memformulasikan
fungsi pencapaian adalah menggabungkan setiap tujuan yang berbentuk minimasi
variabel penyimpangan sesuai dengan yang diinginkan pengambil keputusan.
Beberapa tujuan yang ingin dicapai agar produksi menjadi optimal adalah :
Formulasi model untuk mencapai tujuan-tujuan diatas dibagi menjadi dua kategori fungsi yaitu fungsi
sasaran dan fungsi kendala:
PK : Proyeksi Keuntungan
dengan :
j : Bulan (1,2,.., )
Data pemakaian dan ketersediaan bahan baku untuk membuat tiap produk.
dengan:
i : Jenis produk
dengan:
1. Metode Grafis
Metode grafis digunakan untuk menyelesaikan masalah goal programming dengan dua variabel.
1. Menggambar fungsi kendala pada bidang kerja sehingga diperoleh daerah yang memenuhi
kendala.
2. Meminimumkan variabel simpangan agar sasaran-sasaran yang diinginkan tercapai dengan cara
menggeser fungsi atau garis yang dibentuk oleh variabel simpangan terhadap daerah yang
memenuhi kendala.
2. Metode Simpleks
Ringkasan Pertemuan 5
Program linier hanya mempunyai satu tujuan, apakah maksimisasi atau minimisasi. Namun, sering
sekali perusahaan atau organisasi mempunyai lebih dari satu tujuan di samping maksimisasi laba
atau minimisasi biaya itu.
Pada kenyataannya, perusahaan atau organisasi sering mempunyai beberapa kriteria untuk
pengambilan keputusan. Kasus-kasus seperti ini digolongkan sebagai kasus-kasus pengambilan
keputusan multikriteria.
Sebagai contoh, di samping memaksimumkan laba, sebuah perusahaan bisa saja mempunyai
tujuan mencegah pengurangan tenaga kerja atau mengurangi polusi.
Model-model pengambilan keputusan multikriteria ini dapat diselesaikan dengan teknik goal
programming ataupun analytical hierarchy process (AHP).
Goal Programming adalah salah satu variasi dari program linier yang mempunyai lebih dari satu
tujuan pada fungsi objektifnya (disebut dengan goal atau sasaran).
Model goal programming dibentuk dengan format umum yang sama dengan program linier
dengan sebuah fungsi objektif dan kendala-kendala linier. Penyelesaiannya juga sangat mirip
dengan program linier.
Beberapa istilah yang digunakan dalam Goal Programming, yaitu :
1. Variabel keputusan (decision variables) adalah seperangkat variabel yang tidak diketahui yang
berada di bawah kontrol pengambil keputusan, yang berpengaruh terhadap solusi permasalahan
dan keputusan yang akan diambil. Biasanya dilambangkan dengan Xj (j= 1, 2, 3, ....).
2. Nilai sisi kanan (right hand sides values), merupakan nilai-nilai yang biasanya menunjukkan
ketersediaan sumber daya (dilambangkan dengan bi) yang akan ditentukan kekurangan atau
kelebihan penggunaannya.
3. Koefisien teknologi (technology coefficient), merupakan nilai-nilai numeric yang dilambangkan
dengan aij yang akan dikombinasikan dengan variabel keputusan, dimana akan menunjukkan
penggunaan terhadap pemenuhan nilai kanan.
4. Variabel deviasional (variabel penyimpangan), adalah variabel yang menunjukkan kemungkinan
penyimpangan-penyimpangan negatif dan positif dari nilai sisi kanan fungsi tujuan. Variabel
penyimpangan negatif berfungsi untuk menampug penyimpangan yang berada di bawah sasaran
yang dikehendaki, sedangkan variabel penyimpangan positif berfungsi untuk menampung
penyimpangan yang berada di atas sasaran. Yang dilambangkan dengan di- dan di+.
5. Fungsi tujuan, adalah fungsi matematis dari variabel-variabel keputusan yang menunjukkan
hubungan dengan nilai sisi kanannya. Dalam goal programming, fungsi tujuan adalah
meminimumkan variabel penyimpangan.
6. Fungsi pencapaian adalah fungsi matematis dari variabel-variabel simpangan yang menyatakan
kombinasi sebuah objektif.
7. Fungsi tujuan mutlak, merupakan tujuan yang tidak boleh dilanggar dengan pengertian
mempunyai penyimpangan positif atau negatif yang bernilai nol. Prioritas pencapaian dari fungsi
tujuan ini berada pada urutan pertama, solusi yang dapat dihasilkan adalah terpenuhi atau tidak
terpenuhi.
8. Prioritas adalah suatu sistem urutan dari banyaknya tujuan pada model yang memungkinkan
tujuan-tujuan tersebut disusun secara ordinal dalam goal programming. Sistem urutan tersebut
menempatkan tujuan-tujuan tersebut dalam susunan dengan hubungan seri.
9. Pembobotan merupakan timbangan matematis yang dinyatakan dengan angka ordinal yang
digunakan untuk membedakan variabel simpangan i dalam suatu tingkat prioritas k.
Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap keputusan-keputusan yang
akan dibuat. Penemuan variabel keputusan di dalam proses pemodelan, terlebih dahulu harus
dilakukan sebelum merumuskan fungsi tujuan dan kendala-kendalanya.
Fungsi tujuan adalah fungsi dari variabel keputusan yang akan diminimumkan atau
dimaksimumkan. Ciri khas lain yang menandai goal programming (GP) adalah kehadiran variabel
simpangan di dalam fungsi tujuan yang harus diminimumkan.
Fungsi tujuan dalam goal programming dibuat dalam bentuk sebagai berikut :
Minimumkan:
Perlu diperhatikan bahwa dalam model GP tidak ditemukan variabel keputusan pada fungsi tujuan.
Peneliti masih mencari, seperti yang dilakukan model goal programming, nilai yang tak diketahui,
tetapi akan dilakukan secara tidak langsung melalui minimisasi simpangan negatif dan positif dari
nilai RHS (Right Hand Side) kendala tujuan.
Fungsi kendala merupakan fungsi matematik yang menyajikan batasan sumber daya yang tersedia
untuk digunakan. Ada enam jenis kendala tujuan yang berlainan. Maksud setiap jenis kendala itu
ditentukan oleh hubungannya dengan fungsi tujuan
Beberapa langkah perumusan goal programming adalah sebagai berikut:
1. Penentuan variabel keputusan, merupakan dasar dalam pembuatan model keputusan untuk
mendapatkan solusi yang dicari. Makin tepat penentuan variabel keputusan akan mempermudah
pengambilan keputusan yang dicari.
2. Penentuan fungsi tujuan, yaitu tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
3. Perumusan fungsi sasaran, dimana setiap tujuan pada sisi kirinya ditambahkan dengan variabel
simpangan, baik simpangan positif maupun negatif. Dengan ditambahkannya variabel simpangan,
Max Z = 40 x1 + 50 x2
dengan kendala:
x 1, x2 ≥ 0
Fungsi objektif Z menunjukkan laba (dalam $) yang akan diperoleh dari produk 1 dan produk 2, yakni $40
per unit untuk produk 1, dan $50 per unit untuk produk 2.
Kendala pertama menunjukkan bahwa untuk memproduksi 1 unit produk 1 diperlukan 1 jam tenaga kerja
dan 4 kg bahan baku, sementara untuk memproduksi 1 unit produk 2 diperlukan 2 jam tenaga kerja dan 3
kg bahan baku. Tenaga kerja yang tersedia terbatas sebanyak 40 jam dan bahan baku terbatas sebanyak
120 kg.
Sekarang, andaikan perusahaan juga mempunyai tujuan lain di samping memaksimumkan laba itu,
dengan urutan kepentingan sebagai berikut:
1. Untuk mencegah pengangguran perusahaan tidak ingin menggunakan tenaga kerja kurang dari 40
jam per hari.
2. Perusahaan ingin memperoleh laba yang memuaskan sebesar $1600 per hari.
3. Oleh karena bahan baku harus disimpan di tempat khusus, maka perusahaan menghendaki untuk
tidak menyimpan persediaan bahan baku lebih dari 120 kg per hari.
4. Perusahaan juga ingin agar jam lembur seminimal mungkin.
Tujuan-tujuan perusahaan yang berbeda-beda ini disebut sebagai goal perusahaan dalam konteks goal
programming. Tentu saja perusahaan ingin mencapai sebanyak mungkin goal ini.
Sebagai contoh, jika x1 = 5 dan x2 = 10, maka sejumlah 25 jam kerja telah dipakai. Substitusi harga-harga
ini ke dalam kendala goal menghasilkan:
25 + d1- - d1+ = 40
Oleh karena hanya 25 jam yang dipakai untuk produksi, maka tenaga kerja menganggur sebanyak 15 jam
(40 - 25 = 15). Jadi, bila kita buat d1- = 15 jam dan d1+ = 0 (karena jelas tidak ada lembur), kita peroleh:
25 + d1- - d1+ = 40
25 + 15 - 0 = 40
40 = 40
Sekarang, perhatikan kasus di mana x1 = 10 dan x2 = 20. Ini berarti bahwa jam kerja yang dibutuhkan
adalah 50 jam. Artinya, 10 jam di atas level goal yang 40 jam itu. Kelebihan 10 jam ini adalah lembur. Jadi
d1- = 0 (karena tidak ada pengangguran) dan d 1+ = 10 jam.
Dari kedua contoh ini, paling tidak satu variabel penyimpangan adalah 0. Pada contoh pertama d 1+ = 0,
dan pada contoh kedua d1- = 0. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa tidak mungkin menggunakan
jam kerja kurang dari 40 jam dan lebih dari 40 jam pada waktu yang bersamaan. Tentu saja kedua variabel
d1- dan d1+ dapat sama dengan nol bila jam yang dipakai untuk produksi persis 40 jam.
Artinya, salah satu karakteristik fundamental dari goal programming adalah: paling tidak satu dari variabel
penyimpangan di dalam kendala goal mestilah berharga sama dengan nol.
Langkah berikutnya dalam memformulasikan model goal programming ini adalah untuk menyatakan goal
untuk tidak menggunakan kurang dari 40 jam kerja. Untuk ini kita membuat sebuah bentuk baru fungsi
objektif, yakni:
Minimumkan P1 d1-
Fungsi objektif pada semua model goal programming adalah meminimumkan deviasi dari level kendala
goal. Pada fungsi objektif ini goal-nya adalah untuk meminimumkan d 1-, yakni kekurangterpakaian pekerja.
Jika d1- sama dengan nol, maka artinya kita tidak akan menggunakan kurang dari 40 jam tenaga kerja. Jadi,
tujuan kita adalah membuat d1- sama dengan nol atau seminimum mungkin. Simbol P 1 dalam fungsi
objektif menunjukkan bahwa meminimumkan harga d 1- adalah goal dengan prioritas pertama. Hal ini
berarti bahwa bila model ini diselesaikan, langkah pertama adalah meminimumkan harga d 1- sebelum goal
lainnya ditangani.
Goal prioritas keempat dalam masalah ini juga berkaitan dengan kendala tenaga kerja.Prioritas keempat,
P4, menunjukkan keinginan untuk meminimumkan jam lembur, yang telah dinyatakan di atas dengan
variabel d1+ , oleh sebab itu fungsi objektif menjadi:
Min P1 d1- , P4 d1+
Seperti sebelumnya, fungsi objektif adalah meminimumkan variabel penyimpangan yakni d 1+. Dengan kata
lain, bila d1+ sama dengan nol, tidak ada jam lembur yang diperlukan sama sekali. Dalam memecahkan
masalah ini, goal jajaran keempat ini tidak akan diselesaikan sebelum goal pertama, kedua, dan ketiga
diperhatikan.
Variabel penyimpangan d2- menyatakan jumlah laba kurang dari $1600 dan d 2+ menyatakan jumlah laba
lebih dari $1600. Goal perusahaan untuk mencapai laba sebesar $1600 dinyatakan dalam fungsi objektif
sebagai:
Perhatikan bahwa hanya d2- yang diminimumkan, tidak d2+, karena logis sekali untuk menganggap bahwa
perusahaan pasti akan menerima bila laba melebihi $1600, artinya tidak ada keinginan untuk
meminimumkan kelebihan laba.
Dengan meminimumkan d2- pada level prioritas kedua, perusahaan berharap d 2- akan menjadi nol, yang
berarti paling sedikit laba sebesar $1600 akan diperoleh.
Goal ketiga dari perusahaan adalah mencegah tersimpannya lebih dari 120 kg bahan baku setiap hari.
Kendala goal adalah:
Oleh karena variabel penyimpangand3- menyatakan jumlah bahan baku kurang dari 120 kg per hari dan
d3+ menyatakan jumlah melebihi 120 kg, goal ini dapat ditunjukkan dalam bentuk fungsi objektif sebagai
berikut:
Suku P3 d3+ menunjukkan keinginan perusahaan untuk meminimumkan d 3+, yakni jumlah kelebihan dari 120
kg. P3 menyatakan bahwa goal ini adalah prioritas ketiga untuk dicapai oleh perusahaan.
Dengan demikian, secara lengkap model goal programming contoh ini adalah:
dengan kendala:
x1 + 2x2 + d1- - d1+ = 40
6.4. Contoh
Soal
Sebuah perusahaan memproduksi 2 jenis produk yang berbeda, yaitu x1 dan x2. Produk tersebut dikerjakan
melalui 2 proses pengerjaan yang berbeda, yaitu proses I dan proses II. Proses I mampu menghasilkan 5
unit produk x1 dan 6 unit produk x2, sedangkan proses II hanya mampu menghasilkan 1 unit produk x1 dan
2 unit produk x2. Kapasitas maksimum proses I dan II berturut-turut adalah 60 dan 16. Dalam hal ini
perusahaan menetapkan 4 macam sasaran, yaitu:
Penyelesaian
5x1 + 6x2 ≤ 60
x1 + 2x2 ≤ 16
x1 ≥ 10
x2 ≥6
Sesuai dengan sasaran yang akan dicapai, maka model goal programming untuk kasus ini akan menjadi:
ST:
II
III
IV
dengan:
i = 1,2,3,4
Penyelesaian model ini dimulai dengan membuat tabel simpleks awal sebagai berikut:
Berdasarkan tabel simpleks awal diatas yang menjadi kolom kunci adalah kolom ke-2 dimana cj -
zj memiliki nilai negatif terbesar yaitu -6 dan yang menjadi baris kunci adalah baris ke-4 karena
memiliki bi / aij terkecil yaitu:
Pemilihan kolom kunci dapat dilihat pada tabel berikut.
Langkah selanjutnya adalah mencari sistem kanonikal yaitu sistem dimana nilai elemen pivot bernilai 1 dan
elemen lain bernilai nol dengan cara mengalikan baris pivot dengan -1 lalu menambahkannya dengan
semua elemen dibaris pertama.
b1 = (-1)(6)(6) +60 = 24
b2 = (-1)(2)(6) +16 = 4
b3 = (-1)(0)(6) +10 = 10
Berdasarkan tabel iterasi IV diperoleh bahwa solusinya sudah optimal, karena seluruh cj - zj ≥ 0. Solusi
optimal untuk produk yang diproduksi adalah sebesar 6 unit untuk produk x1 dan 5 unit untuk produk x2.
Sasaran ketiga yaitu x1 paling sedikit 10 unit tidak tercapai karena DB3= 4 sehingga x1= 6 dan
kendalanya terpenuhi yaitu x1 + DB3 = 10.
Ringkasan Topik 6
Program linier hanya mempunyai satu tujuan, apakah maksimisasi atau minimisasi. Namun, sering
sekali perusahaan atau organisasi mempunyai lebih dari satu tujuan di samping maksimisasi laba
atau minimisasi biaya itu.
Pada kenyataannya, perusahaan atau organisasi sering mempunyai beberapa kriteria untuk
pengambilan keputusan. Kasus-kasus seperti ini digolongkan sebagai kasus-kasus pengambilan
keputusan multikriteria.
Sebagai contoh, di samping memaksimumkan laba, sebuah perusahaan bisa saja mempunyai
tujuan mencegah pengurangan tenaga kerja atau mengurangi polusi.
Model-model pengambilan keputusan multikriteria ini dapat diselesaikan dengan teknik goal
programming ataupun analytical hierarchy process (AHP).
Goal Programming adalah salah satu variasi dari program linier yang mempunyai lebih dari satu
tujuan pada fungsi objektifnya (disebut dengan goal atau sasaran).
Model goal programming dibentuk dengan format umum yang sama dengan program linier
dengan sebuah fungsi objektif dan kendala-kendala linier. Penyelesaiannya juga sangat mirip
dengan program linier.
Perusahaan juga mempunyai tujuan lain di samping memaksimumkan laba, misalnya dengan
urutan kepentingan sebagai berikut:
1. Untuk mencegah pengangguran perusahaan tidak ingin menggunakan tenaga kerja kurang dari 40
jam per hari.
2. Perusahaan ingin memperoleh laba yang memuaskan sebesar $1600 per hari.
3. Oleh karena bahan baku harus disimpan di tempat khusus, maka perusahaan menghendaki untuk
tidak menyimpan persediaan bahan baku lebih dari 120 kg per hari.
4. Perusahaan juga ingin agar jam lembur seminimal mungkin.
7.1. Pendahuluan
Keilmuan Rantai Markov diperkenalkan oleh A.A. Markov pada awal abad ke-20. Rantai markov adalah
jenis proses stokastik (ketidak pastian) yang sangat penting. Rantai Markov memiliki properti khusus
bahwa probabilitas yang melibatkan bagaimana proses akan berkembang di masa depan hanya
bergantung pada keadaan proses saat ini, dan juga tidak bergantung pada peristiwa di masa lalu.
(Misalnya, proses kelahiran-dan-kematian [birth and death process], seperti halnya semua sistem antrian
yang didasarkan pada proses kelahiran-dan-kematian.) properti ini disebut sebagai properti Markovian.
Setiap kali rantai Markov diamati, rantai tersebut dapat berada di salah satu dari sejumlah status. Rantai
Markov waktu kontinu diamati terus menerus, sedangkan rantai Markov waktu diskrit diamati hanya pada
titik-titik waktu tertentu (misalnya, pada akhir setiap hari). Mengingat keadaan saat ini dari rantai Markov
waktu diskrit, matriks transisi (satu langkah) memberikan probabilitas untuk keadaan selanjutnya. Dengan
adanya matriks transisi ini, informasi ekstensif dapat dihitung untuk menggambarkan perilaku rantai
Markov, misalnya, probabilitas kondisi-mapan (steady-state) untuk statusnya.
Banyak sistem penting (misalnya, banyak sistem antrian) dapat dimodelkan sebagai waktu diskrit atau
rantai Markov waktu kontinu. Ini berguna untuk menjelaskan perilaku sistem semacam itu untuk
mengevaluasi kinerjanya. Namun, mungkin lebih berguna untuk merancang operasi sistem untuk
mengoptimalkan kinerjanya (seperti sistem antrian).
Topik ini berfokus pada bagaimana merancang operasi rantai Markov waktu diskrit untuk
mengoptimalkan kinerjanya. Oleh karena itu, alih-alih secara pasif menerima desain rantai Markov dan
matriks transisi tetap yang sesuai, sekarang akan bersikap lebih proaktif. Untuk setiap kemungkinan
keadaan rantai Markov, dibuat keputusan tentang salah satu dari beberapa tindakan alternatif yang harus
diambil dalam keadaan itu. Tindakan yang dipilih mempengaruhi kemungkinan transisi serta biaya
langsung dan biaya berikutnya dari pengoperasian sistem. Lalu dipilih tindakan optimal untuk masing-
masing negara bagian saat mempertimbangkan biaya langsung dan biaya selanjutnya. Proses keputusan
untuk melakukan ini disebut sebagai proses keputusan Markov.
Contoh:
Dalam kondisi sedang narik, peluang kendaraan tetap narik kemudian adalah 0,6; dan kendaraan akan
mogok sebesar 0,4. Sedangkan Sedangkan bila dalam kondisi mogok, peluang kendaraan akan narik
kemudian adalah 0,8; dan kendaraan akan tetap mogok sebesar 0,2.
Jika disusun, maka akan menjadi:
P (mogok| narik) = 0,8: artinya berarti peluang besok narik jika hari ini mogok adalah 0,8. Probabilitas ini
dapat disusun dalam bentuk Tabel (matriks).
Sebuah permasalahan akan dapat digolongkan ke dalam proses Markov jika masalah tersebut memenuhi
asumsi berikut:
1. Jika sekarang kendaraan narik, besok hanya ada dua kemungkinan status, yaitu narik lagi atau mogok.
Sehingga jumlah probabilitas transisinya pada setiap baris adalah 1.
3. Probabilitas transisi hanya bergantung pada status sekarang dan bukan pada status periode
sebelumnya
Di sebuah kota terdapat 3 restoran ayam goring, yaitu: Tojoyo, Suharti, dan Kentucky. Ketiga restoran
tersebut memiliki jumlah pelanggan sebanyak 7000 pelanggan. Hasil penelitian pasar tentang ketiga
restoran tersebut disajikan pada table berikut.
Dari data di atas terlihat bahwa ada pergeseran selera konsumen dari bulan pertama ke bulan kedua.
Pelanggan Tojoyo bertambah 100, Suharti kehilangan 700, dan Kentucky bertambah 600 pelanggan. Bila
ditelaah, pergeseran selera konsumen antar restoran dapat dilihat pada Tabel berikut
Peluang transisi untuk masing-masing state dapat dihitung sebagai berikut:
Jika kendaraan narik pada hari ke 1, maka berlaku probabilitas berikut ini:
Nn (1) = 1
Mn (1) = 0
Jika kedua probabilitas ini disusun ke dalam matriks (1 0) kemudian dikalikan dengan matriks transisi,
maka akan menjadi:
N(i) + M(i) = 1
Nn = 0,6 Nn + 0,8 Mn
Mn = 0,4 Nn + 0,2 Mn
Mn = 0,4 Nn + 0,2 Mn
1,2 Mn = 0,4
· Pada matriks transisi stokastik ganda, jika kolom pada matriks transisi juga berjumlah 1, maka
probabilitas steady state = 1/m
· Suatu proses Markov bisa saja tidak mencapai kondisi steady state
· Terdapat petunjuk untuk menentukan apakah suatu proses Markov akan menuju Steady State
· Jika ada suatu bilangan n, sehingga setiap T n (dimana T adalah matriks transisi) lebih besar dari nol,
maka keadaan steady state ada.
JAWAB:
Untuk dapat menghitung berapa computer masing-masing merek yang dibeli, maka:
1. Pada tahun depan, konsumen yang memiliki computer Doorway akan membeli Doorway lagi 66,5%,
membeli Bell 18% dan membeli Kumpaq 15,5%
2. Pada tahun depan, konsumen yang memiliki computer Bell akan membeli Doorway 9,5%, membeli
Bell 82% dan membeli Kumpaq 8,5%
3. Pada tahun depan, konsumen yang memiliki computer Kumpaq akan membeli Doorway 30,5%,
membeli Bell 18% dan membeli Kumpaq 51,5%
4. Banyaknya computer yang akan dibeli pada tahun depan untuk merek Doorway sebanyak 213.000,
Bell sebanyak 236.000 dan Kumpaq sebanyak 151.000.
Ringkasan Pertemuan 7
Adapun Ringkasan pada Pertemuan ini yaitu:
1. Rantai Markov memiliki properti khusus bahwa probabilitas yang melibatkan bagaimana proses akan
berkembang di masa depan hanya bergantung pada keadaan proses saat ini, dan juga tidak bergantung
pada peristiwa di masa lalu.
2. Suatu keadaan A atau B, atau disebut juga state A atau state B, atau state 1 atau state 2. Jika keadaan
tersebut tidak berada pada state A, maka pasti dia akan berada pada state B, dan sebaliknya.
3.Informasi yang dihasilkan dari analisis Markov adalah probabilitas berada dalam suatu status pada satu
periode di masa depan. Ada dua cara untuk menemukan informasi itu, yaitu:
· Suatu proses Markov bisa saja tidak mencapai kondisi steady state
· Terdapat petunjuk untuk menentukan apakah suatu proses Markov akan menuju Steady State
· Jika ada suatu bilangan n, sehingga setiap T n (dimana T adalah matriks transisi) lebih besar dari nol,
maka keadaan steady state ada.
9.1. Pendahuluan
Pada Bagian ini akan diberikan contoh-contoh kasus untuk perhitungan menggunakan Markov Chain, baik
dengan cara pohon probabilitas maupun menggunakan fungsi matriks.
a. Jika hari ini kendaraan dapat dipakai, berapakah probabilitas bahwa 2 hari kemudian kendaraan
tersebut mogok?
b. Jika hari ini kendaraan mogok, berapakah probabilitas bahwa 2 hari kemudian kendaraan tersebut
dapat dipakai?
c. Jika diperkirakan besok terdapat 900 kendaraan yang dapat dipakai dan 100 kendaraan yang tidak
dapat dipakai di suatu Kota R, berapakah masing-masing kendaraan yang dapat dipakai dan masih mogok
sehari setelahnya?
d. Jika hari ini kendaraan dapat dipakai, berapakah probabilitas bahwa 3 hari kemudian kendaraan
tersebut mogok?
e. Jika hari ini kendaraan mogok, berapakah probabilitas bahwa 3 hari kemudian kendaraan tersebut
dapat dipakai?
f. Jika diperkirakan lusa (2 hari dari sekarang) terdapat 900 kendaraan yang dapat dipakai dan 100
kendaraan yang tidak dapat dipakai di suatu Kota R, berapakah masing-masing kendaraan yang dapat
dipakai dan masih mogok sehari setelahnya?
Untuk Hari pertama (sekarang) Mogok dapat menggunakan cara yang sama untuk memperoleh hasil di 2
hari kemudian.
Dengan cara lain, matriks probabilitas dapat dihitung dengan mengalikannya sebagai berikut:
· Jika hari ini kendaraan dapat dipakai, maka probabilitas 2 hari kemudian kendaraan dapat dipakai
(0,87) dan mogok (0,13)
· Jika hari ini kendaraan mogok, maka probabilitas 2 hari kemudian kendaraan dapat dipakai (0,78)
dan mogok (0,22)
a. Jika bulan ini pengguna Standard, berapakah probabilitas bahwa 2 bulan kemudian akan tetap
menggunakan merek yang sama?
b. Jika diperkirakan bulan depan terdapat 300 pengguna standard, 400 pengguna Kiki dan 300
pengguna Dong-a, berapakah masing-masing pengguna di bulan berikutnya?
c. Jika bulan ini pengguna standard, berapakah probabilitas bahwa 3 bulan kemudian akan berpindah
menjadi pengguna Dong-a?
d. Jika diperkirakan 2 bulan lagi terdapat 300 pengguna standard, 400 pengguna Kiki dan 300 pengguna
Dong-a, berapakah masing-masing pengguna di bulan berikutnya?
Dengan cara lain, Probabilitas perpindahan untuk 2 bulan berikutnya dapat dihitung dengan
mengalikannya sebagai berikut:
· Jika bulan ini pengguna standard, maka probabilitas 2 bulan kemudian pengguna standard (0,59),
Kiki (0,25), dan Dong-a (0,16)
· Jika bulan ini pengguna Kiki, maka probabilitas 2 bulan kemudian pengguna standard (0,14), Kiki
(0,67), dan Dong-a (0,19)
· Jika bulan ini pengguna Dong-a, maka probabilitas 2 bulan kemudian pengguna standard (0,23),
Kiki (0,25), dan Dong-a (0,52)
Dengan memasukkan data mengenai probabilitas pada bulan kedua terdapat 300 pengguna standard,
400 pengguna Kiki, dan 300 Pengguna Dong-a, maka pada bulan berikutnya (bulan ketiga) akan terdapat
303 pengguna Standard, 417 pengguna Kiki, dan 281 pengguna Dong-a.
Ringkasan Pertemuan 9
Adapun Ringkasan pada Pertemuan ini yaitu:
1. Rantai Markov memiliki properti khusus bahwa probabilitas yang melibatkan bagaimana proses akan
berkembang di masa depan hanya bergantung pada keadaan proses saat ini, dan juga tidak bergantung
pada peristiwa di masa lalu.
2. Suatu keadaan A atau B, atau disebut juga state A atau state B, atau state 1 atau state 2. Jika keadaan
tersebut tidak berada pada state A, maka pasti dia akan berada pada state B, dan sebaliknya.
3.Informasi yang dihasilkan dari analisis Markov adalah probabilitas berada dalam suatu status pada satu
periode di masa depan. Ada dua cara untuk menemukan informasi itu, yaitu:
· Suatu proses Markov bisa saja tidak mencapai kondisi steady state
· Terdapat petunjuk untuk menentukan apakah suatu proses Markov akan menuju Steady State
· Jika ada suatu bilangan n, sehingga setiap T n (dimana T adalah matriks transisi) lebih besar dari nol,
maka keadaan steady state ada.