DISUSUN OLEH :
SRI REJEKI
1490123045
A. DEFINISI HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan dimana kadar
glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena ketidakseimbangan
antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom
hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas,
gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung
meningkat dan terkadang sampai hilang kesadaran (syok hipoglikemia). Hipoglikemia =
Hipoglikemia murni = True hypoglicemy = gejala hipoglikemia apabila gula darah < 60
mg/dl (Nabyl, 2009).
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa serum yang rendah.
Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa dibawah 40 mg/dL setelah
kelahiran berlaku untuk seluruh bayi baru lahir, atau pembacaan strip reagen oxidasi
glukosa darah. Hanya 20% hipoglikemia bersifat simptomatik, yaitu hipoglikemia yang
disertai gejala neurologis dan gejala tersebut akan hilang setelah pemberian glukosa,
tetapi kerusakan otak masih mungkin terjadi dan gejala akan terlihat kemudian. Pada
hipoglikemia berat gejala menyarupai asfiksia. Pada bai baru lahir dengan kejang atau
jitteriness hendaknya dilakukan pemeriksaan Dextrostix berulang.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.
Pada hipoglikemia berat (kadar glukosa darah hingga di bawah 10 mg/dl), dapat terjadi
serangan kejang bahkan dapat terjadi koma (koma hipoglikemik).
B. KLASIFIKASI HIPOGLIKEMIA
Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
Transisi dini neonatus (early transitional neonatal) : ukuran bayi yang besar ataupun
normal yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi
hiperinsulin.
Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal): tarjadi jika bayi mengalami
malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan glikogen.
Sekunder (Scondary): sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi
peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.
Berulang (Recurrent): disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme.
Selain itu Hipoglikemia juga dapat diklasifikasikan sebagai:
Hipoglikemi Ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL)
Terjadi jika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang.
Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti tremor, takikardi,
palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
1. Hipoglikemi Sedang (glukosa darah <50 mg/dL)
Penurunan kadar glukosa dapat menyebabkan sel- sel otak tidak memperoleh bahan
bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda- tanda gangguan fungsi pada sistem saraf
pusat mencakup keetidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi,
penurunan daya ingat, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, penglihatan ganda dan
perasaan ingin pingsan.
2. Hipoglikemi Berat (glukosa darah <35 mg /dL)
Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat sehingga pasien memerlukan pertolongan
orang lain untuk mengatasi hipoglikeminya. Gejalanya mencakup disorientasi,
serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan kehilangan kesadaran.
Definisi hipogikemia pada anak.belum bisa ditetapkan dengan pasti, namun
berdasarkan . pendapat dari beberapa sarjana dapat dikemukakan angka-angka seperti
terlihat pada table. Nilai kadar glukose darah/ plasma atau serum untuk diagnosis
Hipoglikemia pada berbagai kelompok umur anak :
DARAH
KELOMPOK UMUR GLOKUSE <mg/dl
PLASMA/SERUM
Bayi/anak <40 mg/100 ml <45 mg/100 ml
Neonatus
* BBLR/KMK <20 mg/100 ml <25 mg/100 ml
* BCB
0 - 3 hr <30 mg/100 ml <35 mg/100 ml
3 hr <40 mg/100 ml <45 mg/100 ml
Laporan Pendahuluan Hipoglikemia
C. ETIOLOGI HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:
a. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
b. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita
diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
c. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
d. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.
Adapun penyebab Hipoglikemia yaitu :
1. Dosis suntikan insulin terlalu banyak
Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis obat yang anda
suntik sesuai dengan kondisi gula darah saat itu. Celakanya, terkadang pasien tidak
dapat memantau kadar gula darahnya sebelum disuntik, sehingga dosis yang
disuntikan tidak sesuai dengan kadar gula darah saat itu. Memang sebaiknya bila
menggunakan insulin suntik, pasien harus memiliki monitor atau alat pemeriksa gula
darah sendiri.
2. Lupa makan atau makan terlalu sedikit.
Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja lambat dua
kali sehari dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan. Kadar insulin dalam
darah harus seimbang dengan makanan yang dikonsumsi. Jika makanan yang anda
konsumsi kurang maka keseimbangan ini terganggu dan terjadilah hipoglikemia.
3. Aktifitas terlalu berat.
Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan insulin. Saat
anda berolah raga, anda akan menggunakan glukosa darah yang banyak sehingga
kadar glukosa darah akan menurun. Maka dari itu, olah raga merupakan cara terbaik
untuk menurunkan kadar glukosa darah tanpa menggunakan insulin.
4. Minum alkohol tanpa disertai makan
Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar glukosa darah
akan menurun.
5. Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari.
Pengobatan diabetes yang intensif terkadang mengharuskan anda mengkonsumsi
obat diabetes pada malam hari terutama yang bekerja secara lambat. Jika anda salah
mengkonsumsi obat misalnya anda meminum obat insulin kerja cepat di malam hari
maka saat bangun pagi, anda akan mengalami hipoglikemia.
6. Penebalan di lokasi suntikan.
Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar merubah lokasi
suntikan setiap beberapa hari. Menyuntikan obat dalam waktu lama pada lokasi yang
sama akan menyebabkan penebalan jaringan. Penebalan ini akan menyebabkan
penyerapan insulin menjadi lambat.
7. Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan.
Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang dianjurkan. Anda
harus mengetahui dan mempelajari dengan baik kapan obat sebaiknya disuntik atau
diminum sehingga kadar glukosa darah menjadi seimbang.
8. Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa.
Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan glukosa oleh
usus. Hal ini menyebabkan insulin lebih dulu ada di aliran darah dibandingan
dengan glukosa. Insulin yang kadung beredar ini akan menyebabkan kadar glukosa
darah menurun sebelum glukosa yang baru menggantikannya.
9. Gangguan hormonal.
Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon glukagon. Hormon
ini berguna untuk meningkatkan kadar gula darah. Tanpa hormon ini maka
pengendalian kadar gula darah menjadi terganggu.
10. Pemakaian aspirin dosis tinggi.
Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi dosis 80 mg.
11. Riwayat hipoglikemia sebelumnya.
Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih terasa dalam
beberapa waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa baikan tetapi belum
menjamin tidak akan mengalami hipoglikemia lagi.
D. FAKTOR RESIKO HIPOGLIKEMIA
1. Bayi dari ibu dengan dibetes melitus (IDM)
2. Neonatus yang besar untuk massa kehamilan (BMK)
3. Bayi prematur dan lebih bulan
4. BBLR yang KMK/bayi kembar dapat terjadi penurunan cadangan glikogen hati dan
lemak tubuh
5. Bayi sakit berat karena meningkatnya kebutuhan metabolisme yang melebihi
cadangan kalori
6. Neonatus yang sakit atau stress (sindrom gawat napas, hipotermia)
7. Bayi dengan kelainan genetik/gangguan metabolik (penyakit cadangan glikogen,
intoleransi glukosa)
8. Neonatus puasa
9. Neonatus dengan polisitemia
10. Neonatus dengan eritroblastosis
11. Obat-obat maternal misalnya steroid, beta simpatomimetik dan beta blocker
Penelitian pada orang yang bukan diabetes menunjukan adanya gangguan fungsi
otak yang lebih awal dari fase I dan di namakan ganguan fungsi otak subliminal, di
samping gejala yang tidak khas.
Kadang-kadang gejala fase adrenergic tidak muncul dan pasien langsung jauh pada
fase gangguan fungsi otak, terdapat dua jenis hilangnya kewaspadaan, yaitu akut dan
kronik.
Yang akut misalnya : pada pasien DMT I dengan glukosa darah terkontrol sangat
ketat mendekati normal, adanya neuropati autonom pada pasien yang sudah lama
menderita DM, dan menggunakan beta bloker yang non selektif,kehilangan kewaspadaan
yang kronik biasanya irreversible dan di anggap merupakan komplikasi DM yang serius.
Sebagai dasar diagnosis dapat di gunakan trias whipple, yaitu hipoglikemia dengan
gejala-gejala saraf pusat, kadar glukosa kurang dari 50 mg% dan gejala akan menghilang
dengan pemberian glukosa.
Factor-faktor yang dapat menimbulkan hipoglikemia berat dan berkepanjangan
adalah kegagalan sekresi hormone glukagen dan adrenalin pasien telah lama menderita
DM) adanya antibody terhadap insulin, blockade farmakologik (beta bloker non selektif),
dan pemberian obat sulfonylurea (obat anti DM yang berkasiat lama). (Mansjoer A,
1997).
Pertama, hipoglikemia dalam diabetic adalah lebih umum ketimbang
ketoasidosis,meskipun sebagian besar penyebaran terdapat pada kelompok
ketergantungan insulin.Kedua awitan dari hipoglikemia adalah lebih cepat dan
manifestasinya adalah lebih bervariasi, sering terjadi dengan cara yang tidak jelas
sehingga dapat mengelakan perhatian seseorang sampai orang tersebut tidak menyadari
apa yang sesungguhnya yang sedang terjadi dan tidak mampu untuk mencarari
pengobatan yang tidak sesuai, sehingga reaksi hipoglikemia akibat insulin dapat terjadi
di tengah-tengah kehidupan sehari-hari pasien.Yang setidaknya dapat memalukan dan
yang lebih buruk sangat membahayakan. Ketiga meskipun pemulihan yang berarti dan
hipoglikemia dapat cepat dan sempurna dalam beberapa menit setelah pengobatan yang
sesuai, banyak pasien secara emosional (kemungkinan secara psikologis) tetap
terguncang selama beberapa jam atau bahkan selama beberapa hari setelah reaksi insulin.
Akhirnya dalam kondisi hipoglikemia ekstrim, masih mempunyai kemungkinan untuk
menyebabkan kerusakan otak permanen dan bahkan fatal.(Ester, 2000:).
Di kutip dari Karen Bruke 2005 ada beberapa tanda gejala ataupun manifestasi klinis
yang meliputi:
- Lapar
- Mual-muntah
- Pucat,kulit dingin
- Sakit kepala
- Nadi cepat
- Hipotensi
- Irritabilitas
Manifestasi sebab perubahan fungsi serebral
- Sakit kepala
- Koma
- Kesulitan dalam berfikir
- Ketidakmampuan dalam berkonsentrasi
- Perubahan dalam sikap emosi
H. PENATALAKSANAAN HIPOGLIKEMIA
1. Glukosa Oral
Sesudah diagnosis hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah
kapiler, 10- 20 gram glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet,
jelly atau 150- 200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan
nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat
mengabsorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1- 2 jam perlu diberikan
tambahan 10- 20 gram karbohidrat kompleks.Bila pasien mengalami kesulitan menelan
dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian gawat, pemberian madu atau gel glukosa
lewat mukosa rongga hidung dapat dicoba.
2. Glukosa Intramuskular
Glukagon 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak dalam 10
menit. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang
merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam
hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah
dalam waktu 5-15 menit. Kecepatan kerja glucagon tersebut sama dengan pemberian
glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan
pemberian glukosa oral 20 gram (4 sendok makan) dan dilanjutkan dengan pemberian 40
gram karbohidrat dalam bentuk tepung seperti crakers dan biscuit untuk
mempertahankan pemulihan, mengingat kerja 1 mg glucagon yang singkat (awitannya
8 hingga 10 menit dengan kerja yang berlangsung selama 12 hingga 27 menit). Reaksi
insulin dapt pulih dalam waktu5 sampai 15 menit. Pada keadaan puasa yang panjang atau
hipoglikemi yang diinduksi alcohol, pemberian glucagon mungkin tidak efektif.
Efektifitas glucagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.
3. Glukosa Intravena
Glukosa intravena harus dberikan dengan berhati- hati. Pemberian glukosa dengan
konsentrasi 40 % IV sebanyak 10- 25 cc setiap 10- 20 menit sampai pasien sadar disertai
infuse dekstrosa 10 % 6 kolf/jam.
I. PENANGANAN KEGAWATDARURATAN HIPOGLIKEMIA
Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita
mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus buah,
air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama
penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat
timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun
bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung
karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit). Jika hipoglikemianya berat
dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk memasukkan gula melalui mulut
penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah kerusakan otak yang
serius. Seseorang yang memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya
selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau
pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan
karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya
mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Tumor penghasil insulin harus
diangkat melalui pembedahan. Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat
pelepasan insulin oleh tumor (misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering
mengalami hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan
dalam porsi kecil.
Posisitioning/Mengatur posisi
(0840)
1. Atur posisi pasien semi fowler,
ekstensi kepala
2. Miringkan kepala bila muntah
Nining. 2009. Koma Hipoglikemia. Dimuat dalam 2010. Askep Hipoglikemia. Dimuat
dalam http://blog.ilmukeperawatan.com/askep-hipoglikemia.html
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Joanne C. McCloskey. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby-Year Book
Judith M. Wilkinson. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Intervention and NOC Outcomes. Upper Saddle River: New Jersey