Anda di halaman 1dari 4

Nama : Adinda Cyfra Abigail Simorangkir

NPM : 3194001
Kelas : D4 AK 2A
Tugas Pertemuan III (Perpajakan)

1. Tugas dan Fungsi seorang Account Representative (AR) :


 Salah satu dari perubahan reformasi biokrasi dalam perpajakan yang merupakan
perwujudan dari modernisasi perpajakan atau yang lebih dikenal dengan istilah
Sistem Administrasi Perpajakan Modern adalah dibentuknya Account
Representative. Dasar hukumnya adalah Keputusan Menteri Keuangan nomor
98/KMK/01.2006 tentang Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak
yang telah mengimplementasikan organisasi modern pasal 1 ayat 2 berbunyi, yang
dimaksud Account Representative adalah pegawai yang diangkat pada setiap seksi
pengawasan dan konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak yang telah
mengimplementasikan organisasi modern.

Account Representative mempunyai tugas :


1. Melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak.
2. Bimbingan/himbauan dan konsultasi teknis perpajakan kepada wajib pajak.
3. Penyusunan profil Wajib Pajak
4. Analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka
intensifikasi
5. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa AR berada dalam seksi Pengawasan
dan Konsultasi. Secara umum, konsultasi memberikan arti bahwa AR adalah
pegawai DJP yang ditugaskan menjadi konsultan internal DJP untuk Wajib Pajak,
dengan kata lain AR adalah mitra (kawan) bagi Wajib Pajak dalam hal
memberikan bimbingan berupa informasi maupun pengetahuan perpajakan.
Sedangkan, pengawasan memberikan arti bahwa AR adalah pegawai DJP yang
ditugaskan menjadi pengawas (lawan) WP atas kepatuhan kewajiban
perpajakannya. Pengawasan disini dapat berupa mengawasi bagaimana utang
pajak dari wajib pajak apakah wajar, mencari potensi pajak yang belum tergarap
dari wajib pajak, mengawasi apakah WP mendapatkan sanksi berupa bunga atas
keterlambatan pembayaran pajaknya.
Bagaimana mungkin kedua fungsi yang jelas kontradiktif tersebut bisa dilakukan
oleh orang yang sama? Hal yang paling mengkhawatirkan adalah jika WP berniat
melakukan penghindaran pajak ataupun seorang AR yang bisa memanfaatkan
perannya untuk memeras WP. Ada 2 kemungkinan arahan yang terjadi, yaitu
positif dan negative. Arahan positif nya adalah mengarahkan pembetulan
penghitungan pajak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Sebaliknya,
arahan negative nya adalah menjerumuskan untuk melakukan kecurangan dengan
berbagai cara misalnya memalsukan laporan keuangan perusahaan yang dalam
semua itu terdapat kongkalingkong antara WP dengan AR supaya timbulnya utang
pajak menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.
Dengan menimbang kinerja AR maka akan dilaksanakan pemisahan tugas dan
fungsi AR pada PMK -79/PMK.01/2015 tentang AR pada Kantor Pelayanan
Pajak, yaitu :
 AR yang menjalankan fungsi pelayanan dan konsultasi Wajib Pajak
mempunyai tugas :
1. Melakukan proses penyelesaian permohonan Wajib Pajak
2. Melakukan proses penyelesaian usulan pembetulan ketetapan pajak
3. Melakukan bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada WP
4. Melakukan proses penyelesaian usulan pengurangan pajak bumi dan
bangunan.

 AR yang menjalankan fungsi pengawasan dan penggalian potensi


Wajib Pajak mempunyai tugas :
1. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan WP
2. Menyusun profil WP
3. Analisis kinerja WP
4. Rekonsiliasi data WP dalam rangka intensifikasi dan himbauan
kepada WP.
Sumber : https://ekstensifikasi423.blogspot.com

2. Penjelasan Tax Evasion dan Tax Avoidance :


 Tax Evasion merupakan penggelapan pajak yang melanggar peraturan yang
berlaku.
 Tax Avoidance merupakan tindakan penghematan pajak yang dianggap sah atau
tidak melanggar hukum.

Yang membedakan antara tax evasion dan tax avoidance adalah legalitasnya. Tax
Evasion bersifat illegal, sedangkan Tax Avoidance bersifat legal.

Sumber : www.online-pajak.com

Contoh kasus : Penggelapan Pajak Oleh Bakrie Group


Dugaan penggelapan pajak yang dilakukan PT Bumi Resources dilaporkan oleh Indonesia
Corruption Watch (ICW) ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Pada 2007 Ditjen Pajak
menemukan adanya kekurangan dalam membayar pajak oleh tiga perusahaan Bakrie senilai
2,1 triliun. Lebih besar daripada kasus sebelumnya, penggelapan pajak yang dilakukan oleh
Asian Agri Group senilai Rp 1,3 triliun. Pada 2007 PT Bumi Resources Tbk–induk usaha, PT
Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia mendapatkan keuntungan yang
meningkat sebanyak 42 persen dari 4,8 triliun pada 2006 menjadi 6,8 triliun pada 2007.
Ditjen Pajak memeriksa kasus dugaan manipulasi pajak yang dilakukan oleh tiga perusahaan
Grup Bakrie tersebut. Ketiga perusahaan batu bara Bakrie diduga kuarang membayar pajak
senilai 2,1 triliun dengan rincian KPC kurang Rp 1,5 triliun, Bumi Resources kurang Rp 376
miliar, Arutmin kurang Rp 300 miliar.
Pada 2009 KPC menggugat Ditjen Pajak ke Pengadilan Pajak untuk membatalkan surat
perintah bukti permulaan penyidikan tanggal 4 Maret 2009. Dan Kasus PT Bumi Resources
ditingkatkan ke penyidikan. Kemudian Pengadilan Pajak membatalkan surat tanggal 4 Maret
2009. Namun Ditjen Pajak tetap melanjutkan penyidikan.
Pada 2010 Ditjen Pajak mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas
putusan pengadilan pajak tanggal 8 Desember 2009. Kemudian KPC menggugat Ditjen Pajak
ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena tidak menaati putusan pengadilan pajak pada 8
Desember 2009. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengalahkan KPC. MA menolak PK
Ditjen Pajak mengenai keberatan atas putusan pengadilan pajak tanggal 8 Desember 2009
yang membatalkan surat dimulainya penyidikan KPC. Tetapi Gugatan Bumi Resources
terhadap Ditjen Pajak dikalahkan Pengadilan Pajak.
Kasus penggelapan pajak oleh perusahaan Bakrie menjadi terkenal semenjak pengakuan
Gayus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gayus mengaku menerima dana US$ 3 juta dari
Grup Bakrie untuk mengurusi perkara pajak tiga perusahaan kelompok usaha itu. Dengan
rincian untuk Kaltim Prima dia dibayar US$ 500 ribu; Bumi US$ 500 ribu; dan Arutmin US$
2 juta. Gayus mengurusi surat banding ketetapan pajak untuk Pt Resources Tbk dan PT
Kaltim Prima Coal serta pemutihan pajak (sunset policy ). Dan Gayus juga dibantu oleh
beberapa rekan lainnya.

Summary :
Dari kasus diatas dapat dikatakan bahwa perusahaan Bakrie Group telah merugikan negara
dan masyarakat karena molor pajak. Negara tidak mendapatkan pertambahan pemasukan dari
pajak karena hal tersebut. Masyarakat juga menganggap bahwa nilai pajak yang belum
dibayarkan oleh Group Bakrie cukup besar.
Bakrie Group terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar. Bakrie
Group melakukan penggelapan pajak dengan dengan menyembunyikan data-data untuk
memperoleh keuntungan yang lebih. Padahal perusahaan Bakrie sudah go public tetapi belum
menerapkan asas-asas good coorporate governance.
Didalam konsep good governance setiap informasi yang hendak disampaikan harus terbuka
dan akurat, jauh dari manipulasi dan hal-hal yang menyesatkan, sebab dengan diterapkannya
Prinsip coorporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan.
Dan pajak yang dikeluarkan juga sesuai dengan laporan keuangan. Sehingga pemasukkan
Negara dari sector pajak bertambah.
Dapat saya simpulkan, bahwa contoh kasus diatas tersebut adalah kasus penggelapan pajak
dengan “tax evasion”.
Sumber : https://peonykablog.wordpress.com/2016/02/23/tax-avoidance-dan-tax-evasion/amp/

Anda mungkin juga menyukai