PENGGELAPAN PAJAK
Di susun oleh :
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Penggelapan Pajak dengan judul
” Analisis Dan Pembahasan Masalah Dugaan Penggelapan Pajak Oleh Perusahaan
Bakrie Group”, untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pajak.
Tak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ary
Octaviyanti selaku dosen mata kuliah Hukum Pajak, yang telah membimbing
kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Kami juga menyadari bahwa pada penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan tentang definisi dan kronologi dari kasus Dugaan
Penggelapan Pajak oleh Perusahaan Bakrie Group.
2. Menjelaskan upaya penegakan hukum terhadap Dugaan Penggelapan
Pajak.
3. Menganalisis solusi dari kasus Dugaan Penggelapan Pajak oleh
Perusahaan Bakrie Group.
BAB II
PEMBAHASAN
Kedua, emiten berkode saham BUMI itu kurang membayar royalti periode
2003-2008 yang jumlahnya mencapai AS$477,299 juta. Alhasil, total kewajiban
Bumi pada negara mencapai AS$1,228 miliar. Apabila menggunakan kurs
Rp9.300, maka kewajiban BUMI mencapai Rp11,426 triliun. Atas dasar itu, ICW
mendesak Departemen Keuangan memanggil dan memeriksa kantor akuntan
publik yang mengaudit laporan keuangan BUMI. Selain itu, Departemen
Keuangan juga harus memanggil Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas
Bumi Departemen ESDM. Soalnya, dari Direktur Jenderal ini, bisa diketahui
berbagai hal yang mempengaruhi penerimaan BUMI seperti harga batu bara.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sendiri tidak tinggal diam. Institusi yang
bernaung di bawah Departemen Keuangan ini terus melakukan penyelidikan dan
penyidikan terhadap tunggakan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie tersebut.
Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo menegaskan, jika ingin penyidikan dihentikan
maka Grup Bakrie harus membayar kewajiban lima kali lipat dari total tunggakan.
Jadi, harus bayar denda 400 persen. Kalau ditambah pokok tunggakan, jadi 500
persen. Selain harus melunasi kewajibannya, ada prosedur lain yang harus
ditempuh Grup Bakrie jika ingin penyidikan kasus ini dihentikan. “Mereka harus
mengajukan permohonan ke Menkeu, kemudian dari Menkeu ke Kejagung untuk
minta penghentian penyidikan”. Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian
Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan
Negara.
PMK yang berlaku sejak 18 Agustus 2009 itu menyatakan, proses
penyidikan kasus tindak pidana bidang perpajakan dapat dihentikan melalui izin
dari Menkeu, setelah wajib pajak (WP) melunasi pajak yang tidak atau kurang
dibayarkan atau yang seharusnya tidak dikembalikan serta setelah membayar
sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali dari pajak yang tidak atau
kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat menghentikan penyidikan kasus
pidana bidang perpajakan maksimal selama enam bulan sejak tanggal surat
permintaan yang dibuat Menkeu. Sebelumnya, Dirjen Pajak diminta Menkeu
meneliti dan memberi pendapat sebagai bahan pertimbangan. Surat yang diajukan
WP kepada Menkeu harus dilengkapi pernyataan berisi pengakuan bersalah dan
kesanggupan pelunasan pembayaran pajak dan sanksi.
Ditjen Pajak yang mengetahui kasus ini mengatakan kemungkinan
penambahan nilai kerugian negara terjadi karena dalam proses penyidikan yang
dilaksanakan, penyidik menemukan komponen biaya pada PT Bumi Resources
Tbk (BUMI) yang tidak sesuai dengan seharusnya, sehingga menyebabkan
besaran pajak yang dibayarkan menjadi kecil. Itu salah satunya dari biaya bunga
pinjaman. Kami sedang menelusuri, nilainya bisa mencapai ratusan miliar
rupiah. Komponen biaya merupakan salah satu komponen yang bisa
dikurangkan dari penghasilan bruto dalam rangka penentuan penghasilan kena
pajak (PKP). Namun, berdasarkan ketentuan perpajakan, tidak semua komponen
biaya bisa dikurangkan dari penghasilan bruto.
Direktorat Jenderal Pajak saat ini mengusut kasus dugaan pidana pajak
oleh tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC), Bumi, dan
PT Arutmin Indonesia. Ketiganya diduga menyampaikan surat pemberitahuan
(SPT) tahunan tahun pajak 2007 secara tidak benar. Untuk KPC dan Bumi, Ditjen
Pajak telah melakukan penyidikan sementara untuk Arutmin masih dalam proses
pemeriksaan bukti permulaan. Terkait pelaksanaan penyidikan
tersebut, mengungkapkan tim penyidik Ditjen Pajak mengalami kesulitan
memanggil saksi. Tidak tahu kenapa, tapi memang informasi yang kami dapat
menyebutkan di dalam mereka (Grup Bakrie) sudah ada tekanan.” Menurut dia,
pemanggilan terhadap tersangka juga mengalami hambatan karena yang
bersangkutan tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan
penyidik pajak dengan alasan sedang sakit. “Kami sudah panggil sekali, nanti tak
lama lagi akan kami panggil kedua kali. Kalau juga tak dipenuhi akan kami
panggil paksa dibantu Kepolisian,” tegasnya.
Dengan adanya masalah ini, kita bisa melihat bahwa sebagai perusahaan
yang telah Go Publik masih adanya indikasi bahwa perusahaan-perusahaan
tersebut masih belum menerapkan prinsip-prinsip good corporat governance,
walaupun masih sebatas dugaan tetapi asumsi-asumsi negative telah mengarah
kesana. Untuk bisa memastikannya lebih jauh maka harus dilakukan penyidikan
lebih lanjut, tetapi untuk dampak sementara akibat adanya dugaan ini, investor
sudah mulai ragu untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan
tersebut.
Didalam konsep good governance setiap informasi yang hendakkan
disampaikan harus terbuka dan akurat, jauh dari manipulasi dan hal-hal yang
menyesatkan, sebab dengan diterapkannya Prinsip corporate governance
diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang pada akhirnya
meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk investor.
2.4 Solusi
Dalam kasus dugaan penggelapan pajak oleh perusahaan Bakrie Group,
perusahaan mengemukakan bahwa dalam menghadapi masa sulit diperlukan
efisiensi. Berkaitan dengan hal tersebut, efisiensi yang paling cepat untuk dapat
dilakukan adalah dengan mengurangi pengeluaran, seperti memanipulasi laporan
pajak, mengurangi tenaga kerja, dan lain-lain. Dengan demikian, sebuah transaksi
bisnis tak lagi memakan waktu yang lama seperti dahulu kala. Kini, untuk
melakukan transaksi bisnis antar benua bahkan cukup memakan waktu dalam
hitungan detik saja. Hal tersebut tentu menuntut perusahaan pada situasi yang
amat kompetitif yang menimbulkan konsekuensi ketat bahwa kegagalan
berefisiensi akan membuat perusahaan ketinggalan dan kehilangan kesempatan.
Efisiensi menjadi kata kunci bagi perusahaan untuk mengejar keuntungan
yang berpacu dalam persaingan global tersebut. Namun menurut Robert Cooter,
sesungguhnya efisiensi bukan sekadar dipacu oleh persaingan global terlebih
memang sejak awalnya sudah menjadi sifat pengusaha untuk melakukan efisiensi
dan maksimalisasi hasil usaha. Secara umum, kita dapat mengatakan bahwa
ekonomi menghasilkan sebuah teori tingkah laku/perilaku untuk memprediksi
bagaimana respon manusia terhadap perubahan-perubahan dalam hukum. Teori
ini melampaui intuisi, hanya sebagai ilmu sains yang melampaui akal biasa
(common sense). Ilmu Ekonomi memprediksi efek kebijakan terhadap efisiensi.
Efisiensi selalu berhubungan dengan pembuatan kebijakan, karena akan selalu
lebih baik mencapai semua kebijakan-kebijakan yang ada dengan biaya yang
rendah daripada dengan biaya yang tinggi. Pejabat umum tidak pernah
menyokong uang yang siasia/pemborosan.
Selain efisiensi, Ilmu ekonomi yang juga memprediksi efek dari
kebijakan-kebijakan dalam nilai penting lainnya adalah distribusi. Diantara
penerapan ilmu ekonomi itu terhadap kebijakan publik adalah penggunaannya
untuk memprediksi siapa sebenarnya yang dibebankan berbagai macam pajak.
Lebih daripada penelitian ilmu-ilmu sosial, ahli ekonomi memahami bagaimana
hukum memberi dampak terhadap distribusi pendapatan dan kesejahteraan
disegala lapisan sosial. Sementara ahli ekonomi seringkali merekomendasikan
perubahan untuk peningkatan efisiensi, mereka mencoba menghindari sengketa
tentang distribusi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan adanya isu dugaan penggelapan dana pajak yang cukup besar pada
sebuah perusahaan publik, menjadi sebuah tanda bahwasanya walaupun
perusahaan besar tetapi masih lemah dalam menerapkan prinsip-prinsip good
corporate governance terutama dalam hal menyampaikan berita yang akurat serta
prinsip responsibility berupa kurang dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang
berlaku. Hal ini juga merupakan bukti bahwa kurangnya pengawasan dari pihak-
pihak yang terkait di pasar modal sehingga menyebabkan kerugian negara yang
cukup besar. Walaupun hanya sebatas dugaan, ini sudah menjadi bukti awal
bahwa dalam menjalankan bisnis itikad baik dalam menjalankan bisnis tidak ada.
Upaya penegakan hukum yang adil dan beribawa mutlak diperlukan dalam
menyelesaikan kasus dugaan penggelapan pajak ini, karena nantinya public akan
mengetahui bagaimana kisah yang sebenarnya dari kasus ini dan public juga
mengetahui bagaimana proses penegakan hukum dibidang pasar modal itu sendiri.
Penyelesaian kasus ini harus dijauhkan dari ketegangan politik yang ada. Pasar
modal merupakan salah satu sumber pendanaan yang sangat penting dalam era
globalisasi ini, dan oleh karena itu harus dipupuk terus. Pasar modal harus
menarik bagi emiten maupun investor. Oleh karena itu, pemerintah, pengawas
pasar modal, bursa, dan para pialang mempunyai tugas masing-masing yang
berkaitan guna menciptakan pasar modal yang sehat, bersih, dan memiliki daya
saing yang tinggi. Pasar modal yang demikian akan menjadi sumber pencarian
dana yang menarik bagi perusahaan. Pada saat yang bersamaan menyediakan
alternatif investasi yang menjanjikan bagi para investor.
Dalam kasus dugaan penggelapan pajak oleh perusahaan Bakrie Group,
perusahaan mengemukakan bahwa dalam menghadapi masa sulit diperlukan
efisiensi. Berkaitan dengan hal tersebut, efisiensi yang paling cepat untuk dapat
dilakukan adalah dengan mengurangi pengeluaran, seperti memanipulasi laporan
pajak, mengurangi tenaga kerja, dan lain-lain. Alasan efisiensi tersebut tak lain
adalah konsekuensi dari globalisasi yang memadatkan jarak dan waktu memang
menuntut kompetisi ekonomi global menjadi kian sengit dengan tenggat waktu
yang amat cepat. Dengan demikian, sebuah transaksi bisnis tak lagi memakan
waktu yang lama seperti dahulu kala. Kini, untuk melakukan transaksi bisnis antar
benua bahkan cukup memakan waktu dalam hitungan detik saja.
Jadi, dalam kasus diatas, efisiensi menjadi kata kunci bagi perusahaan
untuk mengejar keuntungan yang berpacu dalam persaingan global tersebut.
Namun menurut Robert Cooter, sesungguhnya efisiensi bukan sekadar dipacu
oleh persaingan global terlebih memang sejak awalnya sudah menjadi sifat
pengusaha untuk melakukan efisiensi dan maksimalisasi hasil usaha.
3.2 Saran
● Semua pihak yang terkait seharusnya mampu mengendalikan diri
mereka masing-masing untuk tidak memperoleh keuntungan secara
illegal.
● Pemerintah lebih mengetatkan pengawasan pajak kepada perusahaan-
perusahaan besar dan tidak pilih pilih dalam menyelesaikan
penggelapan pajak.
● Secara rutin perusahaan Bakrie Group sebagai salah satu perusahaan
besar di Indonesia menyelenggarakan pelatihan dan seminar untuk
meningkatkan kompetensi dan kesadaran terhadap kode etik profesi
kepada anggotanya.
DAFTAR PUSTAKA
● https://www.scribd.com/doc/239794225/Makalah-Penggelapan-Pajak-IM3
● http://tutipuspitasari00.blogspot.co.id/2014/11/makalah-tentang-pajak.html
● http://goesur25.blogspot.co.id/2013/09/tugas-makalah-penggelapan-
pajak.html
Graha Ilmu.