Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PERPAJAKAN
“ANALISIS KASUS PAJAK PT. PERTAMINA ”
Dosen pengampu : ANDRE PRASETYA WILIAM, S.E, M.M

Disusun :

Nama : Agatha Apriyanti


NPM : 20508546
Kelas : Manejemen 4Q

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS WIDYA DHARMA
PONTIANAK
2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur mari kita panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, karena atas seizinnya
saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan lancar, meskipun banyak hal-
hal yang tidak dapat saya sampaikan.Materi yang terdapat dalam makalah ini disajikan
dengan bahasa yang lugas sehingga mudah dipahami oleh para mahasiswa dan dapat
mendukung interaks ikhususnya antara saya dan dosen pengajar mengenai pembuatan
makalah ini.Walaupun demikian, saya sangat sadar bahwa kerja keras saya masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran sangat diperlukan agar saya dapat menghasilkan karya yang
lebih baik di masa yang akan datang.Demikian yang dapat saya uraikan mengenai hasil
makalah, tidak lupa saya ucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada semua puhak
yang telah membantu dalam pengerjaan makalah ini. Mudah- mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Agatha Apriyanti

Pontianak, 17 Juni 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kasus Perpajakan Pt. Pertamina
2.2 Analisis Kasus Pajak
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan
(wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Mengingat pajak
adalah beban yang akan mengurangi laba bersih perusahaan maka perusahaan akan berupaya
semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk
menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara
yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari. Penghindaran pajak dengan
cara ilegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan
yang berlaku.

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari sumber lain.
Dengan posisi yang sedemikian penting itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus
dikelola dengan baik oleh negara. Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi
penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan
Republik Indonesia.

Dalam hal ini, makalah ini akan membahas tentang kasus pajak yang dilakukan oleh
PT. Pertamina. Kasus ini merupakan kasus penunggakan pajak oleh PT. Pertamina (Persero),
dimana seperti dilansir dalam portal berita vivanews.com, perusahaan ini telah menunggak
pajak sebesar Rp 4,3 Triliun. Seperti diungkapkan oleh Anggota Komisi XI Murady
Darmansyah mengungkap perihal tunggakan pajak PT Pertamina sebesar Rp 4,3 triliun
kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Walaupun tidak dijelaskan secara rinci mengenai
jumlah tersebut, saya mencoba untuk menganilis dari segi hukum pajak tentang apa yang
pokok permasalahan dalam kasus ini. Perlu diketahui bahwa tunggakan pajak tersebut
merupakan tunggakan pajak yang belum kadaluwarsa. Jadi penyelesaiannya kasusnya dapat
segera diselesaikan.

Dalam artikel ini juga menyebutkan perusahaan-perusahaan lain yang terlibat kasus
yang sama mengenai penunggakan pembayaran pajak. Ditjen pajak mengatakan bahwa
terdapat 100 perusahaan yang terlibat penunggakan pajak, 12 di antaranya merupakan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN). Perusahaan tersebut banyak yang merasa telah membayar
pajak. Namun kenyataan di lapangan, perusahaan-perusahaan tersebut belum menuntaskan 2
pembayaran pajaknya. Salah satu perusahaan yang menjadi fokus permasalahan dalam
analisis kasus ini adalah PT. Pertamina (Persero). Sebagaimana dijelaskan diatas
penunggakan pajak menjadi suatu permasalahan yang serius. Dengan demikian terdapat
kewajiban bagi yang bersangkutan untuk melunaskannya. Kami berusaha menganalisis kasus
penunggakan pajak ini dalam perspektif hukum pajak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat 3


rumusan masalah sebagai berikut.
1. Kasus pajak apa yang dibuat oleh PT. Pertamina?
2. Bagaimana analisis kasus pajak yang dibuat oleh PT. Pertamina ?

1.3 Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka ada 3 tujuan penulis dalam membuat
makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui dan memahami kasus pajak PT. Pertamina
2. Untuk mengetahui analisis kasus pajak PT. Pertamina
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kasus Perpajakan Pt. Pertamina

Pertamina Tunggak Pajak Rp 4,3 Triliun Selain Pertamina, ada Angkasa Pura II,
TVRI, BNI, Garuda Indonesia, dan Merpati Nusantara.

Rabu, 3 Februari 2010, 22:42Antique, Agus Dwi Darmawan


VIVAnews - Anggota Komisi XI Murady Darmansyah mengungkap perihal
tunggakan pajak PT Pertamina sebesar Rp 4,3 triliun kepada Direktorat Jenderal (Ditjen)
Pajak. Apakah benar tunggakan sebesar itu atau merupakan masalah yang terakumulasi
dari tahun-tahun sebelumnya, karena dikhawatirkan sudah kadaluarsa. Jawaban tertulis
Dirjen Pajak yang disampaikan ke Komisi XI DPR RI per Selasa, 2 Februari 2010,
ternyata sangat singkat.Secara tegas Dirjen Pajak menjawab "Tunggakan pajak Pertamina
merupakan tunggakan pajak yang belum kadaluarsa". Benar atau tidaknya tunggakan
Pertamina sebesar itu, tidak dijelaskan secara rinci.Namun, dalam segi pemegang piutang,
Pertamina memang tercatat sebagai perusahaan BUMN terbesar pemegang piutang yang
mencapai Rp 30 triliun.

Dalam daftar 100 perusahaan penunggak pajak yang dikeluarkan Ditjen Pajak 28
Januari lalu, 12 di antaranya merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Untuk
menyelesaikan kasus pajak perusahaan plat merah ini, Menneg BUMN akan mengundang
Dirjen Pajak Tjiptardjo.Pertemuan ini untuk membahas perbedaan-perbedaan penafsiran,
misalnya soal restitusi, agar bisa disamakan. BUMN sendiri memastikan dari 12 BUMN
itu, hanya tiga perusahaan yang betul-betul menunggak pajak, yakni PT Merpati
Nusantara Airlines, PTPN XIV, dan PT Djakarta Loyd."Pekan depan akan duduk
bersama. Hitunghitungan BUMN dan Dirjen Pajak (selama ini) tidak sama, harus
disamakan," kata Mustafa di sela Feed the World di Jakarta Convention Center, belum
lama ini.

Dari BUMN-BUMN yang masuk daftar Ditjen Pajak, Mustafa berjanji akan
melakukan pengecekan lagi yang mana yang bermasalah. "Siapa yang melapor, nanti bisa
diselesaikan langsung antara perusahaan, bussiness to bussiness," kata Mustafa.
Kementerian BUMN siap memfasilitasi penyelesaian antarperusahaan ini.Mustafa juga
menuturkan, sebagian kasus tunggakan pajak yang melibatkan BUMN ini merupakan
kasus lama, di mana perusahaan kebanyakan merasa sudah menuntaskannya."Tapi
mungkin, karena sekarang dianggap masih 4 ada masalah maka harus diselesaikan. Itu
karena perusahaan BUMN harus sesuai aturan," kata dia.12 BUMN yang disebutkan
dalam daftar Ditjen Pajak adalah, Pertamina, Angkasa Pura II, TVRI, BNI, Garuda
Indonesia, Merpati Nusantara Airlines, PTPN XIV, KAI, Pertamina Unit Pembekalan,
Jamsostek, Perusahaan Perkebunan, dan LKBN Antara.
2.2 Analisis Kasus Pajak

Kasus mengenai penunggakan pajak bukan merupakan kasus baru. Kasus ini telah
banyak terjadi sejak lama. Berbagai peraturan perpajakan yang telah dibentuk seiring
kemajuan teknologi belum efektif dalam menyelesaikan kasus ini. Target penerimaan
pajak yang diharapkan menjadi sulit dicapai akibat dari permasalahan ini. Oleh karena itu
saya akan menguraikan dasar hukum dan beberapa teori untuk menjelaskan apa yang
menjadi pokok permasalahan dalam kasus ini.

Dalam reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak telah mengalami
perubahan yang cukup signifikan yaitu official assesment system menjadi self assesment
system. Berbeda dengan official assesment system, dalam self assesment system, Wajib
Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
pajaknya.

Pemerintah juga melakukan pembaharuan yang menyangkut kebijakan perpajakan,


adminstrasi perpajakan, dan undang-undang perpajakan yang saling berhubungan satu
sama lain untuk mencapai target penerimaan pajak secara optimal. Negara juga memberi
tanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk bertindak sebagai law
enforcement agent, yaitu tindak penegakan hukum yang meliputi pemeriksaan,
penyidikan, dan penagihan. Ini merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh Dirjen
Pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak selain setoran pembayaran pajak secara
sukarela.Namun optimalisasi penerimaan pajak masih terbentur pada berbagai kendala.
Dalam jangka pendek, salah satu kendalanya adalah tingginya angka tunggakan pajak,
baik yang murni penghindaran pajak (tax avoidance) maupun ketidakmampuan
membayar utang pajak.

Untuk mengatasi berbagai kendala perlu dilaksanakan tindakan penagihan yang


mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Tindakan penagihan meliputi
pemberitahuan surat teguran, penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat
paksa, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, serta menjual barang yang
telah disita berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun
1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000.

Tindakan penagihan merupakan wujud upaya untuk mencairkan tunggakan pajak,


namun dalam pelaksanaan penagihan haruslah memperhatikan prinsip keseimbangan
antara biaya penagihan dengan penerimaan yang didapatkan karena pelaksanaan
penagihan dalam rangka pencairan tunggakan pajak mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit.
Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan
dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayarkan
hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan
negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat
menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda. Kegiatan penagihan pajak merupakan
ujung tombak dalam menyelamatkan penerimaan Negara yang tertunda, oleh sebab itu
seksi penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak. Dalam pelaksanaaanya penagihan pajak haruslah dilandaskan pada
peraturan perundang - undangan yang berlaku., sehingga mempunyai kekuatan hukum
baik bagi wajib pajak maupun aparatur pajaknya.

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang
telah disita (Pasal 1 angka 9 UU No. 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat
paksa).

Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan atau KUP, Dasar penagihan pajak yaitu:

1) Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan dasar penagihan pajak adalah:

a. Surat Tagihan Pajak(SPT)


b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
d. Surat Keputusan Pembetulan , Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

2) Pasal 12UU PBB menyebutkan dasar penagihan pajak adalah :

a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)


b. Surat ketetapan pajak
c. Surat Tagihan Pajak (SPT) merupakan dasar penagihan pajak.

Dengan demikian akibat adanya kasus penunggakan pajak oleh Pertamina, maka
Ditjen Pajak berhak melakukan serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan,
menjual barang yang telah disita sebagaimana telah diatur pada Pasal 1 angka 9 UU No.
19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa tersebut.
Tahap-tahap awal dalam penagihan pajak yaitu Penerbitan Surat Teguran, Surat
peringatan, atau Surat lain yang sejenis. Tahap tersebut merupakan awal tindakan
penagihan pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak
berikutnya yaitu penyampaian Surat Paksa dan sebagainya.

Menurut KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan pajak yang
dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau sejenisnya. Surat
Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Menurut pasal 8 ayat (1) UU PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila:

1) Penanggung pajak tidak melunais utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo
pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan
atau surat lain yang sejenis.

2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan


sekaligus.

3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam


keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

UU KUP juga mengatur mengenai jangka waktu bagi Dirjen Pajak untuk melakukan
penagihan pajak. Apabila sudah melampaui jangka waktu yang ditentukan maka hak
untuk melakukan penagihan pajak tersebut menjadi daluwarsa.

Terkait dengan kasus Pertamina, apabila langkah awal dalam penagihan pajak yaitu
Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis diabaikan. Maka
Ditjen pajak dapat melakukan langkah-langkah berikutnya yaitu penyampaian Surat
Paksa dan sebagainya. Dalam penyampaian Surat Paksa tersebut apabila telah melampaui
jangka waktu yang ditentukan maka hak untuk melakukan penagihan pajak tersebut
menjadi daluwarsa.

Demikianlah rangkaian langkah-langkah yang harus di tempuh oleh Ditjen Pajak


dalam kaitannya dengan kasus ini. Pertamina sebagaimana telah dijelaskan di atas
menunnggak pajak 7 sebesar Rp. 4,2 Triliun. Menjadi kewajiban perusahaan tersebut
untuk melakukan pelunasan pajaknya. Oleh karena itu melalui analisis ini kita harus
melihat terlebih dahulu berada dalam posisi yang manakah Pertamina tersebut. Apakah
Pertamina sudah berada pada Penyampaian Surat Paksa ataukah masih dalam Surat
Teguran atau Surat Peringatan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kasus PT. Pertamina adalah cermin sempurna bagi penegak hukum kita.Seseorang
yang diharapkan dapat ikut menegakan Pajak yang berlaku , Malah ikut serta terlibat
dalam kasus yang merugikan Negara Dari situ tergambar, sebagian dari mereka tidak
sungguh-sungguh menegakkan keadilan, malah berusaha menyiasati hukum dengan
segala cara. Tujuannya boleh jadi buat melindungi orang kaya yang diduga melakukan
kejahatan. Dan kalau perlu dilakukan dengan cara mengorbankan orang yang lemah.
Padahal pajak Sendiri digunakan untuk memakmurkan Rakyat Indonesia.

Dengan penjabaran diatas dapat kita simpulkan bahwa di dalam Undang-Undang No.
19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau KUP telah mengatur dasar hukum
dalam kaitannya dengan kasus penunggakan pajak oleh PT. Pertamina (persero).
Sehingga dengan kita hubungkan dengan Undang-Undang tersebut kita dapat mengetahui
cara penyelesaian kasus penunggakan pajak ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://bisnis.news.viva.co.id/pertamina_tunggak_pajak_rp_4_3_triliun
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/02/20/17145121/pertamina-tunggak-pajak
https://perpajakan-id.ddtc.co.id/sumber-hukum/peraturan-pusat/undang-undang-KUP

Anda mungkin juga menyukai