Disusun oleh :
1. Nadiah Adilah (1962201447)
2. Septi Ludianah (1962201456)
Tangerang,
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….………..ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang………………………………………………………………..1
2. Ruang lingkup………………………………………………………………...1
3. Tujuan dan Manfaat…………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi / Landasan Toeri……………………………………………………..3
2. Ulasan Materi………………………………………………………………....5
3. Penyelesaian Masalah………………………………………………………...9
4. Solusi dan Hasil Pengamatan…………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era serba teknologi saat ini, kemampuan akses teknologi sangat
berkembang pesat begitu juga sistem informasi khususnya terkait dalam
pembahasan berikut mengenai terungkapnya kasus perpajakan yang akan
dibahas yaitu Direktur Operasional PT. Dutasari Citralaras. Sehubungan dengan
pembahasan materi kasus perpajakan berikut bermaksud mencari tahu sumber-
sumber terkait dengan dugaan kasus pidana pajak yang terjadi pada salah satu
perusahaan yang ada di Indonesia, serta menganalisis penyebab-penyebab
terjadinya permasalahan yang terjadi.
B. Ruang Lingkup
Pembahasan dalam makalah ini mencakup tat cara pelaporan SPT tahunan,
ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, beberapa cakupan tersebut
kelompok ini bahas sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh
Direktur Operasionaln PT. Dutasari Citralaras.
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
Dalam bab berikut ini mengulas terkait dengan dugaan kasus pajak yang
dilakukan oleh PT. Dutarasa Citralaras oleh Direktur Operasional yaitu Rony
Wijaya, sehubung dengan Tindakan perusahaan tersebut dengan secara
sengaja, tidak melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan dan dengan
sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau di pungut yang
menimbulkan kerugian pada Negara. Adapaun sumber yang di kutip dari
sumber terkait dengan beberapa kasus dugaan pidana pajak ialah sebagai
berikut :
1. Sumber m.bisnis.com
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis 5,5 tahun penjara dan
denda Rp. 20,5 Miliar subsider 6 bulan kurungan kepada terdakwa RW.
RW adalah nama inisial untuk Rony Wijaya. Dia adalah Direktur
Operasional PT. Dutasari Citralaras atau PT. DC. Nama PT. DC sempat
terjerat dalam skandal korupsi pembangunan wisma atlet Hambalang yang
terjadi pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
4
Berdasarkan dokumen perusahaan yang disahkan Kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, PT. Dutasari Citralaras dikuasi oleh
empat orang. Ke empat orang itu yakni Athiyyah Laila yang notabene istri
mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, sebagai
komisaris sekaligus pemilik saham 20% saham PT. DC.
Rony Wijaya sebagai Direktur dan pemegang saham 20%, PT. Msons
Capital memegang saham 20%, dan pengendalian saham tersebut adalah
Macfud Suroso, yang menguasai saham 40%.
B. Ulasan Materi
Sehubung dari sumber kasus pidana oleh PT. Duta Citralaras, berikut
bebearapa ulasan terkait hal-hal yang dilanggar oleh PT. DC terhadap
maknisme perpajakan antara lain sebagai berikut :
1. Secara sengaja menggunakan faktur pajak tidak sah
2. Sengaja melakukan pengecilan jumlah PPN terutang
3. Pidana hukum yang harus diterima oleh PT. DC
Dari hal-hal yang berkaitan dengan kasus tindak pidana oleh PT. DC berikut
penjelasan lengkap mengenai 3 point diatas :
a. Secara sengaja menggunakan faktur pajak tidak sah
5
Klasifikasi Penerbit Faktur Pajak Tidak Sah
Berdasarkan surat edaran Nomor SE-17/PJ/2018, DJP menentukan bahwa
faktur pajak menjadi tidak sah karena hal berikut :
1) Wajib pajak bukan PKP, namun sudah menerbitkan faktur pajak
2) Melakukan transaksi dengan wajib pajak yang terindikasi membuat
dan melaporkan faktur pajak tidak sah
3) Faktur pajak keluaran belum atau tidak dilaporkan dalam SPT masa
PPN tapi sudah dikreditkan oleh lawan transaksi.
4) Akta pendirian perusahaan wajib pajak dibuat oleh notaris yang juga
menangani wajib pajak terindikasi penerbit atau wajib pajak penerbit
atau notaris yang digunakan juga oleh beberapa wajib pajak yang lain.
5) Pendirian badan usaha dilakukan pada saat yangbsama atau
berdekatan waktunya dengan beberapa wajib pajak lain
6) Wajib pajak yang terindikasi memiliki alamat atau kegiatan usaha
yang sama dengan satu atau beberapa wajib pajak lain.
7) Memiliki pengurus yang sama dengan pengurus wajib pajak
terindikasi penerbit atau sama dengan pengurus satu atau beberapa
wajib pajak lain.
Wajib pajak yang terindikasi penerbit faktur pajak tidak sah memiliki
karakteristik ussha sebagai berikut :
1) Wajib pajak non-efektif secara tiba-tiba usahanya kembali aktif dan
menyerahkan PPN terutang dalam jumlah besar
2) Wajib pajak melakukan penyerahan PPN terutang yang jumlahnya
tidak sebanding dengan besaran modal atau asset perusahaan.
3) Wajib pajak melakukan penyerahan PPN terutang yang tidak
sebanding dengan jumlah pegawai yang bekerja
4) PPN terutang yang dilaporkan sangat beragam, sehingga kegiatan
usaha utama wajib pajak tersebut tidak diketahhui secara pasti
5) Memiliki persediaan yang sedemikian besar namun tidak memiliki
fasilitas penyimpanan atau gudang.
6
6) Sebagian besar pembelian berasal dari kegiatan impor namun kegiatan
penyerahan tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan barang yang
diimpor.
7) Melakukan penyerahan BKP namun tidak sesuai atau tidak
berhubungan dengan barang yang dibeli.
8) Memiliki net profit margin yang sanngat kecil.
7
DJP sebagai otoritas pajak di Indonesia melakukan penegakan hukum bagi
pelanggar hukum khususnya penggelapan pajak seperti penegakan hukum
ringan dan penegakan hukum berat. Penegakan hukum yang bersifat
administrasi yaitu berupa bunga atau denda.
Sedangkan penegakan hukum berat dikenakan kepada tindak pidana
perpajakan, sanksi yang dikenakan adalah sanksi pidana.
8
C. Penyelesaian Masalah
Untuk mencegah terjadinya korupsi faktur pajak fiktif ini,
pemerintah harus memperbaiki pengendalian intern dan tatakelola administrasi
perpajakan. Dalam hal ini pengendalian intern, sistem administrasi perpajakan
harus dapat melakukan self control bahwa faktur pajak yang dikreditkan
memang telah dilaporkan sebagai pajak keluaran.
Direktorat Jenderal pajak biasanya melakukan pengawasan melalui
sistem konfirmasi secara manual oleh satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
kepada KPP lain. Namun, konfirmasi ini dilakukan terhadap Wajib Pajak yang
diperiksa yang Sebagian besarnya adalah Wajib Pajak yang mengajukan
restitusi PPN. Menurut undang-undang KUP, pemeriksaan wajib dilakukan
kepada Wajib Pajak yang mengajukan restitusi. Padahal, potensi fraud faktur
pajak fiktif juga ada pada wajib pajak yang tidak diperiksa karena tidak
mengajukan restitusi.
9
10
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kasus pidana dibidang perpajakan didominasi oleh kasus faktur
pajak fiktif. Sistem pengkreditan dalam pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
memberi peluang terjadinya fraud berupa pengkreditan Pajak Masukan yang
tidak semestinya menggunakan faktur pajak fiktif atau faktur pajak yang tidak
sah. Pemerintah telah melakukan uapaya-upaya untuk memperkecil
kesempatan terjadinya kasus faktur pajak fiktif ini walupun tidak mungkin
menghapus sama sekali peluang karena resiko terjadinya kasus ini sudah
melekat dalam sistem pengkreditan PPN. Mengingat pelaku kejahatan juga
semakin menyempurnakan uapay perbaikan-perbaikan sistem dan tatakelola
pengawasan untuk mencegah semakin banyaknya kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://docplayer.info/73026121-Makalah-perpajakan-kasus-pidana-pajak-
oleh-pt-percetakan-dan-penerbitan-sulawesi.html
https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/sekretariat-badan-kasus-faktur-
pajak-fiktif-dan-pencegahannya-2019-11-05-30a15ffe/
https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/faktur-pajak-tidak-sah-
pelanggaran-hukum-yang-merugikan-negara