Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PERPAJAKAN

Kasus Pajak Direktur Operasional PT. Dutasari Citralaras

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pajak Internasional


Program Strata I Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Tangerang

Disusun oleh :
1. Nadiah Adilah (1962201447)
2. Septi Ludianah (1962201456)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu


Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah mencurahkan
segala rahmat serta hidyah-nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah atas
utusan yang paling mulia, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan
tak lupa untuk kita semua selaku umatnya.
Kelompok disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah
menyelesaikan makalah yang berjudul “kasus pajak Direktur Operasional PT.
Dutasari Citralaras” sebagai tugas mata kuliah pajak Internasional. Dalam makalah
ini kelompok ini mencoba untuk menjelaskan tentang pentingnya pelaporan SPT
bagi semua Wajib Pajak Pribadi maupun Non Pribadi.
Semoga makalah yang sudah dibuat ini dapat di pahami bagi siapa pun yang
membacanya. Dan semoga kelompok ini dapat mengetahui apa saja hal-hal yang
penting mauoun penjelasan yang dianggap perlu diperbaiki dari penulisan makalah
ini. Sebelumnya kelompok ini mohon maaf apabila terjadi kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan karya tulis yang dibuat kedepannya.

Tangerang,

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….………..ii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang………………………………………………………………..1
2. Ruang lingkup………………………………………………………………...1
3. Tujuan dan Manfaat…………………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi / Landasan Toeri……………………………………………………..3
2. Ulasan Materi………………………………………………………………....5
3. Penyelesaian Masalah………………………………………………………...9
4. Solusi dan Hasil Pengamatan…………………………………………………9

BAB III KESIMPULAN


1. Kesimpulan………………………………………………………………….10

DAFTAR PUSTAKA

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam era serba teknologi saat ini, kemampuan akses teknologi sangat
berkembang pesat begitu juga sistem informasi khususnya terkait dalam
pembahasan berikut mengenai terungkapnya kasus perpajakan yang akan
dibahas yaitu Direktur Operasional PT. Dutasari Citralaras. Sehubungan dengan
pembahasan materi kasus perpajakan berikut bermaksud mencari tahu sumber-
sumber terkait dengan dugaan kasus pidana pajak yang terjadi pada salah satu
perusahaan yang ada di Indonesia, serta menganalisis penyebab-penyebab
terjadinya permasalahan yang terjadi.

B. Ruang Lingkup
Pembahasan dalam makalah ini mencakup tat cara pelaporan SPT tahunan,
ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, beberapa cakupan tersebut
kelompok ini bahas sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh
Direktur Operasionaln PT. Dutasari Citralaras.

C. Tujuan dan Manfaat


Adapaun Tujuan dari makalah ini :
1. Memberikan pemahaman tentang pentingnya pelaporan Pajak Tahunan
terhadap Wajib Pajak Pribadi, Badan, maupun Bentuk Usaha Tetap secara
baik dan benar serta tepat waktu.
2. Memberikan pengertian bahwasanya segala Tindakan yang bertujuan untuk
menghindari pelaporan pajak dapat merugikan Negara, kemudian dari segi
social pun akan bedampak pada kelangsungan wajib pajak tersebut.
Serta Manfaat dari makalah ini :
1. Wajib Pajak Pribadi, Badan maupun Bentuk Usaha Tetap telah cakap dalam
sistem pelaporan pajaknya, serta komitmen terhdapat pelaporan pajaknya
tiap periode jatuh temponya.
2. Dan Wajib Pajak sadar akan segala bentuk Tindakan yang bertujuan untuk
menghindari perpajakan dapat terdeteksi oleh pihak terkait khususnya
Ditjen Pajak.

2
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
Dalam bab berikut ini mengulas terkait dengan dugaan kasus pajak yang
dilakukan oleh PT. Dutarasa Citralaras oleh Direktur Operasional yaitu Rony
Wijaya, sehubung dengan Tindakan perusahaan tersebut dengan secara
sengaja, tidak melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan dan dengan
sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau di pungut yang
menimbulkan kerugian pada Negara. Adapaun sumber yang di kutip dari
sumber terkait dengan beberapa kasus dugaan pidana pajak ialah sebagai
berikut :
1. Sumber m.bisnis.com
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis 5,5 tahun penjara dan
denda Rp. 20,5 Miliar subsider 6 bulan kurungan kepada terdakwa RW.
RW adalah nama inisial untuk Rony Wijaya. Dia adalah Direktur
Operasional PT. Dutasari Citralaras atau PT. DC. Nama PT. DC sempat
terjerat dalam skandal korupsi pembangunan wisma atlet Hambalang yang
terjadi pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Adapun, vonis yang diberikan oleh majelis hakim PN Jakses terkait


dengan perkara tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana
pencucian uang.
Perbuatan pidana perpajakan dilakukan terdakwa pada kurun waktu 2010
sampai 1012 dengan cara menggunakan faktur pajak tidak sah untuk
mengecilkan jumlah pajak PPN terutang yang harus disetorkan ke kas
negara dan dilaporkan ke kantor pelayanan pajak. Sebelum didakwa, RW
pernah melakukan upaya hukum praperadilan karena merasa diperlakukan
diskriminatif atas penerapan tersangkanya, tetapi praperadilan tersebut
ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta.
Terdakwa juga pernah mangajukan Nota Protes dengan
mempermasalahkan perlakukan apparat pajak saat terjadi Tindakan
penyanderaan (gijezeling) pada tahun 2017. “DJP telah menegaskan
bahwa penyanderaan yang dilakukan terhadap terdakwa tidak terkait
dengan kasus tindak pidana di bidang perpajakan maupun tindak pidana
pencucian uang yang disangkakan kepada yang bersangkutan,” kata
Direktur P2 Humas Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama dalam
keterangan resminya, Jumat (7 / 8 / 2020).

Tak hanya itu, atas Tindakan penyanderaan tersebut terdakwa telah


mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikan putusan
bahwa atas gugatan tersebut ditolak.
Kasus penggunaan faktur pajak tidak sah oleh pengurus PT. DC
merupakan rangkaian kasus lama yang sebelumnya telah ditangani oleh
Direktorat Penegakan Hukum DJP.

Beberapa pelaku terkait kasus tersebut telah dijatuhi hukuman di


Pengadilan Negeri Jakarta Utara a.n YN, HW, dan RW sedangkan mantan
Direktur Utama PT. Dc dengan inisial MS, akan segera menjalani
persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan pasal yang
disangkakan “menyampaikan SPT yang isinya tidak benar”.

MS adalah Machfud Suroso. Machfud adalah Direktur Utama PT.


DC. Ia telah divonis 7,5 tahun penjara oleh pengadilan tingkat pidana
korupsi (tipikor) atas penyuapan terkait proyek tersebut.
PT. Dutasari Citralaras juga sempat di identikan dengan keluarga mantan
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Hubungan ini
diketahui dari keberadaan istri pria yang sempat bersitegang dengan SBY

4
Berdasarkan dokumen perusahaan yang disahkan Kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, PT. Dutasari Citralaras dikuasi oleh
empat orang. Ke empat orang itu yakni Athiyyah Laila yang notabene istri
mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, sebagai
komisaris sekaligus pemilik saham 20% saham PT. DC.
Rony Wijaya sebagai Direktur dan pemegang saham 20%, PT. Msons
Capital memegang saham 20%, dan pengendalian saham tersebut adalah
Macfud Suroso, yang menguasai saham 40%.

B. Ulasan Materi
Sehubung dari sumber kasus pidana oleh PT. Duta Citralaras, berikut
bebearapa ulasan terkait hal-hal yang dilanggar oleh PT. DC terhadap
maknisme perpajakan antara lain sebagai berikut :
1. Secara sengaja menggunakan faktur pajak tidak sah
2. Sengaja melakukan pengecilan jumlah PPN terutang
3. Pidana hukum yang harus diterima oleh PT. DC

Dari hal-hal yang berkaitan dengan kasus tindak pidana oleh PT. DC berikut
penjelasan lengkap mengenai 3 point diatas :
a. Secara sengaja menggunakan faktur pajak tidak sah

Faktur Pajak Tidak Sah


Faktur pajak tidak sah adalah faktur pajak yang diterbitkan tidak
berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau faktur pajak yang diterbitkan
oleh pengusaha yang belum ditetapkan sebagai Pengusaha Kena pajak
(PKP). Definisi ini telah ditentukan dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 tentang perlakuan terhadap penerbitan
dan/atau penggunaan faktur pajak tidak sah oleh wajib pajak. Peraturan ini
kemudian diperbarui oleh Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
16/PJ/2018.

5
Klasifikasi Penerbit Faktur Pajak Tidak Sah
Berdasarkan surat edaran Nomor SE-17/PJ/2018, DJP menentukan bahwa
faktur pajak menjadi tidak sah karena hal berikut :
1) Wajib pajak bukan PKP, namun sudah menerbitkan faktur pajak
2) Melakukan transaksi dengan wajib pajak yang terindikasi membuat
dan melaporkan faktur pajak tidak sah
3) Faktur pajak keluaran belum atau tidak dilaporkan dalam SPT masa
PPN tapi sudah dikreditkan oleh lawan transaksi.
4) Akta pendirian perusahaan wajib pajak dibuat oleh notaris yang juga
menangani wajib pajak terindikasi penerbit atau wajib pajak penerbit
atau notaris yang digunakan juga oleh beberapa wajib pajak yang lain.
5) Pendirian badan usaha dilakukan pada saat yangbsama atau
berdekatan waktunya dengan beberapa wajib pajak lain
6) Wajib pajak yang terindikasi memiliki alamat atau kegiatan usaha
yang sama dengan satu atau beberapa wajib pajak lain.
7) Memiliki pengurus yang sama dengan pengurus wajib pajak
terindikasi penerbit atau sama dengan pengurus satu atau beberapa
wajib pajak lain.

Wajib pajak yang terindikasi penerbit faktur pajak tidak sah memiliki
karakteristik ussha sebagai berikut :
1) Wajib pajak non-efektif secara tiba-tiba usahanya kembali aktif dan
menyerahkan PPN terutang dalam jumlah besar
2) Wajib pajak melakukan penyerahan PPN terutang yang jumlahnya
tidak sebanding dengan besaran modal atau asset perusahaan.
3) Wajib pajak melakukan penyerahan PPN terutang yang tidak
sebanding dengan jumlah pegawai yang bekerja
4) PPN terutang yang dilaporkan sangat beragam, sehingga kegiatan
usaha utama wajib pajak tersebut tidak diketahhui secara pasti
5) Memiliki persediaan yang sedemikian besar namun tidak memiliki
fasilitas penyimpanan atau gudang.

6
6) Sebagian besar pembelian berasal dari kegiatan impor namun kegiatan
penyerahan tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan barang yang
diimpor.
7) Melakukan penyerahan BKP namun tidak sesuai atau tidak
berhubungan dengan barang yang dibeli.
8) Memiliki net profit margin yang sanngat kecil.

Penyidikan Indikasi Faktur Pajak Tidak Sah


Menyingkapi indikasi adanya pembuatan faktur pajak tidak sah, DJP
berwenang melakukan penyidikan dengan cara :
1) Meminta keabsahan dokumen identitas wajib pajak, pengurus dan
penanggung jawab wajib pajak.
2) Mengetahui keberadaan wajib pajak serta kesesuaian atau kewajaran
profil wajib pajak
3) Mengetahui keberadaan dan kewajaran lokasi usaha wajib pajak.
4) Mengecek kesesuaian kegiatan usaha wajib pajak

Langkah-langkah penyedikan ini dilakukan dengan cara :


1) Kunjungan ke tempat wajib pajak
2) Pemeriksaan lapangan
3) Mengkonfirmasi kepada instansi atau pejabat berwenang
4) Melakukan kegiatan intelejen perpajakan
5) Pengamatan

b. Sengaja melakukan pengecilan jumlah PPN


Tax Evasion sendiri merupakan suatu pelanggaran dalam
perpajakan dalam melakukan skema penggelapan pajak yang dilakukan
oleh wajib pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan,
bahkan beberapa wajib pajak sama sekali tidak membayar pajak terutang
yang harus dibayarkan melalui cara-cara yang illegal.

7
DJP sebagai otoritas pajak di Indonesia melakukan penegakan hukum bagi
pelanggar hukum khususnya penggelapan pajak seperti penegakan hukum
ringan dan penegakan hukum berat. Penegakan hukum yang bersifat
administrasi yaitu berupa bunga atau denda.
Sedangkan penegakan hukum berat dikenakan kepada tindak pidana
perpajakan, sanksi yang dikenakan adalah sanksi pidana.

c. Hukum pidana yang harus diterima oleh PT. DC


Apabila wajib pajak gagal membuktikan atau tidak melakukan
klarifikasi terkait pembuatan faktur pajak tidak sah. DJP akan
menjatuhkan sanksi hukum berupa pencabutan status PKP.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, sanksi pidana perpajakan yang
menanti wajib pajak yang menbuat dan melaporkan faktur pajak tidak sah
adalah pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahhun.
Selain itu, wajib pajak juga dikenakan denda paling sedikit dua kali dan
paling banyak enam kali jumlah pajak dalam faktur pajak.

Dalam ketentuan resmi DJP disebutkan putusan TPPU ini


merupakan hasil dari penyidikan tindak pidana bidang perpajakan, dimana
terdakwa menerbitkan faktur pajak tidak sah berupa faktur yang tidak
berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
DJP pun mengimbau seluruh wajib pajak untuk menjalankan kewajiban
perpajakan dengan benar serta tidak. Melakukan perbuatan seperti
mengurangi penghasilan yang dilaporkan, atau mencari keuntungan secara
tidak sah dari proses perpajakan, seperti menerbitkan atau menggunakan
faktur pajak tidak sah alias faktur pajak fiktif.

8
C. Penyelesaian Masalah
Untuk mencegah terjadinya korupsi faktur pajak fiktif ini,
pemerintah harus memperbaiki pengendalian intern dan tatakelola administrasi
perpajakan. Dalam hal ini pengendalian intern, sistem administrasi perpajakan
harus dapat melakukan self control bahwa faktur pajak yang dikreditkan
memang telah dilaporkan sebagai pajak keluaran.
Direktorat Jenderal pajak biasanya melakukan pengawasan melalui
sistem konfirmasi secara manual oleh satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
kepada KPP lain. Namun, konfirmasi ini dilakukan terhadap Wajib Pajak yang
diperiksa yang Sebagian besarnya adalah Wajib Pajak yang mengajukan
restitusi PPN. Menurut undang-undang KUP, pemeriksaan wajib dilakukan
kepada Wajib Pajak yang mengajukan restitusi. Padahal, potensi fraud faktur
pajak fiktif juga ada pada wajib pajak yang tidak diperiksa karena tidak
mengajukan restitusi.

D. Solusi dan hasil pengamatan


Untuk mengatasi masalah ini, Direktorat Jenderal Pajal melakukan
berbagai pembenahan. Pertama, diperkenalkannya sistem e-SPT. Dengan
sistem ini, proses perekaman manual dihilangkan sehingga data yang ada pada
sistem bebas dari campur tangan perekaman manual. Kedua, diperkenalkan
sistem pemberian nomer faktur pajak. Sistem ini menggantikan penomoran
yang sebelumnya dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak. Dengan sistem
penomoran ini, pengawasan atas peredaran faktur pajak lebih bisa dikontrol.
Ketiga, DJP mulai menerapkan sistem e-faktur. Dengan sistem ini, faktur pajak
diterbitkan bukan dalam bentuk kertas tapi secara elektronik. Sistem
permintaan dan penerbitan faktur pajak dilakukan secara elektronik antara
Wajib Pajak dan DJP.

9
10

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Kasus pidana dibidang perpajakan didominasi oleh kasus faktur
pajak fiktif. Sistem pengkreditan dalam pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
memberi peluang terjadinya fraud berupa pengkreditan Pajak Masukan yang
tidak semestinya menggunakan faktur pajak fiktif atau faktur pajak yang tidak
sah. Pemerintah telah melakukan uapaya-upaya untuk memperkecil
kesempatan terjadinya kasus faktur pajak fiktif ini walupun tidak mungkin
menghapus sama sekali peluang karena resiko terjadinya kasus ini sudah
melekat dalam sistem pengkreditan PPN. Mengingat pelaku kejahatan juga
semakin menyempurnakan uapay perbaikan-perbaikan sistem dan tatakelola
pengawasan untuk mencegah semakin banyaknya kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://docplayer.info/73026121-Makalah-perpajakan-kasus-pidana-pajak-
oleh-pt-percetakan-dan-penerbitan-sulawesi.html

https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/sekretariat-badan-kasus-faktur-
pajak-fiktif-dan-pencegahannya-2019-11-05-30a15ffe/

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/faktur-pajak-tidak-sah-
pelanggaran-hukum-yang-merugikan-negara

Anda mungkin juga menyukai