WAE
(Wahana Auto Ekamarga)
Di susun oleh :
Kelompok 3
UNIVERSITAS BUMIGORA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ANALISIS KASUS PT.
WAE“ ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang di berikan
Ibu R. Ayu Ida Aryani, SE.,M.AK pada mata kuliah hukum perpajakan. Makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang “ANALISIS KASUS PT. WAE“ bagi para pembaca
dan juga bagi kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak selaku dosen mata kuliah hukum bisnis yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman
seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat
waktu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, kritik dan
saran pembaca yang membangun,sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
I. DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan petinggi PT Wahana Auto
Ekamarga (PT WAE) dan empat orang lainnya dari unsur penyelenggara negara dalam kasus
dugaan suap restitusi (pembayaran kembali) pajak perseroan pada 2015 dan 2016.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan kasus ini bermula pada saat PT WAE
menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan tahun 2015 dengan
mengajukan restitusi sebesar Rp 5,03 miliar. Kantor Pelayanan Pajak PMA Tiga melakukan
pemeriksaan lapangan terkait pengajuan restitusi tersebut. Dalam tim tersebut Hadi Sutrisno
sebagai supervisor, Jumari sebagai Ketua Tim dan M. Naif Fahmi sebagai anggota Tim yang
ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Dari hasil pemeriksaan itu, Hadi Sutrisno
menyampaikan kepada PT WAE bahwa mereka tidak lebih bayar melainkan kurang bayar. Hadi
lantas menawarkan bantuan untuk menyetujui restitusi dengan imbalan di atas Rp. 1 miliar.
Darwin Maspolim selaku Komisaris PT WAE menyetujui permintaan tersebut. Saut mengatakan
pihak PT WAE pun mencairkan uang dalam dua tahap dan menukarkannya dengan bentuk valuta
asing dollar Amerika Serikat. "Pada April 2017 terbit Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB) Pajak Penghasilan yang menyetujui restitusi sebesar Rp 4,59 Milyar. SKPLB tersebut
ditandatangani oleh Tersangka YD sebagai Kepala KPP PMA Tiga," kata Saut. Saut melanjutkan
sekitar awal Mei 2017, salah satu staf PT WAE menyerahkan uang kepada tersangka Hadi di
parkiran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Barat sebesar US$73,700. Uang itu pun yang
dikemas dalam sebuah kantong plastik berwana hitam. "Uang tersebut kemudian dibagi HS pada
YD, Kepala KPP PMA Tiga dan Tim Pemeriksa, yaitu: JU dan MNF sekitar US$18,425 per-
orang," kata Saut.
PT WAE pun kembali menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan tahun
2016 dengan mengajukan restitusi sebesar Rp 2,7 miliar. Sebagai tindak lanjut, Yul Dirga
menandatangani surat pemeriksaan lapangan dengan Hadi sebagai salah satu tim pemeriksa.
Pada saat proses klarifikasi, Hadi memberitahukan pihak PT WAE bahwa terdapat banyak
koreksi. Seperti pada SPT Tahunan PPh WP Badan 2015, PT WAE ternyata masih kurang bayar,
bukan lebih bayar. Hadi pun kembali mengajukan bantuan dengan meminta uang senilai Rp1
miliar kepada PT WAE. Kali ini permintaan Hadi tidak langsung disetujui pihak PT WAE.
Alhasil, Hadi membicarakan negosiasi fee dengan Yul Dirga. Akhirnya disepakati Komitmen fee
sejumlah Rp 800 juta. Pihak PT WAE kembali menggunakan sarana money changer untuk
menukar uang suap itu menjadi Dollar Amerika Serikat. "Pada Juni 2018 terbit Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang ditandatangani oleh Tersangka YD,
menyetujui restitusi sebesar Rp 2,77 miliar," kata Saut. Dua hari kemudian, pihak PT WAE
menyerahkan uang senilai US$57.500 pada Hadi. Uang tersebut kemudian dibagi Hadi kepada
Tim Pemeriksa Jumari, dan M. Naif Fahmi selaku anggota timnya. Masing-masing mendapatkan
duit sekitar US$13.700. Sementara itu Yul Dirga, Kepala KPP PMA Tiga mendapatkan
US$14,400. Atas perbuatannya, Darwin sebagai pemberi disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a
atau Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Sementara itu empat orang lainnya
selaku penerima disangkakan melanggar pasal, melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b
subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto
Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Etika wajib pajak merupakan kecendrungan wajib pajak untuk bersikap atau berprilaku
sesuai dengan nilai dan norma serta pikiranya untuk melakukan kewajiban perpajakanya yang di
dukung serta diperkuat dengan adanya pengetahuan wajib pajak.
Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi adalah prinsip kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab..
Singkatnya, prinsip otonomi merupakan sikap dan kemampuan manusia untuk
mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan.
“Pada kasus ini, Komisaris PT WAE tidak menerapkan prinsip otonomi karena telah
mengambil keputusan dengan memberikan imbalan kepada pihak kantor pelayanan pajak
agar menyetujui restitusi atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan tahun
2015 dan 2016. Padahal, komisaris PT WAE mengetahui dari hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh pihak KPP menyatakan bahwa PPh Wajib Pajak Badan PT WAE tidak
lebih bayar melainkan kurang bayar. Sedangkan, Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT
WAE, Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT WAE, dan Anggota Pemeriksa Pajak PT WAE
juga tidak menerapkan prinsip otonomi karena telah mengambil keputusan dengan
meminta imbalan kepada komisaris PT WAE sebagai penawaran untuk menyetujui
restitusi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan tahun 2015 dan 2016.
Padahal, mereka telah memeriksa buku, catatan, dan dokumen terkait proses bisnis PT
WAE, yang ternyata ditemukan bahwa PPh Wajib Pajak Badan PT WAE tidak lebih
bayar melainkan kurang bayar.”
Prinsip Kejujuran
“Pada kasus ini, Komisaris PT WAE dan pihak KPP tidak menerapkan prinsip kejujuran
karena mereka bekerjasama agar pihak KPP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan untuk menyetujui restitusi PT WAE. Padahal, ketika
KPP melakukan pemeriksaan terhadap PT WAE, mereka menemukan suatu kesalahan
yang ada dalam buku, catatan, dan dokumen terkait proses bisnis PT WAE , sehingga
membuktikan bahwa PPh Wajib Pajak Badan PT WAE tidak lebih bayar melainkan
kurang bayar. Jadi, bisa dikatakan bahwa mereka membohongi pemerintah dan publik
karena mereka telah melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan.”
Prinsip Keadilan
“Pada kasus ini, komisaris dan pihak KPP menerapkan prinsip keadilan karena mereka
bekerjasama agar pihak KPP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Pajak Penghasilan untuk menyetujui restitusi PT WAE. Oleh karena itu, kerjasama yang
dilakukan oleh kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan. Namun, prinsip
keadilan disini dinilai buruk karena apa yang dilakukan oleh mereka sama saja dengan
membohongi pemerintah dan publik. Alasannya adalah KPP telah menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan untuk menyetujui restitusi PT
WAE, yang seharusnya KPP PMA 3 Jakarta tidak boleh menerbitkan Surat Ketetapan
tersebut karena tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan berdasarkan buku, catatan, dan
dokumen yang terkait proses bisnis PT WAE. Jadi, bisa dikatakan bahwa komisaris dan
pihak KPP tidak menerapkan keadilan kepada pihak pemerintah, karena mereka
melakukan hal yang merugikan pemerintah.”
Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle)
“Pada kasus ini, komisaris dan pihak KPP menerapkan prinsip saling menguntungkan,
karena mereka sama-sama mendapatkan keuntungan, Darwin Maspolim mendapatkan
restitusi untuk perusahaannya, sedangkan pihak KPP mendapatkan imbalan atas apa yang
sudah dilakukan oleh mereka. Namun, komisaris dan pihak KPP tidak menerapkan
prinsip saling menguntungkan kepada pemerintah, karena merugikan pemerintah.
Alasannya adalah KPP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) PT
WAE, yang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB ).
Prinsip Integritas Moral
Prinsip integritas moral digunakan sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau
perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan,
karyawan, maupun perusahaannya.
“Pada kasus ini, Komisaris PT WAE telah melakukan penyimpangan prinsip integritas
moral, karena menganggap dengan memberikan imbalan kepada pihak KPP PMA untuk
menyetujui restitusi perusahaannya akan menghasilkan keuntungan yang besar. Namun,
dia mengabaikan konsekuensi yang akan terjadi. Pada akhirnya, dia harus menerima
kenyataan pahit yaitu perbuatannya yang dilakukan bersama dengan pihak KPP diketahui
oleh KPK.
Hati Nurani
Hati nurani merupakan norma moral yang penting, tetapi sifatnya subyektif, sehingga
tidak terbuka untuk orang lain.
“Pada kasus ini, baik Komisaris PT WAE yang memberikan imbalan kepada pihak KPP
PMA agar menyetujui restitusi atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
tahun 2015 dan 2016; Supervisor Tim Pemeriksa Pajak, Ketua Tim Pemeriksa Pajak, dan
Anggota Pemeriksa Pajak PT WAE yang meminta imbalan kepada komisaris sebagai
penawaran untuk menyetujui restitusi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Badan tahun 2015 dan 2016; maupun Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman
Modal Asing (PMA) sekaligus Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menyetujui
penawaran bantuan yang dilakukan oleh 3 pegawainya untuk diberikan kepada PT WAE
sebagai persetujuan restitusi atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tahun 2015 dan
2016 dengan syarat PT WAE memberikan imbalan kepadanya dinilai perbuatan yang
buruk menurut hati nurani. Alasannya adalah mereka telah mengambil keputusan yang
bertentangan dengan hati nurani karena mereka terlalu tamak dalam kepentingannya
masing – masing untuk memperoleh keuntungan. Maka, secara tidak sadar mereka telah
menghancurkan integritas mereka sendiri dari sifat tamak tersebut.”
Kaidah Emas
Kaidah emas adalah bagaimana cara anda memperlakukan orang lain sebagaimana anda
sendiri ingin di perlakukan dengan baik. Karena tentunya pasti semua orang ingin di
perlakukan dengan baik.
“Pada kasus ini, komisaris telah memberikan imbalan kepada pihak KPP PMA agar menyetujui
restitusi atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan tahun 2015 dan 2016 dinilai
perbuatan yang baik (secara positif) menurut kaidah emas. Alasannya adalah karena Darwin
Maspolim ingin diperlakukan dengan baik karena pihak KPP PMA memberikan persetujuan
pengeluaran restitusi untuk PT WAE. Oleh karena itu, komisaris memperlakukan pihak KPP PMA
dengan baik. Akan tetapi, komisaris dan pihak KPP PMA yang bekerjasama agar
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan untuk
menyetujui restitusi PT WAE, sehingga pemerintah mengeluarkan restitusi kepada PT
WAE sesuai dengan surat ketetapan yang dikeluarkan oleh KPP PMA , yang seharusnya
pemerintah tidak perlu mengeluarkan restitusi untuk PT WAE dinilai perbuatan yang
tidak baik (secara negatif) menurut kaidah emas. Alasannya adalah seandainya komisaris
dan pihak KPP PMA diperlakukan yang sama seperti mereka memperlakukan perbuatan
mereka terhadap pemerintah, mereka pasti tidak menginginkan hal tersebut.”
Penilaian Umum
“Pada kasus ini, masyarakat umum pasti akan menilai atas apa yang dilakukan oleh komisaris
dan pihak KPP PMA sebagai perbuatan yang buruk. Karena sudah merugikan banyak pihak
termasuk juga membuat mereka menjadi tidak percaya lagi terhadap integritas otoritas
perpajakan. Sedangkan masyarakat perusahaan (karyawan) PT WAE mungkin menilai terhadap
apa yang dilakukan oleh komisaris sebagai perbuatan yang baik. Hal itu disebabkan, karena
mereka berfikir bahwa hal tersebut mungkin akan memberikan keuntungan untuk
perusahaannya yang akan berimbas kepada mereka juga atau mungkin mereka terpaksa
menilai hal tersebut sebagai perbuatan baik karena unsur kesepakatan atau kekuasaan dan
ancaman. Atau bisa saja masyarakat perusahaan (karyawan) PT WAE menilai terhadap
apa yang dilakukan oleh komisaris sebagai perbuatan yang buruk. Hal itu disebabkan,
karena mereka berfikir bahwa hal tersebut akan merugikan banyak pihak, termasuk
mereka. Alasannya adalah karena jika perbuatan komisaris diketahui oleh pihak yang
berwenang seperti KPK, maka perusahaan dapat diberi sanksi atau bahkan bisa saja usaha
perusahaan diberhentikan, sehingga masyarakat perusahaan (karyawan) PT WAE akan
sulit mencari sumber keuangan mereka.”
Integritas
Integritas artinya bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis.
“Pada kasus ini, pihak KPP PMA selaku pihak yang memeriksa buku, catatan, dan
dokumen terkait proses bisnis PT WAE tidak menerapkan prinsip integritas. Alasannya
adalah mereka memberikan pendapat yang tidak wajar dengan menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang menyetujui restitusi
untuk PT WAE. Pada realitanya, mereka mengetahui kondisi PT WAE dari hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh mereka yaitu ternyata PPh Wajib Pajak Badan PT
WAE kurang bayar.
Objektivitas
Objektivitas merupakan suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka serta bebas dari benturan kepentingan atau di bawah pengaruh pihak
lain.
“Pada kasus ini, pihak KPP PMA menerapkan objektivitas karena mereka dapat
mengetahui apa yang terjadi sebenarnya pada PT WAE berdasarkan hasil pemeriksaan
terhadap buku, catatan, dan dokumen terkait proses bisnis PT WAE. Akan tetapi, pihak
pemerintah tidak menerapkan objektivitas karena tidak melakukan analisa atas laporan
dan informasi lain terkait dengan proses bisnis PT WAE secara tersendiri dan langsung
mempercayai KPP PMA selaku tim pemeriksaan PT WAE karena reputasi KPP PMA
baik dan mungkin pemerintah berfikir bahwa KPP PMA 3 Jakarta tidak melakukan hal
yang dapat merugikan pemerintah.”
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Kompetensi dan kehati – hatian professional artinya mencapai dan mempertahankan
pengetahuan dan keahlian profesional pada level yang disyaratkan untuk memastikan
bahwa klien atau organisasi tempatnya bekerja memperoleh jasa profesional yang
kompenten.
“Pada kasus ini, walaupun KPP PMA dapat mengetahui apa yang terjadi sebenarnya pada
PT WAE berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap PT WAE, mereka tidak menerapkan
prinsip kompetensi dan kehati – hatian professional karena mereka menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang menyetujui restitusi
untuk PT WAE, yang pada realitanya surat ketetapan tersebut tidak sesuai dengan hasil
pemeriksaan, dengan kata lain mereka mengabaikan konsekuensi yang terjadi apabila
mereka melakukan perbuatan tersebut. Oleh karena itu, hendaknya menjadi pelajaran
bagi pihak KPP PMA atau otoritas perpajakan lain yang ingin melakukan kecurangan
harus berpikir dua kali, karena saat ini KPK telah bersikap kritis untuk menyelidiki kasus
kecurangan khususnya bila terjadi kasus suap - menyuap. KPP PMA atau otoritas
perpajakan lain juga harus berhati-hati dalam memberikan opini, jangan sampai opini
tersebut tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan, sehingga perbuatan tersebut dapat
membohongi pemerintah ataupun publik.”
Kerahasiaan
Artinya menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil hubungan profesional
dan bisnis.
“Pada kasus ini, pihak KPP PMA merahasiakan kepada berbagai pihak (kecuali komisaris
) bahwa mereka telah mengetahui apa yang terjadi sebenarnya pada PT WAE
berdasarkan hasil pemeriksaan berdasarkan buku, catatan, dan dokumen terkait proses
bisnis PT WAE. Sehingga, pihak KPP PMA mungkin berfikir hal tersebut berguna
sebagai penawaran bantuan kepada PT WAE agar dapat menyetujui restitusi perusahaan
tersebut dan mereka mendapatkan imbalan yang cukup besar atas apa yang mereka
perbuat. Oleh karena itu, KPP PMA meminta imbalan kepada Komisaris PT WAE dan
mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang
menyetujui restitusi untuk PT WAE agar pemerintah mengeluarkan restitusi tersebut
kepada PT WAE.”
Perilaku Professional
“Pada kasus ini, meskipun pihak KPP PMA telah melakukan pemeriksaan sesuai aturan
perpajakan, sehingga dapat mengetahui apa yang terjadi sebenarnya pada PT WAE
berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap buku, catatan, dan dokumen terkait proses bisnis
PT WAE. Pihak KPP PMA dianggap tidak menerapkan perilaku profesional. Alasannya
adalah pihak KPP PMA 3 Jakarta menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB) Pajak Penghasilan yang menyetujui restitusi kepada PT WAE, yang pada
realitanya surat tersebut tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
mereka.
Kesimpulan
Berdasarkan kesimpulan di atas kami dari kelompok tiga memberikan saran bahwa
seharusnya PT WAE ketika melakukan pembayaran pajak membayar pajak sesuai dengan
nominal yang tertera pada surat pemberitahuan pajak, dari pada uang nya digunakan
untuk menyuap pihak KPP lebih baik digunakan untuk membayar SKPKB, sehingga PT
WAE bisa dinyatakan sebagai perusahaan yang baik, dan bertanggung jawab, namun
dengan dilakukannya penyuapan ini secara tidak langsung PT WAE akan di cap sebagai
perusahaan yang tidak jujur dan perusahaan lain akan enggan melakukan kerjasama
dengan PT WAE, dan seharusnya juga kita sebagai pihak pajak tidak boleh menerima
uang suap, sebagai pihak pajak kita harus bersikap adil, dan jujur terhadap masyarakat
dan pemerintah, karena secara tidak langsung pihak pajak menjadi contoh bagi wajib
pajak lainnya, karena pihak pajak memberikan arahan kepada wajib pajak, dan jika dari
awal PT WAE kekurangan bayar pajak, maka pihak pajak bisa membantu dengan dengan
banyaknya statemen dari pajak, seperti memberitahu masalahnya dimana, memberitahu
keberatannya dimana, namun karena PT WAE tidak berpikir panjang akhirnya dia
memutuskan untuk melakukan penyuapan tersebut, tanpa memikirkan resiko kedepannya
seperti apa, padahal permasalahan tersebut bisa di selesaikan dengan baik, dan pastinya
setiap kejahatan ada konskuensina dan PT WAE beserta pihak KPP yang bersangkutan
harus menerima konsekuensinya agarendapatkan efek jera.