Anda di halaman 1dari 12

MODUL PERKULIAHAN

Etika dan Hukum


Bisnis

Modul Standar untuk digunakan


dalam Perkuliahan di
Universitas Mercu Buana

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

13
Ekonomi dan Bisnis Manajemen S-1 MK Dr. Agus Arijanto,SE,MM

Abstract Kompetensi
Pengertian, definisi dari Etika Bisnis dan Mampu memahami dan menjelaskan,
Pengembangan Profesi dalam kaitannya akuntansi pajak dalam kaitannya
dengan Akuntansi Perpajakan yang dengan etika bisnis suatu organisasi
diterapkan pada suatu organisasi dalam kegiatannnya.
Etika Akuntansi Perpajakan
Pada saat ini maslah perpajakan disoroti berbagai pihak dalam berbagai sudut
pandang. Sebagai organisasi yang dinamis, yang mempunyai tugas pokok dan fungsi
mengamankan penerimaan negara dalam APBN, Ditjen Pajak telah mendayagunakan sorotan
tersebut sebagai sumber kekuatan dalam mengelola pajak. Artinya, di tengah tuntutan
perubahan, serta harmonisasi dengan berbagai kebijakan di berbagai sektor dalam
mendukung pembangunan nasional, walaupun tidak mudah, telah dilakukan berbagai
perubahan ke arah pembaharuan dan modernisasi. Ini sejalan dengan misi kelembagaannya,
yaitu senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi
perpajakan serta administrasi perpajakan yang mutakhir. Tanggal 27 Desember 2006
merupakan tonggak sejarah bagi perjalanan perpajakan Indonesia. Saat itu, Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati meresmikan modernisasi administrasi perpajakan secara
menyeluruh. Dikatakan menyeluruh, menyangkut subjek modernisasi. Sebelumnya, yang
dilakukan modernisasi adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Wilayah (Kanwil).

Secara manajemen, ini untuk melihat apakah proses modernisasi bisa berjalan atau
tidak. Karena butuh sarana dan prasarana, teknologi, tenaga dan biaya yang tidak sedikit,
dengan dukungan SDM yang handal. Sejak 2002, dibentuk KPP Wajib Pajak Besar (Large
Taxpayers Office, LTO) dan kanwilnya. Ini sebagai pilot proyek implementasi modernisasi
administrasi perpajakan. Setelah berjalan baik, pada 2004 dibentuk KPP Madya (Medium
Taxpayers Office, MTO) dan kanwilnya, yang dilanjutkan dengan KPP Pratama (Small
Taxpayers Office, STO) pada 2005. Melihat kantor operasional (KPP dan Kanwil) yang
modern telah memenuhi tuntutan pelayanan yang baik dalam kerangka good governance dan
pelayanan prima, maka kantor pusat juga dimodernisasi. Paradigma organisasi seluruhnya

‘13 Etika dan Hukum Bisnis – Modul ke-13


2 Dr. Agus Arijanto,SE,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
diubah menjadi berdasarkan fungsi. Yakni, pelayanan, pemeriksaan, penagihan, penyidikan,
dan lainnya. Sehingga tidak ada lagi direktorat atau bidang atau seksi yang khusus menangani
jenis pajak PPh, PPN, maupun PBB.
Bila dikaji secara cermat, maka peristiwa kudeta yang dilakukan terhadap Thaksin
Shinawatra, Perdana Menteri Thailand (saat itu), pada September, ada hal menarik yang
berkaitan dengan pajak. Media massa memberitakan penjualan perusahaan telekomunikasi
milik keluarga Thaksin-Shin Corp-ke Temasek, Singapura, atas keuntungannya sebesar
US$1,9 miliar dibebaskan dari pajak. Konon, pembebasan pajak inilah yang menjadi salah
satu pemicu mulainya demonstrasi yang berlarut-larut. Kepercayaan kepada Thaksin
menyurut dan akhirnya terjadi peralihan kekuasaan.
Peristiwa ini merupakan fenomena menarik. Masyarakat sudah makin kritis terhadap
permasalahan pajak. Masyarakat telah mau, dan mulai ikut serta dalam menentukan
pengenaan pajak yang berlaku terhadap semua lapisan masyarakat, tanpa terkecuali. Dalam
arti, di hadapan pajak sama dengan hukum semua masyarakat (termasuk penguasa dan
pejabat) adalah sama. Tidak boleh ada diskriminasi, apalagi dibebaskan pajaknya. Jika ada
objek yang dikenakan pajak, haruslah membayar pajak, siapa pun dia. Masyarakat
menganggap ada haknya di sana.
Dalam hal keikutsertaan masyarakat secara langsung, sepanjang dalam rambu-rambu
penegakan prinsip perpajakan, memang sangat diperlukan. Ini sebagai dukungan yang
konstruktif dalam menunjang keberhasilan penarikan pajak. Karena, mayoritas masyarakatlah
yang dikenakan pajak, dan sekaligus sebagai pembayar pajak. Sehingga wajar, bila ada
subjek pajak yang tidak membayar, masyarakat tidak bisa menerima, seperti halnya di
Thailand tersebut.

Di negara Indonesia dalam keikutsertaan masyarakat dalam perpajakan sangat jelas,


bahkan secara yuridis telah diatur sejak awal berdirinya Republik Indonesia, yakni dalam
konstitusi negara. Saat itu, dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 telah dinyatakan dengan tegas

‘13 Etika dan Hukum Bisnis – Modul ke-13


3 Dr. Agus Arijanto,SE,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
oleh founding father, segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang. Dari
aspek legislasi, berdasarkan undang-undang diartikan rakyat (melalui wakilnya di DPR) telah
turut serta menentukan pengenaan, pemungutan, dan penarikan pajak dari subjek pajak. Dari
uraian dalam makalah ini akan dibahas mengenai:
 Tanggung Jawab Akuntan Pajak
 Etika Akuntan Pajak
 Kompleksitas Aturan Perpajakan Vs Tuntutan Klien
    

  Tanggungjawab Akuntansi Perpajakan


Akuntan pajak memiliki beberpaa tanggung jawab, yaitu :
a.      Akuntan pajak memiliki kewajiban untuk tidak berbohong atau menjadi pihak yang
berbohong pada pengembalian pajak. Akibatnya, ada tanggung jawab untuk klien dan
masyarakat untuk berterus terang dan tidak menjadi komplikasi dalam upaya klien untuk
menipu bahkan jika itu berarti memutus kontrak dengan klien. Hal tersebut dijelaskan
pada Pernyataan AICPA pada Standar Pajak Service No. 1
b.      Internal Revenue Service (IRS) mengemukakan bahwa tanggung jawab utama praktisi
pajak adalah sistem pajak. Jadi akuntan pajak memiliki kewajiban tidak hanya untuk
klien mereka, tetapi juga untuk sistem. Komisi IRS menyatakan bahwa suatu sistem
pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi pajak saja, dalam
kasus ini IRS. Direktur praktik IRS lebih menegaskan bahwa ketika secara umum
menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas kemampuan, loyalitas dan
kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab praktisi atas sistem pajak yang
baik.
c.       Tanggung jawab terakhir adalah pentingnya pervasive (peresapan). Dalam hubungan
antara praktisi dan klien yang normal, kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan.
Namun, situasi ini adalah sulit. Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk
memutuskan kewajiban yang berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan
bahwa kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi. IRS bersandar pada praktisi pajak
untuk membantu dalam mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan
dan pengembangan kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem
pajak.
d.      Menurut William L. Raby dalam Armstrong (1993 : 85) sistem pajak yang mendukung
IRS akan menimbulkan perdebatan pajak. Oleh karena itu,praktisi lebih baik melayani

‘13 Etika dan Hukum Bisnis – Modul ke-13


4 Dr. Agus Arijanto,SE,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
publik dengan mengadopsi suatu sikap. Argumennya adalah aturan etika yang
fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal adalah praktisi pajak
harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final. Praktisi tidak berhak mengganti
skala nilai kliennya. Disamping itu praktisi harus bertanggung jawab tidak menyediakan
informasi yang salah untuk pemerintah. Seorang auditor pajak bertanggung jawab
mengaudit pajak penghasilan dari wajib pajak untuk menentukan apakah mereka telah
memenuhi undang-undang perpajakan yang berlaku.

Etika Akuntan Pajak


Telah disetujui oleh AICPS’s Statement On Responsibilities in Tax Practice bahwa
akuntan bisa merangkap peran sebagai penasehat hukum untuk klien dan pembawa kebenaran
untuk pemerintahan. Dari perspektif etika, peran rangkap ini sangatlah penting karena peran
rangkap akuntansi perpajakan lebih mempunyai tanggung jawab dua kali lipat daripada peran
auditor yang kita ketahui selama ini. melalui pemerintah, akuntansi perpajakan mempunyai
beberapa tanggung jawab masyarakat sebagai berikut :
a.       Akuntansi perpajakan mempunyai larangan untuk berbohong dalam pajak penghasilan.
b.      Sebagai seorang attestor tanda tangan di atas pajak penghasilan adalah sebuah hukuman
dari sumpah palsu.
Para anggota harus memenuhi tanggung jawab mereka sebagai seorang profesioanal dengan
menjaga dan mengamalkan standarisasi tersebut sehingga tingkat keprofesionalan
mereka dapat diukur. Ada 7 standarisasi yang dinyatakan dalam Pernyataan Standar
Pelayanan Pajak, yaitu:
a.       Anggota tidak boleh merekomendasikan pengembalian pajak kecuali terdapat manfaat
yang berkelanjutan.

‘13 Etika dan Hukum Bisnis – Modul ke-13


5 Dr. Agus Arijanto,SE,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
b.      Anggota harus melakukan upaya yang wajar untuk mendapatkan informasi dari wajib
pajak.
c.       Anggota sebaiknya tetap memperhatikan kebenaran, kelengkapan, dan konsistensi dari
informasi yang berasal dari wajib pajak atau pihak ke tiga.
d.      Anggota dapat menggunakan estimasi pajak yang dibuat oleh wajib pajak apabila tidak
dilarang oleh undang-undang.
e.       Anggota dapat merekomendasikan, menyiapkan, atau menandatangani pembayaran pajak
yang diakibatkan dari sebuah proses persidangan.
f.       Anggota harus menginformasikan dan merekomendasikan langkah-langkah perbaikan
apabila terjadi kesalahan dalam pembayaran pajak ke wajib pajak.
g.      Anggota harus menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk memastikan
kompetensi dan ketepatan saran yang akan diberikan ke wajib pajak.

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi sistem pajak, yaitu banyak terdapat area
dalam akuntansi pajak yang tidak begitu jelas dan problematis. Hal tersebut berkaitan dengan
eksploitasi sistem pajak. Tidak adanya definisi yang memadai mengenai kata eksploitasi
tersebut membuat beberapa pihak memanfaatkan keadaan tersebut untuk kepentingan
pribadinya. Keberhasilan sistem pajak sangat tergantung kepada pribadi masing-masing wajib
pajak. Memanfaatkan celah dalam sistem pajak merupakan tindakan yang kurang baik dan
wajib pajak dengan kepribadian yang baik akan cenderung menghindarinya. Faktor lain yang
mempengaruhi keberhasilan sistem pajak adalah tekanan pemerintah. Pemerintah dapat
menerapkan sanksi yang tegas bagi oknum wajib pajak yang tidak mematuhi peraturan yang
telah ditetapkan. Adanya sanksi tentunya akan memberikan efek takut kepada para wajib
pajak, sehingga tidak lagi “mempermainkan” pajak yang menjadi kewajibannya. Pajak
merupakan penemuan manusia yang tujuan utamanya membagi biaya yang diperlukan
pemerintah dalam menjalankan fungsinya secara adil dan merata.
Jadi perlu adanya suatu sanksi oleh IRS, untuk memaksa agar wajib pajak membayar
pajaknya sesuai dengan aturan pajak. Namun demikian, dapat dikatakan bahwa akuntan
memiliki kewajiban etis untuk mencegah adanya tax scheming atas nama kliennya demi
kesejahteraan umum. Beberapa klien ingin para akuntan pajaknya untuk membantu dalam hal
pajak tersebut dan menyelamatkan uangnya sebanyak mungkin. Jika kita berasumsi bahwa
para klien memiliki nilai-nilai etika yang sama dengan nilai etika yang dianut oleh akuntan,
maka hal ini akan terasa menyenangkan dan adil. Demi mengejar suatu profit, biasanya akan
memaksa segala macam cara pintas etis untuk mencapai tujuan tersebut, termasuk

‘13 Etika dan Hukum Bisnis – Modul ke-13


6 Dr. Agus Arijanto,SE,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
penggelapan pajak. Jelas, akuntan dan perusahaan harus bersikeras, karena profesionalisme
mereka selalu berpedoman pada aturan etika. Jadi, undang-undang pajak yang kompleks dan
tuntutan etis klien adalah potensi tantangan terbesar dalam berperilaku etis bagi akuntan
pajak. Crenshaw dalam artikelnya menyebutkan empat alasan mengapa dibutuhkan tempat
perlindungan pajak:
a.   Manajemen perusahaan mencari cara baru untuk memaksimalkan laba dan aliran
arus kas.
b.   Meningkatkan kompleksitas baik dari kode pajak dan keuangan, membuat hal itu
lebih mudah dalam realita ekonomi.
c.   Persepsi tentang investasi bank dan mewujudkan keinginan produk pajak.
d.   Risiko yang kecil.

Adapun standar lain yang ada di Pernyataan Standar Pelayanan Pajak, yaitu sebagai berikut:
a.       Pernyataan Umum No. 1 Kemungkinan yang realistis umum: “Secara umum, suatu
anggota perlu mempunyai suatu niat baik dalam kepercayaan bahwa posisi keuntungan
pajak direkomendasikan untuk mempunyai suatu kemungkinan yang realistis secara
administratif atau secara hukum didukung atas baik buruknya suatu tantangan.”
b.      Pernyataan Umum No. 2 Statemen ini adalah tidak diragukan dalam menentukan yang
berikut: “Suatu anggota perlu membuat suatu usaha yang layak untuk memperoleh
informasi yang diperlukan dari seseorang wajib pajak untuk menyediakan jawaban yang
sesuai untuk semua pertanyaan pada suatu keuntungan pajak sebelum mempersiapkan
penandatanganan.”
c.     Pernyataan Umum No. 3 Kewajiban untuk menguji atau memverifikasi data pendukung:
“Suatu persiapan dalam mempercayai niat baik dari klien untuk menyediakan informasi
yang akurat dalam menyiapkan suatu keuntungan pajak, tetapi mestinya tidak
mengabaikan implikasi dari informasi yang diperlengkapi dan perlu membuat
pemeriksaan yang layak jika informasi tampak seperti salah, atau tidak sempurna.”
d.      Pernyataan Umum No. 4 Penggunaan estimasi: Ini adalah standar yang tidak diragukan.
“Suatu persiapan dapat menggunakan perkiraan wajib pajak jika tidak praktis untuk
memperoleh data yang tepat dan jika persiapan dalam menentukan perkiraan adalah
layak, didasarkan pada pengetahuan sebelum persiapan.”
e.       Pernyataan Umum No. 5 Sesuai dengan pernyataan sebelumnya: ini adalah suatu
standar yang teknis. “Anggota boleh merekomendasikan suatu posisi keuntungan pajak
atau menyiapkan suatu tanda keuntungan pajak yang meninggalkan perbaikan dari

‘13 Etika dan Hukum Bisnis – Modul ke-13


7 Dr. Agus Arijanto,SE,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
suatu item seperti disimpulkan dalam suatu kelanjutan yang administratif atau
keputusan pengadilan berkenaan dengan suatu hasil yang utama dari wajib pajak”.
f.       Pernyataan Umum No. 6 Kesalahan pengetahuan: Apa yang terpaksa dilaksanakan
ketika suatu persiapan sadar akan suatu kesalahan sebelumnya? Anggota perlu
“menginformasikan wajib pajak dengan segera” dan “merekomendasikan yang
mengoreksi tindakan yang diambil.”
g.      Pernyataan Umum No. 7 Format dan isi dari nasihat ke wajib pajak: Statemen ini tidak
menentukan isi manapun atau format yang umum dari nasihat dikarenakan cakupan dari
nasihat menjadi sangat luas dan dikhususkan untuk masing-masing individu yang
menjadi wajib pajak secara terpaksa. Yang menjadi rekomendasi mereka adalah bahwa
nasihat mencerminkan kemampuan/ wewenang profesional dan melayani wajib pajak
terpaksa.

1.Tanggung Jawab Akuntan Pajak


IRS mengemukakan bahwa tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak.
Komisi IRS, Roscoe Egger dalam Armstrong (1993 : 85) menyatakan bahwa:
… suatu sistem pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi pajak
saja, dalam kasus ini IRS. Hal tersebut juga harus terdiri dari Konggres, Administrasi dan
komunitas praktisi. Bukan sebagai bagian yang terpisah pada masyarakat yang luas, tetapi
lebih bekerja sama ke arah tujuan umum. Direktur praktik IRS, Leslie Shapiro dalam
Armstrong (1993 : 85) lebih menegaskan bahwa:
Ketika secara umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas
kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab praktisi atas
sistem pajak yang baik. Tanggung jawab terakhir adalah pentingnya pervasive (peresapan)…
Dalam hubungan antara praktisi dan klien yang normal, kedua tanggung jawab dikenali dan
dilaksanakan. Namun, situasi ini adalah sulit. Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan
untuk memutuskan kewajiban yang berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan
bahwa kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi…IRS bersandar pada praktisi pajak untuk
membantu dalam mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan
pengembangan kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak.
Menurut William L. Raby dalam Armstrong (1993 : 85) system pajak yang mendukung IRS
akan menimbulkan perdebatan pajak. Oleh karena itu,praktisi lebih baik melayani publik
dengan mengadopsi suatu sikap. Argumennya adalah:

‘13 Etika dan Hukum Bisnis – Modul ke-13


8 Dr. Agus Arijanto,SE,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Aturan etika yang fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal
adalah praktisi pajak harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final. Praktisi tidak
berhak mengganti skala nilai kliennya. Disamping itu praktisi herus bertanggung jawab tidak
menyediakan informasi yang salah untuk pemerintah.

2.Etika Akuntan Pajak


Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on
Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:

a. SRTP (Revisi 1988) No.1: Posisi Pengembalian Pajak


b. SRTP (Revisi 1988) No.2: Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian
c. SRTP (Revisi 1988) No.3: Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian
d. SRTP (Revisi 1988) No.4: Penggunaan Estimasi
e. SRTP (Revisi 1988) No.5: Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya
disampaika di dalam suatu kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan.
f. SRTP (Revisi 1988) No.6: Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian.
g. SRTP (Revisi 1988) No.7: Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi
h. SRTP (Revisi 1988) No.8: Format dan isi nasihat pada klien.

3.Kompleksitas Aturan Perpajakan vs Tuntutan Klien.

Pajak secara klasik memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi bujeter. Kedua, fungsi
reguleren. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2, disebutkan bahwa
“segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.” Dari hal tersebut

‘13 Etika dan Hukum Bisnis – Modul ke-13


9 Dr. Agus Arijanto,SE,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber
pendapatan negara yang utama, pengatur kegiatan ekonomi,pemerataan pendapatan
masyarakat, dan sebagai sarana stabilisasi ekonomi. Kalau kita lihat APBN, pajak selalu
dituntut untuk bertambah dan bertambah. Pemerintah harus memasukkan uang sebanyak-
banyaknya ke kas negara.

Dalam struktur anggaran negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75%
diperoleh dari pajak. Kondisi inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan
perpajakan. Aturan perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi prioritas bagi
pemerintah supaya tidak terjadi tax evasion/tax avoidance. Berikut ini disajikan kasus yang
mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan klien adalah sebagai berikut :

a. Jeratan Pajak Ganda pada Dividen


Secara teori Indonesia menganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek pajak.
Yaitu subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam pajak
deviden adalah terjadi economic double taxation. Pengertiannya, sebelum dividen dibagi
kepada pengusaha, dia merupakan laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut pajak
korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat, pemegang saham
itu harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda. Sebagai
perbandingan, Malaysia dan Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas dividen. Mereka
menggunakan kredit sistem. Yakni, pajak yang bisa dikreditkan kepada para pemegang
saham di korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai sebagai sarana. Subyek pajak tetap
melekat pada pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang membebani.

b.Sengketa Pajak
Apabila terjadi suatu dispute, yakni hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak
berbeda. Pada UU KUP 2000 kewenangan aparat Fiscus terlalu luas. Jika terjadi sengketa
SPT, maka apapun yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan itu harus
dibayar lebih dahulu oleh WP sebesar 50 persen dari hitungan petugas pajak sebelum bisa
dibawa kepada pengadilan pajak. Kalau hitungan WP yang dinyatakan pengadilan benar
maka WP berhak menerima restitusi. Malangnya, uang restitusi itu kenyataannya tidak segera
dibayarkan oleh Fiscus. Jika uang restitusi jumlahnya milyaran jelas saja mengganggu cash
flow para pengusaha. Inilah persoalan yang menjadi momok dalam dispute antara WP dengan
aparat pajak.

‘13 Etika dan Hukum Bisnis – Modul ke-13


10 Dr. Agus Arijanto,SE,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara bersama-sama. Jika
ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai adalah klaim WP. Sebelum
masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar sebesar 50 persen dari klaim
hitungan WP sendiri.

c.Tarif Pajak yang tinggi


Tarif yang tinggi kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan negara. Padahal
disaat yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan untuk membayar hutang
dan obligasi rekap. Sebaiknya penerimaan dari pajak itu digunakan untuk membangun
infrastruktur, sehingga sebaiknya ada kebijakan untuk membuat tarif menjadi lebih rendah.
Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah dianggap justru akan
meningkatkan penerimaan negara karena semakin
banyaknya potensi pajak yang terjaring. Satu triliun
dari seratus orang jauh lebih baik ketimbang satu
triliun hanya dari sepuluh pembayar pajak. Tarif
yang tinggi membuat yang bayar menjadi sedikit.
Sehingga membuat banyak orang yang lain lebih
sering menghindar dan kucing-kucingan dengan
petugas pajak. Dalam pikiran mereka, sekali Anda
punya NPWP sampai mati Anda akan dikejar oleh aparat pajak.

‘13 Etika dan Hukum Bisnis – Modul ke-13


11 Dr. Agus Arijanto,SE,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
1. Agus Arijanto, 2013, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, Edisi Ketiga, PT. Rajagrafindo Persada
Jakarta
2. Arissetyanto Nugroho dan Agus Arijanto.2015, Etika Bisnis (Business Ethic) Pemahaman Teori
dan Implementasinya, IPB Press, Bogor
3. Brooks.Leonard J & Dunn,Paul : Business & Professional Ethicc for Directors. Executives &
Accountant, South Western college Publishing, 2011.
4. Dus ka,Ronald F. and Duska,Brenda S (2011), Accounting Ethics, Blackwell Publishing
5. Velasquez. G. Manuel, Business Ethics concept and Cases. Sixth edition, 2006
6. IAI, Kode Etik Akuntan Indonesia
7. IAI KAP, Aluran etika Profesi Akuntan Publik
8. L,Sinu or Yosephus,Etika Bisnis,Yayasan Pusta ka Dbor Indonesia,2010
9. Erni erawan,2011,Business Ethics,Penerbit Alfabeta Bandung
10. Sulojo,2008, Good Corporate Govemance,Penerbit Darma Mulia Jakarta

‘13 Etika dan Hukum Bisnis – Modul ke-13


12 Dr. Agus Arijanto,SE,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai