Anda di halaman 1dari 48

MODUL PERKULIAHAN

KAPITA
SELEKTA
PERPAJAKAN

Modul 01
Mata Kuliah ini membahas konsep-konsep dan teknik
penyelesaian masalah dalam bidang Kapita Selekta
Perpajakan.
Pembahasan meliputi Pengampunan Pajak.

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Ekonomi Bisnis Akuntansi Tim Dosen

01
Abstract Kompetensi
Pengampunan Pajak adalah Mahasiswa memiliki kemampuan
penghapusan pajak yang seharusnya memahami dan menjelaskan
terutang, tidak dikenai sanksi pengampunan pajak.
administrasi perpajakan dan sanksi
pidana di bidang perpajakan.

4.1 Pengampunan Pajak


Baer dan Le Borgne, sebagaimana dikutip oleh Mikesell dan Ross, mendefinisikan
tax amnesty sebagai penawaran terbatas waktu oleh pemerintah untuk kelompok
tertentu wajib pajak untuk membayar jumlah yang ditetapkan, dalam pertukaran untuk
pengampunan kewajiban pajak (termasuk bunga & denda), berkaitan dengan masa pajak
sebelumnya, serta kebebasan tuntutan hukum.

Sementara, Jacques Malherbe mengartikan tax amnesty sebagai kemungkinan


membayar pajak dalam pertukaran untuk pengampunan dari jumlah kewajiban pajak
(termasuk bunga dan denda), pengabaian penuntutan pidana pajak, dan keterbatasan untuk
mengaudit penentuan pajak untuk jangka waktu tertentu.

4.2. Pengampunan Pajak Menurut Undang-Undang

Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 pasal 1 Pengampunan Pajak adalah


penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan
dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang
Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Serta Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 pasal 2:


1. Pengampunan Pajak dilaksanakan berdasarkan asas:
a. kepastian hukum
b. keadilan
c. kemanfaatan dan
d. kepentingan nasional
2. Pengampunan Pajak bertujuan untuk:
a. Mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan
Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas
domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan
peningkatan investasi.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


2 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
b. Mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih
berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid,
komprehensif, dan terintegrasi, dan
c. Meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk
pembiayaan pembangunan.

4.3. Tujuan Pemerintah Dalam Memberlakukan Kebijakan tax amnesty di


Indonesia
Tax amnesty merupakan usaha pemerintah untuk menambah sumber penerimaan
pajak yang selama ini belum atau kurang dibayar, disamping meningkatkan kepatuhan
membayar pajak karena semakin efektifnya pengawasan, semakin akuratnya informasi
mengenai daftar kekayaan wajib pajak. Tax amnesty dipercaya membuat patuh para wajib
pajak untuk membayar pajaknya. Selain itu, tax amnesty juga dipercaya menjadi sistem alat
deteksi untuk mengetahui wajib pajak mana yang tidak patuh dalam membayar pajak.

Tax amnesty dimaksudkan untuk menghapuskan sanksi pidana. Tax amnesty juga dapat
diberikan kepada pelaporan sukarela data kekayaan wajib pajak yang tidak dilaporkan di
masa sebelumnya tanpa harus membayar pajak yang mungkin belum dibayar sebelumnya.
Dalam menetapkan perlu tindaknya tax amnesti, perlu dipertimbangkan apa yang menjadi
justifikasi dari tax amnesty dan hingga batas mana tax amnesty dapat dijustifikasi.
Meningkatkan kepatuhan perpajakan wajib pajak merupakan tujuan pertama reformasi
administrasi perpajakan jangka menengah. Ada tiga strategi yang akan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan ini yaitu:
1) Membuat program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan
meningkatkan kepatuhan sukarela khususnya wajib pajak yang selama ini belum
patuh.
2) Meningkatkan pelayanan terhadap wajib pajak yang relatif sudah patuh sehingga
tingkat kepatuhan dapat dipertahankan atau ditingkatkan.
3) Meningkatkan kepatuhan perpajakan adalah dengan memerangi ketidakpatuhan
dengan berbagai program dan kegiatan yang diharapkan dapat menangkal
ketidakpatuhan perpajakan. Tujuan pemerintah dalam memberlakukan kebijakan tax
amnesty adalah meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


3 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
3.3 Permasalahan Yang Akan Timbul Dari Diberlakukannya Program Tax
Amnesty di Indonesia
Pengampunan pajak di Indonesia yang telah dilaksanakan pada tahun 2016 ini sudah
membuat banyak opini muncul dari berbagai kalangan . Pro & kontra atas kebijakan ini pun
bermunculan. Seperti kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah, pasti akan muncul
permasalahan yang timbul dari diberlakukannya program pengampunan pajak di Indonesia.
Sebagaimana diketahui bersama, bahwa masyarakat indonesia pada umumnya selalu
mengharapkan aji mumpung. Terhadap pengampunan pajak ini, pasti pengemplang pajak
akan memanfaatkan aji mumpung ini guna menghindari kewajiban pajaknya selama ini
sebelum diberikan pengampunan pajak.

Pemberian pengampunan pajak bagi wajib pajak Badan yang melakukan tindakan
ilegel juga dikhawatirkan akan menimbulkan masalah dengan rasa keadilan antar wajib pajak.
Pada tahun 2008 saat diberlakukannya program tax amnesty, Direktorat Jendral Pajak
memberikan pengampunan kepada Wajib Pajak Badan yang besar & melakukan tindakan
ilegal. Hal ini kerap menjatuhkan rasa keadilan bagi Wajib Pajak Badan yang patuh terhadap
regulasi pemerintah karena di dalam pemilihan Wajib Pajak Badan yang dipilih untuk
mengikuti program ini tidak jelas darimana kriterianya & dikhawatirkan akan menimbulkan
praktik KKN. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan,
strategi yang dipakai adalah dengan meningkatkan citra Direktorat Jendral Pajak. Strategi
tersebut dilakukan dengan program merevisi UU KUP, dan program penerapan Good
Corporate Governance. Peranan Direktorat Jendral Pajak adalah memberikan pelayanan yang
baik dalam pemenuhan hak & kewajiban perpajakan wajib pajak. DJP juga mempunyai hak
dalam melaksanakan tugas bersifat memaksa berdasarkan undang-undang.

Keberhasilan program tax amnesty bergantung pada dua hal yaitu:


1) Seberapa cepat & meyakinkannya ototritas pajak dalam menjalankan program
tersebut. Dengan kata lain, program tax amnesty akan efektif apabila dilakukan secara
mendadak dan tidak dapat diantisipasi oleh wajib pajak.
2) Kredibilitas dan reputasi administrasi perpajakan atas aspek penegakan hukum pajak.
Untuk mencapai tujuan jangka panjang, ada beberapa kondisi yang perlu dipenuhi
seperti teknologi yang lebih modern (termasuk peningkatan penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kemampuan petugas pajak untuk

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


4 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
melakukan pemeriksaan pajak), kepemimpinan politik, serta kebijakan dan peraturan
pemerintah.

MODUL PERKULIAHAN
Seminar Perpajakan

Modul 2:
Kepatuhan Pajak

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Ekonomi dan Akuntansi S1 02 Dr. Diana Dari, SE, M.Si., Ak., QIA, CA,
Bisnis ACPA.
Dr. Dyah Purnamasari, SE, M.Si., Ak, CA
Yati Mulyati, SE, M.Si., Ak., CA

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


5 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Abstract Kompetensi

Bab ini mengeksplorasi tentang Mahasiswa memiliki kemampuan


kepatuhan wajib pajak, fenomena Mampu menggunakan alat alat
kepatuhan wajib pajak serta kriteria dalam menganalisis sistem dan
kepatuhan wajib pajak. membuat protype sebuah system.

Mulyati, SE, M.Si., Ak., CA


Kepatuhan Wajib Pajak

Sistem Pemungutan Pajak


Sistem perpajakan dikenal tiga sistem yaitu Official Assesment System, Self
Assessment System dan With Holding System. Di Indonesia melakukan penerapan
beberapa sistem pemungutan pajak yaitu:
a. Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang berdasarkan Undang-Undang pemerintah
(fiskus) diberi wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus.
2. Wajib pajak yang bersifat menunggu (pasif).
3. Utang pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak timbul setelah diterbitkannya
surat ketetapan pajak (SKP) oleh fiskus.
b. Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang berdasarkan Undang-Undang memberikan
kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang
perpajakan.
Ciri-cirinya :
1. Wajib Pajak menghitung dan memperhitungkan sendiri oleh Wajib Pajak, pajak
yang harus dibayar/pajak yang terutang.
2. Wajib Pajak membayar/menyetor sendiri pajak yang harus dibayar/pajak yang
terutang ke Bank/Kantor pos
3. Wajib Pajak melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar/pajak yang terutang
4. Pemerintah (fiskus) mengawasi pelaksanaan hak dan kewajiban Wajib Pajak
dibidang perpajakan.
c. With Holding System

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


6 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang berdasarkan Undang-Undang memberi
kepercayaan/wewenang kepada pihak ketiga (bukan pemerintah dan bukan wajib pajak
yang bersangkutan) untuk memotong atau memungut pajak yang wajib dipotong/dipungut
dari wajib pajak yang wajib membayarnya.
Ciri-cirinya :
1. Pemotongan/pemungutan pajak dilakukan oleh pihak ketiga (bukan
pemerintah/bukan fiskus).
2. Pemotong/pemungut pajak wajib menyetorkan hasil pemotongan/pemungutan
pajak tersebut.
3. Pemerintah (fiskus) mengawasi pelaksanaan pemotongan/pemungutan dan
penyetoran oleh pihak ketiga.
Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan Wajib Pajak dalam
menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi, yaitu
kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya.
Karena sebagian besar pekerjaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan itu dilakukan
oleh Wajib Pajak (dilakukan sendiri atau dibantu tenaga ahli misalnya praktisi perpajakan
profesional (tax agent) bukan fiskus selaku pemungut pajak. Sehingga kepatuhan dilakukan
dengan self assesment system, dengan tujuan meningkatkan penerimaan pajak yang
optimal.

Defisi Kepatuhan Wajib Pajak


1. Kepatuhan Pajak sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan
kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana: Wajib Pajak paham atau
berusaha untuk memahami sesuai ketentuan peraturan perundangundangan
perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah
pajak terutang dengan benar, membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
(Norman D. Nowak: 2004)
2. Kepatuhan Wajib Pajak (WP) merupakan salah satu ukuran kinerja WP di bawah
pengawasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Artinya, tinggi rendahnya kepatuhan
WP akan menjadi dasar pertimbangan DJP dalam melakukan pembinaan,
pengawasan, pengelolaan, dan tindak lanjut terhadap WP. Misalnya, apakah akan
dilakukan himbauan atau konseling atau penelitian atau pemeriksaan dan lainnya
seperti penyidikan terhadap WP. Liberti Pandiangan (2014:245)
3. Kepatuhan Wajib Pajak diartikan bahwa Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu
diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman dan
penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Gunadi (2013:94)

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


7 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak
Ada dua macam kepatuhan menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:138), yaitu:
1. Kepatuhan Formal, adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi kewajiban
secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.
2. Kepatuhan Material, adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak secara substantive
atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material 30 perpajakan, yakni sesuai
isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi
kepatuhan formal”.
Semantara itu, menurut Numantu dalam Widodo (2010:68) terdapat dua macam
kepatuhan yaitu sebagai berikut:
1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajibannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undangundang
perpajakan. Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak secara formal dapat
dilihat dari aspek kesadaran Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri, ketepatan waktu
dalam membayar pajak, dan pelaporan Wajib Pajak melakukan pembayaran pajak
dengan tepat waktu.
2. Kepatuhan material adalah waktu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive
(hakekat) memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa
undang-undang perpajakan. Jadi Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material
dalam mengisi SPT PPh, adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, baik dan
benar atas SPT tersebut sehingga sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
perpajakan dan menyampaikan ke KPP sebelum batas waktu.

Manfaat dan Pentingnya Kepatuhan Wajib Pajak


Kepatuhan pajak akan menghasilkan banyak keuntungan, baik bagi fiskus maupun
bagi Wajib Pajak sendiri selaku pemegang peranan penting tersebut. Bagi fiskus, kepatuhan
pajak dapat meringankan tugas aparat pajak, petugas tidak terlalu banyak melakukan
pemeriksaan pajak dan tentunya penerimaan pajak akan mendapatkan pencapaian optimal.
Sedangkan bagi Wajib Pajak, manfaat yang diperoleh dari kepatuhan pajak seperti yang
dikemukakan Siti Kurnia Rahayu (2013:143) adalah sebagai berikut:
1. Pemberian batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat tiga bulan sejak permohonan kelebihan
pembayaran pajak yang diajukan Wajib Pajak diterima untuk PPh dan satu bulan
untuk PPN, tanpa melalui penelitian dan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


8 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
2. Adanya kebijakan percepatan penerbitan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) menjadi paling lambat dua bulan untuk
PPh dan tujuh hari untuk PPN.
Adapun pentingnya kepatuhan perpajakan menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:140)
disebutkan bahwa: “Masalah kepatuhan Wajib Pajak adalah masalah penting di seluruh
dunia baik bagi negara maju maupun di negara berkembang, karena jika Wajib Pajak tidak
patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran,
pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak, yang pada akhirnya tindakan tersebut
akan menyebabkan penerimaan negara pajak akan berkurang.”
Faktor factor yang dapat mempengaruhi Kepatuhan Wajib (Siti Kurnia Rahayu:
2013), yaitu:
1. Kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara
2. Pelayanan pada Wajib Pajak
3. Penegakan hukum perpajakan
4. Pemeriksaan pajak
5. Tarif pajak
Kepatuhan pajak akan menghasilkan banyak keuntungan, baik bagi fiskus maupun
bagi Wajib Pajak sendiri selaku pemegang peranan penting tersebut. Bagi fiskus, kepatuhan
pajak dapat meringankan tugas aparat pajak, petugas tidak terlalu banyak melakukan
pemeriksaan pajak dan tentunya penerimaan pajak akan mendapatkan pencapaian optimal.

Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak


Menurut Erly Suandy (2011:97) ukuran kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat atas
dasar:
1. Patuh terhadap kewajiban intern, yakni dalam pembayaran atau laporan masa, SPT
Masa, SPT PPN setiap bulan;
2. Patuh terhadap kewajiban tahunan, yakni dalam menghitung pajak atau dasar self
assessment system, melaporkan perhitungan pajak dalam SPT pajak akhir tahun
pajak serta tidak memiliki tunggakan pajak atau melunasi pajak terutang;
3. Patuh terhadap ketentuan material dan yuridisi formal perpajakan melalui
pembukuan sebagaimana mestinya.
Menurut Chaizi Nasucha (2004) kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari:
1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri;
2. Kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT);
3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dana
4. Kepatuhan dalam membayar tunggakan.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


9 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak (2004) menjelaskan
bahwa: Sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,
tercermin dalam situasi di mana:
1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memenuhi semua ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas;
3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya
Pengukuran Kepatuhan Wajib Pajak Kewajiban wajib pajak dalam self assesment
system menurut Siti Kurnia Rahayu (2013), menjelaskan bahwa:
1. Mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak mempunyai kewajiban
untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan
Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan
Wajib Pajak, dan dapat melalui e-Registration untuk diberikan Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP)
2. Menghitung dan/atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang
Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak terutang yang
dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan tarif pajak dengan
pengenaan pajaknya. Sedangkan, memperhitungkan adalah mengurangi pajak yang
terutang tersebut dengna jumlah pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan yang
dikenal sebagai kredit pajak prepayment.
3. Menyetor pajak tersebut ke Bank/Pos Persepsi
a. Membayar Pajak
1. Membayar sendiri pajak yang terutang: angsuran PPh pasal 25 tiap bulan,
pelunasan PPh pasal 29 pada akhir tahun.
2. Melalui pemotongan dan pemungutan pihak lain (PPh Pasal 4(2), PPh
Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, 23, dan 26)
3. Pembayaran pajak-pajak lainnya: PBB, BPHTB, Bea Materai
b. Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah
maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP) yang dapat diambil di KPP atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain
melalui pembayaran pajak secara elektronik (e-Billing)
c. Pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 21, 22, 23, 26, PPh Final Pasal 4(2),
PPh Pasal 15, dan PPN/PPnBM. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun,
sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan
mekanisme pajak keluar dan pajak masukan.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


10 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
4. Pelaporan dilakukan oleh wajib pajak Surat Pemberitahuan (SPT) memiliki fungsi
sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
Selain itu, SPT berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, baik
yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan
pemungutan yang dilakukan oleh pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan
pemungutan pajak yang telah dilakukan.”

Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak


Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Wajib
Pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai Wajib Pajak Patuh adalah
Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak
yang telah memperoleh izin meng angsur atau menunda pembayaran pajak.
3. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan
pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 tahun berturut-turut.
4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam
jangka waktu 5 tahun terakhir.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012, kriteria kepatuhan


wajib pajak adalah:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT;
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh izin untuk mengamgsur atau menunda pembayaran pajak;
3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan
pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut; dan
4. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Tabel 1
Batas Pembayaran dan Pelaporan
Jenis Pajak Batas Pembayaran (Paling Batas Pelaporan

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


11 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Lambat)
(Pasal 2 PMK Undang Undang di bidang
242/PMK.03/2014) Perpajakan
4 bulan setelah akhir tahun 4 bulan setelah akhir tahun
SPT Tahunan Badan
pajak pajak
3 bulan setelah akhir tahun 3 bulan setelah akhir tahun
SPT Tahunan Orang Pribadi
pajak pajak
PPh pasal 4(2) setor sendiri tgl 15 bulan berikutnya tgl 20 bulan berikutnya
PPh pasal 4(2) pemotongan tgl 10 bulan berikutnya tgl 20 bulan berikutnya
PPh pasal 15 setor sendiri tgl 15 bulan berikutnya tgl 20 bulan berikutnya
PPh pasal 15 pemotongan tgl 10 bulan berikutnya tgl 20 bulan berikutnya
PPh pasal 21 tgl 10 bulan berikutnya tgl 20 bulan berikutnya
PPh pasal 23/26 tgl 10 bulan berikutnya tgl 20 bulan berikutnya
PPh pasal 25 tgl 15 bulan berikutnya tgl 20 bulan berikutnya
PPh pasal 22 impor setor sendiri
saat penyelesaian dokumen
(dilunasi bersamaan dg bea
PIB
masuk, PPN, PPnBM)
PPh pasal 22 impor yang hari kerja terakhir minggu
1hari kerja berikutnya
pemungutan oleh BC berikutnya
hari yang sama dg
PPh pasal 22 pemungutan oleh 14 hari setelah masa pajak
pembayaran atas penyerahan
bendaharawan berakhir
barang
PPh pasal 22 migas tgl 10 bulan berikutnya tgl 20 bulan berikutnya
PPh pasal 22 pemungutan oleh
tgl 10 bulan berikutnya tgl 20 bulan berikutnya
WP badan tertentu
akhir bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir & akhir bulan berikutnya setelah
PPN & PPnBM
sebelum SPT masa PPN masa pajak berakhir
disampaikan
PPN atas kegiatan membangun tgl 15 bulan berikutnya setelah akhir bulan berikutnya setelah
sendiri Masa Pajak berakhir masa pajak berakhir
PPN atas pemanfaatan BKP tidak
tgl 15 bulan berikutnya setelah akhir bulan berikutnya setelah
berwujud dan/atau JKP dari Luar
saat terutangnya pajak Masa Pajak berakhir
Daerah Pabean
PPN & PPnBM Pemungutan akhir bulan berikutnya setelah
tgl 7 bulan berikutnya
Bendaharawan masa pajak berakhir
PPN dan/ atau PPnBM harus disetor pada hari yang
pemungutan oleh Pejabat sama dengan pelaksanaan
Penandatanganan Surat Perintah pembayaran kepada PKP
Membayar sebagai Pemungut Rekanan Pemerintah melalui
PPN KPPN
PPN & PPnBM Pemungutan tgl 15 bulan berikutnya setelah akhir bulan berikutnya setelah
selain bendaharawan Masa Pajak berakhir masa pajak berakhir

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


12 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
PPh 25 WP kriteria tertentu yang
dapat melaporkan beberapa
harus dibayar paling lama pada 20 hari setelah berakhirnya
Masa Pajak dalam satu SPT
akhir Masa Pajak terakhir. Masa Pajak terakhir
Masa. (Pasal 3 ayat (3B) UU
KUP)
Pembayaran masa selain PPh 25
harus dibayar paling lama
WP kriteria tertentu yang dapat
sesuai dengan batas waktu 20 hari setelah berakhirnya
melaporkan beberapa Masa
untuk masing-masing jenis Masa Pajak terakhir.
Pajak dalam satu SPT Masa.
pajak.
(Pasal 3 ayat (3B) UU KUP)
Sumber: pajak.go.id

DAFTAR PUSTAKA

Nowak , D. Norman. 2004. Tax Administration. Jakarta: Salemba Empat.


Liberti Pandimagan.2014. Administrasi Perpajakan. Erlangga.
Resmi, Siti. 2013. Perpajakan: Teori dan Kasus.Edisi 7. Jakarta: Salemba Empat.
Rahayu, Siti Kurnia.2010. Perpajakan Indonesia, konsep dan Aspek Formal, Yogyakarta:
Graha Ilmu
Suandy, Early. 2011.Hukum Pajak,Edisi 5, Jakarta: Salemba Empat.
Chaizi, Nasucha. (2004). Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Praktik. Jakarta:
Grafindo

MODUL PERKULIAHAN

Seminar Perpajakan
Modul 11:
‘20 Kapita Selekta Perpajakan
13 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Perpajakan atas Tambang dan Migas

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Ekonomi S1 Akuntansi MK11502 Dr. Diana Dari, SE, M.Si., Ak., QIA, CA,
11 ACPA.
Dr. Dyah Purnamasari, SE, M.Si., Ak, CA
Yati Mulyati, SE, M.Si., Ak., CA

Abstract Kompetensi
Dalam kegiatan pertambangan, Mahasiswa memiliki kemampuan
terdapat rangkaian siklus sebelum menjelaskan Perpajakan dalam
mulai beroperasinya kegiatan. Siklus bidang tambang dan migas
tersebut digunakan sebagai acuan
utama dalam proses, dan setiap
siklusnya memiliki kewajiban pajak
yang berbeda.

Pendapatan dari Pertambangan


Aspek Perpajakan dalam Bidang Usaha Pertambangan
Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan
Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. Karena
itu, pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata
bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
secara berkeadilan.
Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan
usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai
peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan
ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


14 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Pada umumnya suatu perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan
mempunyai siklus usaha sebagai berikut :
1. Penyelidikan Umum
2. Eksplorasi
3. Studi Kelayakan
4. Konstruksi
5. Pertambangan/Eksploitasi
6. Reklamasi

Kewajiban Pajak
Masing-masing proses terdapat kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh
perusahaan. Berikut disampaikan kewajiban perpajakan masing-masing siklus:
1. Penyelidikan Umum
Ditujukan untuk menentukan potensi mineral pada suatu daerah perlu dilakukan
pengujian geologis, untuk itu dibutuhkan jasa dari pihak peneliti geologis untuk
melakukan Penelitian. Atas jasa tersebut terutang PPN dan PPh Pasal 23/26 tergantung
siapa yang melaksanakan.
2. Eksplorasi
Adalah rangkaian kegiatan penelitian, pengujian kandungan mineral, pemetaan wilayah
dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi tentang lokasi,
dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya serta info lingkungan sosial dan lingkungan
hidup. Diperlukan jasa dari pihak ketiga yang akan terutang PPN dan PPh Pasal 23/26
tergantung pihak yang melaksanakan.
3. Studi Kelayakan
Dilakukan untuk mendapatkan informasi kelayakan ekonomis dan teknis pertambangan
dan proses analisis mengenai dampak lingkungan dan perencanaan pasca tambang,
studi kelayakan tersebut memuat data dan keterangan mengenai usaha tambang
tersebut. Proses ini dilakukan oleh pihak ketiga yang ahli mengenai hal tersebut. Atas
jasa pengujian tersebut terutang PPN dan PPh Pasal 23.
4. Konstruksi
Setelah diketahui bahwa proyek pertambangan layak secara ekonomis teknis dan
lingkungan, maka dilakukan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur
biasanya dilakukan oleh perusahaan konstruksi. Jasa akan terutang PPN dan PPh Pasal
4 ayat (2) atas jasa konstruksi.
5. Pertambangan atau Eksploitasi

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


15 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Kegiatan ini biasanya meliputi Land clearing (proses pembukaan lahan), Pengeboran
dan penggalian, pengolahan/pemurnian, pengangkutan dan penjualan. Atas jasa yang
dilakukan oleh pihak ketiga terutang PPh Pasal 23/26 dan PPN.
6. Reklamasi
Adalah proses rehabilitasi lingkungan yang rusak akibat kegiatan penambangan.
Penutupan lubang galian, pemulihan lahan dan sebagainya, biasanya dikerjakan oleh
pihak ketiga yang dikenai PPh Pasal 23/26 dan PPN terutang.

Regulasi Lain terkait Pertambangan


Selain dengan PPN dan PPh Pasal 23/26 dan PPh 21, terdapat beberapa regulasi lain yang
perlu dicermati agar kegiatan pertambangan dijalankan berjalan sesuai aturan. Berikut ini
beberapa regulasi lainnya terkait pertambangan:
 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Pasal 1
Angka 1 menyebutkan definisi umum mengenai pertambangan, Pasal 128 yang
menyatakan kewajiban pembayaran pendapatan negara dan dearah untuk
pemegang IUP dan IUPK).
 UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek
pertambangan serta orang atau perusahaan yang memiliki hak atas pertambangan
sebagai subjek pajak.
 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan (Pasal 1 Angka 8 mengenai definisi sektor pertambangan, Pasal 8
mengenai besaran nilai jual objek pajak atas objek pajak sektor pertambangan non
migas selain pertambangan energi panas bumi).
 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ.6/1999 tentang
Penyempurnaan Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Pertambangan Non Migas selain
Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C (sebagaimana diatur dengan Surat
Edaran nomor SE-26/PJ.6/1999).
Regulasi yang peraturan tersebut merupakan regulasi umum yang diterapkan dalam industri
pertambangan di Indonesia. Industri pertambangan memang industri yang besar dan
memiliki potensi nilai ekonomi yang sangat tinggi. Untuk itulah, pemerintah kemudian
memberikan pajak pertambangan yang terbilang cukup banyak agar setiap pemain dalam
industri ini bisa berbisnis dengan baik tanpa harus saling bersinggungan secara hukum.

Ketentuan Fiskal dari Pertambangan


Dalam UU Minerba, beberapa ketentuan fiskal di dalam UU Minerba adalah sebagai berikut:
 Tarif perpajakan mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku dari waktu
ke waktu / prevailing law (Pasal 133 Ayat 3 dan Ayat 5, Pasal 136).
‘20 Kapita Selekta Perpajakan
16 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
 Adanya kewajiban perpajakan tambahan sekitar 10%, yakni 6% untuk pemerintah
pusat dan 4% untuk pemerintah daerah (Pasal 134 Ayat 1).
 Besaran tarif iuran produksi (royalty) ditetapkan berdasarkan tingkat pengusahaan,
produksi dan harga (Pasal 137 Ayat 1).

Penerimaan Negara Bukan Pajak dari sektor Pertambangan


1. Iuran Tetap (landrent) :
 Tarif iuran tetap merupakan tarif satuan atas nilai US $ per luas area
eksploitasi/eksplorasi (hektar).
 Besarnya tarif dibedakan atas dasar tahap kegiatan dan status (perpanjangan atau
tidak).
 Pemungutan iuran tetap, yang dikenakan di sektor pertambangan dilakukan setiap
semester.
2. Iuran Eksplorasi/Eksploitasi (royalty)
 Adalah iuran produksi yang diterima Negara dalam hal Pemegang Kuasa
Pertambangan Eksplorasi mendapat hasil berupa bahan galian yang tergali atas
kesempatan eksplorasi yang diberikan kepadanya serta atas hasil yang diperoleh
dari usaha pertambangan eksploitasi satu atau lebih bahan galian,
 Royalti harus dibayar dalam satuan rupiah atau satuan lainnya yang disetujui
bersama
 Tarif royalti bersifat advalorem (dalam persentasi) atau tetap dan dikenakan terhadap
harga jual yang telah dikalikan dengan jumlah produksi.

Pajak atas Eksplorasi, Eksploitasi dan Reklamasi


Fasilitas Pajak Pada Tahap Eksplorasi.
Pada Tahap Eksplorasi dalam rangka Operasi Perminyakan, Kontraktor diberikan fasilitas:
1. Pembebasan pungutan Bea Masuk atas impor barang yang digunakan dalam rangka
Operasi Perminyakan;
2. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah yang terutang tidak dipungut atas :
 Perolehan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu;
 Impor Barang Kena Pajak tertentu;
 Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean; dan/atau

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


17 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean; yang digunakan dalam rangka Operasi Perminyakan.
3. Tidak dilakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang yang telah
memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud
pada angka 1; dan/atau
4. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 100% (seratus persen) dari Pajak
Bumi dan Bangunan Migas terutang yang tercantum dalam SPPT selama masa
Eksplorasi.

Fasilitas Pajak Pada Tahap Eksploitasi.


Pada tahap Eksploitasi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan,
penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam rangka Operasi Perminyakan, Kontraktor dapat diberikan
fasilitas:
1. Bagian Pembebasan pungutan Bea Masuk atas impor barang yang digunakan dalam
rangka Operasi Perminyakan;
2. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah yang terutang tidak dipungut atas:
 Perolehan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu;
 Impor Barang Kena Pajak tertentu;
 Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean; dan/ataupemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; yang digunakan dalam rangka Operasi
Perminyakan;
3. Tidak dilakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang yang telah
memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud
pada angka 1; dan/atau
4. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan atas Tubuh Bumi paling tinggi sebesar 100%
(seratus persen) dari Pajak Bumi dan Bangunan Migas terutang yang tercantum dalam
SPPT. Fasilitas pajak pada tahap eksploitasi ini diberikan oleh Menteri Keuangan
berdasarkan pertimbangan keekonomian proyek dari Menteri.

Potensi Penerimaan Negara (Tax Ratio)


Kontribusi Penerimaan Pajak Migas dalam APBN

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


18 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Pembayaran pajak oleh perusahaan pertambangan disinyalir masih belum
benar. Jumlah produksi tambang dan harga jual yang dilaporkan ke negara belum
sesuai keadaaan sebenarnya. Dalam hal pertambangan nin migas, IUP (Ijin Usaha
Pertambangan) yang dikeluarkan oleh bupati dan walikota untuk pertambangan
mineral, cenderung tidak terkontrol oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi. Akibatnya,
eksploitasi tambang dilakukan secara besar-besaran tanpa menghiraukan lingkungan,
apabila melaporkan pembayaran pajak.
Sektor pertambangan baik migas maupun non migas memiliki andil besar
dalam menyumbang penerimaan baik melalui pajak maupun non pajak. Penerimaan
pajak yang berasal dari sektor pertambangan bersumber dari Pajak Penghasilan (PPh)
maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baik PPN Dalam Negeri maupun PPN Impor.
Namun konribusi penerimaan pajak sektor ini mengalami penurunan baik secara
persentase maupun absolut. Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat begitu
besarnya potensi sumber daya tambang di Indonesia. Saat ini Indonesia di tetapkan
oleh USGS (United States Geological Survey) menduduki peringkat keenam sebagai
Negara yang kaya akan sumber daya tambang. Selain itu dari potensi bahan galiannya
untuk batu bara Indonesia menduduki peringkat kelima untuk ekspor barubara,
peringkat kedua untuk produksi timah, peringkat kedua untuk produksi tembaga,
peringkat keenam untuk produksi emas.

Target tax ratio tahun 2020 berada di level 11,6% terhadap PDB
Pemerintah menghitung tax ratio dari penerimaan pajak, bea cukai, serta
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas dan pertambangan umum. Target tax ratio
tahun ini nampaknya perlu dipertimbangkan lagi. Sebab pada tahun lalu, realisasi tax ratio
hanya 10,6%. Angka ini berasal dari realisasi penerimaan perpajakan ditambah PNBP di
2019 sebesar Rp 1.66,4 triliun. Dengan proyeksi PDB nominal Rp 16.011 triliun. Dus,
prediksi pencapaian tax ratio tahun lalu di bawah target 11,1%, bahkan lebih rendah dari
pencapaian tax ratio saat 2018 yakni 11,5%.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yon Asral mengatakan tax ratio sebesar 11,5% pada
tahun fiskal 2018 tidak mampu diulang pada tahun lalu. Terlebih realisasi penerimaan pajak
tahun lalu hanya mencapai Rp 1.332,1 triliun setara 84,4% dari target dan hanya tumbuh
1,4% year on year (yoy).
Adapun target penerimaan pajak di tahun 2020 sebesar Rp 1.642,57 triliun. Artinya,
dari pencapaian tahun lalu, realisasi pendapatan pajak harus tumbuh 23,3% secara
tahunan. Otoritas pajak pun tidak berdalih, bahwa tantangan global dan domestik tahun ini

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


19 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
masih menjadi bayang-bayang penerimaan pajak. Yon mengatakan untuk mengejar target
penerimaan pajak di tahun ini pihaknya akan menjalankan tiga strategi.
 Pertama, memacu kepatuhan wajib pajak dengan cara mempermudah pelayanan,
termasuk cara pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT).
 Kedua, menambah 18 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk menjaring besarnya
potensi wajib pajak baru. Ketiga, pemanfaatan data Automatic Exchange of
Information (AEoI), informasi data rekening di atas Rp 1 miliar, dan data informasi
pihak ketiga.
 Ketiga cara ini diyakini dapat meningkatkan penerimaan pajak di 2020, sehingga tax
ratio bisa sesuai target. Namun, Yon memahami tantangan realisasi pajak di tahun
ini masih banyak. “Pelayanan akan lebih baik, penerimaan berasal dari compliance
khususnya akan dipermudah,” menurut Yon.
Meski demikian, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) menilai bahwa target penerimaan
pajak tahun ini terlalu tinggi. Setali tiga uang, target tax ratio dirasa masih jauh. Anggota
Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin menilai tidak tercapainya target pajak 2019
tentunya menjadi bahan refleksi Kemenkeu untuk merevisi target penerimaan pajak 2020.

Transparansi dan Akuntabilitas Aliran Pendapatan


Kekayaan sumber daya alam (SDA) berpotensi memberikan manfaat ekonomi yang
amat besar, namun, seringkali, manfaat ini justru tidak terwujud.
Berdasarkan survei Indeks Tata Kelola SDA (Resource Governance Index/RGI) atas 58
negara, keuntungan dari sektor ekstraktif di negara-negara tersebut mencapai total $2,6
triliun pada tahun 2010. Namun, sesungguhnya, banyak negara yang melewatkan peluang
mendapatkan manfaat dari kekayaan SDA akibat kesalahan manajemen dan korupsi. Survei
tersebut menunjukkan terdapat 26 negara kaya SDA gagal mendapatkan manfaat maksimal
dari kekayaan SDA karena tata kelola sektor ekstraktif yang lemah. Di 26 negara tersebut,
lebih dari 300 juta orang (atau 50% dari total populasi 26 negara) hidup dengan penghasilan
kurang dari dua dolar per hari. Sementara, di negara-negara kaya SDA tapi dengan kinerja
tata kelola baik, angka populasi dengan penghasilan sangat rendah tersebut hanyalah rata-
rata 10 juta orang (atau 7% dari populasi).

Indonesia tengah berada di titik transisi dan memiliki peluang unik memastikan agar
sektor migas dan tambang dapat dimanfaatkan untuk menurunkan tingkat
kemiskinan.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


20 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Pemerintah baru dapat mengisyaratkan niat yang jelas bahwa sumber daya minyak, gas,
dan mineral Indonesia akan dikelola dengan sangat transparan serta akuntabel. Hal ini akan
menumbuhkan kepercayaan rakyat bahwa pemerintah akan:
 Mengelola sumber daya alam untuk kepentingan umum
 Menurunkan risiko korupsi dan skandal yang timbul karenanya
 Memastikan negara mendapatkan sebesar-besarnya manfaat dari eksploitasi
sumber daya alamnya
 Menarik investasi baru ke Indonesia

Daftar Pustaka

Heller, Patrick & Ismalina, Poppy. (2014). Transparansi dan Akuntanbilitas di Industri Migas
dan Pertambangan : Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi – JK. Artikel
dipresentasikan pada Natural Resource Governance Institute Universitas Gadjah
Mada, Indonesia.
Nursanti, Martiasih. (____). Menggali Pajak Sektor Pertambangan Migas dan Non Migas.
(Online),
(http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_Menggali_pajak_sektor_pertambang
an_Migas_dan_Non_Migas_20130130140039.pdf), diakses tangal 05 Agustus 2020
www.academia.edu. (____). Perpajakan Pertambangan Mineral Batubara. (Online),

(https://www.academia.edu/21364195/Makalah_Perpajakan_Pertambangan_Minerba
),diakses tanggal 05 Agustus 2020.
www.klikpajak.id. (2020). Pajak Pertambangan yang Berlaku di Indonesia sesuai
Tahapannya. (Online), (https://klikpajak.id/blog/berita-regulasi/pajak-pertambangan-
sesuai-tahapannya/), diakses tanggal 04 Agustus 2020.
www.nasional.kontan.co.id. (2020). Tax Ratio Terkendala Penerimaan Pajak. (Online),
(https://nasional.kontan.co.id/news/tax-ratio-terkendala-penerimaan-pajak), diakses
tanggal 05 Agustus 2020.
www.ortax.org. (____). Ini Fasilitas Pajak pada Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Hulu
Migas. (Online), https://ortax.org/ortax/?
mod=info&page=show&id=212&list=1), diakses tanggal 05 Agustus 2020.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


21 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
MODUL PERKULIAHAN

SEMINAR
PERPAJAKAN

Mata Kuliah ini membahas konsep-


konsep dan teknik penyelesaian
masalah dalam bidang
SeminarPerpajakan. Pembahasan
meliputi Penegakan Hukum Pajak
dan Tindak Pidana Perpajakan.

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Ekonomi Bisnis Akuntansi 191631302 Tim Dosen

05
‘20 Kapita Selekta Perpajakan
22 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Abstract Kompetensi
Penegakan hukum sebagai pedoman Mahasiswa memiliki kemampuan
perilaku dalam lalulintas atau hubungan- memahami Penegakan Hukum
hubungan hukum dalam kehidupan dan tindak pidana perpajakn.
bermasyarakat dan bernegara.

3.1 Pengertian Penegak Hukum


Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atauberf
fungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek
yangluas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam
arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan
semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan
aturannormatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan
diripada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan
aturanhukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya
diartikansebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan
memastikanbahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam
memastikantegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu
diperkenankanuntuk menggunakan daya paksa.

Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya,
yaitudari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas
dansempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan
yangterkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang
hidupdalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya
menyangkutpenegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu,
penerjemahan perkataan‘law enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan
perkataan ‘penegakanhukum’ dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah
‘penegakan peraturan’ dalamarti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum
yang tertulis dengan cakupannilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul
dalam bahasa Inggeris sendiridengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’ versus ‘the

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


23 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
rule of just law’ atau dalamistilah ‘the rule of law and not of man’ versus istilah ‘the rule by
law’ yang berarti ‘therule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna
pemerintahan olehhukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan
mencakup pula nilai-nilaikeadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan
istilah ‘the rule of justlaw’. Dalam istilah ‘the rule of law and not of man’
dimaksudkan untuk menegaskanbahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara
hukum modern itu dilakukan olehhukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the
rule by law’ yang dimaksudkansebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan
hukum sekedar sebagai alatkekuasaan belaka.

 PENEGAKAN HUKUM OBJEKTIF


Seperti disebut di muka, secara objektif, norma hukum yang hendak
ditegakkanmencakup pengertian hukum formal dan hukum materiel. Hukum formal
hanyabersangkutan dengan peraturan perundang-undangan yang tertulis, sedangkan
hukummateriel mencakup pula pengertian nilai-nilai keadilan yang hidup dalam
masyarakat.Dalam bahasa yang tersendiri, kadang-kadang orang membedakan antara
pengertianpenegakan hukum dan penegakan keadilan. Penegakan hukum dapat
dikaitkan denganpengertian ‘law enforcement’ dalam arti sempit, sedangkan penegakan
hukum dalam artiluas, dalam arti hukum materiel, diistilahkan dengan penegakan keadilan.
Dalam bahasaInggeris juga terkadang dibedakan antara konsepsi ‘court of law’ dalam arti
pengadilanhukum dan ‘court of justice’ atau pengadilan keadilan. Bahkan, dengan
semangat yangsama pula, Mahkamah Agung di Amerika Serikat disebut dengan istilah
‘Supreme Courtof Justice’.

Setiap norma hukum sudah dengan sendirinya mengandung ketentuan tentanghak-


hak dan kewajiban-kewajiban para subjek hukum dalam lalu lintas hukum. Norma-norma
hukum yang bersifat dasar, tentulah berisi rumusan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang juga dasar dan mendasar. Karena itu, secara akademis, sebenarnya,persoalan hak
dan kewajiban asasi manusia memang menyangkut konsepsi yang niscayaterkandung di
dalamnya dimensi hak dan kewajiban secara paralel dan bersilang. Karenaitu, secara
akademis, hak asasi manusia mestinya diimbangi dengan kewajiban asasimanusia.
Akan tetapi, dalam perkembangan sejarah, issue hak asasi manusia itu sendiri terkait
erat dengan persoalan ketidakadilan yang timbul dalam kaitannya dengan persoalan

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


24 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
kekuasaan. Dalam sejarah, kekuasaan yang diorganisasikan ke dalam dan melalui
organ-organ negara, seringkali terbukti.

melahirkan penindasan dan ketidakadilan. Karena itu, sejarah umat manusia


mewariskan gagasan perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.
Gagasan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia ini bahkan diadopsikan ke
dalam pemikiran mengenai pembatasan kekuasaan yang kemudian dikenal dengan aliran
konstitusionalisme. Aliran konstitusionalime inilah yang memberi warna modern terhadap
ide-ide demokrasi dan nomokrasi (negara hukum) dalam sejarah, sehingga perlindungan
konstitusional terhadap hak asasi manusiadianggap sebagai ciri utama yang perlu ada
dalam setiap negara hukum yang demokratis(democratische rechtsstaat) ataupun negara
demokrasi yang berdasar atas hukum(constitutional democracy).

Dengan perkataan lain, issue hak asasi manusia itu sebenarnya terkait erat
denganpersoalan penegakan hukum dan keadilan itu sendiri. Karena itu, sebenarnya,
tidaklahterlalu tepat untuk mengembangkan istilah penegakan hak asasi manusia
secaratersendiri. Lagi pula, apakah hak asasi manusia dapat ditegakkan? Bukankah
yangditegakkan itu adalah aturan hukum dan konstitusi yang menjamin hak asasi manusia
itu,dan bukannya hak asasinya itu sendiri? Namun, dalam praktek sehari-hari, kita
memangsudah salah kaprah. Kita sudah terbiasa menggunakan istilah penegakan ‘hak
asasimanusia’. Masalahnya, kesadaran umum mengenai hak-hak asasi manusia dan
kesadaranuntuk menghormati hak-hak asasi orang lain di kalangan masyarakat kitapun
memangbelum berkembang secara sehat.

3.2 Aparatur Penegak Hukum

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai


institusi penegakhukum dan aparat (orangnya) penegak
hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegakhukum yang
terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari
saksi, polisi,penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas
sipir pemasyarakatan. Setiap aparat danaparatur terkait
mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas
atauperannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


25 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
pengaduan, penyelidikan,penyidikan, penuntutan, pembuktian,
penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upayapemasyarakatan
kembali (resosialisasi) terpidana.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu,
terdapat tiga elemenpenting yang mempengaruhi, yaitu:
(i) Institusi penegak hokum beserta berbagai perangkaat
sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja
kelembagaannya
(ii) budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk
mengenai kesejahteraan aparatnya,
(iii) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja
kelembagaannya maupunyang mengatur materi
hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum
materielnyamaupun hukum acaranya. Upaya
penegakan hukum secara sistemik
haruslahmemperhatikan ketiga aspek itu secara simultan,
sehingga proses penegakan hukum dankeadilan itu sendiri
secara internal dapat diwujudkan secara nyata.

Namun, selain ketiga faktor di atas, keluhan berkenaan dengan kinerja


penegakanhukum di negara kita selama ini, sebenarnya juga memerlukan analisis yang
lebihmenyeluruh lagi. Upaya penegakan hukum hanya satu elemen saja dari
keseluruhanpersoalan kita sebagai Negara Hukum yang mencita-citakan upaya
menegakkan danmewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hukum tidak
mungkin akantegak, jika hukum itu sendiri tidak atau belum mencerminkan perasaan
atau nilai-nilaikeadilan yang hidup dalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin
menjamin keadilanjika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak
sesuai lagi dengantuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan saja berkenaan
dengan upayapenegakan hukum tetapi juga pembaruan hukum atau pembuatan hukum
baru. Karenaitu, ada empat fungsi penting yang memerlukan perhatian yang seksama,
yang yaitu :
(i) pembuatan hukum (‘the legislation of law’ atau ‘law and rule making’)

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


26 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
(ii) sosialisasi,penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum (socialization and
promulgation of law,dan
(iii) penegakan hukum (the enforcement of law).

Ketiganya membutuhkan dukungan (iv) adminstrasi hukum (the administration


oflaw) yang efektif dan efisien yang dijalankan oleh pemerintahan (eksekutif)
yangbertanggungjawab (accountable). Karena itu, pengembangan administrasi hukum
dansistem hukum dapat disebut sebagai agenda penting yang keempat sebagai
tambahanterhadap ketiga agenda tersebut di atas. Dalam arti luas, ‘the administration
of law’ itumencakup pengertian pelaksanaan hukum (rules executing) dan tata administrasi
hukumitu sendiri dalam pengertian yang sempit. Misalnya dapat dipersoalkan
sejauhmanasistem dokumentasi dan publikasi berbagai produk hukum yang ada selama
ini telahdikembangkan dalam rangkapendokumentasian peraturan-peraturan (regels),
keputusan-keputusan administrasi negara (beschikkings), ataupun penetapan dan
putusan (vonis)hakim di seluruh jajaran dan lapisan pemerintahan dari pusat sampai ke
daerah-daerah.Jika sistem administrasinya tidak jelas, bagaimana mungkin akses
masyarakat luasterhadap aneka bentuk produk hukum tersebut dapat terbuka? Jika
akses tidak ada,bagaimana mungkin mengharapkan masyarakat dapat taat pada aturan
yang tidakdiketahuinya? Meskipun ada teori ‘fiktie’ yang diakui sebagai doktrin
hukum yangbersifat universal, hukum juga perlu difungsikan sebagai sarana
pendidikan danpembaruan masyarakat (social reform), dan karena itu ketidaktahuan
masyarakat akanhukum tidak boleh dibiarkan tanpa usaha sosialisasi dan pembudayaan
hukum secarasistematis dan bersengaja.

3.3 Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, dalam bukunya faktor-faktor yang mempengaruhi


penegakan hukum (2002:5) menyebutkan bahwa masalah pokok dari penegakan hukum
sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya, yaitu :
a. Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa undang-undang
b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


27 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kemudian Al. Wisnubroto dalam bukunya yang berjudul Hakim dan peradilan di
Indonesia (1997:88-90) memuat beberapa faktor internal yang mempengaruhi hakim dalam
mengambil keputusan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam
mempertimbangkan suatu keputusan adalah :
1. Faktor Subjektif
a. Sikap prilaku apriori
Sering kali hakim dalam mengadili suatu perkara sejak awal dihinggapi suatu
prasangka atau dugaan bahwa terdakwa atau tergugat bersalah, sehingga harus
dihukum atau dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Sikap ini jelas bertentangan
dengan asas yang dijunjung tinggi dalam peradilan modern, yakni asas praduga tak
bersalah (presumtion of innocence), terutama dalam perkara pidana. Sikap yang
bersifat memihak salah satu pihak (biasanya adalah penuntut umum atau penggugat)
dan tidak adil ini bisa saja terjadi karena hakim terjebak oleh rutinitas penanganan
perkara yang menumpuk dan target penyelesaian yang tidak seimbang.
b. Sikap perilaku emosional
Perilaku hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah akan berbeda
dengan prilaku hakim yang penuh pengertian, sabar dan teliti dalam menangani suatu
perkara. Hal ini jelas sangat berpengaruh pada hasil putusannya.
c. Sikap Arrogence power
Hakim yang memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa dan pintar melebihi
orang lain seperti jaksa, penasihat hukum apalagi terdakwa atau pihak-pihak yang
bersengketa lainnya, sering kali mempengaruhi Keputusannya.
d. Moral
Faktor ini merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak keadilan,
terutama hakim. Faktor ini berfungsi membentengi tindakan hakim terhadap cobaan-
cobaan yang mengarah pada penyimpangan, penyelewengan dan sikap tidak adil
lainnya.
2. Faktor Objektif
a. Latar belakang sosial budaya

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


28 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Latar belakang sosial hakim mempengaruhi sikap perilaku hakim. Dalam beberapa
kajian sosiologis menunjukkan bahwa, hakim yang berasal dari status sosial tinggi
berbeda cara memandang suatu permasalahan yang ada dalam masyarakat dengan
hakim yang berasal dari lingkungan status sosial menengah atau rendah.
b. Profesionalisme

Profesionalisme yang meliputi knowledge (pengetahuan, wawasan)


danskills (keahlian, keterampilan) yang ditunjang dengan ketekunan dan ketelitian
merupakan faktor yang mempengaruhi cara hakim mengambil keputusan masalah
profesionalisme ini juga sering dikaitkan dengan kode etik di lingkungan peradilan.
Oleh sebab itu hakim yang menangani suatu perkara dengan berpegang teguh pada
etika profesi tentu akan menghasilkan putusan yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan.

3.4 Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia

Indonesia tengah mengalami krisis kepatuhan hukum karena hukum telah kehilangan
substansinya. Permasalahan hukum di Indonesia yang saat ini sedang terjadi disebabkan oleh
beberapa hal yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumny, inkonsistensi penegakan hukum,
intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum. Diantara banyaknya permasalahan
tersebut adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat baik
polisi, jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan yang
bersangkutan. Inkonsistensi penegakan hukum kadang melibatkan masyarakat itu sendiri dan
dalam media elektronik maupun media cetak. Inkonsistensi penegakan hukum ini secara tidak
disadari telah berlangsung dari hari ke hari. Contoh kecil dari Inkonsistensi penegakan
hukum yang terjadi pada saat berkendaraan dijalan raya dikota besar seperti di Jakarta yang
memberlakukan aturan "three-in-one". Aturan ini tidak akan berlaku bagi TNI dan Polri.
Bahkan polisi yang bertugas membiarkan begitu saja mobil dinas TNI atau Polri yang
melintas meski mobil tersebut berpenumpang kurang dari tiga orang atau bahkan terkadang
polisi yang bertugas memberikan penghormatan apabila penumpangnya berpangkat lebih
tinggi. Secara tidak disadari hal tersebut merupakan diskriminasi terhadap masyarakat awam
tapi sayangnya banyak masyarakat yang tidak menyadari hal tersebut.

Ketimpangan dan putusan hukum yang tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat
tetap dirasakan dari hari ke hari. Berikut ini beberapa kasus inkonsistensi penegakan hukum

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


29 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
di Indonesia yang dikelompokan berdasarlan beberapa alasan yang banyak ditemui oleh
masyarakat awam baik melalui pengalaman pencari keadilan itu sendiri maupun peristiwa
lain yang bisa diikuti melalui media cetak dan media elektronik.
a. Tingkat kekayaan seseorang.
Tingkat kekayaan seseorang dapat memperingan masa tahan seseorang yang melakukan
pelanggaran. Pelaku pelanggaran bisa menyewa pengacara mahal yang bisa mementahkan
dakwaan kejaksaan untuk memperingan masa tahanannya atau jika perlu pelaku dapat
membayar hakim atau jaksa agar memperingan masa tahanannya. Sebaliknya dengan pelaku
pelanggaran yang tidak memiliki uang yang banyak maka pelaku hanya bisa membayar
pengacara semampunya atau tidak sedikit pula yang mereka hanya pasrah menerima putusan
hakim. Padahal jika dibandingkan kasus pelanggarannya tidak merugikan pemerintah
milyaran rupiah. Inilah yang terjadi di Indonesia saat ini. Hukum bisa dibeli dengan uang.

b. Tingkat Jabatan Seseorang


Mari kita simak kasus berikut ini. Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding keluar
negri yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi D. Dalam studi banding
tersebut anggota DPRD yang berangkat memanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ
anggaran yang diperoleh dari anggaran DPRD DKI sekitar 5,2 M dan uang saku dari PT.
Pembangunan Jaya Ancol sekitar 2,1 M. Dalam kasus ini 9 orang staf Bapedal DKI Bambang
Sungkono dan Kepala Dinas Tata Kota DKI Ahmadin Ahmad tidak dikenai tindakan apapun.
Penyelesaian masalah ini dilakukan setelah media cetak dan media elektronik menemukan
ketidaksesuaian dalam masalah pendanaan studi banding tersebut. Penyelesaian secara
administratif ini seakan dilakukan agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa
dilakukan. Rasa ketidakadilan masyarakat terurik ketika sanksi ini hanya dikenalan pada
pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk mengusut kasus
ini sampai ke pejabat tinggi DKI yaitu Gubernur Sutiyoso (saat itu) yang sebagai komisaris
PT. Pembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab.

Dari kasus diatas terlihat sekali bahwa seseorang yang memiliki jabatan tinggi
mendapat keringanan hukuman dibanding pegawai rendahannya. Entah apa penyebabnya
sampai hal ini terjadi. Secara tidak langsung hal ini bisa disebut sebagai ketidakadilan hukum
dimana karna jabatan seseorang yang tinggi hukuman yang didapat ketika melakukan
pelanggaran hukumannya pun lebih ringan dibandingkan seseorang yang jabatannya rendah
walaupun pada kasus yang sama.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


30 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
c. Nepotisme

Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD),
Jendral (TNI) Subagyo H.S. diperingan hukumannya oldh mahkamah militer dari empat
tahum penjara menjadi dua tahun penjara. Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke
kesatuannya selama dua minggu sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah
militer tinggi. Putusan ini terasa tidk adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba
lainnya yang terjadi di Indonesia yang didasarkan atas pelaksanaan UU Psikotropika.
Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitas hukum militer yang
diterapkan pada kasus narkoba. Jelas sekaki kasus ini mengesankan adanya diskriminasi
hukum bagi keluarga bekas pejabat.

d. Tekanan Internasional

Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur xang terjadi 6 September 2000 yang menewaskan
tiga orang staf NHCR mendapat perhatian Internasional dengan cepat. Tekanan Internasional
ini mengakibatjan pemerintah Indonesia bertindak dengan melucuti pesenjataan milisi Timor
Timor dan mengadiji beberapa bekas anggota milisi Timor Leste yang dianggap
bertanggungjawab. Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan yamg terjadi di
bagian lain di Indonesia seperti Ambon, Aceh, Samlar, Sampit, kasus Atambua termasuk
kasus yang memgalami penyelesaian secara cepat dan tanggap dari aparat. Dalam enam bulan
sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil dilucuti dan situasi kembali
aman dan normal. Meskipun kasus lainnya juga mendapat perhatian dari Internasional,
namun tekanan yang diberikn pada kasus ini lebih menekan pemerintah Indonesia untuk
dapat diselesaikan secepatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa derajat tekanan Internasional
menentukan kecepatan aparat melakukan penegakan hukum dalam mengatasi kasus
kekerasan.

Dari beberapa kasus tadi, dapat menimbulkan masalah yang paling dirasakan oleh
masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat.
Persepsi masyarakat menjadi buruk terhadap penegakan hukum. Hal ini membuat masyarakat
tidak mempercayai huktm sebagai sarana penyelesaian konflik dan cenderung menyelesaikan
permasalahannya diluar jalur hukum. Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum oleh
sekelompok orang demi kepentingannya sendiri, selaku berakibat merugikan pihak yang
tidak mempunyai kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


31 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
tumbuh subur di masyarakat Indonesia. Penegakan hukum di Indonesia harus terus
diupayakan dengan mulai memperbaiki kinerja dan moral aparat baik polisi, jaksa, hakim
maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan bersangkutan. Tanpa
adanya perbaikan tersebut segala bentuk KKN akan terus berpengaruh dalam proses
penegakan hukum di Indonesia. Selain itu materi hukum sendiri juga harus terus menerus
diperbaiki, peran DPR sebagai lembaga legislatif untuk lebih aktif dalam memperbaiki dan
menciptakan perundang-undangan yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan lebih
tegas lagi. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam
penegakan hukum secara konsisten.

Jadi, keterpurukan penegakan hukum di Indonesia terletak pada faktor integritas


aparatpenegak hukum, aturan hukum yang tidak responsif, serta tidak diaplikasikannya
nilai-nilai Pancasila khususnya nilai kemanusiaan, nilai musyawarah untuk mufakat
dan nilaikeadilan dalam penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, sehingga
menimbulkanketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang ada di
Indonesia. Hasilpenelitian, menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
penegakan hukumsangat dipengaruhi oleh keadaan atau situasional suatu daerah,
apabila disuatu daerahpenegakan hukumnya baik, maka tingkat kepercayaan
masyarakat juga baik di daerahtersebut, namun apabila penegakan hukumnya kurang
baik, maka tingkat kepercayaanmasyarakat terhadap penegakan hukum di daerah tersebut
menjadi kurang baik. Dalam rangka pembentukan hukum nasional, perlu dibentuk
konsepsi sistemhukum Indonesia, yang penulis sebut dengan Indonesia Juripridence
maka nilai-nilaiPancasila harus diserap dalam pembentukan hukum, sehingga
dibutuhkan standar hukumyang bersifat united legal frame work dan united legal
opinion (Kesatuan pandangan) diantara aparat penegak hukum sehingga perlu dibentuk
Undang-Undang sinergitas terpadudalam pelaksanaan tugas penegakan hukum. Untuk
mengembalikan kepercayaanmasyarakat, maka dibutuhkan aparat penegak hukum yang
memiliki integritas baik, aturanhukum yang responsif yang sejalan dengan nilai-nilai
Pancasila dan selanjutnyadiimplementasikan ke dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh
aparat penegak hukum.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


32 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
DAFTAR PUSTAKA

 http://yenisaputri080893.blogspot.co.id/

 http://click-gtg.blogspot.co.id/2009/12/penegakan-hukum-law-

enforcement.html

 http://up-date09.blogspot.co.id/2012/06/penegakan-hukum-law-

enforcement.html

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


33 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
MODUL PERKULIAHAN

SEMINAR
PERPAJAKAN

Mata Kuliah ini membahas konsep-


konsep dan teknik penyelesaian
masalah dalam bidang
SeminarPerpajakan. Pembahasan
tentang Manajemen Risiko Pajak.

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Ekonomi Bisnis Akuntansi Tim Dosen

06
Abstract Kompetensi
manajemen risiko adalah pendekatan Mahasiswa memiliki kemampuan
untuk memahami& menjelaskan
sistematis untukmenentukan
manajemen risiko perpajakan.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


34 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
tindakan terbaik dalam kondisi
ketidakpastian.

5.1 Manajemen,KonsepRisiko, Manajemen Risiko, Manajemen Pajak, dan


Manajemen Risiko Perpajakan

5.1.1 Pengertian Manajemen


Para pakar mendefinisikan manajemen sebagai suatu ilmu dan seni dalam melakukan serangkaian
kegiatan yang saling berkaitan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan. Adapun pernyataan beberapa pakar, sebagai berikut:
“Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-
sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.”Hasibuan S.P. Malayu
(2007 : 1)

“Manajemen adalah suatu proses untuk memperoleh kegiatan menyeluruh secara efisien dan efektif
dengan dan melalui orang lain.” Stephen P.Robbins (2005:8)

5.1.2 Pengertian Risiko


Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa dipakai
dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Memahami konsep risiko secara luas
merupakan dasar yang esensial untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko. Oleh
karena itu dengan mempelajari berbagai definisi yang ditemukan dalam berbagai literatur
diharapkan pemahaman tentang konsep risiko semakin jelas.
Vaughan (1978) mengemukan beberapa definisi risiko adalah sebagai berikut:
1. Risk is the chance of loss (Risiko adalah kesempatan dari kerugian)
Chance of loss biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana terdapat
suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau suatu kemungkinan kerugian.
Sebaliknya jika disesuaikan dengan istilah yang dipakai dalam Statistik,
maka “chance” sering dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan
munculnya situasi tertentu.
2. Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian)
Istilah “possibility” berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan
satu. Definisi ini barangkali sangat mendekati dengan pengertian risiko yang dipakai

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


35 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
sehari-hari. Akan tetapi definisi ini agak longgar, tidak cocok dipakai dalam analisis
secara kuantitatif.
3. Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian)
Tampaknya ada kesepakatan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian
(uncertainty) yaitu adanya risiko, karena adanya ketidakpastian.

5.1.2.1 Tipe-Tipe Risiko


Risiko dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Risiko murni (pure risk) adalah risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi
kemungkinan keuntungan tidak ada. Contoh: kecelakaan, kebakaran, kebanjiran dsb.
Salah satu cara menghindari risiko murni ini adalah dengan asuransi. Dengan demikian
besarnya kerugian dapat diminimalkan. Itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan
istilah risiko yang dapat diasuransikan (insurable risk).
2. Risiko spekulatif adalah suatu risiko yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan
keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Contoh: usaha bisnis, membeli saham.
Risiko spekulatif kadang-kadang dikenal dengan istilah risiko bisnis.

5.1.3 Pengertian Manajemen Risiko


Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta
mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh
efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Manajemen risiko adalah suatu pendekatan
terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman;
suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk
mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumber
daya.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.09/2008, manajemen
risiko adalah pendekatan sistematis untuk menentukan tindakan terbaik dalam kondisi
ketidakpastian.

Manajemen risiko perusahaan merupakan sebuah proses yang diterapkan pada


lingkup strategi perusahaan dan seluruh proses yang ada pada perusahaan yang dilakukan
oleh jajaran direksi, manajer, serta personel-personel lainnya. Perencanaan manajemen risiko
dilakukan dengan mengidentifikasi risiko kejadian potensial yang akan timbul dan dapat
memengaruhi pencapaian tujuan perusahaan. Manajemen risiko perusahaan yang terintegrasi

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


36 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
dengan seluruh organ perusahaan dapat membentuk budaya risiko yang baik. Pengelolaan
risiko sesuai dengan selera dan toleransi perusahaan dapat lebih memberikan kepastian atau
keyakinan pada pencapaian tujuan perusahaan.

5.1.3.1 Proses Manajemen Risiko


Ruang lingkup proses manajemen risiko terdiri dari:
a. Penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya
Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen risiko yang akan
dilakukan.
b. Identifikasi risiko
Mengidentifikasi apa, mengapa dan bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya risiko untuk analisis lebih lanjut.
c. Analisis risiko
Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi.
Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel
tersebut (probabilitas X konsekuensi).
d. Evaluasi risiko
Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah itu tingkatan
risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas manajemennya. Jika
tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang
dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan
pengendalian.
e. Pengendalian risiko
Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan
menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan transfer risiko dan lain-lain.
f. Pemantauan dan telaah ulang
Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko yang dilakukan serta
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.
g. Koordinasi dan komunikasi
Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal dan eksternal untuk
tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.

5.1.4 Manajemen Pajak

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


37 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Pemerintah pada saat ini melakukan upaya habis-habisan dalam bidang perpajakan. Karena itulah,
pengusaha harus menanggapinya dengan cara habis-habisan juga, yaitu dengan menempuh manajemen
pajak. Bagaimanapun juga pajak bagi perusahaan tetap sebagai “beban (biaya)”. Jika pengelolaan pajak tidak
dilakukan dengan baik, kemungkinan di kemudian hari perusahaan terpaksa gulung tikar (Rugi).
Manajemen pajak yang tidak benar telah dapat dirasakan oleh pengusaha pada saat ini, hal ini
terungkap dalam seminar perpajakan baru-baru ini. Jika FISKUS (Pemerintah) melakukan pengecekan data,
kemungkinan “dosa-dosa (kejahatan yang terselubung selama ini) yang dilakukan oleh beberapa perusahaan
(oknum) akan terungkap.
Pengelakan pajak adalah cermin dari keengganan untuk ikut melaksanakan sikap Kegotongroyongan
Nasional. Oleh sebab itulah, strategi dibidang perpajakan sebaiknya disebut dengan istilah Manajemen Pajak.
Tujuannya, bukan untuk mengelak membayar pajak, tapi mengatur sehingga pajak yang di bayar tidak lebih
dari jumlah yang semestinya.
Pada dasarnya manajemen pajak merupakan usaha penghematan pajak oleh wajib
pajak yang selalu berusaha meminimalkan beban pajak dan menunda pembayaran pajak
selambat mungkin sebatas masih diperkenankan peraturan perpajakan. Meminimalkan beban
pajak sekecil mungkin dapat dilakukan dengan menekan penghasilan-penghasilan dan/atau
memperbesar biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan (deductible) sehingga
Penghasilan Kena Pajak menjadi lebih kecil atau memanfaatkan hal-hal yang belum diatur
dalam peraturan perpajakan.

Tujuan manajemen pajak pada dasarnya sama saja dengan tujuan manajemen keuangan yaitu sama-
sama bertujuan untuk memperoleh likuiditas (kelancaran) dan laba yang cukup. Kita juga dapat
mendefinisikan bahwa manajemen pajak sebagai kewajiban perpajakan dengan benar, tapi jumlah pajak
dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dengan demikian,
dimasa yang akan datang tidak akan terjadi yang namanya Restitusi pajak (kurang bayar) yang berakibatkan
denda dan sebagainya.

5.1.4.1 Fungsi Manajemen Pajak


Fungsi-fungsi manajemen pajak adalah:
1. Perencanaan pajak (Tax Planning)
Perencanaan pajak adalah tahap pertama dalam penghematan pajak, strategi
penghematan pajak disusun pada saat perencanaan.
2. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (Tax Implementation)

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


38 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Pelaksanaan kewajiban pajak baik yang formal maupun material, harus dipastikan
bahwa pelaksanaan kewajiban itu telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku.
Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan. Jika pelaksanaannya
menyimpang dari peraturan yang ada maka hal tersebut telah menyimpang dari tujuan
manajemen pajak. Tujuan utama manajemen pajak sebenarnya adalah agar perusahaan
(wajib pajak) tidak menyimpang dari ketentuan.
3. Pengendalian pajak (Tax Control)
Pengendalian pajak adalah tahap pekerjaan untuk memastikan bahwa peraturan
perpajakan telah dilaksanakan. Dalam pengendalian pajak yang paling penting adalah
pengecekan saat pembayaran pajak. Pengendalian pajak di dalamnya termasuk juga
pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari pada pajak terutang.
Apabila jumlah pajak yang dibayar telah melampaui pajak yang terutang segera
mengajukan permohonan kepada FISKUS untuk mendapatkan izin agar tidak membayar
pajak lebih lanjut. Apabila pajaknya sudah terlanjur dibayar lebih besar dari pada pajak
yang terutang, perusahaan dapat segera mengupayakan untuk mengajukan permohonan
restitusi.

Menurut pengalaman orang, pengurus restitusi tidak semudah yang diatur dalam
ketentuan. Karena itu pengurusan Restitusi harus dipantau sedemikian rupa sehingga restitusi
dapat diterima pada waktunya.

5.1.5 Manajemen Risiko Perpajakan


Perpajakan korporasi jika tidak dikelola dengan optimal dapat menimbulkan risiko
yang berdampak serius terhadap kelangsungan usaha korporat. Risiko yang ditimbulkan dari
aspek perpajakan tidak saja berdampak pada risiko keuangan namun dapat meluas menjadi
risiko reputasi, risiko operasional, risiko bisnis dan pada akhirnya jika tidak dapat dilakukan
mitigasi dengan optimal dapat berdampak serius terhadap kelangsungan usaha/hidup
perusahaan.
Terkuaknya kasus Gayus Tambunan (GT) semakin menyadarkan kita bahwa pajak
memiliki dampak yang sangat serius jika risiko perpajakan tidak dikelola dengan baik.
Optimalisasi manajemen risiko perpajakan dapat membebaskan korporat dari lilitan
urusan pajak, karena semua risiko perpajakan akan diantisipasi dan dapat dideteksi secara-

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


39 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
dini. Kalaupun terjadi risiko, akan dapat dilakukan mitigasi untuk menghindari/mengurangi
dampak yang lebih serius dari risiko yang timbul dari perpajakan. Dengan pengelolaan risiko
perpajakan korporat yang optimal, diharapkan:
1. Upsize Risk atau risiko tidak tercapainya benefit/manfaat keuntungan dari aspek
perpajakan bagi korporat dapat dikelola sehingga manfaat pajak yang diharapkan untuk
meningkatkan nilai korporat dapat tercapai
2. Downsize Risk atau risiko buruk dari perpajakan yang merugikan korporat, dapat
dihindari/dikurangi seminimal mungkin dan jika terjadi risiko tersebut dapat dilakukan
mitigasi, sehingga sisa risiko (residual risk) yang timbul tidak berdampak signifikan
terhadap kelangsungan usaha korporat.
Tax Planning yang sampai saat ini menjadi sandaran utama untuk mengefisienkan
beban pajak ternyata tidak cukup untuk menjawab perkembangan dunia bisnis dan
perpajakan yang terus berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di
lingkungannya. Diperlukan perpaduan Tax Planning dan Tax Risk Management untuk lebih
mengoptimalkan upaya-upaya meningkatkan nilai perusahaan, dan itulah tujuan utama
pelatihan ini.
Manajemen risiko sebenarnya dapat pula diterapkan di berbagai bidang
termasuk perpajakan. Manajemen risiko mempunyai tujuan tunggal yaitu menekan risiko
yang meliputi aneka manfaat yakni:
1. Mampu memberikan informasi dan perspektif kepada manajemen tentang semua profil
risiko, perubahan mendasar mengenai produk dan pasar, serta lingkungan bisnis
dan perubahan yang diperlukan dalam proses manajemen risiko.
2. Mampu menyampaikan isu sentral tentang formulasi kebijakan manajemen risiko dan
review-nya.
3. Mampu menghitung dan mengukur besarnya risk exposure.
4. Mampu menetapkan alokasi sumber-sumber dana sekaligus limit risiko dengan
lebih tepat.
5. Mampu membuat cadangan yang memadai untuk mengantisipasi risiko yang sudah
diukur dan dihitung.
6. Mampu menghindari potensi kerugian yang relatif lebih besar.

5.2 Risiko Pajak di Perusahaan


Ada berbagai macam risiko pajak di perusahaan. Risiko pajak yang sering muncul
di perusahaan terdiri dari:

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


40 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
1. Risiko PPh Pasal 21
Adanya risiko PPh pasal 21 pada perusahaan disebabkan karena perusahaan memiliki
kewajiban untuk memotong pajak untuk karyawan-karyawannya. Sistem yang digunakan
tersebut yaitu with holding system. Jika ada kesalahan dalam pemotongan, penyetoran,
dan pelaporan pajak karyawan merupakan tanggung jawab perusahaan sebagai pemotong.
Risiko PPh Pasal 21 memiliki variabel antara lain:
a. Status pegawai
Setiap pegawai harus dijelaskan status kepegawaiannya di dalam perusahaan. Jenis
status pegawai yaitu pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan bukan pegawai.
Setiap status pegawai memiliki metode perhitungan PPh pasal 21 yang berbeda-beda.
b. Kebijakan pembayaran PPh
Perusahaan harus memberi kebijakan pembayaran PPh para karyawannya dengan cara
dibayar pegawai itu sendiri atau ditanggung oleh perusahaan atau diberikan
tunjangan.
c. Bukti potong dan kuitansi gaji
Setelah perusahaan memotong PPh pasal 21 para karyawan, harus memberikan bukti
potong PPh pasal 21 tersebut. Bukti potong tersebut dapat berupa
kuitansi atau bukti potong tersendiri atau dalam daftar gaji karyawan.
d. SPT Masa dan SPT Masa Desember
Perusahaan harus melaporkan PPh pasal 21 dalam SPT masa Januari sampai
dengan November, SPT pembayaran bonus/THR, dan SPT Masa Desember.
2. Risiko PPN
Dari setiap transaksi penjualan dan pembelian akan terkena PPN. Sedangkan di
dalam perusahaan pasti ada transaksi penjualan dan pembelian dari Barang Kena Pajak
maupun Jasa Kena Pajak. sehingga perusahaan pasti memiliki risiko PPN.

3. Risiko PPh Badan


Risiko PPh Badan adalah risiko yang ada di setiap perusahaan untuk membayar Pajak
Penghasilan. Pajak Penghasilan dari tiap perusahaan yaitu pajak yang terkait dengan
transaksi organisasi dan akuntansi secara keseluruhan, meliputi:
a. Penerimaan/pendapatan
Setiap transaksi pembelian maupun penjualan yang memiliki bukti
pembelian/penjualan akan menghasilkan pendapatan/penerimaan yang mempengaruhi
pajak penghasilan perusahaan. Jika semakin banyak pendapatan/penerimaan
‘20 Kapita Selekta Perpajakan
41 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
perusahaan, akan menambah pajak penghasilan perusahaan. Sebaliknya jika semakin
sedikit pendapatan/penerimaan perusahaan, akan mengurangi pajak penghasilan
perusahaan.
b. Pembayaran beban operasional
Setiap transaksi pasti ada bukti pendukung yang memberikan daftar beban operasional
yang harus dibayar perusahaan. Jika semakin banyak beban operasional yang dibayar
perusahaan, akan menambah pajak penghasilan perusahaan. Sebaliknya jika semakin
banyak beban operasional perusahaan, akan mengurangi pajak penghasilan
perusahaan.
c. Perhitungan penyusutan
Setiap aset tetap yang dimiliki perusahaan pasti mengalami penyusutan,
perhitungan penyusutan tersebut memiliki beberapa metode perhitungan yang
hasilnya dapat mempengaruhi laporan laba rugi perusahaan. Laporan laba rugi
perusahaan mempengaruhi pajak penghasilan perusahaan.
d. Penjualan barang/jasa yang bukan aktivitas utama
Penjualan barang/jasa yang dilakukan perusahaan disamping aktivitas utama
perusahaan memiliki tarif pajak yang berbeda dengan penjualan pada aktivitas utama
perusahaan. Sehingga penjualan tersebut dapat mempengaruhi pajak penghasilan
perusahaan.
e. Laba/rugi usaha/selisih antara penerimaan dengan beban
Jumlah laba/rugi usaha/selisih antara penerimaan dengan beban perusahaan
mempengaruhi jumlah akhir penghasilan kena pajak perusahaan pada perhitungan
koreksi fiskal perusahaan, sehingga mempengaruhi ke pajak penghasilan perusahaan.

4. Risiko Pemotongan/Pemungutan Pihak Ketiga


a. PPh Pasal 22 Bendaharawan: Tidak tepat waktu dan tercecer.
b. PPh Pasal 23: Kesalahan pemotongan dan Tidak tepat waktu dan tercecer.
c. PPh Pasal 4 (2): Kesalahan pemotongan dan Tidak tepat waktu dan tercecer.

5. Risiko Pemeriksaan
Setiap Wajib Pajak orang pribadi maupun badan perusahaan memiliki risiko pemeriksaan,
karena sistem pajak di Indonesia menganut Self Assessment System. Sistem tersebut yang
dapat menimbulkan adanya sengketa pajak antara fiskus dan wajib pajak, sehingga

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


42 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
menimbulkan adanya pemeriksaan pajak. Namun bobot risiko pemeriksaan tergantung
pada jenis pemeriksaannya, antara lain:
a. Pemeriksaan Pengujian Kepatuhan
Pemeriksaan yang dilakukan pengujian terhadap bukti-bukti pembukuan yang
mendukung transaksi yang terjadi, sudah diproses dan dicatat sesuai dengan sistem
dan prosedur yang ditetapkan manajemen. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai
efektivitas dari pengendalian intern dan sistem pengendalian manajemen dengan
melakukan pemeriksaan secara sampling atas bukti-bukti pembukuan, sehingga bisa
diketahui apakah transaksi bisnis perusahaan dan pencatatan akuntansinya sudah
dilakukan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan manajemen perusahaan.
b. Pemeriksaan Tujuan Lain
Pemeriksaan pajak yang dilaksanakan sebagai bentuk pelaksanaan ketentuan tertentu
dalam aturan perpajakan yang bukan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dan
produk hukum yang dihasilkan dari pemeriksaan pajak untuk tujuan lain bukanlah
selalu surat ketetapan pajak seperti pemeriksaan untuk menguji kepatuhan WP.
Artinya, bisa juga diterbitkan SKP atau STP kepada WP tersebut.
c. Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

6. Risiko Keberatan
Pengajuan keberatan walaupun merupakan hak WP yang dapat dimanfaatkan untuk
memperjuangkan keadilan, namun demikian tetap mengandung risiko. Risiko yang
melekat dengan pengajuan keberatan adalah, adanya kemungkinan keputusan keberatan
yang berbeda:
a. Diterima
b. Diterima Sebagian
c. Ditolak
d. Ditambah Jumlah Pajak Terutang
e. Keputusan keberatan akan menimbulkan sanksi yang dapat mengganggu cash
flow perusahaan.

7. Risiko Banding

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


43 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Sama halnya dengan pengajuan keberatan, pengajuan banding walaupun merupakan hak
Wajib Pajak yang dapat dimanfaatkan untuk memperjuangkan keadilan, namun demikian
tetap mengandung risiko. Risiko yang melekat dalam pengajuan banding adalah adanya
sanksi yang berat apabila banding ditolak (sanksi 100%).

5.3 Pengelolaan Risiko


Setelah analisis dan evaluasi risiko, langkah selanjutnya dalam manajemen risiko
adalah mengelola risiko. Risiko harus dikelola. Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka
konsekuensi yang diterima bisa cukup serius, misal kerugian besar. Berbagai cara
pengelolaan risiko:
a. Penghindaran
Cara paling mudah dan aman untuk mengelola risiko adalah dengan menghindar. Tetapi
cara semacam ini tidak optimal.
Contoh: Jika ingin memperoleh keuntungan dari bisnis, maka mau tidak mau kita harus
keluar dan menghadapi risiko tersebut. Kemudian kita akan mengelola risiko tersebut.
b. Ditahan (Retention)
Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita menghadapi sendiri risiko tersebut
(menahan risiko tersebut/ risk retention).
c. Diversifikasi
Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki sehingga tidak terkonsentrasi
pada satu atau dua eksposur saja.
Contoh: Memegang aset tidak hanya satu, tetapi bermacam-macam (saham, obligasi,
properti). Jika terjadi kerugian pada satu aset, kerugian tersebut bisa dikompensasi oleh
keuntungan dari aset yang lainnya.
d. Transfer Risiko
Keputusan mengalihkan risiko adalah dengan cara risiko yang kita terima tersebut kita
alihkan ke tempat lain sebagian. Jika tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita dapat
menstransfer risiko tersebut kepada pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko
tersebut.
Contoh: Membeli asuransi kecelakaan. Jika terjadi kecelakaan, perusahaan asuransi akan
menanggung kerugian dari kecelakaan tersebut.
e. Pengendalian Risiko

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


44 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
Dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau kejadian
yang tidak kita inginkan. Keputusan mengontrol risiko adalah dengan cara melakukan
kebijakan antisipasi terhadap timbulnya risiko sebelum risiko itu terjadi.
Contoh: Untuk mencegah kebakaran, kita memasang alarm asap dibangunan kita. Alarm
merupakan salah satu cara kita mengendalikan risiko kebakaran
f. Pendanaan Risiko
Mempunyai arti bagaimana “mendanai” kerugian yang terjadi jika suatu risiko muncul.
Keputusan pendanaan risiko menyangkut penyediaan sejumlah dana sebagai cadangan
(reserve) guna mengantisipasi timbulnya risiko di kemudian hari seperti perubahan nilai
tukar dolar terhadap mata uang domestik di pasaran.
Contoh: Jika terjadi kebakaran, bagaimana menanggung kerugian akibat kebakaran
tersebut, apakah dari asuransi, ataukah menggunakan dana cadangan. Sebuah perbankan
mempunyai kebijakan harus memiliki cadangan dalam bentuk mata uang dolar sehingga
jumlah perkiraan akan terjadi kenaikan atau perubahan nilai tukar dapat diantisipasi.

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


45 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
DAFTAR PUSTAKA

http://hikmawati92.blogspot.com/2013/07/manajemen-risiko-konsep-dasar-teknik_2.html
http://rahmatulliza43.blogspot.com/2012/11/manajemen-pajak.html
http://indahhandy.blogspot.com/2010/01/manajemen-resiko-dalam-mengelola-dan.html
http://akhwatassyari.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
http://rezafrachman.blogspot.com/2011/08/18-pengelolaan-risiko.html
http://ngapackers.blogspot.com/2008/11/teknik-teknik-manajemen-resiko.html
http://www.scribd.com/doc/220908777/Tax-Risk-Management-Word
http://konsultanpajak-aaa.com/mengenal-sanksi-pajak.html
http://www.pajak.go.id/content/news/menghadapi-ketidakpastian-dengan-manajemen-risiko
http://www.bppk.depkeu.go.id/berita-pekanbaru/16050-mengenal-lebih-jauh-manajemen-
risiko-dalam-perpajakan
http://pratamaindomitra.co.id/tax-risk-management.html
http://abhymujahidmuda.blogspot.com/2012/04/makalah-manajemen-risiko.html
http://nasional.sindonews.com/read/892935/16/target-pajak-naik-terus

‘20 Kapita Selekta Perpajakan


46 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
FENOMENA JURNAL TAX AVOIDANCE & TAX EVASION

Pajakmerupakansumberpendapatannegara yang
sangatpentingbagipelaksanaanpembangunannasionalsertamenjadiunsurutamauntukmenunjang
kegiatanperekonomiandalammenggerakanrodapemerintahandansebagaipenyediafasilitasumu
mbagimasyarakat,
sehinggadiharapkanpajakdapatmeningkatkankemakmurandankesejahteraanmasyarakat
(DamayantidanSusanto, 2015) Sedangkan, bagiperusahaanpajakadalahbeban yang
akanmengurangilababersih. Perbedaankepentingandarifiskus yang
menginginkanpenerimaanpajak yang
besardankontinyutentubertolakbelakangdengankepentingandariperusahaan yang
menginginkanpembayaranpajakseminimalmungkin. Selainitu,
fluktuasikegiatanperekonomian yang
dialamiperusahaankeraptidakmendapatkantoleransidaripihakfiskus,
dikarenakanfiskusmenginginkanperolehanpajak yang progresifdanstabil.
Pengaruhfluktuasikegiatanperekonomiantersebut,
tentuakanberakibatterhadappelaporankeuanganperusahaandanpelaporanpajaknya (Hardika,
2007) dalam (Kurniasihdan Sari, 2013). Salah satudefinisiPenghindaranPajak (tax avoidance)
adalahPenataantransaksiuntukmendapatkankeuntunganpajak,
manfaatataupengurangandengancara yang dimaksudkanolehhukumpajak (Brown, 2012)
dalam (Ibnu Wijaya,2014). Untukmemperjelas,
penghindaranpajakumumnyadapatdibedakandaripenggelapanpajak (tax evasion), di mana
penggelapanpajakterkaitdenganpenggunaancara-cara yang
melanggarhukumuntukmengurangiataumenghilangkanbebanpajaksedangkanpenghindaranpaj
akdilakukansecara “legal” denganmemanfaatkancelah (loopholes) yang
terdapatdalamperaturanperpajakan yang adauntuk 2 menghindaripembayaranpajak,
ataumelakukantransaksi yang tidakmemilikitujuanselainuntukmenghindaripajak.
Penghindaranpajakseringdikaitkandenganperencanaanpajak (tax planning), di mana
keduanyasamasamamenggunakancara yang legal
untukmengurangiataubahkanmenghilangkankewajibanpajak. Akan tetapi,
perencanaanpajaktidakdiperdebatkanmengenaikeabsahannya,
sedangkanpenghindaranpajakmerupakansesuatu yang secaraumumdianggapsebagaitindakan
yang tidakdapatditerima. Batas antarapenghindaranpajakdenganperencanaanpajaksering kali
tidakjelas.
‘20 Kapita Selekta Perpajakan
47 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen
‘20 Kapita Selekta Perpajakan
48 Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Tim Dosen

Anda mungkin juga menyukai