Anda di halaman 1dari 3

BAB III

3.1 Profil Dirjen Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan lembaga di bawah Kementerian


Keuangan Indonesia yang memiliki wewenang dalam merumuskan dan melaksanakan
kebijakan hingga standarisasi teknis di bidang perpajakan.

DJP dalam mengupayakan perekonomian negara yang sejahtera tentunya


mengikuti peraturan dan norma perpajakan yang berlaku seperti dengan mengamanatkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Keuangan adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan
standarisasi teknis di bidang perpajakan. Demi mencapai hal tersebut adapun fungsi DJP,
yaitu : 

1. Perumusan kebijakan di bidang perpajakan.


2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan.
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perpajakan.
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan.
5. Pelaksanaan administrasi DJP.

Mungkin tidak banyak dari kita yang mengetahui bahwa mulanya DJP merupakan
kumpulan dari beberapa unit organisasi, diantaranya yaitu :

1. Unit Pajak. Unit tersebut bertugas untuk memungut pajak berdasarkan


perundang-undangan dan melakukan tugas pemeriksaan kas
Bendaharawan Pemerintah.
2. Unit Lelang. Unit tersebut bertugas untuk melelang barang-barang sitaan
untuk melunasi piutang negara.
3. Unit Akuntan Pajak. Unit tersebut bertugas untuk membantu unit pajak
dalam melaksanakan pemeriksaan pajak atas pembukuan Wajib Pajak
Badan.
4. Unit Pajak Hasil Bumi. Saat ini, nama unit tersebut dikenal sebagai
Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada Direktorat Jenderal Moneter.
Unit tersebut bertugas untuk memungut pajak hasil bumi dan pajak atas
tanah yang ada pada tahun 1963 lalu diubah menjadi Direktorat Pajak
Hasil Bumi. Pada tahun 1965,unit ini berubah lagi menjadi Direktorat
Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA).

Kemudian, pada 27 Maret 1976 melalui keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun


1976, Direktorat IPEDA diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter kepada DJP. Pada
27 Desember 19985 melalui Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1985, Direktorat
IPEDA kembali mengganti nama menjadi Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Perubahan pada nama unit ini juga terjadi di kantor daerah yang semula bernama
Inspeksi IPEDA yang diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan. Lalu, Kantor
Dinas Luar IPEDA diganti menjadi Kantor Dinas Luar PBB.

Memasuki sejarah DJP pada tahun 1945, pemerintah menerapkan sistem official


assessment yang mana sistem pemungutan pajak dilakukan dengan cara penetapan oleh
fiskus pada zaman tersebut. Masyarakat kala itu masih pasif dalam menjalankan
kewajiban sebagai wajib pajak sebab negara ini baru berdiri dari permasalahan-
permasalahan yang ada saat itu.  

Walaupun demikian, pada tahun 1965 muncul terobosan baru di bidang fiskal
berupa desentralisasi pajak atas Pajak Hasil Bumi kepada pemerintah daerah dan
mengubah namanya menjadi IPEDA atau Iuran Pembangunan Daerah. Pada masa
tersebut, penggunaan self assessment mulai bekerja. Kemudian, terbitnya Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1967 menjadi cikal bakal pemungutan pajak yang menggunakan
sistem self assessment.

3.2 Kronologi Kasus Masalah Pajak

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar
menilai kasus penganiayaan yang berkembang ke dugaan harta tak wajar eks pejabat
Pajak Rafael Alun Trisambodo bakal berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap
Ditjen Pajak Kemenkeu.
Oleh karena itu, Kementerian Keuangan perlu mengembalikan kembali kepercayaan
publik terhadap Ditjen Pajak dengan mereformasi birokrasi dan tata kelola pajak.

Seperti diketahui, Pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo tercatat


memiliki harta kekayaan puluhan miliar sejak beberapa tahun lalu, ditopang oleh aset
tanah dan bangunan. Harta Rafael tercatat lebih tinggi dari Dirjen Pajak maupun Menteri
Keuangan. Rafael, pejabat eselon III Kemenkeu pernah melaporkan harta kekayaan
Rp56,1 miliar pada 2021. Angka itu melebihi laporan harta kekayaan atasannya, Direktur
Jenderal Pajak Suryo Utomo yaitu Rp14,4 miliar (2021) dan mendekati laporan harta
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yaitu Rp58,04 miliar (2021). Sri Mulyani
menyatakan bahwa total harta kekayaan Rafael itu tidak masuk akal, sehingga dia
meminta Inspektur Jenderal (Itjen) Kemenkeu untuk melaporkan pengawasan, investasi,
dan eksaminasi terhadap Rafael.

Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah


menyelesaikan audit investigasi terhadap harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo
(RAT). Hasilnya, terbukti bahwa Rafael Alun menyembunyikan harta dan tidak patuh
perpajakan. "Memang ini mengindikasikan pencucian uang, jadi LHKPN diakali oleh
pejabat tak jujur dengan menggunakan nominee atau perjanjian pinjam nama. Ini modus
yang biasa digunakan untuk pencucian uang," kata Fajry kepada NU Online, Kamis
(9/3/2023). Padahal, kata Fajry, secara keseluruhan kinerja penerimaan pajak beberapa
tahun berangsur membaik dibuktikan dengan dua kali penerimaan pajak yang mencapai
target. "Belum pernah dalam sejarah seperti ini. Bahkan, tahun ini bakal hattrick
mencapai target ketiga kalinya," terang Fajry. Selain itu, pembaruan sistem birokrasi di
Kementerian Keuangan jauh lebih terasa dibandingkan dengan kementerian dan lembaga
pemerintahan lainnya. Misalnya, reformasi perpajakan melalui UU HPP. "Kinerja DJP di
bawah duet Suryo Utomo dengan Sri Mulyani sebagai Menkeu itu sebenarnya sudah
sempurna. Penerimaan tercapai, reformasi kebijakan perpajakan jalan. Tapi semua
tercoreng akibat tindakan oknum Rafael," ungkap dia. Kendati demikian, ia yakin
sebagian besar pegawai DJP masih jujur dan berintegritas. Jika dilihat dari data pegawai
pajak yang berisiko, sangat kecil jumlahnya dibanding total keseluruhan jumlah pegawai
DJP yang lebih dari 45 ribu pegawai.  "Untuk itu, janganlah digeneralisasi bahwa
pegawai DJP itu korup. Tanpa kerja mereka yang optimal, negara ini akan "oleng".
Karena pajak adalah "darah" bagi negara sebagai "tubuhnya," tandasnya.

Ketua Komisi Pengawas Perpajakan (KPP) Anwar Suprijadi menyebutkan,


hingga saat ini KPP sudah menerima sekitar 300 pengaduan dari masyarakat terkait
kinerja aparat Ditjen Pajak. Sebagian besar pengaduan soal dugaan penyalahgunaan
sarana dan kewenangan pemerintahan oleh petugas pajak. ”Oleh karena itu, kami lebih
menekankan pada perbaikan kualitas sumber daya manusia di Ditjen Pajak, bukan pada
jumlah aparat pajak yang besar. Dengan mendasarkan pada kualitas, efektivitas kerja
Ditjen Pajak bisa lebih terjamin,” ungkapnya. Saat ini KPP bekerja dengan lima
anggotanya, tanpa didukung sekretariat jenderal tersendiri sehingga dukungan kerjanya
masih menempel dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. KPP setidaknya
membutuhkan tambahan tenaga pendukung sekitar 40 orang. (OIN)

Anda mungkin juga menyukai