DALAM PEMBELAJARAN
1
1. Pesan, yaitu informasi/ajaran yang diteruskan oleh komponen lain dalam
bentuk gagasan, fakta, arti dan data.
2. Orang, yakni manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan
penyaji pesan. Termasuk kelompok ini misalnya dosen, guru, tutor.
3. Bahan, yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk disajikan
melalui penggunaan alat/perangkat keras, ataupun oleh dirinya sendiri.
Berbagai program media termasuk kategori materials, seperti transportasi,
slide, film, audio, video, modul, majalah, buku dan sebagainya yang
mengandung materi pembelajaran.
4. Alat, yakni sesuatu (perangkat keras) yang digunakan yang digunakan
untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Misalnya
overhead proyektor, slide, video tape/recorder.
5. Teknik, yaitu prosedur atau acuan yang dipersiapkan untuk penggunaan
bahan, peralatan, orang, lingkungan untuk menyampaikan pesan.
Misalnya pengajaran terprogram/modul, simulasi, demonstrasi, tanya
jawab.
6. Lingkungan, yaitu situasi atau suasana sekitar dimana pesan disampaikan.
Baik lingkungan fisik ataupun non fisik.
2
Terkait dengan pemilihan sumber belajar, Dick dan Carey (2005: 27)
mengatakan bahwa kriteria pemilihan sumber belajar, yaitu Kesesuaian
dengan tujuan pembelajaran; ketersediaan sumber setempat, artinya bila
sumber belajar yang bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang
ada maka sebaiknya dibeli atau dirancang atau dibuat sendiri; apakah tersedia
dana, tenaga, dan fasilitas yang cukup untuk mengadakan sumber belajar
tersebut; faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan
sumber belajar yang bersangkutan untuk jangka waktu yang relatif lama; dan
efektifitas biaya dalam jangka waktu yang relatif lama.
3
audiovisual serta peralatannya dan media hendaknya dapat dimanipulasi,
dapat dilihat, didengar, dan dibaca (Sadiman, et al., 1996: 6).
Miarso (2016: 392) menjelaskan bahwa media pembelajaran adalah
segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga
dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan
terkendali.
Berdasarkan uraian di atas ada persamaan-persamaan, yaitu bahwa
media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan dan
menyalurkan pesan dari pengirim (sumber) ke penerima sehingga dapat
merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa
sehingga proses belajar terjadi dalam kondisi yang dirancang untuk mencapai
tujuan dan terkendali.
Masuknya berbagai pengaruh ke dalam khazanah pendidikan seperti
ilmu cetak-mencetak, behaviorisme, komunikasi, dan laju perkembangan
teknologi elektronik, media dalam perkembangannya tampil dalam berbagai
jenis dan format (modul cetak, film, televisi, film bingkai, film rangkai,
program radio, computer) masing-masing dengan ciri dan kemampuannya.
Kemudian timbul usaha-usaha pengelompokkan atau klasifikasi menurut
kesamaan ciri atau karakteristiknya (Sadiman et al., 1996: 19).
Beberapa usaha ke arah taksonomi media tersebut antara lain adalah:
1. Rudy Bretz.
Bretz (dalam Munadi, 2012: 52) membagi media berdasarkan indra yang
terlibat, Oleh karena itu, Bretz memilih tiga unsur pokok sebagai dasar dari
setiap media, yaitu suara, visual, dan gerak. Visual sendiri dibedakan
menjadi tiga, yatu gambar, garis, dan simbol. Di samping itu, Bretz juga
membedakan antara media siar (telecomunication) dan media rekam
(recording) sehingga terdapat 8 klasifikasi media, yaitu media audio visual
gerak, media audio visual diam, media audio semi gerak, media visual
gerak, media visual diam, media semi gerak, media audio, dan media cetak.
2. Duncan
4
Duncan menyusun taksonomi media pendidikan menurut hirarki
pemanfaatannya. Duncan menjajarkan antara biaya investasi, kelangkaan,
dan keluasan lingkup sasarannya, kemudahan pengadaan serta
penggunaan, keterbatasan lingkup sasaran dan rendahnya biaya dengan
tingkat kerumitan perangkat media (Sadiman et al., 1996: 20).
3. Briggs
Briggs (dalam Sadiman et al., 1996: 23) mengidentifikasi 13 macam media
yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu objek, model,
suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram,
papan tulis, media transparansi, film rangkai, film bingkai, film televisi dan
gambar.
4. Gagne
Berdasarkan fungsi pembelajaran, Gagne membuat 7 macam
pengelompokan media, yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi
lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin
belajar (Munadi, 2012: 51).
5. Haney dan Ullmer
Haney dan Ullmer (dalam Miarso, 2016: 396) membuat taksonomi media
untuk mengklasifikasikan media berdasarkan ciri-ciri tertentu. Ada tiga
kategori utama bentuk media pembelajaran yaitu media penyaji yang
mampu menyajikan informasi, media objek yang mengandung informasi,
dan media interaktif yang memungkinkan untuk berinteraksi.
Media penyaji dikelompokkan menjadi tujuh. Kelompok 1: grafis, bahan
cetak, dan gambar diam. Kelompok 2: Media proyeksi diam. Kelompok 3:
Media audio. Kelompok empat: audio ditambah media visual diam.
Kelompok lima: gambar hidup (film). Kelompok enam: televisi. Kelompok
7: multimedia.
Media objek adalah benda tiga dimensi yang mengandung informasi, tidak
dalam bentuk penyajiannya tetapi melalui ciri fisiknya seperti ukurannya,
bentuknya, beratnya, susunannya, warnanya, dan fungsinya. Media objek
meliputi dua kelompok, yaitu objek sebenarnya dan objek pengganti. Objek
5
sebenarnya dibedakan menjadi objek alami dan objek buatan manusia.
Objek alami adalah segala sesuatu yang terdapat di alam baik yang hidup
maupun tidak hidup. Kedua, objek-objek buatan manusia misalnya
gedung-gedung. Sedangkan objek pengganti banyak dikenal dengan nama
replica, model, dan benda tiruan.
Media interaktif mengharuskan siswa berinteraksi selama mengikuti
pelajaran baik interaksi dengan sumber belajar, interaksi dengan sesama
siswa, dan interaksi dengan lingkungan.
6. Smaldino, Lowther, dan Russell
Smaldino, Lowther, dan Russell (2012: 7) membagi enam kategori dasar
media, yaitu teks, audio, video, perekayasa (manipulative), benda-benda,
dan orang-orang. Tujuan dari media adalah untuk memudahkan
komunikasi dan belajar.
7. Sadiman, Rahardjo, Anung, dan Rahardjito
Untuk tujuan-tujuan praktis, Sadiman et al (1996) menyebutkan
karakteristik jenis media yang digunakan di Indonesia, yaitu media grafis,
media audio, dan media proyeksi diam.
6
Yusufhadi miarso (2016:88) berdasarkan pengertian “teori” Snelbecker
mengemukakan teori yang secara umum dirumuskan sebagai segala aspek
ilmu yang tidak semata-mata bersifat empirik, dan yang sangat khusus adalah
ringkasan pernyataan yang melukiskan dan menata sejumlah pengamatan
empirik. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa teori adalah seperangkat ide,
konstruk atau variabel, definisi, dan proposisi yang memberikan gambaran
suatu fenomena atau peristiwa secara sistematik dengan cara menentukan
hubungan antar-variabel.
7
Santrock (2004:272) berdasarkan hukum efek thorndike (law effect)
yang dinyatakan oleh E.L. Thorndike (1906) menjelaskan bahwa perilaku
yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang
diikuti hasil negatif akan diperlemah. Berdasarkan hukum thorndike ini
dapat dimanfaatkan dengan menjadikan materi pembelajaran di penggal
menjadi bagian kecil-kecil, dan ketika siswa telah menyelesaikan satu
bagian diberikanlah efek positif misalnya memberikan pujian atas
usahanya.
8
Pada tahap sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada
tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti melihat,
meraba, menjamah, mendengar, dan lain-lain.
b) Tahap praoperasi (usia 2 hingga 7 tahun)
Pada tahapan ini bahasa dan konsep anak berkembang dengan
kecepatan luar biasa. Namun pada saat ini pula anak sangat egosentris,
mereka sulit menerima pendapat orang lain.
c) Tahap Operasi Konkret (usia 7 hingga 11 tahun)
Tahap operasi konkret (concrete operations) dicirikan dengan
perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan
tertentu yang logis.
d) Tahap Operasi Formal (usia 11 tahun hingga dewasa)
Pada tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir
dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan
hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat
diamati saat itu. Cara berpikir yang abstrak mulai dimengerti.
9
Instruksi berdasarkan teori kognitivistik ini memberikan "kondisi
untuk belajar" dengan menawarkan kegiatan yang cocok untuk setiap jenis
keterampilan. Dalam teknologi pendidikan Teori dari Gagne dapat
digunakan untuk merencanakan pelajaran menggunakan setiap jenis
perangkat lunak instruksional (latihan, tutorial, simulasi).
10
c) Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang
baru.
d) Equilibrasi/Keseimbangan
Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Hal ini sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus
berkembang dan menambah ilmunya.
Slavin (2011:58-61) mengemukakan bahwa karya vygotsky
didasarkan pada dua gagasan utama. Pertama bahwa perkembangan
intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan
budaya anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem
isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk
membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah,
dengan demikian perkembangan kognitif anak mensyaratkan
sistem komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem
ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri. Menurut
Slavin ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan, yaitu:
11
4. Landasan Teori Belajar Sosial
12
hasil positif. Hal ini berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya,
seorang murid yang self efficacy nya rendah mungkin tidak mau berusaha
belajar untuk mengerjakan ujian karena dia tidak percaya bahwa belajar
akan bisa membantunya mengerjakan soal. Berikut akan dibahas proses
pembelajaran oleh Bandura:
13
atau visual. Sementaara menurut Wina Sanjaya (2016:79) sumber pesan
merupakan orang yang menyampaikan pesan. Penerima pesan adalah orang
yang akan menerima informasi. Penyampaian pesan ke dalam simbol-simbol
komunikasi inilah yang disebut encoding. Sementara proses penafsiran symbol
oleh siswa disebut decoding.
Karena adanya hambatan tersebut baik itu didalam diri siswa maupun
pengajar, maka ketika menyampaikan pesan ataupun menerima pesan
menjadikan proses komunikasi belajar mengajar seringkali menjadi tidak
efektif.
14
belajar yang dapat menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi hambatan
tersebut. Perbedaan minat, intelegensia, gaya belajar, keterbatasan indera, cacat
tubuh, dan lain-lain dapat diatasi dengan pemanfaatan media pendidikan.
Berikut akan diperlihatkan gambar proses komunikasi yang berhasil dengan
adanya media melalui proses belajar mengajar.
1. Model Lasswell
Wina sanjaya mengutip dari mulyana (2016:83) berdasarkan
pernyataan Lasswell, yaitu “Who says what in which channel to whom with
what effect?”. Sehingga komponen komunikasinya adalah :
Who : siapa yang mengirim pesan
Says what : pesan apa yang disampaikan
On what channel : melalui mapa pesan itu disampaikan (media/alat
bantu pesan)
To whom it may concern : siapa yang menerima pesan
At what effect : apa hasil dari komunikasi.
Model ini menggambarkan bahwa komunikasi pasti selalu berhasil,
tanpa mempertimbangkan adanya hambatan
15
bagaimana pesan itu diolah melalui penyandian (encoder) oleh komunikan
dan diterjemahkan melalui penyandian ulang (decoder) yang dilakukan oleh
penerima pesan, dan selama proses penerjemahan itu mungkin terdapat
hambatan (noises) sehingga ada kemungkinan kesalahan penerimaan
pesan. Berdasarkan hal tersebutlah dilihat pentingnya sebuah umpan balik
atau feedback untuk melihat apakah pesan yang disampaikan sesuai dengan
maksud komunikan atau tidak. Berikut akan ditampilkan model
komunikasi schrammen
16
f) Umpan balik atau feedback adalah informasi yang kembali dari komunikan
ke komunikator sebagai respon terhadap pesan yang disampaikan
komunikator.
17
Gambar 2.5. Kerucut Pengalaman Dale (sumber: Raymond S. pastore, Principles
of teaching, Bloomsburg University dalam
http://teacherworld.com/potdale.html tanggal 23 Maret 2019)
Pengalaman belajar konkret yang secara langsung dialami siswa terletak di bagian
bawah kerucut. Menurut analisis Dale bahwa pengalaman langsung mendapat
tempat utama dan terbesar sedangkan belajar melalui abstrak berada di puncak
kerucut. Kerucut ini menggambarkan bahwa seseorang dapat dikatakan memiliki
cara belajar yang berkualitas apabila telah mampu memaknai simbol-simbol abstrak,
karena cara belajar demikian itu memiliki pengertian atau wawasan yang tertinggi
(high insight). Untuk menuju kepada high insight tentu melalui fase dan tahapan-
tahapan perantara terlebih dahulu (Munadi, 2012:20). Dale (dalam seels&Richey:
1994: 16), kerucut pengalaman merupakan upaya awal untuk memberikan alasan
tentang kaitan teori belajar dengan komunikasi audiovisual
DAFTAR PUSTAKA
Dick, Walter dan James O Carey. (2005). The Systematic Design of Instruction. Boston:
Longman
Kadjooi, Kayvan, Kamran Rostami, dan Sauid Ishaq. (2011). How to use Gagne's model
of instructional design in teaching psychomotor skills. Elektronik Jurnal
Gastroenterol Hepatol Bed Bench.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4017416/ (Diakses 26
Maret 2019).
Kemp, Jerrold E. dan Don C. Smellie. Planning, Producing, and Using Instructional
Media. 6th Ed. New York: Harper&Row.
18
Miarso, Yusufhadi. (2015). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Prenadamedia Grup.
Munadi, Yudhi. (2012). Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung
Persada Press.
Sadiman, Arif S., Rahardjo, Anung Haryono, dan Rahardjito. (1996). Media Pendidikan:
Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Pustekom Dikbud dan
PT. Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina. (2016). Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Grup
Santrock, John W. (2015). Psikologi Pendidikan, terjemahan Tri Wibowo B.S. Jakarta:
Penerbit Kencana.
Seels, Barbara B. dan Ritta C. Richey. (1994). Teknologi Pembelajaran: Definisi dan
Kawasannya, terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, Raphael Rahardjo, Yusufhadi
Miarso. Jakarta: Unit Penerbitan Universitas Negeri Jakarta.
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jtp/article/view/9536/6391
19