Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

EVALUASI SIFAT-SIFAT MEKANIKA TANAH PADA TANAH LEMPUNG


(Kelompok 2)

Diajukan untuk memenuhi tugas pengganti ujian tengah semester mata kuliah fisika
mekanika tanah

Disusun Oleh
Kelompok 2 :

Muhammad Gazza Al-Gatrouw (240110220067)


Gina Sonia Azzahra Sopian (240110220068)
Farhan Habibie Taufiqqurrohman (240110220069)
Nadya Nuraini Suprapto (240110220070)
Vannesa Beatrix (240110220071)
Aryo Seno Nugroho (240110220072)
Imelda Rajagukguk (240110220073)
Stevia Rahma Eka Putri (240110220074)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “EVALUASI SIFAT-
SIFAT MEKANIKA TANAH PADA TANAH LEMPUNG” dapat kami selesaikan dengan
baik. Tim penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca tentang sifat sifat dari mekanika tanah pada tanah lempung tersebut. Begitu pula atas
limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah
ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui
media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dan juga kepada teman-
teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan
materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna
di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon
kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Tim
penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.
DAFTAR ISI

BAB 1 ........................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 3
B. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 4
BAB II ....................................................................................................................................... 6
LANDASAN TEORI ............................................................................................................... 6
A. Karakteristik Tanah Lempung ........................................................................................ 6
B. Konsolidasi dan Pembengkokan Tanah Lempung .......................................................... 7
C. Pemadatan Tanah Lempung ............................................................................................ 9
D. Permeabilitas Tanah Lempung...................................................................................... 10
E. Cohesion dan Sudut Gesekan dalam Tanah Lempung .................................................. 12
F. Penilaian Parameter Tanah Lempung ............................................................................ 13
G. Stabilitas Tanah Lempung dalam Konstruksi ............................................................... 14
H. Perbaikan Tanah Lempung ........................................................................................... 17
I. Dampak Lingkungan Tanah Lempung ........................................................................... 19
BAB 3 ...................................................................................................................................... 20
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 20
3.1 Pengertian Tanah Lempung ......................................................................................... 20
3.2 Sifat Mekanika Tanah Lempung .................................................................................. 27
A. Konsistensi Tanah Lempung ................................................................................... 27
B. Daya Dukung Tanah Lempung ............................................................................... 28
C. Perilaku Deformasi Tanah Lempung ...................................................................... 29
3.3 Pengaruh Air pada sifat mekanik Tanah Lempung...................................................... 31
3.4 Faktor Hidrologi........................................................................................................... 32
3.5 Faktor Geologi ............................................................................................................ 33
3.6 Faktor Iklim ................................................................................................................. 36
3.7 Faktor Aktivitas Manusia ............................................................................................. 37
3.8 Evaluasi dan Analisis Data .......................................................................................... 39
3.9 Interpretasi Hasil Pengujian Laboratorium .................................................................. 40
3.10 Metode Statistik dalam Analisis Data ....................................................................... 41
3.11 Principal Component Analysis (PCA) ....................................................................... 44
3.12 Korelasi antara Sifat Mekanika dan Kondisi Lapangan ............................................ 47
3.13 Aplikasi dalam Rekayasa Sipil .................................................................................. 48
BAB IV .................................................................................................................................... 50
PENUTUP............................................................................................................................... 50
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 50
4.2 SARAN ....................................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 52
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penyebaran tanah lempung lunak .......................................................................... 22


Gambar 2. Batas-Batas Atterberg. ........................................................................................... 24
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanah adalah bagian yang terdapat pada kerak bumi yang tersusun atas mineral
dan bahan organik, Tanah merupakan salah satu penunjang yang membantu kehidupan
semua makhluk hidup yang ada di bumi. Tanah sangat mendukung terhadap kehidupan
tanaman yang menyediakan air di bumi. Selain itu, tanah juga merupakan tempat hidup
berbagai mikroorganisme yang ada di bumi dan juga merupakan tempat berpijak bagi
sebagian makhluk hidup yang ada di darat. Dari segi klimatologi, tanah memegang
peranan penting sebagai penyimpan air dan mencegah terjadinya erosi, meskipun tanah
sendiri juga bisa tererosi.Tanah merupakan salah satu elemen penting sebagai bahan
bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, teknik pertanian, dan lain
sebagainya. Tanah memiliki beberapa karakteristik yang terbagi dalam beberapa
kelompok diantaranya adalah sifat fisik, sifat mekanik, sifat kimia, dan sifat biologi.
Sifat mekanis tanah merupakan sifat perilaku dari struktur massa tanah pada
dikenai suatu gaya atau tekanan yang dijelaskan secara teknis mekanis. Sifat mekanik
tanah memiliki peran yang sangat penting dalam bidang pertanian. Para petani, insinyur
pertanian, dan ilmuwan tanah mengandalkan pemahaman tentang sifat mekanik tanah
untuk memastikan pertanian yang produktif dan berkelanjutan. Dalam pengertian
teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat
(butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasikan (terikat secara kimia) satu
sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel
padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan
teknik sipil, disamping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari
bangunan. Istilah tanah dalam bidang mekanika tanah dimaksudkan untuk mencakup
semua bahan dari tanah lempung (clay) sampai berangkal (batu-batu yang besar).
Semua macam tanah ini secara umum terdiri dari tiga bahan, yaitu butiran
tanahnya sendiri, serta air dan udara yang terdapat dalam ruangan antara butir-butir
tersebut. Ruangan ini disebut pori (voids). Apabila tanah sudah benar-benar kering
maka tidak akan ada air sama sekali dalam porinya. Keadaan semacam ini jarang
ditemukan pada tanah yang masih dalam keadaan asli di lapangan. Air hanya dapat
dihilangkan sama sekali dari tanah apabila kita ambil tindakan khusus untuk maksud
itu, misalnya dengan memanaskan di dalam oven.
Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran lebih dari satu macam
ukuran partikelnya. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung saja. Akan
tetapi, dapat bercampur dengan butiran-butiran ukuran lanau maupun pasir dan
mungkin juga terdapat campuran bahan organik. Ukuran partikel tanah dapat bervariasi
dari lebih besar dari 100 mm sampai dengan lebih kecil dari 0,001 mm (Hardiyatmo,
1992).
1. Kerikil (gravel), yaitu kepingan bantuan
yang kadang juga partikel mineral quartz
dan feldspar.
2. Pasir (Sand), yaitu sebagian besar mineral quartz feldspar.
3. Lanau (Silt), yaitu sebagian besar fraksi mikroskopis (yang berukuran sangat
kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat halus, dan
dari pecahan- pecahan mika.
4. Lempung (clay), yaitu sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis (yang
berukuran sangat kecil) dan submikroskopis (tak dapat dilihat, hanya dengan
mikroskop). Berukuran lebih kecil dari 0,002 mm (2 micron).

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sifat-sifat mekanika tanah pada tanah lempung;
2. Untuk memahami perilaku tanah lempung terkait perubahan volume yang dapat
mempengaruhi dan menyebabkan penurunan atau pergerakan tanah yang tidak
diinginkan;
3. Untuk mengevaluasi kemampuan tanah lempung dalam mengalirkan air, sehingga
dapat merencanakan sistem drainase yang efektif dan menghindari masalah terkait
genangan air;
4. Untuk menilai resiko pencemaran tanah atau air tanah oleh zat berbahaya yang dapat
dilepaskan oleh tanah lempung, serta mengidentifikasi langkah-langkah perlindungan
yang diperlukan;
5. Untuk menilai kekuatan tanah lempung dan menentukan apakah tanah tersebut cukup
kuat untuk mendukung konstruksi.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Karakteristik Tanah Lempung


Tanah lempung merupakan akumulasi partikel mineral yang lemah dalam ikatan antar
partikelnya yang terbentuk dari pelapukan batuan. Proses pelapukan ini terjadi secara fisis.
Proses fisis antara lain berupa erosi tiupan angin, pengikisan oleh air dan gletser atau
perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan. Tanah lempung adalah
massanya yang telah mengering dari suatu kadar air awal mempunyai kekuatan yang cukup
besar, tetapi bila air ditambahkan kembali bahan tersebut akan menjadi plastis dengan
kekuatan yang lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan bongkah yang kering. Adapun
problema yang dihadapi pada tanah lempung di lapangan antara lain;
a. Settle Area dilakukan perbaikan dengan cara Vertical Drain, Cordurcy, Pondasi tiang
b. Tanah Ekspansif, perbaikan tanah ekspansif dilakukan dengan cara mencegah
pengembangan penyusutan yang besar, stabilisasi semen dan kapur, memodifikasi
struktur bangunan.
c. Tanah Lunak dengan CBR3%, perbaikannya bisa dilakukan dengan stabilisasi mekanis,
stabilisasi dengan admixtures kimia, semen dan kapur

Tanah lempung juga memiliki pemahaman yang berbeda dari para ahli, antara lain :
1. Terzaghi (1987)
Merupakan tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang
berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras
dalam keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas
lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Di Amerika bagian barat,
untuk lempung yang keadaan plastisnya ditandai dengan wujudnya yang bersabun atau
seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi
tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.
2. DAS (1988)
Merupakan tanah yang terdiri dari partikel-partikel tertentu yang menghasilkan sifat
plastis apabila dalam kondisi basah.
3. Bowles (1991)
Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel berukuran
lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari 50 %.
4. Hardiyatmo (1992)
Mengatakan sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung yaitu antara lain ukuran
butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi,
bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.
Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung dikarakterisasi oleh
ukurannya yang sangat kecil, dengan diameter sekitar 2 µm atau sekitar 0,002 mm, sesuai
dengan standar klasifikasi seperti yang ditetapkan oleh USDA, AASHTO, dan USCS.
Namun, penting untuk dicatat bahwa dalam beberapa kasus, partikel yang memiliki ukuran
antara 0,002 mm hingga 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung
menurut ASTM-D-653. Meskipun klasifikasi tanah ini berfokus pada ukuran partikel,
sebaiknya diingat bahwa keberadaan mineral-mineral lempung dalam tanah tersebut tidak
selalu dijamin. Oleh karena itu, meskipun tanah dapat dikategorikan sebagai lempung
berdasarkan ukuran partikelnya, karakteristik kimia dan mineralogi tanah juga harus
dipertimbangkan dalam analisis yang lebih mendalam untuk memahami sifat dan potensi
penggunaannya dalam berbagai aplikasi rekayasa sipil dan pertanian.

B. Konsolidasi dan Pembengkokan Tanah Lempung


Konsolidasi adalah proses berkurangnya volume atau berkurangnya rongga pori dari
tanah jenuh berpermeabilitas rendah akibat pembebanan, dimana prosesnya dipengaruhi
oleh kecepatan terperasnya air pori keluar dari rongga tanah. Konsolidasi umumnya
berlangsung dalam satu arah saja yaitu arah vertikal. Hardiyatmo (2003) menjelaskan
penelitian Leonard (1962) menunjukkan bahwa hasil terbaik diperoleh jika penambahan
beban adalah dua kali beban sebelumnya, dengan urutan besar beban: 0,25; 0,50; 1; 2; 4;
8; 16 kg/cm2 . Konsolidasi tanah lempung terjadi dalam beberapa tahap:
1. Pengosongan: Tahap awal di mana beban atau beban tambahan diterapkan pada tanah
lempung, menyebabkan air dalam pori-pori tanah keluar.
2. Kepadatan dan Pengepakan: Partikel-partikel tanah menjadi lebih rapat dan padat
karena pengosongan air dari pori-pori tanah.
3. Perubahan Volume: Selama proses konsolidasi, tanah lempung akan mengalami
perubahan volume yang dapat menyebabkan penyusutan atau penurunan permukaan
tanah. Perubahan ini bisa bersifat permanen jika tanah tidak dapat kembali ke volume
semula setelah beban dihapus.
Konsolidasi tanah lempung dapat menjadi perhatian penting dalam rekayasa sipil dan
konstruksi, terutama ketika membangun struktur di atas tanah lempung. Untuk mengelola
dampaknya, berbagai teknik seperti preloading (pemberian beban sebelum konstruksi),
penggunaan geotekstil, dan perencanaan pondasi yang tepat digunakan untuk
meminimalkan risiko perubahan volume yang signifikan.
Pembengkokan tanah lempung merujuk pada perubahan bentuk atau kontur tanah
lempung yang biasanya terjadi karena berbagai faktor. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan pembengkokan tanah lempung termasuk:
1. Pembengkokan Akibat Penguapan: Tanah lempung memiliki cenderung untuk
mengalami pembengkokan saat mengalami proses penguapan. Ketika air dalam tanah
lempung menguap, partikel-partikel tanah tersebut saling mendekat, menyebabkan
tanah lempung menyusut dan membengkok.
2. Pembengkokan Akibat Pemanasan: Pemanasan eksternal atau perubahan suhu yang
signifikan dapat mempengaruhi pembengkokan tanah lempung. Ini bisa terjadi dalam
kondisi panas dan kering, atau ketika tanah lempung terpapar suhu tinggi.
3. Pergerakan Tanah: Gempa bumi, tanah longsor, atau beban struktural yang tidak merata
di atas tanah lempung dapat menyebabkan pembengkokan tanah. Gempa bumi,
khususnya, bisa menyebabkan retakan dan pergeseran tanah lempung.
4. Isi Air: Perubahan kandungan air dalam tanah lempung, baik peningkatan maupun
penurunan, dapat mempengaruhi pembengkokan tanah lempung. Kandungan air yang
tinggi dapat membuat tanah lempung membengkok saat terlalu basah.
Pembengkokan tanah lempung merupakan salah satu tantangan utama dalam berbagai
konteks konstruksi dan rekayasa sipil. Dalam sektor konstruksi, pembengkokan tanah
lempung dapat berdampak serius pada kestabilan bangunan dan pondasi. Bangunan yang
ditempatkan di atas tanah lempung yang rentan terhadap pembengkokan dapat mengalami
keretakan pada dinding, lantai yang tidak rata, dan kerusakan struktural lainnya.
Infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan terowongan juga dapat terpengaruh oleh
pembengkokan tanah lempung, yang bisa menyebabkan kerusakan pada perkerasan dan
struktur pendukungnya.
Untuk mengatasi masalah pembengkokan tanah lempung, langkah-langkah
perencanaan dan manajemen yang cermat diperlukan. Penggunaan pondasi yang sesuai
adalah salah satu kunci untuk memastikan stabilitas bangunan di atas tanah lempung.
Perencanaan drainase yang efisien dapat membantu mengontrol kadar air dalam tanah dan
mencegah pembengkokan yang disebabkan oleh perubahan volume akibat perubahan
kondisi air tanah. Selain itu, pengaturan yang tepat terkait dengan volume air tanah dan
pemantauan yang terus-menerus selama konstruksi dapat membantu dalam
mengidentifikasi dan mengelola pembengkokan secara proaktif. Dalam banyak kasus,
kolaborasi dengan insinyur sipil atau geoteknik yang berpengalaman sangat diperlukan
untuk mengembangkan solusi yang tepat dalam menghadapi masalah pembengkokan
tanah lempung yang kompleks.

C. Pemadatan Tanah Lempung


Pemadatan tanah adalah usaha memadatkan tanah (mengurangi ruang pori) dengan cara
mekanis, yaitu dengan menumbuk, menggilas, atau menggetarkan. Pemadatan
menggunakan tenaga tertentu dan dengan kadar air yang terbaik akan menghasilkan
kepadatan yang maksimal. Kadar air terbaik adalah jumlah air yang terdapat dalam tanah,
jika tanah tersebut dipadatkan dapat menghasilkan kepadatan yang maksimal. (Bambang
Surendro, 2015).
Pemadatan tanah lempung adalah proses di mana tanah lempung ditekan atau diperkuat
untuk meningkatkan kepadatannya. Pemadatan ini dilakukan untuk meningkatkan daya
dukung dan stabilitas tanah, terutama dalam konteks konstruksi dan rekayasa sipil. Beberapa
teknik pemadatan tanah lempung meliputi:
a. Pemadatan Mekanis: Dalam metode ini, mesin pemadat seperti gandar atau vibrator
digunakan untuk menekan dan meratakan tanah lempung. Ini digunakan terutama pada
lapisan tanah lempung yang lebih dalam.
b. Pemadatan Hidrolik: Proses ini melibatkan penggunaan air dan tekanan untuk
mengurangi pori-pori udara dalam tanah lempung. Air disuntikkan ke dalam tanah
dengan tekanan tertentu untuk memadatkannya.
c. Pemadatan Goyang: Metode ini melibatkan penggunaan berat yang goyang atau
bergetar untuk mengompresi tanah lempung. Hal ini berguna untuk tanah lempung yang
terkompaksi dengan getaran.
d. Pemadatan Dinamis: Pemadatan ini melibatkan penggunaan alat berat seperti pile
driver atau hammer. Palu besar ini diterjunkan ke tanah untuk meningkatkan kepadatan.
Pemadatan tanah lempung penting dalam pembangunan struktur yang stabil seperti
bangunan, jembatan, dan jalan raya. Tanah lempung yang tidak terkompresi dengan baik
dapat menyebabkan masalah seperti penurunan tanah atau kerusakan struktural. Oleh karena
itu, pemadatan yang benar-benar diperlukan untuk memastikan kestabilan proyek
konstruksi.

D. Permeabilitas Tanah Lempung


Kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium yang berpori adalah suatu sifat
teknis yang disebut permeabilitas (Bowles, 1991 ). Permeabilitas juga dapat didefinisikan
sebagai sifat bahan yang memungkinkan aliran rembesan zat cair mengalir melalui rongga
pori (Hardiyatmo H.C, 2001). Permeabilitas atau daya rembes adalah kemampuan tanah
untuk dapat melewatkan air. Air yang mengalir dalam tanah hampir selalu berjalan linier
yaitu jalan atau garis yang ditempuh air merupakan garis dengan bentuk garis yang teratur.
Permeabilitas juga diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori
dalam keadaan jenuh, atau didefinisikan juga sebagai kecepatan air untuk menembus tanah
pada periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam cm/jam. (Wesley,1973). Permeabilitas
juga dapat didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan
dari cairan mengalir lewat rongga porinya
(Hardiyatmo H.C, 1992).
Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah lempung meliputi:
1. Ukuran Butir Tanah: Ukuran butir tanah lempung memainkan peran penting dalam
permeabilitasnya. Semakin kecil ukuran butir tanahnya, semakin rendah
permeabilitasnya. Partikel-partikel lempung yang kecil cenderung lebih padat dan
saling berdekatan, sehingga sulit bagi air untuk melewati.
2. Kandungan Air: Kandungan air dalam tanah lempung mempengaruhi permeabilitasnya.
Ketika tanah lempung jenuh dengan air, permeabilitasnya rendah karena air mengisi
hampir semua ruang diantara partikel lempung. Namun, pada tingkat air yang lebih
rendah, permeabilitas dapat meningkat.
3. Struktur Tanah: Struktur tanah, termasuk tingkat pengorganisasian partikel lempung,
juga mempengaruhi permeabilitas. Tanah yang memiliki struktur agregat yang baik
dapat memiliki permeabilitas yang lebih tinggi daripada tanah lempung dengan partikel
yang lebih padat.
4. Konsolidasi: Proses pemadatan tanah lempung juga dapat memengaruhi
permeabilitasnya. Pemadatan yang baik bisa membuat tanah lempung menjadi lebih
padat dan kurang permeabel.
Permeabilitas tanah lempung yang rendah adalah masalah serius yang sering dihadapi
dalam berbagai proyek konstruksi dan rekayasa sipil. Ketika tanah lempung memiliki
permeabilitas yang rendah, air cenderung tidak dapat mengalir dengan baik melalui tanah
tersebut, sehingga dapat menyebabkan masalah drainase dan pengelolaan air yang serius.
Dalam konteks konstruksi, terutama jika proyek melibatkan fondasi bangunan, jalan raya,
atau infrastruktur lainnya, masalah permeabilitas tanah lempung dapat menyebabkan
genangan air, erosi, dan penurunan kualitas konstruksi. Oleh karena itu, penanganan
masalah ini menjadi kunci.
Salah satu solusi yang umum digunakan untuk mengatasi masalah permeabilitas tanah
lempung adalah penggunaan bahan geotekstil. Bahan ini digunakan untuk meningkatkan
drainase dan pengendalian air dengan membantu mengarahkan air di bawah tanah,
menjauhkannya dari area konstruksi atau menjalurkannya melalui sistem drainase yang
telah dirancang. Geotekstil juga dapat digunakan untuk memperkuat tanah lempung dan
mencegah erosi yang disebabkan oleh aliran air. Selain itu, sistem drainase yang efisien
seringkali diperlukan untuk mengatasi masalah permeabilitas tanah lempung. Sistem ini
dapat mencakup saluran air, sumur resapan, atau bahkan pompa air untuk menghilangkan
air dari lokasi konstruksi atau menjaga kadar air tanah pada tingkat yang dapat diterima.
Penggunaan teknik-teknik ini bersama dengan perencanaan yang cermat adalah kunci
dalam mengatasi tantangan permeabilitas tanah lempung. Kolaborasi dengan ahli geoteknik
dan insinyur sipil yang berpengalaman sangat penting untuk mengidentifikasi solusi yang
tepat sesuai dengan kebutuhan proyek dan kondisi tanah yang ada. Dengan pendekatan yang
tepat, masalah permeabilitas tanah lempung dapat diatasi, dan proyek konstruksi dapat
berjalan dengan lancar dan tahan lama.

E. Cohesion dan Sudut Gesekan dalam Tanah Lempung


Cohesion atau kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan,
dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Pada dasarnya sifat kohesif pada tanah dapat
ditinjau dari suatu struktur tanah. Struktur tanah didefinisikan sebagai susunan geometrik
butiran tanah. Diantara factor-faktor yang mempengaruhi struktur tanah adalah bentuk,
ukuran, dan komposisi mineral dari butiran tanah serta sifat dan komposisi dari air tanah.
Kohesi dalam tanah lempung adalah kemampuan partikel-partikel tanah lempung untuk
saling melekat dan menahan satu sama lain karena adanya gaya tarik antara molekul-
molekul air dan permukaan partikel-partikel tersebut. Kohesi adalah salah satu sifat penting
dalam mekanika tanah dan geoteknik. Kohesi dalam tanah lempung adalah faktor yang
penting dalam pemadatan tanah, stabilitas lereng, analisis pondasi, dan rekayasa sipil
lainnya. Memahami kohesi dan cara mengukurnya adalah penting dalam perencanaan dan
pelaksanaan proyek konstruksi dan rekayasa sipil.
Sudut gesek tanah lempung adalah sudut yang menggambarkan hingga sejauh mana
tanah lempung mampu menahan gesekan sebelum mengalami pergeseran atau retakan.
Konsep ini sering kali terkait dengan mekanika tanah dan geoteknik, dan memahaminya
penting dalam perencanaan konstruksi, perencanaan pondasi, dan analisis stabilitas lereng.
Sudut gesek tanah lempung adalah parameter penting dalam perencanaan struktur dan
pondasi, karena membantu dalam menentukan bagaimana tanah lempung akan berperilaku
dalam respons terhadap beban atau gaya gesekan. Sudut gesek akan berbeda tergantung pada
kondisi tanah lempung tersebut, seperti kadar air, kepadatan, tekanan, dan komposisi
partikelnya. Oleh karena itu, penentuan sudut gesek yang tepat untuk kondisi tertentu sangat
penting untuk keberhasilan proyek konstruksi.

F. Penilaian Parameter Tanah Lempung


Kualitas tanah mengintegrasikan komponen fisik, kimia dan biologi tanah serta
interaksinya. Kualitas tanah menjadi kapasitas spesifik suatu tanah untuk berfungsi secara
alami atau dalam batasan ekosistem yang terkelola untuk menopang produktivitas hewan
dan tumbuhan, memelihara atau meningkatkan kualitas udara dan air, serta mendukung
tempat tinggal dan kesehatan manusia. Dari berbagai definisi kualitas tanah tersebut dapat
disimpulkan bahwa secara sederhana kualitas tanah adalah kapasitas suatu tanah untuk
berfungsi. Indikator yang digunakan dalam penilaian kualitas tanah meliputi sifat fisik,
kimia dan biologi tanah selain itu faktor jenis tanah, jenis penggunaan lahan, dan topografi
menjadi prioritas utama yang harus diperhatikan dalam penilaian kualitas tanah untuk tujuan
pengembangan sektor pertanian dan perkebunan.
Terdapat beberapa kriteria penilaian pada tanah lempung, sebagai berikut:
1. Warna tanah: warna tua pada tanah umumnya disebabkan oleh kandungan bahan
organik dari sisa-sisa tanaman yang tinggi dan drainase yang buruk. Bila drainase tanah
buruk biasanya disebabkan karena adanya penimbunan bahan organik yang lebih besar
pada lapisan permukaan, sehingga memberikan warna yang sangat tua, sedangkan pada
lapisan tanah yang lebih bawah mengandung sangat sedikit bahan organik. Penilaian
kriteria kualitas tanah dari segi warna menunjukkan kriteria tanah sehat terdapat pada
profil lahan sawah (PSW) dan profil lahan kebun campuran (PKC), kriteria tanah
kurang sehat terdapat pada profil lahan hortikultura (PHT).
2. Struktur: struktur tanah juga merupakan susunan partikel-partikel tanah yang
membentuk agregat. Struktur tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap
air tanah. Misalnya, struktur granular dan lekat mempunyai kemampuan besar dalam
meloloskan air larian, sehingga dapat menurunkan laju air larian dan memacu
pertumbuhan tanaman. Dalam penilaian kualitas tanah dari segi struktur menunjukkan
kriteria tanah sehat dengan nilai skoring 4 karena bentuk strukturnya gumpal atau
didominasi dengan fraksi liat berpasir.
3. Konsistensi: konsistensi tanah dipengaruhi oleh tekstur tanah yang didominasi dengan
liat dan pasir, yang menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki konsistensi yang baik
sehingga sangat mudah diolah. Tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik
umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Oleh karena tanah
dapat ditemukan dalam keadaan lembab, basah atau kering.
4. Tekstur: tekstur tanah pada semua profil penggunaan lahan relatif sama yakni
didominasi oleh partikel berukuran sedang sampai kasar dengan kelas tekstur liat
berpasir. Dilihat dari segi tekstur tanah semua titik pengambilan sampel tanah memiliki
kriteria tanah sehat dengan nilai skoring 4 karena didominasi oleh partikel berukuran
sedang dengan kelas tekstur berlempung .
5. Drainase: drainase tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk topografi, struktur,
permeabilitas dan keberadaan atau ketersediaan air yang berasal dari curah hujan,
rembesan atau aliran permukaan yang berasal dari daerah yang lebih tinggi. Drainase
yang baik memungkinkan difusi oksigen dari akar tanaman, juga akan berpengaruh
terhadap aktivitas mikroorganisme aerobik dalam tanah, yang akhirnya akan
mempengaruhi ketersediaan unsur hara (Hakim dkk. 1986). Dilihat dari segi drainase
titik pengambilan sampel pada lahan sawah memiliki kriteria tanah tidak sehat dengan
nilai skoring 2 sedangkan pada lahan hortikultura dan kebun campuran memiliki
kriteria tanah sehat dengan nilai skoring 4 karena air mudah meresap ke dalaman tanah,
tidak terjadi genangan, permukaan tanah cepat mengering. memiliki ruang pori yang
renggang. Selain itu, hal ini dipengaruhi oleh tekstur yang didominasi oleh partikel
pasir dan debu, menyebabkan jumlah pori tanah semakin tinggi sehingga bobot isi tanah
rendah.
6. Bobot Isi Tanah dan Porositas: Porositas sangat tinggi yang artinya kerapatan isi
tanahnya sangat rendah sehingga sangat mudah hancur dan mudah diolah karena

G. Stabilitas Tanah Lempung dalam Konstruksi


Tanah dasar merupakan bagian penting dari konstruksi. Maka kekuatan tanah tersebut
menentukan tebal tipisnya lapisan. Tanah dasar dalam keadaan asli merupakan suatu bahan
yang kompleks dan sangat bervariasi kandungan mineralnya. Akibatnya, tanah tersebut
tidak dapat langsung dipakai sebagai lapisan dasar (subgrade). Oleh karena itu tanah dasar
perlu dipersiapkan secara baik antara lain dengan perbaikan tanah.
Pada prinsipnya tanah merupakan suatu butir-butir agar lebih rapat dan saling
mengunci. Tanah dibuat stabil agar jika ada beban, tidak terjadi penurunan. Tanah dasar
minimal harus bisa dilewati kendaraan proyek. Stabilisasi tanah dilakukan untuk mengubah
sifat-sifat tanah dari material yang ada dan kurang baik menjadi material yang memiliki
sifat yang lebih baik sehingga stabilisasi tanah ini dapat memenuhi kebutuhan sehingga
perencanaan yang diinginkan dapat terlaksana dan sesuai dengan perencanaan suatu
bangunan. Pemilihan stabilisasi yang digunakan selalu didasarkan atas respon dari tanah
tersebut terhadap stabilisasi yang digunakan.
Stabilitas tanah sangatlah diperlukan untuk mendukung beban jalan raya tersebut.
Tanah juga merupakan salah satu bahan konstruksi yang langsung tersedia di lapangan, dan
apabila tanah dapat dipergunakan secara langsung akan menjadi sangat ekonomis.
Bendungan tanah, tanggul sungai dan timbunan jalan raya serta kereta api, kesemuanya
merupakan pemakaian yang ekonomis dari tanah sebagai bahan konstruksi, walaupun
demikian, sama halnya seperti bahan konstruksi lainnya, ia harus dipakai setelah
kualitasnya dikontrol. Apabila tanah ditimbun secara sembarangan, hasilnya akan
merupakan tanah timbunan dengan berat satuan yang rendah dan mengakibatkan stabilitas
yang rendah dan penurunan tanah yang besar.
Evaluasi sifat-sifat mekanika tanah lempung adalah tahap awal dalam menilai tanah
pada lahan konstruksi. Hal ini membantu dalam merancang pondasi, dinding penahan
tanah, dan struktur lainnya untuk meminimalkan resiko penurunan atau kegagalan pada
tanah. Stabilitas tanah lempung dalam konteks konstruksi merupakan perhatian utama yang
patut mendapat perhatian khusus. Tanah lempung dicirikan oleh kandungan lempung yang
tinggi, sifat perekat, kepekaan terhadap perubahan volume, dan daya dukung beban yang
terbatas. Potensi dampak masalah stabilitas pada proyek konstruksi sangatlah besar. Oleh
karena itu, beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk menjaga kestabilan tanah
lempung antara lain sebagai berikut:
1. Penilaian Tanah Mendalam: sebelum memulai suatu proyek konstruksi, studi
mendalam tentang sifat-sifat tanah lempung di lokasi tersebut harus dilakukan.
Pengujian pemadatan, pengujian gesekan, pengujian konsolidasi, dan pengukuran
kadar air tanah merupakan langkah-langkah penting untuk desain konstruksi yang baik.
2. Desain pondasi yang tepat: pemilihan dan perencanaan pondasi yang tepat merupakan
kunci utama untuk menjaga stabilitas tanah lempung. Fondasi dalam seperti tiang
pancang atau pondasi dalam mungkin diperlukan untuk menyeimbangkan beban dan
menciptakan lapisan tanah yang lebih kuat di bawah lapisan tanah lempung.
3. Teknik perbaikan tanah: tanah lempung perlu diperbaiki dengan metode tertentu seperti
injeksi kimia, penggunaan geotekstil atau pemadatan tanah. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan daya dukung tanah dan mengurangi risiko perubahan volume yang
berpotensi merusak.
4. Drainase efektif: kemampuan tanah lempung dalam menyerap air dengan cepat dapat
menimbulkan masalah jika tanah menjadi terlalu jenuh. Oleh karena itu, perlu ditata
sistem drainase yang dirancang dengan baik untuk menghindari pembengkokan tanah
yang dapat mengancam struktur.
5. Pemantauan dan pemeliharaan berkala: tindakan pemantauan dan pemeliharaan rutin
terhadap tanah lempung sangatlah penting. Dalam beberapa kasus, pemantauan
deformasi atau penurunan struktur perlu dilakukan agar masalah dapat diidentifikasi
dengan cepat dan tindakan perbaikan yang tepat dapat diambil.
6. Studi stabilitas lereng: untuk proyek dengan lereng atau tebing yang dibangun di atas
tanah lempung, analisis stabilitas lereng harus dilakukan dengan cermat. Pemahaman
terhadap pembebanan, tekanan air tanah dan karakteristik geoteknik tanah lempung
perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya keruntuhan lereng.
7. Kepatuhan terhadap peraturan dan pedoman: sangat penting untuk mematuhi peraturan
dan pedoman yang berlaku ketika merencanakan dan melaksanakan konstruksi di
lokasi. Pedoman dan peraturan geoteknik yang ketat mengenai bangunan di atas tanah
lempung dapat membantu mencegah risiko kegagalan struktural yang merugikan.
Kegagalan stabilitas tanah lempung adalah masalah yang sangat serius dalam dunia
konstruksi, dan akibatnya bisa sangat merugikan. Ketika stabilitas tanah lempung terancam,
risiko kerusakan struktural pada bangunan dan infrastruktur menjadi lebih tinggi. Hal ini
dapat mencakup retakan pada dinding dan pondasi bangunan, pengendapan tanah yang
tidak merata, atau bahkan keruntuhan struktur yang dapat membahayakan keselamatan
manusia.
Selain kerusakan struktural, masalah stabilitas tanah lempung juga dapat
menyebabkan peningkatan biaya proyek. Upaya tambahan dalam bentuk perbaikan tanah,
pemadatan, atau perencanaan yang lebih cermat mungkin diperlukan untuk mengatasi
risiko kegagalan. Ini dapat mengakibatkan peningkatan biaya yang signifikan dan
mempengaruhi anggaran proyek secara keseluruhan.
Tidak hanya itu, masalah stabilitas tanah lempung juga dapat mengakibatkan
penundaan dalam penyelesaian proyek. Perbaikan atau modifikasi tambahan yang
dibutuhkan untuk mengatasi stabilitas tanah lempung dapat memperpanjang jadwal proyek,
mengakibatkan kerugian lebih lanjut akibat keterlambatan. Oleh karena itu, kolaborasi
dengan insinyur geoteknik yang berpengalaman adalah langkah penting dalam memastikan
stabilitas tanah lempung dalam proyek konstruksi. Mereka memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk menilai kondisi tanah, mengidentifikasi potensi risiko,
dan merancang solusi yang tepat. Selain itu, perencanaan yang matang, termasuk pemilihan
metode konstruksi yang sesuai dengan kondisi tanah lempung, adalah kunci untuk menjaga
proyek berjalan sesuai jadwal, anggaran, dan kualitas yang diharapkan. Dengan pendekatan
yang tepat, masalah stabilitas tanah lempung dapat diatasi dan risiko dikurangi, sehingga
proyek konstruksi dapat berjalan dengan lancar dan sukses.

H. Perbaikan Tanah Lempung


Tanah tidak selamanya berada pada titik optimalnya, begitupun dengan tanah lempung.
Kerusakan yang dapat terjadi antara lain adalah penurunan permukaan tanah (subsidence),
perubahan volume akibat penguapan dan penyerapan air, pengendapan struktur, gerakan
lereng(landslides), penetrasi air tanah, dan dekompresi lempung. Kerusakan-kerusakan
tersebut dapat berakibat pada konstruksi dan rekayasa sipil. Pada tanah lempung (ekspansif),
bangunan yang berada di atasnya, selain mengalami penurunan dapat pula terangkat ke atas
karena beban yang bekerja tidak cukup besar untuk melawan tegangan pengembangan yang
terjadi akibat mengembangnya tanah.
Dari kejadian kerusakan di atas, maka perbaikan tanah lempung harus dilakukan.
Perbaikan tanah lempung adalah serangkaian tindakan dan teknik yang digunakan untuk
meningkatkan karakteristik dan daya dukung tanah lempung, khususnya dalam konteks
konstruksi dan rekayasa sipil. Perbaikan tanah lempung dapat diperlukan untuk mengatasi
masalah seperti pengendapan, penurunan permukaan, ketidakstabilan lereng, atau
permasalahan lain yang dapat mempengaruhi struktur bangunan. Berikut adalah beberapa
teknik perbaikan tanah lempung yang umum digunakan:
1. Pemadatan: Pemadatan adalah proses yang melibatkan pengepakan tanah lempung
sehingga meningkatkan kepadatan dan daya dukungnya. Ini dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin pemadat seperti gandar, roller, atau vibrator.
2. Pemindahan Tanah (Soil Replacement): Dalam beberapa kasus, tanah lempung yang
bermasalah dapat diganti dengan tanah yang lebih baik dalam hal daya dukung. Tanah
baru ini ditempatkan di atas tanah lempung yang ada.
3. Pengeringan: Dalam kasus di mana tanah lempung memiliki kadar air yang tinggi,
pengeringan dapat membantu. Pengeringan dapat dicapai dengan memompa air keluar
atau dengan menggunakan bahan penyerap air seperti pasir.
4. Perkuatan dengan Material Tambahan: Kadang-kadang, bahan tambahan seperti
agregat, kerikil, atau bahan stabilisasi lainnya ditambahkan ke tanah lempung untuk
meningkatkan daya dukung dan stabilitasnya.
5. Pemantauan dan Perbaikan Kontinu: Pemantauan terus-menerus terhadap perilaku
tanah lempung selama dan setelah konstruksi dapat membantu dalam mengidentifikasi
masalah dan memungkinkan perbaikan segera jika diperlukan.
6. Pondasi Khusus: Pada kasus-kasus ekstrim, pondasi khusus seperti pondasi tiang atau
pondasi dalam yang dirancang untuk menopang struktur di atas tanah lempung yang
kurang stabil dapat digunakan.
7. Teknik Konsolidasi: Teknik konsolidasi seperti metode preloading dapat digunakan
untuk mengurangi penurunan tanah lempung.
8. Penggunaan Geotekstil: Penggunaan geotekstil atau geosintetik dalam konstruksi dapat
membantu dalam meningkatkan stabilitas tanah lempung dan mengurangi
permasalahan seperti erosi.

I. Dampak Lingkungan Tanah Lempung


Setiap teknik perbaikan tanah lempung harus dipilih berdasarkan karakteristik dan
kondisi tanah lempung di lokasi tertentu, serta persyaratan proyek konstruksi. Konsultasi
dengan insinyur sipil atau geoteknik yang berpengalaman sangat penting untuk menentukan
teknik perbaikan yang paling sesuai untuk situasi tertentu.
1. Dampak Lingkungan Tanah Lempung Drainase dan Genangan Air: dampak lingkungan
dari tanah liat bisa sangat besar tergantung pada bagaimana lahan tersebut dikelola dan
digunakan. Beberapa dampak lingkungan yang dapat timbul dari tanah liat adalah erosi
tanah. Tanah liat yang terkena erosi hujan atau angin mudah terkikis karena tekstur
tanah liat yang halus dan daya rekatnya. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya
produktivitas lahan pertanian, kerusakan tanaman, dan masalah pengendalian erosi
yang serius.
2. Drainase dan Genangan Air: tanah liat cenderung memiliki kapasitas drainase yang
rendah karena berbutir halus dan kohesif. Hal ini dapat menyebabkan air menumpuk
di permukaan tanah, terutama setelah hujan deras. Genangan air ini dapat menimbulkan
masalah lingkungan seperti banjir, kebanjiran, dan permasalahan perumahan.
3. Penyusutan dan deformasi tanah: tanah liat dapat menyusut dan berubah bentuk jika
terkena perubahan kelembaban. Hal ini dapat merusak pondasi bangunan, jalan dan
infrastruktur. Dampak lingkungan termasuk perbaikan berulang-ulang dan peningkatan
biaya pemeliharaan.
4. Perubahan kualitas air: tanah liat dapat mempengaruhi kualitas air. Air yang mengalir
melalui tanah liat cenderung mengandung partikel dan senyawa kimia yang dapat
mempengaruhi ekosistem perairan dan bawah permukaan. Hal ini juga dapat
menimbulkan masalah kualitas air, seperti peningkatan kandungan sedimen dan polusi.
5. Potensi kekeringan dan lahan basah: tanah liat yang tidak dikelola dengan baik dapat
mengalami kekeringan dan penipisan air tanah. Hal ini dapat berdampak negatif pada
ekosistem rawa dan berdampak pada keanekaragaman hayati.
6. Masalah Struktur Bangunan: dalam konstruksi, tanah liat dapat menjadi sumber
masalah stabilitas jika pondasi dan struktur bangunan tidak dirancang dengan benar.
Hal ini dapat menyebabkan kerusakan struktural dan bahkan menimbulkan risiko
kecelakaan.
7. Masalah kesehatan masyarakat: dalam kondisi tertentu, tanah liat dapat menjadi sumber
penyakit, terutama jika tanah tersebut tergenang air atau memiliki masalah drainase.
Hal ini dapat menimbulkan ancaman terhadap kesehatan masyarakat.
8. Perubahan habitat mikroorganisme : perubahan sifat fisikokimia tanah liat dapat
mempengaruhi habitat mikroorganisme yang berperan penting dalam siklus hara dan
biologi tanah. Untuk mengatasi dampak lingkungan dari tanah liat, tindakan yang tepat
meliputi pengelolaan tanah berkelanjutan, pengendalian erosi, perancangan
infrastruktur yang memperhatikan karakteristik tanah liat, dan pemantauan lingkungan
secara cermat. Langkah-langkah ini dapat membantu mengurangi dampak negatif dan
menjaga keseimbangan lingkungan di wilayah yang terkena dampak tanah liat.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Tanah Lempung


Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang
menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim, 1953). Partikel-
partikel tanah berukuran yang lebih kecil dari 2 mikron (=2μ), atau <5 mikron menurut sistem
klasifikasi yang lain, disebut saja sebagai partikel berukuran lempung daripada disebut
lempung saja. Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1μ) dan
ukuran 2μ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung. ASTM
D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel yang berukuran
antara 0,002 mm sampai 0,005 mm.
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai berikut:
1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,005 mm 2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi
4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi 6. Proses konsolidasi lambat.

Lahan basah (wetland) adalah wilayah-wilayah yang tanahnya jenuh dengan air, baik
bersifat permanen (menetap) atau musiman. Termasuk di dalam lahan basah ini, di antaranya
adalah rawa- rawa (termasuk rawa bakau), paya, dan gambut. Tanah pada di lahan basah
biasanya merupakan tanah lunak. Sekitar 20 juta hektar atau lebih dari 10% luas daratan di
Indonesia merupakan tanah lunak yang terdiri dari tanah lempung lunak (soft clay soil) dan
tanah gambut (peat soil). Distribusi tanah lempung lunak di Indonesia berada di sepanjang
pantai utara Pulau Jawa, pantai timur Pulau Sumatera, pantai barat Pulau Kalimantan, pantai
selatan Pulau Kalimantan, pantai timur Pulau Kalimantan, pantai selatan Pulau Sulawesi,
pantai barat Pulau Papua dan pantai selatan Pulau Papua. Peta penyebaran tanah lempung lunak
di Indonesia ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Penyebaran tanah lempung lunak

Tanah lempung memiliki kemampuan menyerap air yang cukup tinggi dan kondisi
pengaliran air sangat rendah. Tanah lempung merupakan jenis tanah dengan daya dukung
rendah, pengaruh air sangat besar terhadap perilaku fisik dan mekanismenya. Dari hasil
penelitian/pengujian terhadap sampel tanah, secara umum menunjukkan semakin banyak
persentase penggunaan semen maka daya dukung tanah semakin baik, namun jika penggunaan
pada jenis tanah lempung berplastisitas rendah, dianjurkan penggunaan difa soil stabilizer yang
digunakan secara bersamaan dengan semen persentase optimum pada 4% dari berat/volume
tanah kering, yang diparameterkan melalui sifat mekanis tanah meliputi nilai hasil uji
pemadatan tanah/uji proctor (kadar air optimum dan berat isi kering maksimum tanah) dan nilai
hasil pengujian CBR laboratorium. Terjadi peningkatan daya dukung tanah yang diindikasikan
adanya peningkatan nilai- nilai CBR tanah campuran dari nilai CBR tanah asli, pada persentase
penambahan difa soil stabilizer dan semen sebesar 4% ternyata telah mampu meningkatkan
nilai CBR tanah dasar menjadi 6,37% dari CBR tanah asli sebesar 2,7%, nilai ini telah
memenuhi batas minimum CBR tanah dasar/subgrade yang ditentukan oleh spesifikasi umum
Bina Marga Tahun 2010 yaitu sebesar 6%.

Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan dua cara yaitu sampel tanah tak terusik dan
sampel tanah terusik.
Sampel Tanah Tak Terusik (Undisturbed)
Sampel tanah yang diambil tidak boleh mengalami perubahan sifat mekanis dari tanah tersebut.
Pengujian sampel tanah asli menggunakan tabung berupa silinder berdinding tipis dengan
diameter tertentu. Tabung masuk ke dalam tanah sesuai tahapan, tetapi jangan langsung
diangkat agar memberikan kesempatan tanah untuk stabil dan melekat pada dinding tabung.
Tabung telah terisi sampel tanah diangkat dan ditutup dengan lapisan parafin, dengan maksud
agar tidak terjadi penguapan.
Sampel Tanah Terusik (Disturb)
Sampel tanah yang diambil tidak perlu adanya usaha yang dilakukan untuk melindungi sifat
tanah dari tanah tersebut. Pengambilan sampel tanah terusik cukup dimasukkan ke dalam
plastik atau pembungkus lainnya.

Tanah lempung adalah tanah kohesif yang sering mengalami peristiwa kembang-susut pada
tanah dasar. Maka perlu dilakukan stabilisasi, salah satunya menggunakan ISS 2500, dan
penyelidikan pada batas cair dan plastisitas indeks tanah lempung untuk mengetahui hubungan
dengan kohesinya secara mendalam. Seorang ilmuwan dari Swedia yang bernama Atterberg
berhasil mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir
halus pada kadar air yang bervariasi, sehingga batas konsistensi tanah disebut dengan batas-
batas Atterberg. Kegunaan batas-batas Atterberg dalam perencanaan adalah memberikan
gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Bilamana kadar airnya
sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek. Tanah yang batas cairnya
tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah, sedangkan
kompresibilitas tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar air
yang dikandung tanah, tanah dapat diklasifikasikan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu :
padat, semi padat, plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2 berikut :

Gambar 2. Batas-Batas Atterberg.

a. Batas cair (LL) adalah kadar air tanah antara keadaan cair dan keadaan plastis.
b. Batas plastis (PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis.
c. Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis, dimana tanah tersebut
dalam keadaan plastis, atau :
PI=Batas Cair−Batas Plastis (1) Indeks plastisitas (PI) menunjukkan
tingkat keplastisan tanah. Apabila nilai indeks
plastisitas tinggi, maka tanah banyak mengandung butiran lempung.

Priyono (2012) melakukan kajian mineral lempung pada kejadian bencana longsor di
Pegunungan Kulonprogo, D.I.Yogyakarta. Analisa tipe mineral dilakukan dengan melakukan
pengujian difraksi sinar-x (uji XRD). Tipe mineral yang ditemukan pada lokasi kejadian
longsor di dominasi oleh mineral kaolin (70,65%), smektit montmorillonite (15,12%), balite
(4,33%), illite (2,99%), quartz (2,91%), cristobalite (2,28%), feldspar (1,34%), dan goethite
(0,39%). Tipe lempung smektit yang mempunyai sifat mudah mengembang dan mengkerut
pada lapisan bahwa pada bagian lereng atas memicu bergeraknya lapisan tanah diatas
permukaan lereng yang miring sehingga tingkat kejadian kelongsoran lahan tinggi.
Penelitian mengenai pengaruh lempung ekspansif terhadap potensi amblesan tanah di
Semarang yang dilakukan oleh Soebowo (2012) juga menunjukkan bahwa kehadiran mineral
lempung turut mempengaruhi terhadap sifat keteknikan batuan. Keberadaan mineral illite dan
kaolinite mempunyai struktur yang lebih stabil sehingga tidak mudah mengembang, sedangkan
montmorillonite menggambarkan karakter tanah berupa struktur dalam yang memiliki
kemampuan kembang susut yang tinggi.
Hasil penelitian sifat indeks pada sampel tanah ekspansif yang di dominasi oleh mineral illite
dan montmorillonite menunjukkan kesesuaian dengan hasil pengujian x-ray diffraction. Nilai
aktivitas tanah sebesar 1,93 menunjukkan karakteristik tanah aktif yang relatif sensitif terhadap
kadar mineral yang terkandung di dalamnya (Tjaronge,et.al, 2016).
Sistem Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-
beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan sub kelompok-
susut yang besar dan mempunyai kekuatan tanah yang lemah bila dipengaruhi oleh air (Bowles,
1989). Metode analisis dengan difraksi sinar–x atau X-Ray Diffraction dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kandungan mineral pada tanah lempung.
Husain (2015) meneliti mengenai geokimia mineral lempung dan implikasinya terhadap
gerakan tanah. Metode yang digunakan yaitu deskriptif eksploratif, dengan cara pengamatan,
uii Atterberg, uji XRD, uji XRF, dan uji SEM- EDX. Hasil analisis geokimia menunjukkan
bahwa kandungan mineral kaolinite dan chlorite yang terdapat pada tanah residual akan
mengakibatkan menurunnya kestabilan lereng. Hal ini dikarenakan mineral illite dan kaolinite
dapat menyebabkan tanah memiliki plastisitas tinggi.
Nilai kohesi pada tanah cenderung semakin besar untuk tanah dengan kandungan lempung
yang besar dan berkurang dengan bertambahnya kandungan lanau dan pasir. Tanah dengan
kandungan mineral montmorillonite yang besar cenderung memiliki nilai kohesi besar dan
berkurang dengan bertambahnya kandungan mineral illite dan kaolinite. Hal ini dikarenakan
pada tanah dengan kandungan mineral montmorillonite memiliki surface area besar sehingga
kemampuan menyerap air juga besar (Savitri, et. al, 2016). Karakteristik tanah lempung juga
tentunya dipengaruhi oleh karakteristik bahan mineral penyusunnya.

Kuat geser (shear strength) tanah merupakan gaya tahanan internal yang bekerja per satuan
luas masa tanah untuk menahan keruntuhan atau kegagalan sepanjang bidang runtuh dalam
masa tanah tersebut. Pemahaman terhadap proses dari perlawanan geser sangat diperlukan
untuk analisis stabilitas tanah seperti kuat dukung, stabilitas lereng, tekanan tanah lateral pada
struktur penahan tanah. Pada penelitian yang telah dilakukan (Hatmoko dan Lulie, 2007) yang
berjudul UCS Tanah Lempung Yang Distabilisasi Dengan Abu Ampas Tebu Dan Kapur selalu
mengalami kenaikan hingga pemeraman 28 hari dengan variasi 6% dan 8%.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan (Ghazali F, 2010) yang berjudul Pengaruh
Penambahan Kapur Ca(OH)2 Pada Tanah Lempung (Clay) Terhadap Plastisitas Dan Nilai
CBR Tanah Dasar (Subgrade) Perkerasan Jalan dapat dilihat bahwa kuat tekan bebas tanah asli
yang dicampur dengan kapur selalu naik dengan naiknya kadar kapur di dalam tanah serta
lamanya pemeraman. Kenaikan nilai kuat tekan bebas (Qu) maksimum terjadi pada
penambahan kapur 5% dengan masa pemeraman 14 hari, yaitu dari 0.204 kg/cm2 menjadi
0.703 kg/cm2. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Widianti (2007) dengan judul
Kekuatan Geser Campuran Tanah-Kapur-Abu Sekam Padi dengan Inklusi Kadar Serat Karung
Plastik yang Bervariasi ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar kontribusi inklusi serat
plastik pada kadar tertentu terhadap parameter kuat geser campuran tanah dengan kapur- abu
sekam padi, yang meliputi kohesi (c) dan sudut gesek dalam (ø) dengan variasi 0,1% ; 0,2% ;
0,4% ; 0,8 % ; dan 1,2 %. Secara umum, kohesi, sudut gesek dalam dan kuat geser tanah hasil
pengujian mengalami peningkatan. Afriani, (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh
penambahan tanah pasir pada tanah lempung. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
penambahan material pasir pada tanah lunak akan meningkatkan besarnya berat volume tanah
campur pasir, dengan peningkatan rata-rata sebesar 5,94 % Sedangkan nilai kohesi dari tanah
lunak campur pasir akan menurun dibanding tanah lempung murni, dengan penurunan rata-rata
sebesar 25,07 %. Peningkatan nilai sudut geser dalam dan lempung lunak yang dicampur
dengan pasir rata-rata sebesar 67,03 %. Mengingat hasil diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
daya dukung tanah lunak akan semakin meningkat jika dilakukan penambahan campuran
dengan pasir, hal ini terlihat dan meningkatnya sudut geser dalam yang signifikan. Selanjutnya
pada penelitian terdahulu dengan judul Studi Pengaruh Penambahan Tanah Lempung Pada
Tanah Pasir Pantai Terhadap Kekuatan Geser Tanah yang dilakukan oleh Abdul Hakam (2010)
didapatkan hasil analisa bahwa semakin besar kadar lempung maka nilai sudut geser dalam
semakin berkurang dan nilai kohesi semakin tinggi.

Dari berbagai jenis tanah, tanah lempung adalah tanah yang banyak ditemukan dalam
mayoritas masalah keteknikan, karena tanah lempung merupakan tanah yang kohesif. Tanah
kohesif didefinisikan sebagai kumpulan dari partikel mineral dengan indeks plastisitas yang
cukup tinggi tergantung dari jumlah mineral yang terkandung di dalamnya sehingga pada
waktu mengering akan membentuk suatu massa tanah yang bersatu sehingga diperlukan suatu
gaya untuk memisahkan setiap butiran mikroskopisnya. Tanah lempung dapat mengalami
perubahan volume seiring dengan perubahan kadar air. Ketika tanah lempung dalam keadaaan
kering dapat terjadi penyusutan dan retak-retak. Apabila kadar air bertambah setelah kondisi
kering dan penyusutan, maka akan terjadi pengembangan (swelling). Hal ini dikarenakan jenis
mineral yang terdapat di tanah lempung sangat mempengaruhi besar swelling. Selain itu,
pengaruh dari beban konstruksi juga dapat mempengaruhi perubahan volume tanah lempung.
Ketika beban yang diterima tanah dikurangi maka tanah akan mengalami pengembangan.
Ketika beban yang diterima tanah mengalami penambahan, maka tanah akan lebih memadat
dan menyusut.

Metode test yang dipakai untuk mengetahui perilaku tegangan-regangan tanah lempung yang
dipadatkan adalah dengan uji Triaxial UU. Dari hasil pengujian diperoleh nilai modulus
deformasi dan karakteristik tanah lempung setelah mendapat perlakuan pemadatan. Perlakuan
pemadatan pada benda uji menggunakan metode pemadatan standar, benda uji dipadatkan
dalam cetakan yang volumenya didesain sesuai dengan volume benda uji Triaxial, berdasarkan
rumus energi pemadatan dengan kadar air sebesar 34.44 %, 35.04 %, 35.69 %, 36.25 %, 36.70
%, 37.29 %, dan 37.63 % yang semuanya merupakan kadar air di atas kadar air optimum.Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku tegangan deviator-regangan tanah lempung yang
dipadatkan dengan jenis pemadatan standar memiliki model matematis non linear
(polynomial), demikian pula halnya dengan tanah asli sehingga secara garis besar keduanya
memperlihatkan pola yang hampir sama yaitu tidak linier. Kadar air berpengaruh pada besar
tegangan runtuh, dimana nilai tegangan runtuh akan menurun jika tanah lempung dipadatkan
dengan kadar air lebih tinggi. Tekanan kekang (σ3) juga berpengaruh terhadap nilai tegangan
runtuh, jika tanah lempung diuji pada tingkat tekanan kekang semakin tinggi maka tegangan
runtuh akan meningkat sebanding dengan naiknya tekanan kekang tersebut walaupun diuji
pada kadar air sama. Nilai modulus deformasi tanah lempung yang dipadatkan secara standar
mengalami peningkatan nilai modulus deformasi sejalan dengan berkurangnya kadar air, hal
ini disebabkan, semakin kecilnya kohesi pada waktu contoh tanah longsor dengan
meningkatnya kadar air. Nilai kohesi (c) dari tanah lempung yang dipadatkan dengan jenis
pemadatan standar akan mempunyai nilai optimum pada kadar air tertentu di daerah sisi kering
optimum hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai kohesi sejalan dengan
berkurangnya kadar air. Nilai sudut geser dalam (f) tanah lempung yang dipadatkan dengan
jenis pemadatan standar akan semakin meningkat dengan berkurangnya kadar air.

3.2 Sifat Mekanika Tanah Lempung


A. Konsistensi Tanah Lempung
Konsistensi tanah lempung mengacu pada sifat-sifat yang berkaitan dengan keadaan fisis dan
plastis tanah lempung. Ini adalah faktor penting dalam rekayasa sipil dan geoteknik karena
memengaruhi kemampuan tanah lempung untuk mendukung struktur konstruksi, menghindari
penurunan tanah, dan mencegah deformasi berlebihan. Beberapa aspek utama yang berkaitan
dengan konsistensi tanah lempung meliputi:

1. Batas Atterberg: Batas Atterberg adalah parameter penting yang digunakan untuk
menggambarkan konsistensi tanah lempung. Ini mencakup tiga parameter utama: batas cair,
batas plastis, dan indeks plastis.
- Batas Cair (LL) adalah kadar air minimum pada saat tanah lempung berada dalam keadaan
cair.
- Batas Plastis (PL) adalah kadar air minimum pada saat tanah lempung berada dalam
keadaan plastis.
- Indeks Plastis (PI) adalah perbedaan antara batas cair dan batas plastis dan menggambarkan
tingkat plastisitas tanah.
2.Plastisitas: Plastisitas adalah kemampuan tanah lempung untuk mengalami deformasi tanpa
retak atau pecah. Semakin tinggi indeks plastis, semakin plastis tanah tersebut. Tanah lempung
yang sangat plastis memiliki kemampuan untuk menjaga bentuknya dengan kadar air yang
relatif tinggi.

3.Perubahan Konsistensi: Konsistensi tanah lempung dapat berubah tergantung pada kadar air
yang ada. Ketika kadar air ditingkatkan melebihi batas cair, tanah lempung akan berada dalam
keadaan cair, sedangkan di bawah batas plastis, itu akan menjadi keras dan kurang plastis.

4. Pengaruh Konstruksi: Dalam konstruksi, pemahaman tentang konsistensi tanah lempung


penting. Fondasi, jalan, atau struktur lainnya harus dirancang sedemikian rupa sehingga tanah
lempung tidak mengalami penurunan berlebihan atau deformasi yang merugikan.

5. Pengendalian Konsistensi: Dalam beberapa kasus, diperlukan tindakan pengendalian untuk


mengubah konsistensi tanah lempung. Ini dapat mencakup mengurangi indeks plastis dengan
bahan tambahan atau metode drainase untuk menghilangkan kelebihan air.

6. Pentingnya Tes Konsistensi: Uji konsistensi, seperti uji Atterberg, sangat penting untuk
menentukan karakteristik konsistensi tanah lempung. Data hasil uji ini digunakan dalam
perencanaan dan analisis geoteknik.

B. Daya Dukung Tanah Lempung


Daya dukung tanah lempung merujuk pada kemampuan tanah lempung untuk mendukung
beban struktural tanpa mengalami penurunan atau perubahan deformasi yang signifikan.
Kemampuan ini sangat penting dalam rekayasa sipil karena berhubungan langsung dengan
kestabilan fondasi dan struktur yang dibangun di atasnya. Berikut adalah beberapa aspek kunci
yang perlu dipertimbangkan dalam pembahasan tentang daya dukung tanah lempung:

1. Pengaruh Kadar Air: Kadar air dalam tanah lempung memiliki pengaruh besar terhadap daya
dukungnya. Tanah lempung yang terlalu lembab atau terlalu kering mungkin memiliki daya
dukung yang rendah. Oleh karena itu, penting untuk mengontrol kadar air dalam tanah lempung
selama konstruksi.
2. Uji Daya Dukung: Uji daya dukung adalah prosedur penting dalam menentukan kemampuan
tanah lempung untuk mendukung beban. Uji ini melibatkan pemuatan sampel tanah untuk
mengukur perubahan deformasi dan penurunan yang terjadi. Hasil uji ini digunakan untuk
merancang fondasi yang sesuai.

3. Faktor Kekuatan Geser: Kekuatan geser tanah lempung adalah parameter penting yang
memengaruhi daya dukungnya. Kekuatan geser adalah resistensi tanah lempung terhadap
pergeseran internal akibat beban yang diterapkan.

4. Kedalaman Fondasi: Kedalaman fondasi adalah faktor kunci dalam menentukan daya
dukung tanah lempung. Fondasi yang ditempatkan pada kedalaman yang tepat akan
mendistribusikan beban dengan baik ke lapisan tanah yang lebih kuat di bawahnya.

5. Tambahan Geoteknik: Dalam beberapa kasus, perbaikan tambahan mungkin diperlukan


untuk meningkatkan daya dukung tanah lempung. Ini dapat mencakup teknik seperti
penimbunan tanah, injeksi bahan pengeras, atau pemadatan.

6. Pengaruh Konstruksi: Proses konstruksi itu sendiri dapat mempengaruhi daya dukung tanah
lempung. Pemadatan selama konstruksi dapat mengubah sifat mekanik tanah lempung.

7. Penanganan Longsor: Tanah lempung cenderung menjadi rentan terhadap longsor, yang
dapat mempengaruhi daya dukungnya. Pemahaman yang baik tentang perilaku tanah lempung
dan langkah-langkah mitigasi yang tepat penting untuk mencegah longsor.

8. Analisis Struktural: Perangkat lunak analisis struktural digunakan untuk mengevaluasi daya
dukung tanah lempung dan memastikan bahwa pondasi dan struktur di atasnya dirancang
dengan benar..

C. Perilaku Deformasi Tanah Lempung


Perilaku deformasi tanah lempung adalah salah satu aspek penting dalam geoteknik dan
rekayasa sipil yang berkaitan dengan kemampuan tanah lempung untuk berubah bentuk
atau mengalami deformasi akibat pemuatan atau pengaruh lingkungan. Berikut adalah
pembahasan mengenai perilaku deformasi tanah lempung:
1. Kekuatan Geser: Kekuatan geser tanah lempung adalah parameter kunci yang
memengaruhi perilaku deformasi. Kekuatan geser mengacu pada resistensi tanah
lempung terhadap pergeseran internal akibat beban yang diterapkan. Ketika tanah
lempung melebihi batas kekuatan gesernya, ia akan mengalami deformasi.

2. Deformasi Elastis: Pada awalnya, tanah lempung dapat mengalami deformasi elastis,
yang berarti ia akan kembali ke bentuk aslinya setelah beban dilepaskan. Ini adalah
perilaku tanah lempung di bawah tegangan rendah. Deformasi elastis adalah penting
dalam perencanaan fondasi dan struktur.

3. Deformasi Plastis: Ketika beban melebihi batas plastis tanah lempung, deformasi
plastis terjadi. Tanah lempung mungkin tidak kembali ke bentuk aslinya, dan deformasi
ini bisa permanen. Indeks plastis adalah parameter yang mengukur tingkat plastisitas
tanah lempung.

4. Pembengkokan Tanah Lempung: Tanah lempung juga dapat mengalami


pembengkokan atau perubahan bentuk pada tingkat mikro maupun makro. Hal ini dapat
terjadi akibat pembebanan, perubahan kadar air, atau faktor lingkungan lainnya.

5. Penurunan Tanah: Penurunan tanah adalah perubahan permukaan tanah akibat


deformasi. Penurunan yang signifikan dapat merusak struktur di atasnya. Penurunan
tanah lempung biasanya terkait dengan perubahan kadar air dalam tanah tersebut.

6. Stabilitas Lereng: Deformasi tanah lempung dapat memengaruhi stabilitas lereng,


terutama dalam kondisi pembasahan yang ekstrem. Lereng yang terdiri dari tanah
lempung rentan terhadap longsor jika deformasi terjadi.

7. Perubahan Lingkungan: Faktor-faktor lingkungan, seperti perubahan musim, kondisi


hidrologi, atau perubahan suhu, dapat memengaruhi perilaku deformasi tanah lempung.

8. Pengendalian Deformasi: Dalam beberapa kasus, diperlukan tindakan pengendalian


untuk mengurangi atau memitigasi deformasi tanah lempung. Ini dapat mencakup
pengendalian kadar air, pemadatan, atau penggunaan metode stabilisasi.
3.3 Pengaruh Air pada sifat mekanik Tanah Lempung
Pengaruh air pada sifat mekanik tanah lempung sangat signifikan, dan perubahan kadar
air dalam tanah lempung dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat mekaniknya.
Berikut adalah pembahasan mengenai pengaruh air pada sifat mekanik tanah lempung:

1. Permeabilitas: Kadar air dalam tanah lempung memengaruhi permeabilitasnya, yaitu


kemampuan tanah untuk mengalirkan air. Semakin tinggi kadar air, semakin tinggi
permeabilitasnya. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran air di
dalam tanah lempung.

2. Daya Dukung: Kadar air adalah faktor kunci dalam menentukan daya dukung tanah
lempung. Kadar air yang tepat harus dipertahankan untuk memastikan daya dukung
yang optimal. Kadar air yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengurangi daya
dukung dan menyebabkan penurunan.

3. Penurunan Tanah: Perubahan kadar air dalam tanah lempung dapat menyebabkan
penurunan tanah. Penambahan air mungkin mengakibatkan penurunan tanah yang
signifikan. Ini dapat mempengaruhi pondasi dan struktur di atasnya.

4. Pengembangan dan Pengecilan: Tanah lempung memiliki sifat untuk mengembang


ketika kadar air meningkat dan mengecil saat kadar air berkurang. Ini adalah
karakteristik yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan konstruksi.

5. Konsistensi: Kadar air mempengaruhi konsistensi tanah lempung. Pada kadar air
yang tinggi, tanah lempung menjadi cair, sementara pada kadar air yang rendah, ia
menjadi keras dan kaku. Kadar air dalam batas Atterberg menentukan konsistensi tanah
lempung.

6. Pengaruh Konstruksi: Pada saat konstruksi, pengendalian kadar air penting.


Pemuatan tanah lempung selama konstruksi atau konstruksi fondasi dapat mengubah
kadar airnya, yang dapat mempengaruhi sifat-sifat mekaniknya.

7. Pengeringan dan Drainase: Pengeringan atau drainase tanah lempung dapat


mengurangi kadar airnya. Ini bisa dilakukan untuk meningkatkan daya dukung dan
menghindari penurunan. Drainase yang buruk dapat mengakibatkan perubahan yang
tidak diinginkan.

8. Pengaruh Iklim: Faktor iklim, seperti curah hujan dan suhu, juga dapat
mempengaruhi kadar air tanah lempung. Perubahan musim atau perubahan iklim jangka
panjang dapat menyebabkan fluktuasi kadar air dan, akibatnya, perubahan sifat
mekaniknya.

3.4 Faktor Hidrologi

Faktor hidrologi memainkan peran penting dalam memengaruhi sifat mekanika tanah lempung.
Beberapa faktor hidrologi yang berdampak signifikan adalah sebagai berikut:

1. Kadar Air: Kadar air dalam tanah lempung adalah faktor kunci yang memengaruhi sifat
mekanika. Kadar air yang tinggi membuat tanah lempung menjadi lunak dan kurang
kokoh, sementara kadar air yang rendah dapat meningkatkan kekuatan geser tanah
lempung. Variasi dalam kadar air dapat mempengaruhi daya dukung, kohesi, dan
perubahan volume tanah lempung.
2. Tekanan Air Pori: Tekanan air pori dalam tanah lempung juga berpengaruh pada sifat
mekanika. Peningkatan tekanan air pori dapat mengurangi kekuatan geser tanah
lempung karena mengurangi kontak antara partikel tanah. Tekanan air pori yang tinggi
dapat memicu pergerakan tanah yang luas dan retakan.
3. Perubahan Volume Akibat Peningkatan Kadar Air: Saat tanah lempung menyerap air,
ia dapat mengalami perubahan volume yang signifikan. Ini dapat berdampak pada
fondasi, jalan, dan struktur lain yang dibangun di atasnya. Perubahan volume tanah
lempung dapat menyebabkan penurunan, retakan, dan kerusakan.
4. Siklus Musim Hujan dan Kemarau: Variasi musiman dalam curah hujan dan tingkat air
tanah dapat berdampak besar pada tanah lempung. Musim hujan dapat meningkatkan
kadar air tanah lempung, sementara musim kemarau dapat menguranginya. Siklus ini
dapat mempengaruhi stabilitas dan kinerja fondasi dan struktur.
5. Banjir dan Erosi: Banjir yang diakibatkan oleh curah hujan berlebihan dapat merusak
tanah lempung dan mengubah sifat mekanika. Erosi air juga dapat menghilangkan
lapisan tanah lempung, meninggalkan lapisan yang kurang stabil di bawahnya.
6. Perembesan Air Tanah: Penarikan air tanah dalam jumlah besar untuk konsumsi
manusia, industri, atau irigasi dapat menyebabkan penurunan air tanah. Penurunan air
tanah ini dapat menyebabkan kompresi tanah lempung, yang sering dikenal sebagai
"subsiden." Subsiden dapat merusak infrastruktur dan bangunan di atasnya.
7. Masukan Air Tambahan: Air hujan, drainase, atau air limbah dapat memasuki lapisan
tanah lempung dan mempengaruhi kadar air dan tekanan air pori. Masukan air yang
berlebihan dapat mempengaruhi kestabilan tanah lempung.

3.5 Faktor Geologi

Menurut Chen(1975), mineral lempung terdiri dari tiga komponen penting yaitu
montmorillonite, illite ,dan kaolinite. Mineral montmorillonite mempunyai luas permukaan
lebih besar dan sangat mudah menyerap air dalam jumlah banyak bila dibandingkan dengan
mineral yang lainnya, Sehingga tanah yang mempunyai kepekaan terhadap pengaruh air ini
sangat mudah mengembang. Struktur kaolinite terdiri dari unit lapisan silica dan aluminium
yang diikat oleh ion hydrogen, kaolinite membentuk tanah yang stabil karena strukturnya yang
terikat teguh mampu menahan molekul-molekul air sehingga tidak masuk kedalamnya.
Struktur illite terdiri dari lapisan-lapisan unit silica-alumunium-silica yang dipisahkan oleh ion
K+ yang mempunyai sifat mengembang. Struktur montmorillonite mirip dengan struktur illite,
tetapi ion pemisahnya berupa ion H2O, yang sangat mudah lepas, mineral ini dapat dikatakan
sangat tidak stabil pada kondisi tergenang air, air dengan mudah masuk kedalam sela antar
lapisan ini sehingga mineral mengembang, pada waktu mengering, air diantara lapisan juga
mengering sehingga mineral menyusut. Karena sifat-sifat tersebut montmorillonite sangat
sering menimbulkan masalah pada bangunan (Hardiyatmo,2002). Mineral lempung yang
berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk menarik exchangeable cation.
Exchangeable cation adalah keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion
yang bervalensi sama 6 dengan kation asli.

Menurut Heine, dkk. (2010) bahwa mineral lempung merupakan komponen yang paling
umum dari semua sedimen, dan mineral lempung dapat ditemukan sebagai penyusun tanah dari
kutub hingga ke daerah khatulistiwa. Mineral lempung yang dihasilkan oleh transformasi
batuan induk 15 dengan pemilahan fisik dan kimia tanpa modifikasi unsur dari mineralnya, dan
oleh pelapukan kimia menyebabkan transformasi mineral primer dengan pembentukan mineral
lempung sekunder. Mineral lempung sekunder membentuk suatu kompleks pelapukan yang
mengakibatkan pembentukan tanah. Pengembangan tanah dan mineral lempung dipengaruhi
oleh iklim, vegetasi, fauna dan aktivitas manusia, litografi, bentang alam, air interflow, waktu.
Oleh karena itu, mineral lempung dapat digunakan sebagai petunjuk menentukan batuan
induknya dan kondisi iklim selama pembentukannya. Pembentukan mineral lempung (Sugeng
1990), dapat terjadi melalui dua proses yaitu (1) alterasi fisik dan kimia dari mineral primer (2)
pelapukan dari mineral yang segera diikuti penghabluran kembali bahan yang telah lapuk
menjadi mineral lempung. Mineral Illite mewakili hidrous mika terbentuk dari muskovit bila
keadaannya memungkinkan lewat proses alterasi. Alterasi muskovit menjadi illit disebabkan
sejumlah K+ hilang dari struktur kristal dan molekul air menggantikannya, hingga
menyebabkan kisi-kisinya kurang mantap pada saat proses hancuran berlangsung. Hilangnya
K + yang terus menerus dan penggantian Al3+ oleh Mg2+ yang berlangsung dalam lapisan
Al3+ akan berakhir dengan terbentuknya montmorilonit. Dalam beberapa hal illit dapat
terbentuk dari mineral primer seperti K-feldspar, yang melalui proses penghabluran kembali
dimana K + dijumpai dalam bentuk banyak. Klorit terbentuk melalui proses alterasi biotit atau
mika yang kaya Fe dan Mg. Perubahan itu dibarengi dengan hilangnya sejumlah Mg2+ , K + ,
dan Fe2+ . 16 Alterasi dan pelapukan lebih lanjut menghasilkan illit dan vermikulit, dan salah
satu dapat teralterasi lebih lanjut menjadi montmorillonit. Klorit juga dapat terbentuk dari
alterasi mineral primer yang kaya Fe dan Mg seperti piroksin dan hornblende. Selain itu
montmorilonit dapat juga terbentuk melalui penghabluran kembali sejumlah mineral apabila
lingkungan memungkinkan. Ternyata keadaan hancuran sedang (sedikit masam hingga
alkalin), adanya sejumlah Mg dan tidak adanya pencucian merupakan syarat bagi pembentukan
montmorilonit. Kaolinit mencerminkan tingkat hancuran yang lebih lanjut dan dibentuk dari
pelapukan silikat dalam reaksi sedang hingga sangat masam di mana logam alkali dan alkali
tanah dibebaskan. Aluminium dan silikat yang larut akan menghablur kembali membentuk
kaolinite. Pada saat terjadinya hancuran mineral primer dan sekunder, maka terjadi
pembebasan berbagai unsur kimia. Kation-kation seperti Na+ dan K+ yang mudah larut akan
tercuci, sedangkan yang lain seperti Al3+ , Fe2+ dan Si4+ dapat menghablur kembali dan
menjadi mineral baru atau membentuk mineral yang tidak mudah larut seperti hidrous oksida
aluminium dan besi. Mineral lempung umumnya illite dan vermikulit, kecuali di daerah tua
atau di daerah bercurah hujan tinggi, kaolinite akan lebih dominan (Hardjowigeno,1985 dalam
Sugeng, 1990).

Menurut Bambang, dkk. (2006), bahwa ditinjau dari mineralogi lempung terdiri dari
berbagai macam penyusun mineral yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada.
Mineral lempung merupakan koloid dengan ukuran sangat kecil (kurang dari 1 mikron).
Masing-masing koloid terlihat seperti lempenganlempengan kecil yang terdiri dari lembaran-
lembaran kristal yang memiliki struktur atom yang berulang. Terdapat 3 (tiga) tipe utama
mineral lempung diantaranya (kaolinite group, smectite group (montmorilonit) ,Illite group)
yaitu : Ø Kaolinite: merupakan mineral silikat berlapis , struktur mineral satu banding satu
(1:1) merupakan lembaran alumina oktahedran (gibbsite) membentuk satu unit dengan tebal
7.15Å (1Å=10- 18 10nm), berwujud seperti lempengan tipis. Mineral kaolinit berwujud seperti
lempengan-lempengan tipis, masing-masing dengan diameter 1000Å sampai 20000Å dan
ketebalan dari 100Å sampai 1000Å dengan luasan spesifik perunit massa ±15 m 2 /gr. Kaolinit
memiliki kapasitas shrink-mengembang rendah, sehingga tidak dapat mengabsorpsi air dan
kapasitas tukar kation rendah (1-15 meq/100g). Biasanya disebut oleh masyarakat tanah
lempung putih atau tanah liat putih merupakan endapan residual. Montmorilonite : termasuk
kelompok mineral smektit, struktur mineral 2:1. Tebal satu satuan unit adalah 10Å-18Å,
mempunyai beberapa sifat yang spesifik sehingga keberadaannya dapat mempengaruhi sifat
fisik dan sifat kimia tanah. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua
lempeng SiO2. Karena struktur inilah montmorillonit dapat mengembang menyusut menurut
sumbu c, dan mempunyai sifat penting lainnya yakni mempunyai muatan negatif (negative
charge), yang menyebabkan mineral ini sangat reaktif terhadap lingkungan. Mempunyai
kapasitas tukar kation yang tinggi, dan 19 kemampuannya yang dapat mengembang bila basah
ataupun menyusut bila kering. Pembentukan mineral smektit memerlukan kondisi sebagai
berikut (1) curah hujan harus cukup untuk menyebabkan terjadinya pelapukan, tapi tidak
menyebabkan pencucian basa-basa dan silica; (2) adanya masa-masa kering yang diperlukan
untuk kristalisasi smektit; (3) drainage yang terhambat sehingga terhindar dari proses
pencucian dan hilangnya bahan-bahan hasil pelapukan; serta (4) suhu tinggi untuk menunjang
proses pelapukan (Driessen and Dudal, 1989 dalam Bambang dkk, 2006) Ø Illite : terdiri atas
satu lapisan alumina antara dua lapisan silika, tebal satu satuan unit adalah 10Å, tidak berubah
jika diberi larutan glycol, struktur satuan kristalnya 2:1 hampir sama dengan montmorillonit.
Ø Halloysite : termasuk dalam kelompok kaolinit, struktur mineral satu banding satu (1:1),
terdiri dari 1 lembar oktahedral dan 1 lapisan tetrahedral serta satuan unitnya 10Å. Ø 20
Disamping tiga jenis mineral lempung tersebut mineral-mineral lempung lainnya (Hermawan
dkk, 2003) yang sering dijumpai adalah vermiculite, chlorite. Sebagian besar lempung terdiri
dari partikel mikroskopis dan submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya
dengan mikroskop biasa), berbentuk lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari
mika group, serpentinite group, mineral-mineral lempung (clay mineral) dan mineral yang
sangat halus lainnya. Ciri khas yang dimiliki oleh mineral lempung adalah kemampuan
mengembang atau disebut ekspansif bertgantung terhadap kadar air. Tetapi sifat lempung yang
ekspansif ini sewaktu-waktu dapat mengganggu kestabilan lereng, dimana saat tanah lempung
menyerap air dengan maksimal sehingga volume tanah lempung mengalami peningkatan yang
mengakibatkan kondisi lereng tidak stabil, hal ini dapat menyebabkan momen pemicu longsor
memiliki gaya yang lebih besar daripada momen penahan longsor, sehingga dalam prinsip
kestabilan lereng apabila peristiwa tersebut berlangsung akan terjadi longsor. Kondisi geologi
teknik regional daerah penelitian menurut Sudrajat & Sudibjo (1992), litologi dan karakteristik
keteknikan pada daerah penelitian merupakan Lempung dan lempung pasiran (R(c)(cs)),
dimana terdiri dari tanah residu hasil pelapukan dari batulempung dan napal, tebal antara 1-3
meter berwarna coklat hingga coklat kehitaman, stempat mengandung pecahanpecahan
batulempung dan napal, plastisitas dan kelulusan rendah, konsistensi lunak, daya dukung yang
diijinkan rendah hingga sedang, penggalian mudah hingga agak sukar bila menggunakan
peralatan non mekanik. kedalaman muka air tanah bebas dalam, pada beberapa tempat tidak
dijumpai airtanah bebas, di daerah ini setempat setempat dijumpai gerakan tanah.

3.6 Faktor Iklim

Terjadinya curah hujan yang panjang namun intesintasnya rendah sehingga menurut
Hardiyatmo (2006) dan Alamsyah (2001) hal tersebut sangat mempengaruhi sifat-sifat geofisik
tanah terutama tanah yang dekat dengan permukaan. Curah hujan akan berpengaruh pada
fluktuasi air tanah sehingga pada musim hujan kadar air tanah akan lebih tinggi dibanding
musim kemarau. Perubahan kadar air dalam tanah tersebut tentunya akan mempengaruhi sifat-
sifat geofisik tanah terutama pada tanah lempung ekspansif (mudah mengembang dan
mengerut), perubahan kadar air tersebut akan diikuti oleh perubahan volume tanah, sehingga
mempengaruhi daya dukung tanah (kekuatan tanah akan berkurang). Sifat geofisik tanah
menurut Corney dan Lewis dalam Hardjowigeno (2007), tanah yang mempunyai ukuran butir
halus/bertekstur halus akan memberikan kerusakan jalan berupa amblas pada daerah-daerah
tertentu hal tersebut dikarenakan terjadi penurunan pada tanah dibawah struktur jalan.
Penurunan terjadi karena lepasnya air dari massa tanah yang berbutir halus jauh lebih lambat
sehingga penurunan yang terjadi akibat beban struktur dan beban kendaraan terus berlangsung
meski tanah telah dipadatkan. Dari jenis tanah mengandung liat Montmorilonit jenis kerusakan
dijalan-jalan yang terjadi adalah jenis kerusakan memanjang. Perubahan iklim dari musim
hujan ke musim kemarau berdampak juga pada perubahan kadar air yang terkandung dalam
tanah. Pada saat musim hujan kadar air tanah akan lebih tinggi dari pada musim kemarau
bahkan pada musim hujan tanah jenuh akan air. Perubahan iklim tersebut akan menyebabkan
kadar air tanah berfluktuasi sehingga menyebabkan bervariasinya kekuatan tanah dasar
khususnya tanah dasar dibawah struktur perkerasan jalan.

3.7 Faktor Aktivitas Manusia

Tanah lempung memiliki sifat mekanika nya sendiri, apabila daerah tanah lempung
diganggu dengan aktivitas manusia maka hal ini akan menyebabkan perubahan atau bahkan
kerusakan pada tanah tersebut. Beberapa adalah aktivitas manusia yang dapat mengganggu
sifat mekanika tanah lempung. Penggalian tanah lempung untuk pembangunan, konstruksi
pondasi, atau pengembangan lahan dapat merusak integritas tanah lempung. Ketika tanah
lempung digali atau diubah secara ekstensif, itu bisa mengubah perubahan volume tanah, yang
dapat mengakibatkan penurunan, penyusutan, atau keretakan. Ini bisa merusak struktur yang
ada di atasnya atau mempengaruhi stabilitas tanah. Penarikan air tanah dalam jumlah besar
untuk konsumsi manusia, industri, atau irigasi dapat menyebabkan penurunan tingkat air tanah.
Penurunan tingkat air tanah dapat mengakibatkan kompresi tanah lempung, yang sering disebut
sebagai "subsiden". Subsiden dapat merusak infrastruktur di atasnya dan mengubah
karakteristik tanah lempung. Penambangan material dari tanah lempung dapat mengganggu
integritas lapisan tanah tersebut. Ketika lapisan tanah lempung yang penting digali, itu dapat
mengubah aliran air tanah dan mengurangi daya dukung tanah, yang pada gilirannya dapat
berdampak negatif pada proyek konstruksi di dekatnya. Aktivitas manusia, terutama industri,
dapat mencemari tanah lempung dengan bahan kimia berbahaya. Pencemaran ini dapat
mengubah sifat kimia tanah lempung, yang pada gilirannya dapat memengaruhi sifat mekanika
tanah dan kualitas lingkungan. Pencemaran juga dapat mengurangi daya dukung tanah dan
menyebabkan penurunan struktur. Konstruksi bangunan dan infrastruktur di atas tanah
lempung harus mempertimbangkan sifat mekanika tanah ini. Pilihan desain, metode konstruksi,
dan pemantauan perubahan tanah selama dan setelah konstruksi penting untuk menghindari
kerusakan atau kegagalan struktur.

Lempung dengan plastisitas tinggi atau sangat tinggi, sangat sensitif terhadap perubahan kadar
air. Lempung jenis ini mempunyai kemampuan menyerap air bebas yang sangat
besar,mengakibatkan tanah mengembang dengan besar.Sebaliknya, disaat kering, tanah akan
menyusut menjadi keras atau sangat keras. Kembang-susut ini sering menimbulkan retak di
permukaan sampai kedalaman tertentu. Kerusakan bangunan akibat lempung plastisitas tinggi
atau ekspasif, sering diakibatkan oleh pengembangan volume dan tekanan pengembangan.
Selain itu, kenaikan kadar air akan mengakibatkan ikatan antar butiran tanah berkurang,
mengakibatkan kekuatan tanah berkurang. Berkurangnya kekuatan tanah akibat perubahan
kadar air perlu diteliti dan dibuat korelasi yang diharapkan secara garis besarnya dapat
diketahui pola perubahannya, dan kemungkinan kerusakan yang diakibatkan penurunan
kakuatan tanah dapat diatasi. Perubahan kadar air tanah terhadap densitas menunjukkan pola
yang mirip, baik dilihat dari besarannya maupun pola perubahan densitasnya. Perubahan
densitas ditinjau terhadap indeks kecairan , lempung coklat yang mempunyai batas plastis lebih
rendah dan kepadatan maksimum lebih besar, densitas tanah akan cepat turun. Sebaliknya,
lempung hitam mempunyai batas plastis yang lebih tinggi dengan kepadatan maksimum yang
lebih rendah, maka perubahan densitas terhadap kenaikan indeks kecairan tanah akan menjadi
lambat yang ditunjukkan dengan grafik hubungan perubahan densitas terhadap indeks kecairan,
lebih landai. Pengaruh perubahan kadar air tanah terhadap perubahan volume tanah .Perubahan
volume spesifik kedua tanah yang diuji terhadap perubahan kadar air tanah hampir sama,
karena kondisinya jenuh. Korelasi volume spesifik terhadap indeks kecairan sebagaimana
ditunjukkan, tanah yang mempunyai indeks plastis besar akan menunjukkan kemiringan
perubahan volume spesifik yang lebih tegak, dan sebaliknya, jika indeks plastis tanah kecil,
grafik hubungan volume spesifik terhadak indeks kecairan akan menjadi lebih landai. Kenaikan
densitas memberikan pengaruh yang besar pada kenaikan kuat tekan bebas sampel tanah.
Kedua lempung mempunyai kecenderungan peningkatan kekuatan yang hamper sama,
walaupun kekuatan lempung coklat berada sedikit di bawah lempung hitam. Pola peningkatan
kekuatan yang sama terjadi pada kepadatan sampai sekitar 1.50 g/cm3 dan selanjutnya lempung
hitam cenderung mempunyai peningkatan kekuatan yang lebih besar. Hal ini diperkirakan
karena lempung hitam mempunyai kepadatan maksimum yang lebih rendah sehingga tingkat
kepadatannya lebih tinggi. Nilai modulus elastis pada tegangan 0.5 qu memberikan hasil yang
lebih besar dibandingkan modulus elatis pada tegangan maksimum (qu) dengan kisaran antara
kelipatan 2 sampai 4 untuk lempung coklat dan antara kelipatan 2 sampai 8 untuk lempung
hitam. Pada penelitian ini, nilai modulus elastis pada tegangan 0.5 qu masih berada di bawah
nilai modulus elastis yang disarankan. Kemungkinan, nilai yang disarankan tersebut adalah
modulus tangent yang merupakan garis singggung dari grafik yang terbesar sehingga
didapatkan nilai modulus elastis yang maksimum.

3.8 Evaluasi dan Analisis Data


Evaluasi dan analisis data mengenai sifat mekanika tanah lempung adalah langkah
penting dalam memahami perilaku dan karakteristik tanah ini. Proses ini melibatkan
pengolahan data hasil pengujian laboratorium dan pengukuran di lapangan untuk mendapatkan
wawasan yang berguna untuk perencanaan konstruksi, pemadatan tanah, dan pemahaman
kondisi tanah lempung. Berikut adalah tahapan umum dalam evaluasi dan analisis data sifat
mekanika tanah lempung:

Koleksi Data: Pertama-tama, Anda harus mengumpulkan semua data hasil pengujian
laboratorium dan pengukuran di lapangan yang relevan. Ini termasuk data kadar air, kekuatan
geser, indeks plastisitas, kohesi, permeabilitas, dan parameter mekanika lainnya.

Klasifikasi Tanah: Analisis dimulai dengan mengklasifikasikan tanah lempung sesuai


dengan sistem klasifikasi tanah yang berlaku, seperti AASHTO atau USCS. Klasifikasi ini
memberikan gambaran awal tentang jenis tanah yang Anda hadapi.

Interpretasi Hasil: Setelah mengumpulkan dan menganalisis data, interpretasikan


hasilnya. Pertimbangkan bagaimana sifat mekanika tanah lempung ini akan memengaruhi
proyek konstruksi yang direncanakan, termasuk kemungkinan risiko dan masalah yang
mungkin timbul.

Rekomendasi dan Perencanaan: Berdasarkan analisis data, buat rekomendasi dan


perencanaan yang sesuai. Ini mungkin termasuk pemilihan jenis fondasi, teknik pemadatan,
pemantauan, dan tindakan pencegahan lainnya yang diperlukan untuk mengelola tanah
lempung dengan efektif.

Pemantauan dan Pengujian Lanjutan: Setelah proyek dimulai, pemantauan dan


pengujian lanjutan mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa perilaku tanah lempung
sesuai dengan prediksi dan perencanaan yang telah dibuat.

3.9 Interpretasi Hasil Pengujian Laboratorium

Analisis hasil pengujian laboratorium terhadap tanah lempung adalah langkah penting dalam
menentukan sifat mekanika, komposisi, dan karakteristik tanah tersebut. Hasil pengujian ini
memberikan informasi dasar yang diperlukan untuk perencanaan konstruksi, perbaikan tanah,
atau pemahaman kondisi tanah sebelum memulai proyek. Berikut adalah beberapa parameter
yang biasanya dianalisis dalam hasil pengujian laboratorium terhadap tanah lempung:
1. Kadar Air Optimum (Optimum Moisture Content): Kadar air optimum adalah kadar air
di mana tanah lempung mencapai kepadatan tertinggi dan kekuatan geser maksimum.
Ini adalah parameter penting untuk perencanaan konstruksi dan pemadatan tanah.
2. Indeks Plastisitas (Plasticity Index, PI): Indeks plastisitas mengukur kisaran kadar air
di mana tanah lempung bisa menjadi plastis (lunak) atau semisolid. Nilai PI
memberikan petunjuk tentang kecenderungan tanah lempung untuk mengalami
perubahan volume yang signifikan.
3. Kohesi (Cohesion): Kohesi adalah kekuatan internal tanah lempung, yang berkaitan
dengan daya tarik antara partikel-partikel tanah. Ini adalah parameter penting dalam
perencanaan pondasi dan konstruksi terutama ketika tanah lempung terjadi dalam
lapisan tebal.
4. Kekuatan Geser (Shear Strength): Kekuatan geser mengukur kemampuan tanah
lempung untuk mengatasi beban geser. Parameter kekuatan geser melibatkan sudut
geser dalam keadaan kering dan basah serta kuat geser tanah lempung dalam kondisi
tertentu.
5. Permeabilitas (Permeability): Permeabilitas adalah kemampuan tanah lempung untuk
membiarkan air melewati. Ini penting untuk memahami kemungkinan retensi air dalam
tanah atau pergerakan air dalam tanah lempung.
6. Penurunan (Settlement): Pengujian laboratorium dapat mengungkapkan sejauh mana
tanah lempung akan mengalami penurunan saat diberi beban. Ini adalah parameter
kunci dalam perencanaan struktur untuk menghindari penurunan yang merugikan.
7. Klasifikasi Tanah (Soil Classification): Hasil pengujian juga digunakan untuk
mengklasifikasikan tanah lempung sesuai dengan sistem klasifikasi tanah tertentu,
seperti sistem klasifikasi AASHTO atau sistem klasifikasi Unified Soil Classification
System (USCS).
8. Pemantauan Perubahan Volume: Selama pengujian laboratorium, tanah lempung sering
dipantau untuk perubahan volume yang terjadi ketika kadar air berubah. Informasi ini
penting untuk perencanaan jangka panjang dan pemahaman karakteristik tanah
lempung.

3.10 Metode Statistik dalam Analisis Data

Dalam analisis data sifat mekanika tanah lempung, metode statistik dapat digunakan
untuk mengolah data hasil pengujian laboratorium dan lapangan, mengidentifikasi tren, dan
membuat estimasi yang relevan. Beberapa metode statistik yang sering digunakan dalam
analisis data sifat mekanika tanah lempung adalah sebagai berikut:

Statistik Deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan


penyajian data sehingga memberikan informasi yang berguna. Metode ini bertujuan untuk
menguraikan tentang sifat-sifat atau karakteristik dari suatu bahan dan membuat deskripsi atau
gambaran yang sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari fenomena yang
diselidiki. Contoh dari penyajian data dalam statistik deskriptif adalah tabel, diagram, dan
grafik (Walpole, 1995).

Analisis regresi adalah salah satu metode statistika yang berguna untuk memodelkan
fungsi hubungan antara variabel respon dengan variabel predictor. Persamaan matematik yang
memungkinkan untuk meramalkan nilai-nilai suatu variabel respon dari nilai-nilai satu atau
lebih variabel predictor disebut persamaan regresi (Walpole, 1995).

Uji Anova Analisis varians (analysis of variance, ANOVA) adalah suatu metode
analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang statistika inferensi. Dalam literatur Indonesia
metode ini dikenal dengan berbagai nama lain, seperti analisis ragam, sidik ragam, dan analisis
variansi. Ia merupakan pengembangan dari masalah Behrens-Fisher, sehingga uji-F juga
dipakai dalam pengambilan keputusan. Analisis varians pertama kali diperkenalkan oleh Sir
Ronald Fisher, bapak statistika modern. Dalam praktik, analisis varians dapat merupakan uji
hipotesis (lebih sering dipakai) maupun pendugaan (estimation, khususnya di bidang genetika
terapan). Analisis of variance atau ANOVA merupakan salah satu teknik analisis multivariate
yang berfungsi untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok data dengan cara
membandingkan variansinya. Analisis varian termasuk dalam kategori statistik parametrik.
Sebagai alat statistika parametrik, maka untuk dapat menggunakan rumus ANOVA harus
terlebih dahulu perlu dilakukan uji asumsi meliputi normalitas, heteroskedastisitas dan random
sampling (Ghozali, 2009). Analisis varian dapat dilakukan untuk menganalisis data yang
berasal dari berbagai macam jenis dan desain penelitian. Analisis varian banyak dipergunakan
pada penelitian-penelitian yang banyak melibatkan pengujian komparatif yaitu menguji
variabel terikat dengan cara membandingkannya pada kelompok- 12 12 kelompok sampel
independen yang diamati. Analisis varian saat ini banyak digunakan dalam penelitian survey
dan penelitian eksperimen. Secara umum, analisis varians menguji dua varians (atau ragam)
berdasarkan hipotesis nol bahwa kedua varians itu sama. Varians pertama adalah varians antar
contoh (among samples) dan varians kedua adalah varians di dalam masing-masing contoh
(within samples). Dengan ide semacam ini, analisis varians dengan dua contoh akan
memberikan hasil yang sama dengan uji-t untuk dua rerata (mean). Supaya sahih (valid) dalam
menafsirkan hasilnya, analisis varians menggantungkan diri pada asumsi yang harus dipenuhi
dalam perancangan percobaan. Asumsi analisis varian yang harus dipenuhi adalah :

1. Homogeneity of variance : variabel dependen harus memiliki varian yang sama


dalam setiap kategori variabel independen. Jika terdapat lebih dari satu variabel independen,
maka harus ada homogeneity of variance di dalam cell yang dibentuk oleh variabel independen
kategorikal.

2. Random sampling : untuk tujuan uji signifikansi, maka subjek di dalam setiap grup
harus diambil secara acak

3. Multivariate normality : untuk tujuan uji signifikansi, maka variabel harus mengikuti
distribusi normal multivariate. Variabel dependen terdistribusi normal dalam setiap kategori
variabel independen. ANOVA masih tetap robust walaupun terdapat penyimpangan asumsi
multivariate normality. (Ghozali, 2009)

Uji hipotesis digunakan untuk menguji pernyataan atau asumsi tertentu tentang data
tanah lempung. Misalnya, uji hipotesis dapat digunakan untuk menentukan apakah perbedaan
dalam kekuatan geser antara dua sampel adalah signifikan atau hanya hasil kebetulan.

Regresi Non-linear Analisis regresi merupakan metode dalam statistika yang digunakan
untuk mengetahui pola hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat (Hosmer and
Lemeshow, 2000). Berdasarkan pola hubungannya, analisis regresi terbagi atas analisis regresi
linear dan analisis regresi non-linear. Menurut (Hasan, 1999) suatu model disebut model
regresi non linear apabila variabel-variabelnya ada yang berpangkat. Contoh model regresi non
linear dalam antara lain model parabola, kuadratik, hiperbola, dan lain-lain. Menurut
Montgomery dan Peck (1992) model regresi non linear dalam parameter adalah suatu model
apabila dideferensialkan hasilnya masih merupakan fungsi dalam parameter tersebut. Contoh
model regresi non linear dalam parameter adalah model regresi logistik. Model regresi non
linear dalam parameter menurut (Montgomery dan Peck, 1992) dapat dituliskan sebagai:

𝑦𝑖 = 𝑓(𝑥𝑖 , 𝜃) + 𝜀𝑖 , i = 1, 2, ..., n.

dengan,
𝑦𝑖 = variabel terikat ke-i

𝑥𝑖 = variabel bebas ke-i

𝜃 = parameter yang tidak diketahui

𝜀𝑖 = error, dimana 𝜀~𝑁(0, 𝜎2 )

Di bawah ini adalah contoh model regresi nonlinear dalam parameter:

𝑦𝑖 = 𝑒 −𝜃𝑥𝑖 + 𝜀𝑖 . Karena 𝑑𝑓 𝑑𝜃 = −𝑥𝑖𝑒 −𝜃𝑥𝑖 merupakan fungsi dalam 𝜃 maka model di atas
adalah model nonlinear dalam parameter.

3.11 Principal Component Analysis (PCA)

Metode PCA bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara
mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara
variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi
sama sekali. Setelah beberapa komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas diperoleh,
maka komponen-komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau
dianalisis pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan analisis regresi.
Keunggulan metode PCA diantaranya adalah dapat menghilangkan korelasi secara bersih tanpa
harus mengurahi jumlah variabel asal. Langkah-langkah penggunaan PCA adalah sebagai
berikut:

1. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dan Barlett Test Mengenai layak atau tidaknya analisis
faktor, maka perlu dilakukan uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dan Barlett Test. Apabila
nilai KMO berkisar antara 0,5 sampai dengan 1 maka analisis faktor layak digunakan.
Namun, jika nilai KMO kurang dari 0,5 maka analisis faktor tidak layak dilakukan.
Sedangkan Barlett Test digunakan untuk menguji apakah benar variabel-variabel yang
dilibatkan berkorelasi.

Hipotesis:

H0: tidak ada korelasi antar variabel bebas

H1: ada korelasi antar variabel bebas


Kriteria uji dengan melihat p-value (signifikan): terima H0 jika sig. > 0,05 atau tolak
H0 jika sig.< 0,05.

2. Anti Image Matriks Bagian Anti Image Correlation, khususnya pada angka korelasi
yang bertanda a (arah diagonal dari kiri atas ke kanan bawah). Angka MSA (Measure
of Sampling Adequacy) berkisar dari 0 sampai 1, dengan kriteria sebagai berikut:

MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain.

MSA > 0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.

MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut, atau
dikeluarkan dari variabel lainnya.

3. Communalities

Communalities menunjukkan berapa varians yang dapat dijelaskan oleh faktor yang
terbentuk.

4. Total Variance Explained

Dalam analisis faktor terdapat beberapa komponen yang merupakan variabel. Setiap
faktor mewakili variabel yang dianalisis. Kemampuan setiap faktor mewakili variabel
yang dianalisis ditunjukkan oleh besarnya varians yang dijelaskan, yang disebut dengan
eigenvalue. Eigenvalue menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam
menghitung varians ketiga variabel yang dianalisis. Susunan eigenvalue selalu
diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil, dengan kriteria bahwa angka
eigenvalue di bawah 1 tidak digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang
terbentuk.

5. Component Matriks

Komponen Matriks merupakan tabel yang berisikan factor loading (nilai korelasi)
antara variabel-variabel analisis dengan faktor yang terbentuk.

6. Component Score Coefficient Matriks

Setelah didapatkan faktor yang terbentuk melalui proses reduksi, maka perlu dicari
persamaan sehingga dapat dihitung skor setiap faktor secara manual. Persamaan yang
dibuat mirip dengan regresi linear berganda, hanya dalam persamaan faktornya tidak
25 terdapat konstanta. Setelah komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas
diperoleh maka komponen-komponen tersebut diregresikan atau dianalisa pengaruhnya
terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan analisis regresi linear.

7. Regresi Logistik

Regresi logistik merupakan metode yang berfungsi untuk mencari hubungan variabel
respon dengan variabel prediktor, dimana pada variabel respon bersifat kategorik dan
memiliki skala nominal dua kategori disebut dengan dichotomus, atau memiliki skala
nominal lebih dari dua kategori disebut dengan polychotomous (Agresti, 2002). Model
regresi logistik yang variabel responnya bersaka kategori biner atau memiliki dua
kategori bernilai 0 dan disebut dengan regresi logistik biner (Agresti, 2013). Karena
hasil observasi variabel respon memiliki dua kategori, maka mengikuti distribusi
Bernoulli dengan fungsi kepadatan peluang sebagai berikut (Hosmer dan Lemeshow,
1989):

P(Y=y) = πy (1-π)1-y dimana y=-0,1

Jika y = 0, maka P(Y=0) = 1-π (1)

Jika y = 1, maka P(Y=1) = π dan E(Y) = π, var (Y) = π (1-π)

Rata-rata bersyarat dari y, apabila nilai x adalah 𝜋(𝑥) = 𝐸(𝑦|𝑥). Model regresi logistik
berganda berfungsi jika jumlah variabel prediktor yang digunakan pada regresi logistik
lebih dari satu. Maka model regresi logistik dengan k variabel yaitu :

𝜋(𝑥) =

Maka transformasi logit pada π(x) menjadi:

𝑔(𝑥) = 𝛽0 + 𝛽1𝑥1 + ⋯ + 𝛽𝑥𝑘𝑥

𝑔(𝑥) = ∑ 𝛽𝑗𝑥𝑗 𝑘 𝑗=0 , 𝑥0 = 1

Transformasi logit digunakan untuk mempermudah dalam


pendugaan parameter regresi. Bentuk logit g(x) adalh model
logit, parameterparameter yang mengandung fungsi linear, dan
ada di jarak antara -∞ sampai +∞ dimana bergantung dari
variabel prediktornya.

8. Analisis Cluster

Analisis cluster adalah salah satu dari metode dalam analisis multivariat yang memiliki
tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang
dimilikinya. Analisis cluster mengelompokkan individu atau objek penelitian, sehingga
setiap objek yang paling dekat kesamaannya dengan objek lain berada dalam cluster
yang sama. Cluster-cluster yang terbentuk dalam satu cluster mempunyai ciri yang
relatif sama (homogen), sedangkan antar cluster mempunyai ciri yang berbeda
(heterogen). Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan variabel-variabel yang diamati
(Usman dan Sobari, 2013).

Untuk mendapatkan kelompok yang sehomogen mungkin, maka yang digunakan dasar
untuk mengelompokan adalah kesamaan skor nilai yang dianalisis. Semakin kecil
besaran jarak suatu individu terhadap individu lain, maka semakin besar kemiripan
individu tersebut. Data mengenai ukuran kesamaan tersebut kemudian dilakukan
pengelompokan sehingga dapat ditentukan individu mana yang masuk kelompok mana
(Gudono, 2014). Ciri-ciri cluster yang baik yaitu mempunyai:

1. Homogenitas (within-cluster), yaitu kesamaan yang tinggi antar anggota dalam satu
cluster.
2. Heterogenitas (between-cluster), yaitu perbedaan tinggi antar klaster yang satu dengan
cluster yang lain.

3.12 Korelasi antara Sifat Mekanika dan Kondisi Lapangan

Korelasi antara sifat mekanika tanah lempung dan kondisi lapangan adalah hubungan antara
karakteristik fisik, kimia, dan mekanika tanah lempung di laboratorium dengan perilaku tanah
lempung di lapangan atau di situs nyata. Memahami korelasi ini penting dalam perencanaan
dan desain konstruksi, serta dalam pemahaman risiko geoteknik yang mungkin muncul di
lapangan. Berikut beberapa aspek yang dapat mempengaruhi korelasi antara sifat mekanika
tanah lempung dan kondisi lapangan:
1. Kadar Air dan Kepadatan: Kadar air tanah lempung di lapangan akan bervariasi seiring
dengan faktor iklim, curah hujan, dan drainase alami. Tingkat pemadatan juga
dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan perubahan lingkungan. Oleh karena itu, korelasi
antara kadar air dan kepadatan di laboratorium dengan kondisi lapangan dapat
membantu memprediksi perilaku perubahan volume dan penurunan tanah.
2. Perubahan Kekuatan Geser: Kekuatan geser tanah lempung di laboratorium bisa
berbeda dengan yang di lapangan karena perubahan tekanan air pori, pengaruh beban
struktur, dan faktor lainnya. Mengukur dan memahami bagaimana perubahan ini terjadi
di lapangan dapat membantu dalam perencanaan stabilitas konstruksi.
3. Indeks Plastisitas dan Kohesi: Indeks plastisitas (PI) dan kohesi tanah lempung bisa
dipengaruhi oleh kondisi lapangan, seperti pemadatan alami, perubahan kadar air, dan
aktivitas manusia. Analisis data dari lapangan dapat membantu dalam menentukan
sejauh mana tanah lempung akan mengalami deformasi.
4. Permeabilitas dan Drainase: Permeabilitas tanah lempung di lapangan dapat berbeda
dari hasil pengujian laboratorium karena faktor-faktor seperti ketebalan lapisan tanah
dan properti material di sekitar. Memahami korelasi ini adalah penting dalam
manajemen air tanah dan perencanaan drainase yang efektif.
5. Penurunan dan Perubahan Volume: Perubahan volume dan penurunan tanah lempung
di lapangan sangat dipengaruhi oleh tekanan beban struktural dan faktor-faktor
lingkungan. Mengukur penurunan dan perubahan volume aktual di lapangan adalah
penting dalam perencanaan konstruksi yang mempertimbangkan risiko penurunan yang
mungkin terjadi.
6. Pemantauan Lapangan: Pemantauan terus-menerus di lapangan, seperti pemantauan
deformasi, tekanan air pori, dan perubahan tingkat air tanah, membantu dalam
memahami perubahan perilaku tanah lempung di lapangan seiring waktu. Ini
memungkinkan penyesuaian perencanaan dan tindakan pencegahan jika diperlukan.

3.13 Aplikasi dalam Rekayasa Sipil

Sifat mekanika tanah lempung memiliki banyak aplikasi dalam rekayasa sipil. Ini penting
karena sebagian besar tanah di seluruh dunia adalah tanah lempung, dan pemahaman
yang baik tentang sifat-sifat ini diperlukan untuk merencanakan dan melaksanakan
berbagai jenis proyek konstruksi. Beberapa aplikasi utama sifat mekanika tanah lempung
dalam rekayasa sipil adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan Pondasi: Kekuatan dan kompresibilitas tanah lempung adalah faktor kunci
dalam perencanaan pondasi bangunan dan infrastruktur. Data sifat mekanika tanah
lempung membantu insinyur dalam memilih jenis pondasi yang tepat, seperti pondasi
dangkal atau dalam, atau pondasi tiang pancang, dan dalam menghitung berapa berat
konstruksi yang dapat ditopang oleh tanah lempung.
2. Perencanaan Drainase: Tanah lempung cenderung memiliki permeabilitas yang rendah,
sehingga dapat menyebabkan masalah drainase. Data permeabilitas dan sifat mekanika
lainnya digunakan dalam perencanaan sistem drainase yang efektif untuk menghindari
retakan, perubahan volume, dan penurunan tanah.
3. Pemadatan: Untuk memastikan bahwa tanah lempung memiliki kepadatan yang sesuai
untuk mendukung beban struktural, pemadatan mungkin diperlukan. Data sifat
mekanika digunakan untuk menghitung kepadatan target dan metode pemadatan yang
optimal.
4. Analisis Stabilitas Lereng: Tanah lempung yang tidak stabil dapat mengancam
stabilitas lereng dan menyebabkan longsor tanah. Data kekuatan geser dan indeks
plastisitas tanah lempung digunakan dalam analisis stabilitas lereng untuk
mengevaluasi risiko potensial dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.
5. Perencanaan Retaining Wall: Dalam perencanaan dinding penahan (retaining wall),
sifat mekanika tanah lempung digunakan untuk menghitung desain dinding dan
mengantisipasi tekanan lateral tanah pada dinding.
6. Perencanaan Drainase Lingkungan: Sifat mekanika tanah lempung juga diterapkan
dalam perencanaan drainase lingkungan untuk melindungi struktur dan lingkungan dari
dampak air tanah dan air hujan yang berlebihan.
7. Pembangunan Saluran Air dan Bendungan: Data sifat mekanika tanah lempung
digunakan dalam perencanaan dan konstruksi saluran air dan bendungan untuk
memastikan struktur tersebut mampu menahan beban air dan mempertimbangkan
dampak pemadatan dan perubahan volume tanah.
8. Analisis Pembebanan Struktur: Sifat mekanika tanah lempung memengaruhi distribusi
beban dan penyebaran tekanan di bawah struktur. Data ini diterapkan dalam analisis
pembebanan struktur untuk memastikan bahwa tanah dapat mendukung konstruksi
dengan aman.
9. Perencanaan Jalan dan Jalur Kereta Api: Data sifat mekanika tanah lempung digunakan
dalam perencanaan dasar jalan dan jalur kereta api untuk menghindari kerusakan akibat
perubahan volume dan perbaikan tanah yang mungkin terjadi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan adalah :
4.1.1 Kandungan Air Optimal: Evaluasi sifat mekanika tanah pada tanah
lempung membantu menentukan kandungan air optimal yang diperlukan untuk
mencapai kekuatan tanah yang maksimum. Ini adalah langkah penting dalam
perencanaan konstruksi, terutama untuk konstruksi fondasi dan jalan.

4.1.2. Kekuatan Tanah: Evaluasi sifat mekanika tanah akan mengungkapkan


tingkat kekuatan tanah lempung. Ini mencakup nilai-nilai seperti kuat tekan, kuat geser,
dan modulus geser. Informasi ini penting untuk menentukan apakah tanah lempung
tersebut sesuai untuk konstruksi tertentu atau apakah perlu penguatan tambahan.

4.1.3. Karakteristik Pemadatan: Evaluasi sifat mekanika tanah juga


memberikan wawasan tentang karakteristik pemadatan tanah lempung. Ini penting
untuk menghindari masalah seperti penurunan permukaan tanah atau pergeseran
struktur di atasnya.

4.1.5. Drainase: Sifat mekanika tanah tanah lempung juga berhubungan


dengan kemampuan drainase. Penilaian ini penting untuk memastikan bahwa tanah
lempung tidak mengalami masalah drainase yang dapat menyebabkan permasalahan
seperti erosi atau keruntuhan.

4.2 SARAN

Dalam pengerjaan laporan ini kami memiliki banyak kendala baik segi
pembuatan data tabel, gambar maupun skema. Dikarenakan sumber-sumber yang
kurang memadai baik dari materi maupun eksperimen secara langsung. Demi
kelancaran pengerjaan laporan yang lebih baik untuk selanjutnya kami berharap ada
literatur-literatur yang dapat kami jadikan acuan, sehingga tidak akan terjadi hal seperti
ini.. Kami juga sangat mengharapkan para dosen pengajar memberikan ilustrasi yang
jelas untuk laporan agar kami lebih mudah mencerna dan memahami.
DAFTAR PUSTAKA

Adib Syarifudin, Noegroho Djarwanti, Niken Silmi Surjandari. (2013).


PERUBAHAN PARAMETER KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG
TANON YANG DICAMPUR ABU AMPAS TEBU

Amran, Y., & Surandono, A. (2017). Analisis Daya Dukung Tanah (DDT) pada Sub
Grade/Tanah Dasar (Studi Kasus Ruas Jalan Ki Hajar Dewantara, 38B Banjar
Rejo Lampung Timur-Batas Kota Metro). Jurnal TAPAK, 7(1), 1-6.

Budi Santtoso. (1998). Mekanika Tanah Lanjutan. Gunadarma Jakarta.

Bowless, J. E. (1988). Analisis dan Desain Fondasi (Jilid 2, Edisi ke-4). Jakarta:
Erlangga.

Das, B. M. (1995). Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I. PT.


Erlangga, Jakarta.

Fatthurahmi. (2013). Identification of Natural Clay’s Type Using X-Ray Diffraction.


Jurnal Natural, Vol Xxi No XXI, 49–53.

Ghazali, Fachri. (2010). Pengaruh Penambahan Kapur Ca(OH)2 Pada Tanah


Lempung (Clay) Terhadap Plastisitas dan Nilai CBR Tanah Dasar (Subgrade)
Perkerasan Jalan. Universitas Sumatera Utara.

Hakam, A. (2010). Studi Pengaruh Penambahan Tanah Lempung pada Tanah Pasir
Pantai terhadap Kekuatan Geser Tanah. Universitas Andalas, Sumatra Barat.

Hardiyatmo, Christady H. (1995). Mekanika Tanah II. Erlangga, Jakarta.

Hardiyatmo, Hary C. (1994). Mekanika Tanah 2. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


Utama.

Husain, Ratna. (2015). Geokimia Mineral Lempung dan Implikasinya Terhadap


Gerakan Tanah. Disertasi. Universitas Hassanudin.

Ir. Sunggono K.H. Mekanika Tanah. Penerbit Nova Bandung.

I G N Wardana, Suryanegara Dwipa RS. (2013). ANALISIS PENYEBAB


KERUSAKAN RUMAH SEDERHANA YANG DIDIRIKAN DI ATAS
TANAH LEMPUNG DI DAERAH KEROBOKAN.
Kuswanda, Wahyu P. (2008). Penerapan Sistem Kontrak Berbasis Kinerja pada
Pekerjaan Perbaikan Tanah Lunak. Proceedings Konferensi Regional Teknik
Jalan Ke-10 (KRTJ-10), HPJI, Surabaya.

M. J. Smith, Ir. Elly Madyanti. (1992). Mekanika Tanah. Erlangga, Jakarta.

M.Das, Braja, Endah Noor, dkk. (1998). Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa
Geoteknis). Surabaya.

Suci Ramadani. (2020). ANALISA KOHESI DAN SUDUT GESER TANAH


LEMPUNG DENGAN CAMPURAN ZEOLIT.

Suhartini, S., Rohma, N. A., Mardawati, E., Hidayat, N., & Melville, L. (2022).
Biorefining of oil palm empty fruit bunches for bioethanol and xylitol
production in Indonesia: A review. Renewable and Sustainable Energy
Reviews, 154.

Wahyuno, D., & Sukamto. (2010). Ketahanan Pogostemon cablin dan Pogostemon
heyneanus terhadap Synchytrium pogostemonis. Balai Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan.

Yrene May Azmy, Bambang Surendro, Muhammad Amin. (2019). STUDI


KEPADATAN TANAH UNTUK TANAH LEMPUNG BERPASIR.

Yusuf Amran. (2015). ANALISA PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG


MENGGUNAKAN BAHAN CAMPURAN ABU SEKAM PADI.

Anda mungkin juga menyukai