Anda di halaman 1dari 16

TUGAS AKHIR SEMESTER I

“ CACAR MONYET ”

OLEH :
Nama : M. Habiburahman
Kelas : XE.3

Guru Pembimbing : Lenny Ningsih, S.Pd, M.Si

SMA NEGERI 18 PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karuma-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah dengan
judul " CACAR MONYET " Makalah ini saya susun untuk memenuhi salah
satu tugas akhir semester ganjil saya, untuk itu saya mengucapkan terima
kasih kepada ibu Lenny Ningsih, S.Pd., M.Si karena telah memberikan tugas
ini kepada saya.

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan


masyarakat pada umumnya. Di samping itu, makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan pembaca mengenai cacar monyet.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih ada kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan yang
saya miliki. Oleh kerena itu, saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Palembang, 4 November 2023

Penulis

DAFTAR ISI

ii
SAMPUL……………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR………………………………………………………... ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang……..……………………………………………….... 1
B. Rumusan masalah……………………………………………………. 3
C. Tujuan…………………………………………………………………. 3
D. Manfaat……………………………………………………………...… 3

BAB II ISI

A. Pengertian cacar monyet……………………………………………. 4


B. Penyebab cacar monyet………………………………………….….. 4
C. Gejala cacar monyet……………….………………………………... 4
D. Diagnosis cacar monyet……………………………………………… 5
E. Faktor resiko cacar monyet…………………………………………. 5
F. Cara mengobati cacar monyet………………………………………. 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………. 7
B. Saran…………………………………………………………………... 7

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...... 8

LAMPIRAN……………………………………………………………………. 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cacar monyet
(monkeypox) adalah
penyakit menular
zoonosis yang muncul
kembali
dan semakin mengakar
serta tersebar luas di
daerah-daerah yang
belum terdeteksi selama
beberapa dekade. Virus
ini pertama kali
diidentifikasi sebagai
agen penyakit manusia
yang
terjadi secara alami pada
tahun 1970 di Republik
Demokratik Kongo
(DRC, sebelumnya
Zaire), dan kemudian
tercatat di negara-negara
lain di Afrika Barat dan
Afrika Tengah
BAB I
PENDAHULUAN BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasca wabah covid19, muncul lagi ancaman penyakit menular, yakni cacar
monyet dengan nama lain monkeypox virus. Cacar monyet adalah penyakit yang
ditularkan melalui virus hewan (herpes zoster) dan tergolong ke dalam genus
orthopoxvirus. Namun, monkeypox umumnya menyebar di belahan Afrika
Tengah & Afrika Barat. Penyakit ini bergejala ringan yang berlangsung selama 2-
4 minggu, namun dapat menjadi parah bahkan memiliki angka kematian hingga 3
- 6% (Rondonuwu, 2022).

Virus monkeypox memiliki gejala yang serupa dengan cacar (smallpox) dan
cacar air (chickenpox). Cacar (smallpox) dan Cacar air (chickenpox) menular dari
orang ke orang hanya dengan gejala yang terlihat seperti gatal, kemerahan, dan
melepuh pada kulit. Sedangkan penularan cacar monyet (monkeypox) melalui
hewan ke manusia kemudian manusia ke manusia, sehingga menyebabkan
pembengkakan parah di kelenjar getah bening, terutama di leher, ketiak, dan
selangkangan. Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan untuk mendiagnosis orang
yang diduga terjangkit virus cacar monyet (Rondonuwu, 2022).

Salah satu cara mendiagnosis cacar monyet adalah dengan menganalisis gambar
lesi kulit untuk menentukan apakah pasien benar-benar menderita cacar monyet
atau bukan. Namun, menganalisis gambar lesi kulit dengan cara klasifikasi citra
membutuhkan proses yang panjang. Oleh karena itu, diperlukan teknik deep
learning dan klasifikasi citra digital untuk dapat mendiagnosis monkeypox secara
cepat dan akurat berdasarkan citra lesi kulit (Ahsan et al.,2022).

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, klasifikasi citra digital diperlukan


dalam berbagai bidang seperti: ilmu komputer, kesehatan, kelautan, pertanian dan
ekonomi (Nurhikmat, 2018). Adapun beberapa riset yang telah dilakukan
misalnya klasifikasi penyakit mata (Cahya et al., 2021) dan klasifikasi
covid-19 pada citra CT scans paru-paru (Riti dan Tandjung 2022).

Tujuan klasifikasi citra digital yakni untuk mereplikasi kemampuan manusia


untuk memahami informasi dari citra digital sehingga komputer dapat
mempersepsikan objek dalam bentuk citra dengan cara yang sama seperti
manusia. Persoalan dalam klasifikasi citra yakni proses rekayasa fitur (feature
engineering) (Agung, 2010).

Proses rekayasa fitur yang umum digunakan sangat terbatas, hanya berlaku untuk
kumpulan data tertentu, dan tidak dapat digeneralisasi ke semua jenis gambar. Hal
ini disebabkan karena sebuah citra memiliki berbagai perbedaan diantaranya,
skala yang berbeda, kondisi pencahayaan yang berbeda, distorsi objek, dan lain
sebagainya (Nurhikmat, 2018).
Pembelajaran mendalam (deep learning) merupakan bagian dari pembelajaran
mesin yang dapat memodelkan data kompleks seperti gambar maupun suara
(Ilahiyah & Nilogiri, 2018). Teknik deep learning yang memberikan hasil terbaik
dalam pengenalan citra yakni metode CNN (Convolutional Neural Network). Hal
ini agar CNN dapat meniru sistem pengenalan citra visual manusia untuk
memproses informasi visual (Suartika et al., 2016). Akan tetapi seperti halnya
deep learning pada umumnya, metode CNN memiliki kelemahan pada proses
pelatihan data, yakni memakan waktu yang cukup lama dan dapat diatasi dengan
menggunakan teknologi GPU pada perangkat komputasi (Nurhikmat, 2018).

Beberapa tahun terakhir metode deep learning menunjukkan kinerja sangat baik
dalam ekstraksi fitur dan klasifikasi citra (Lasniari et al., 2022). Hal ini terlihat
pada kompetisi ILSVRC (ImageNet Large Scale Visual Recognition Challenge),
sejak tahun 2012 hingga sekarang, beberapa arsitektur deep learning berhasil
memenangkan kompetisi tersebut, diantaranya AlexNet, LeNet, ZFNet, VGGNet,
Network in Network, ResNet, GoogleNet & DesNet (Budhiman et al.,2019).

ILSVRC adalah kompetisi mengevaluasi sebuah algoritma yang digunakan untuk


mendeteksi objek dan klasifikasi citra berjumlah besar (Ningsih, 2020). Arsitektur
VGG-Net yang dikembangkan oleh Tim Visual Geometry Group asal Universitas
Oxford menduduki posisi kedua pada tahun 2014 (Russakovsky et al., 2015).
Selanjutnya (Simonyan & Zisserman, 2015) dari Universitas Oxford membuat
model CNN 19-layer (16-convolution layer & 3 fully connected) menggunakan
filter 3x3 dengan stride dan padding 1, bersama dengan lapisan 3 max-pooling
2x2 dengan stride 2 yang disebut arsitektur VGG-19. Dibandingkan dengan
AlexNet, VGG-19 adalah model CNN memiliki lapisan paling banyak dan paling
dalam serta dapat mengurangi jumlah parameter, dikarenakan pada setiap lapisan
konvolusinya menggunakan filter kecil ukuran 3x3 sehingga baik diterapkan
dengan menghasilkan tingkat error sebesar 7,3%. Model VGG-19 bukanlah
pemenang ILSVRC30 tahun 2014, namun VGG-Net adalah salah satu referensi
yang paling berpengaruh karena memperkuat gagasan, bahwa CNN harus
memiliki jaringan dengan lapisan dalam agar representasi hierarkis data visualnya
dapat bekerja dengan baik. Model VGG-19 memiliki 138 juta parameter
menempati posisi ke-2 dalam klasifikasi dan peringkat ke-1 dalam localization di
ILSVRC 2014. Model VGG-19 dapat melatih lebih dari 1 juta gambar dan dapat
mengklasifikasikan gambar menjadi 1000 jenis objek (Zheng et al., 2018).

1
Pada penelitian terdahulu tentang monkeypox melakukan perbandingan 4
arsitektur CNN yakni VGG-16, ResNet-50, InceptionV3, dan Ensemble yang
dilakukan oleh (Ali et al., 2022) yang berjudul “Monkeypox Skin Lesion
Detection Using Deep Learning Models: A Feasibility Study” menggunakan
dataset “Monkeypox Skin Lesion Dataset (MSLD)” yang terdiri dari gambar lesi
kulit cacar monyet (monkeypox), cacar air (chickenpox), dan cacar (measles).
Jumlah dataset yang digunakan terbagi menjadi 2 kelas, yakni kelas “Monkeypox”
berjumlah 102 citra dan “Others” berjumlah 126 citra dengan ukuran citra yang
ditetapkan (224x224 pixel). Pada penelitian ini menggunakan proses 14-cross
validation dan augmentasi data. Setelah dilakukan proses tersebut dataset
bertambah menjadi 1.428 citra kelas Monkeypox dan 1.764 citra kelas Others, dan
menghasilkan akurasi terbaik dari 4 arsitektur yang diujikan dengan perolehan
nilai akurasi arsitektur ResNet-50 sebesar 82,96%, dan VGG-16 juga
menunjukkan daya saing kinerja dengan memperoleh nilai akurasi sebesar
81,48%.

Penelitian terkait yang dilakukan oleh (Setyawan, 2022) yang berjudul


“Identifikasi Jenis Tumbuhan Berdasarkan Citra Daun Menggunakan VGG-19
CNN”. Dataset yang digunakan adalah dataset milik Neeraj Kumar dengan 22
genus yang berjumlah 1.100 citra berukuran 224x224 pixel. Penelitian tersebut
menghasilkan nilai akurasi terbaik pada fold 8 dari 10-fold cross validation
sebesar 94,9%, setelah diuji menggunakan unseen data fold 8 dari 10-fold cross
validation menghasilkan nilai akurasi sebesar 84,5%. Berdasarkan penjelasan
yang telah diuraikan pada penelitian terdahulu dan
terkait. Pada identifikasi jenis tumbuhan berdasarkan citra daun, arsitektur VGG-
19 mendapat nilai akurasi yang baik. Sedangkan penelitian sebelumnya tentang
cacar monyet belum pernah diuji menggunakan arsitektur VGG-19. Dalam
penelitian ini, kami menerapkan pendekatan CNN menggunakan arsitektur VGG-
19 untuk mengklasifikasikan gambar lesi kulit yang mirip dengan
virusMonkeypox.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah berapa tingkat akurasi, spesifisitas dan sensitivitas dari
algoritma VGG-19 CNN pada klasifikasi citra lesi kulit serupa
virus Monkeypox.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat akurasi,


spesifisitas, serta sensitivitas dari algoritma VGG-19 CNN pada klasifikasi citra
lesi kulit serupa virus Monkeypox.

2
1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, diantaranya:


1. Dapat mengetahui kinerja model VGG-19 CNN pada objek citra lesi kulit
serupa virus Monkeypox.
2. Sebagai bahan pertimbangan pemilihan penggunaan metode pada
penelitian selanjutnya atau objek penelitian yang lain.
BAB II

2.1 Pengertian cacar monyet.

Cacar monyet adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi virus langka dari
hewan (zoonosis) atau sering kali secara global disebut dengan virus monkeypox.
Penyebutan cacar monyet sendiri bukan tanpa alasan. Hal ini dikarenakan monyet
merupakan inang utama dari virus monkeypox.

Sebenarnya, cacar monyet adalah kasus yang sudah muncul dari tahun 1970 di
Kongi, Afrika Selatan, yaitu kasus yang menular dari monyet ke manusia.

Saat seseorang terkena penyakit cacar monyet, maka pada permukaan kulitnya
akan muncul bintil-bintil bernanah, bahkan melepuh. Sama halnya dengan
penyakit cacar lainnya, cacar monyet juga disertai dengan demam tetapi diiringi
pembengkakan pada kelenjar getah bening di ketiak.

Monkeypox atau cacar monyet adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui
kontak langsung dengan luka yang terkontaminasi virus, droplet, dan cairan tubuh
(saat batuk atau bersin). Sementara penularan dari hewan ke manusia bisa terjadi
lewat gigitan hewan, kontak langsung dengan atau kulit hewan, atau menyentuh
benda yang terkontaminasi virus.

2.2 Penyebab Cacar Monyet

Penyebab cacar monyet adalah adanya infeksi virus monkeypox. Virus ini
termasuk dalam genus Orthopoxvirus dalam keluarga Poxviridae. Virus dalam
genus Orthopoxvirus meliputi smallpox (penyebab cacar), virus cowpox (cacar
sapi), dan virus vaccinia (virus yang digunakan dalam vaksin cacar). Memang
virus ini dapat bertransmisi dan menular, namun Anda tetap dapat
membedakannya dengan virus penyakit kulit lain seperti cacar air atau pun herpes.

Pada mulanya, virus ini didapatkan dari gigitan hewan liar seperti tupai dan
monyet. Kasus yang paling sering terjadi adalah penularan dari hewan ke
manusia.

2.3 Gejala Cacar Monyet

3 3
Gejala cacar monyet umumnya akan mulai terasa setelah 6-16 hari seseorang
terpapar, di mana masa inkubasi virus ini berkisar antara 6-13 hari. WHO
membagi gejala cacar monyet menjadi dua periode infeksi, yaitu periode invasi
dan periode erupsi kulit. Ini masing-masing penjelasannya:

1. Periode Invasi

Periode ini berlangsung dalam 0-5 hari setelah terinfeksi virus. Adapun beberapa
gejala yang ditimbulkan adalah:

Sakit kepala berat


Demam
Sakit punggung
Lemas (asthenia)
Nyeri pada otot
Mual dan muntah (terutama yang terkena langsung dari gigitan hewan)
Pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati)

Perbedaan utama gejala cacar lainnya dengan penyakit cacar monyet adalah
adanya pembengkakan pada kelenjar getah bening. Pada kasus lain, gejala yang
ditimbulkan bisa saja lebih parah, seperti gangguan pernapasan seperti radang
tenggorokan, batuk, dan hidung tersumbat.

2. Periode Erupsi Kulit

Gejala utama dalam periode erupsi kulit pada cacar monyet adalah munculnya
ruam pada kulit, biasanya akan terjadi pada 1-3 hari setelah pengidap mengalami
demam.

Pertama-tama, ruam akan muncul di wajah, kemudian mulai menyebar ke seluruh


tubuh. Area tangan, kaki, dan wajah merupakan bagian yang paling terdampak
ruam. Ruam kulit diawali dengan bintik-bintik kemudian berubah menjadi lenting
atau vesikel, yaitu lepuhan yang berisi cairan. Lalu, dalam beberapa waktu akan
membentuk kerak.

2.4 Diagnosis Cacar Monyet

Untuk memastikan apakah seseorang terinfeksi cacar monyet, dokter akan


melakukan diagnosis dengan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi gejalanya.

Namun, agar hasil diagnosis lebih akurat, pasien akan dianjurkan untuk
melakukan tes laboratorium guna mengetahui jenis virus yang menginfeksi. Salah
satu prosedur tes yang sering dilakukan adalah tes PCR (Polymerase Chain

4
Reaction). Tujuannya adalah menganalisis sampel yang diambil dari lesi kulit
pasien terdampak cacar.

2.5 Faktor Risiko Cacar Monyet

Cacar monyet adalah kondisi yang dapat menyerang siapa saja, terlebih bagi
seseorang yang belum pernah terinfeksi sebelumnya. Namun, di luar itu, ada
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena cacar monyet,
di antaranya yaitu:

Melakukan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi virus ini tanpa
menggunakan alat pelindung
Merawat orang yang sedang mengidap penyakit cacar monyet
Mengonsumsi daging (atau bagian tubuh lain) binatang liar, terutama jika tidak
dimasak terlebih dulu

2.6 Cara Mengobati Cacar Monyet

Hingga saat ini, belum ada obat cacar monyet secara spesifik. Pasalnya, kondisi
ini dapat pulih dengan sendirinya dalam 2-4 minggu. Namun, beberapa negara
menggunakan tecovirimat sebagai cara mengobati cacar monyet. Obat ini bekerja
dengan menghambat virus monkeypox berkembang biak dan menyebar ke orang
lain.

Selama mengalami gejala cacar monyet, pengidap disarankan untuk


memaksimalkan waktu istirahat, mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi serta
menjaga pola makan sehat. Pengidap cacar monyet juga disarankan melakukan
karantina mandiri dan tidak keluar rumah untuk meminimalisir penyebaran.

Tetapi, apabila pengidap mengalami gejala yang parah atau mengalami


komplikasi, maka akan disarankan untuk menjalani rawat inap.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Cacar Monyet
Penyakit Cacar monyet merupakan salah satu penyakit yang saat ini
tengah
mendapatkan perhatian dan perbincangan di tengah masyarakat. Menurut WHO
saat ini cacar
monyet dilaporkan telah meluas ke 12 negara non endemis yang berada di 3
regional WHO,
yaitu regional Eropa, Amerika, dan Western Pacific. Hal ini tentu saja
meresahkan
masyarakat umum di tengah mulai menurunnya kasus Covid 19.

5
Cacar monyet adalah penyakit zoonosis langka yang disebabkan oleh infeksi virus
monkeypox. Virus cacar monyet termasuk dalam genus Orthopoxvirus
dalam famili
Poxviridae. Genus Orthopoxvirus juga termasuk virus variola (penyebab
cacar), virus
vaccinia (digunakan dalam vaksin cacar), dan virus cacar sapi. Cacar monyet
pertama kali
ditemukan pada tahun 1958. Pada saat itu ditemukan wabah penyakit
mirip cacar yang
menyerang koloni monyet yang dipelihara untuk penelitian, hal tersebut yang
menyebabkan
penyakit ini disebut sebagai cacar monyet atau monkeypox. Kasus cacar monyet
pertama
yang menginfeksi manusia tercatat pada tahun 1970 di Republik Demokratik
Kongo. Sejak
saat itu, kasus cacar monyet dilaporkan telah menginfeksi orang-orang di
beberapa negara
Afrika Tengah dan Barat.
2.2 Gejala Klinis
Periode inkubasi yang dilaporkan pada manusia biasanya 6-16 hari,
tetapi dapat
berkisar dari 5-21 hari(4) dengan rata-rata 12 hari di Afrika dan 14,5 hari selama
wabah di
AS. Cacar monyet manusia menyerupai cacar, dengan ruam dan tanda-tanda
konstitusional,
tetapi gejalanya umumnya lebih ringan, tidak seperti cacar, kelenjar getah bening
biasanya
membesar. Paling sering, penyakit dimulai dengan gejala nonspesifik,
seperti flu yang
mungkin termasuk malaise, demam, menggigil, sakit kepala, sakit tenggorokan,
mialgia, sakit
punggung, kelelahan, mual, muntah dan batuk tidak produktif. Limfadenopati
dapat bersifat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cacar monyet (monkeypox) adalah penyakit menular zoonosis yang muncul
kembali
dan semakin mengakar serta tersebar luas di daerah-daerah yang belum terdeteksi
selama
beberapa dekade. Virus ini pertama kali diidentifikasi sebagai agen penyakit
manusia yang
terjadi secara alami pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo (DRC,
sebelumnya
Zaire), dan kemudian tercatat di negara-negara lain di Afrika Barat dan Afrika
Tengah
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Cacar monyet adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi virus langka
dari hewan (zoonosis) atau sering kali secara global disebut dengan virus
monkeypox. Penyebutan cacar monyet sendiri bukan tanpa alasan. Hal ini
dikarenakan monyet merupakan inang utama dari virus monkeypox.

Sebenarnya, cacar monyet adalah kasus yang sudah muncul dari tahun 1970 di
Kongi, Afrika Selatan, yaitu kasus yang menular dari monyet ke manusia.

Saat seseorang terkena penyakit cacar monyet, maka pada permukaan kulitnya
akan muncul bintil-bintil bernanah, bahkan melepuh. Sama halnya dengan
penyakit cacar lainnya, cacar monyet juga disertai dengan demam tetapi diiringi
pembengkakan pada kelenjar getah bening di ketiak.

Monkeypox atau cacar monyet adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui
kontak langsung dengan luka yang terkontaminasi virus, droplet, dan cairan tubuh
(saat batuk atau bersin). Sementara penularan dari hewan ke manusia bisa terjadi
lewat gigitan hewan, kontak langsung dengan atau kulit hewan, atau menyentuh
benda yang terkontaminasi virus.

7
3.2 Saran

Saya menyadari laporan ini banyak kekurangan dan jauh dari


kesempurnaan. Saya mengharapkan adanya kritik dan saran untuk
menyempurnakan laporan ini agar dapat lebih baik kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unmuhjember.ac.id/16342/3/BAB%20I.pdf

https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/cacar-monyet

https://www.mitrakeluarga.com/artikel/cacar-monyet
LAMPIRAN

FOTO / GAMBAR

8
9

Anda mungkin juga menyukai