Anda di halaman 1dari 17

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Berkendara

Menurut Libania (2012) perilaku pengendara di tiap negara

berbeda. Perilaku pengendara di Indonesia tergolong unik, dikarenakan

tingkat disiplin sangat rendah. Menurut Haque dan Udin, 2003 (dalam

Libania, 2012) dari hasil penelitian terlebih dahulu didapat bahwa perilaku

pengendara dipengaruhi oleh :

a. Demografi dan kondisi personal yang terdiri atas tingkat pendidikan,

rata-rata pendapatan, jumlah keluarga dam kondisi ekonomi.

b. Pelatihan, pengamanan, dan kepemilikan SIM.

c. Tingkat pemahaman terhadap kondisi jalan dan rambu-rambu serta

jarak kendaraan terhadap kecepatan.

d. Sikap seseorang.

e. Waktu dan kondisi mengemudi.

f. Kondisi kendaraan

Sedangkan menurut Hobbs, 1995 faktor yang mempengaruhi perilaku

antara lain :

a. Motivasi.

b. Pengaruh lingkungan.

c. Pendidikan.

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


2

d. Pengkondisian

Menurut Ajzen, 1991 (dalam Libania, 2012) latar belakang

terbentuknya perilaku adalah background factor. Background factor

adalah sikap, kepribadian, nilai, emosi, dan juga intelegensi (pesonal

background), umur, jenis kelamin, etnis, pendidikan, dan agama (social

background). Kemudian pengalaman, pengetahuan, dan media massa

(informational background). Background factors tersebutlah yang akan

mempengaruhi terbentuknya keyakinan seseorang. Perilaku pengendara

dapat dipengaruhi oleh demografi dan kondisi personal yaitu pendidikan,

pendapatan, jumlah keluarga, pelatihan, pengamanan, dan kepemilikan

SIM. Tingkat pemahaman kondisi jalan dan rambu-rambu jalan serta

kecepatan dan kondisi mengemudi juga dapat berpengaruh. Perilaku

menggunakan perlengkapan keselamatan dapat diartikan sebagai

pemahaman akan adanya resiko kecelakaan yang cukup besar pada

pengendara kendaraan bermotor. Bagi pengguna kendaraan bermotor

yang belum memahami pentingnya resiko kecelakaan perlu adanya suatu

program tertentu yang berguna untuk meningkatkan pemahaman akan

adanya resiko kecelakaan dan juga pentingnya perlengkapan keselamatan

sehingga dapat diminimalisirkan.

Menurut Damayanti (2014) program yang disusun untuk

mengurangi resiko kecelakaan harus meliputi beberapa aspek seperti

aspek pendidikan dan pelatihan (education), aspek perekayasaan secara

teknis (engineering), dan aspek penegakan hukum (enforcement).

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


3

a. Aspek pendidikan dan pelatihan

Aspek pendidikan sangat perlu diberikan untuk memberikan

informasi dan latihan yang dapat diberikan kepada para pemakai

jalan guna menurunkan resiko kecelakaan. Pemberian informasi

dapat dilakukan melalui pendidikan formal lewat sekolah-sekolah,

pendidikan informal baik disekolah maupun diluar sekolah, melalui

media cetak maupun elektronik. Agar pembentukan melalui aspek

pendidikan ini dapat berjalan lancar maka yang perlu diperhatikan

adalah cara yang digunakan harus sesuai dengan usia anak atau

orang-orang yang diberikan pendidikan atau pelatihan. Menurut

Malkhamah dkk., (2013) kampanye keselamatan diperlukan guna

meningkatkan perilaku pengemudi terutama di persimpangan

bersinyal terutama mengenai gerakan belok kanan dan belok kiri.

b. Aspek teknis

Aspek ini berupa rekayasa fisik pada lingkungan sekitar yang

bertujuan untuk membuat pengguna kendaraan dapat berlalu lintas

secara benar. Perekayasaan lingkungan ini tidak selalu

membutuhkan biaya yang besar, tetapi perekayasaan lingkungan ini

dapat membuat perubahan terhadap perilaku pengendara yang cukup

signifikan. Contoh dari aspek ini seperti penempatan rambu-rambu

secara tepat yang dapat memudahkan pengendara dalam melihatnya.

Penggunaan teknologi juga dapat digunakan guna untuk

mensosialisasikan penggunaan perlengkapan keselamatan agar dapat

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


4

menurunkan resiko kecelakaan. Hal yang perlu diperhatikan dalam

aspek ini adalah perawatan dan pemeliharaan dari rambu, marka atau

alat peringatan lainnya

c. Aspek penegakan hukum

Aspek ini berupa upaya-upaya yang dilakukan pihak berwenang agar

masyarakat dapat mematuhi peraturan lalu lintas dan dilengkapi

dengan aspek teknis dan aspek pendidikan. Aspek penegakan hukum

diterapkan guna mengurangi resiko pelanggaran terhadap peraturan

yang berlaku dan mengevaluasi permasalahan lalu lintas. Ariwibowo

(2013) mengatakan cara berkendara yang baik adalah dengan

menggunakan teknik mengemudi yang baik, memahami dan juga

mengikuti aturanaturan lalu lintas yang berlaku. Menurut Adi dan

Susantono (2014), tanpa kesadaran akan pentingnya keselamatan

berlalu lintas, maka antar pengguna jalan akan mengalami konflik

yang dapat mengakibatkan kecelakaan berlalu lintas. Keselamatan

berkendara adalah perilaku mengedarai kendaraan dengan

mengutamakan keselamatan diri sendiri dan pengguna jalan lainnya

(Prima dkk., 2015).

B. Safety Riding

1. Pengertian

Mengemudi adalah kemampuan dalam mengendalikan dan

bagaimana mengoperasikan suatu kendaraan, baik berupa bus, truk,

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


5

sepeda motor ataupun motor (Wikipedia, encyclopedia). Safety riding

adalah perilaku mengemudi yang aman yang bisa membantu untuk

menghindari masalah lalu lintas. Safety riding merupakan dasar

pelatihan mengemudi lebih lanjut yang lebih memperhatikan

keselamatan bagi pengemudi dan penumpang. Safety riding di design

untuk meningkatkan awareness (kesadaran) pengemudi terhadap segala

kemungkinan yang terjadi selama mengemudi.

Menurut Bintarto Agung, Presiden Direktur Indonesia Defensive

Riding Center (IDDC), menyatakan bahwa pengemudi defensive tidak

hanya terampil, tetapi juga mempunyai sikap mental positif yang

menjauhkannya dari bahaya di jalan raya (Kompas, 28 Maret 2006).

Masih menurut Bintarto, pengemudi yang baik harus selalu memakai 4

A, yaitu alertness (kewaspadaan), awareness (kesadaran), attitude

(tingkah laku), dan anticipation (mengharapkan). Seorang pengemudi

harus selalu mengharapkan sesuatu yang tidak diharapkan, sehingga

akan selalu waspada dan sadar serta berhati-hati dalam bertingkah laku

saat mengemudikan kendaraan.

a. Alertness (kewaspadaan)

Dengan memiliki keterampilan dalam safety riding, pengemudi akan

mengetahui bagaimana cara mengendalikan motor dan keluar dari

kondisi bahaya yang ada pada saat itu, karena dalam safety riding

juga diajarkan teknik khusus mengenai oversteering, understeering,

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


6

dan recovery. Situasi seperti tergelincir, atau menghindari jalanan

yang berbatu terjal memerlukan teknik atau gerakan mengemudi

yang khusus, dan ini bukan merupakan bagian yang dipersyaratkan

untuk mendapatkan surat ijin mengemudi (SIM).

b. Awareness (kesadaran)

Awareness merupakan salah satu aspek dalam safety riding agar kita

menyadari akan keterbatasan dan kemampuan kendaraan / motor.

Sebagai contoh pada kasus kegagalan fungsi rem, dimana dalam

safety riding diajarkan bagaimana meningkatkan insting untuk

meraih rem parker (parking brake) atau memindahkan perseneling /

gigi (gear) tanpa harus kehilangan kendali.

c. Attitude (tingkah laku)

Dengan proactive attitude (tingkah laku yang lebih gesit) saat berada

dibelakang kemudi, diharapkan pengemudi dapat mengantisipasi

potensial bahaya yang ditimbulkan oleh pengemudi lain dari pada

harus melakukan tindakan yang negative kepada mereka (pengemudi

yang lain).

d. Anticipation (mengharapkan)

Salah satu bagian yang sangat penting dalam safety riding adalah

antisipasi, dimana pengemudi secara terus menerus mengamati area

sekitar, untuk mengetahui adanya potensi bahaya, misalnya pejalan

kaki atau pengendara sepeda motor yang tiba-tiba membelok tanpa

memberikan tanda, atau bahkan pengendara motor didepan yang

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


7

mabuk, dan tiba-tiba keluar dari jalur lalu lintas. Dalam hal ini

safety riding mengandung arti mengantisipasi setiap kemungkinan

yang akan timbul, dimana kondisi ini sebenarnya tidak pernah

diharapkan oleh pengemudi.

Dari penjelasan diatas, jelas bahwa safety riding merupakan cara yang

efektif untuk menurunkan angka kejadian kecelakaan akibat pengemudi

yang kurang perhatian saat mengemudi ataupun pengemudi yang kurang

pengalaman.

2. Manfaat Safety Riding

Bagi karyawan yang menggunakan kendaraan perusahaan

maupun kendaraan pribadi sebagai fasilitas transportasi, keselamatan

dalam mengemudi merupakan bagian dari keselamatan kerja.

Diperkirakan 9 dari 10 hilangnya waktu yang terjadi karena cidera,

mengakibatkan libur kerja, dan tidak terhitung banyaknya karyawan

yang tidak masuk kerja karena harus merawat anggota keluarganya

yang cidera. Untuk itu pemberian pelatihan mengenai safety riding

pada sopir perusahaan akan sangat berguna untuk meningkatkan

kesadaran pengemudi akan pentingnya keselamatan berkendara di

jalan raya.

Adapun pelatihan safety riding ini ditetapkan sebagai program

yang dijamin dapat menciptakan keuntungan sebagai berikut:

a. Menurunnya jumlah kerusakan motor perusahaan akibat tabrakan.

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


8

Menurunnya jumlah motor perusahaan yang mengalami tabrakan

akan membantu perusahaan dalam mengontrol biaya asuransi

maupun biaya perbaikan motor menjadi lebih kecil dan

berkurangnya jumlah waktu kerja yang hilang bagi pengemudi

karena telah berhasil menghindari tabrakan.

b. Menurunnya jumlah waktu absensi yang disebabkan oleh cidera

(injury) dan waktu yang dibutuhkan untuk menginvestigasi.

Ketika sopir perusahaan terlibat dalam suatu tabrakan, nilai

asuransi yang dibutuhkan akan semakin mahal. Disamping itu,

tanpa melihat apakah tabrakan ini terjadi saat bekerja atau sedang

tidak bekerja, akan diperlukan tingginya biaya tidak langsung

yang harus dikeluarkan, yang meliputi biaya perawatan, waktu

penyembuhan, biaya pelatihan, hilangnya / menurunnya

produktivitas, bahkan mungkin perekrutan ulang pegawai.

c. Kebiasaan mengemudi yang aman untuk selamanya.

Seseorang yang telah mendapatkan pelatihan safety riding

diharapkan dapat memahami pentingnya mengemudi dengan aman,

sehingga akan selalu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari saat

mengemudikan kendaraan, agar dapat terhindar dari hal-hal yang

tidak diharapkan.

Berdasarkan ketiga keuntungan seperti yang disebutkan diatas, maka

pengetahuan mengenai safety riding sangat diperlukan bagi setiap

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


9

karyawan yang memiliki surat ijin mengemudi agar dapat mengemudi

dengan aman.

C. Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Menurut Bloom, Pengetahuan adalah merupakan hasil dari

tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari

pengalaman penelitian tertulis bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan (Notoadmojo, 2003).

Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal,

termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik

secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang

melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu obyek tertentu

(Mubarok, dkk, 2007)

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


10

2. Sumber Pengetahuan

Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat

dan agama, adalah berupa nilai-nilai warisan nenek moyang.

Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah

baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam norma

dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh

jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit

dikritik untuk diubah begitu saja. Jadi, harus diikuti dengan tanpa

keraguan, dengan percaya secara bulat. Pengetahuan yang

bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan) tetapi

subjektif (Suhartono, 2008).

Sumber kedua yaitu pengetahuan yang berdasarkan pada

otoritas kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan.

Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat

dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan

sebagainya. Apa pun yang mereka katakan benar atau salah, baik

atau buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti dan

dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Karena, kebanyakan orang telah

mempercayai mereka sebagai orang- orang yang cukup

berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar. Boleh jadi

sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi

persoalannya terletak pada sejauh mana orang-orang itu bisa

dipercaya. Lebih dari itu, sejauh mana kesaksian pengetahuannya

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


11

itu merupakan hasil pemikiran dan pengalaman yang telah teruji

kebenarannya. Jika kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini akan

membahayakan kehidupan manusia dan masyarakat itu sendiri

(Suhartono, 2008).

Sumber ketiga yaitu pengalaman indriawi. Bagi manusia,

pengalaman indriawi adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan

hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit,

orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula melakukan

kegiatan hidup (Suhartono, 2008).

Sumber keempat yaitu akal pikiran. Berbeda dengan panca

indera, akal pikiran memiliki sifat lebih rohani. Karena itu,

lingkup kemampuannya melebihi panca indera, yang menembus

batas-batas fisis sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis. Kalau

panca indera hanya mampu menangkap hal-hal yang fisis menurut

sisi tertentu, yang satu persatu, dan yang berubah-ubah, maka akal

pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak,

universal, yang seragam dan yang bersifat tetap, tetapi tidak berubah-

ubah. Oleh sebab itu, akal pikiran senantiasa bersikap meragukan

kebenaran pengetahuan indriawi sebagai pengetahuan semu dan

menyesatkan. Singkatnya, akal pikiran cenderung memberikan

pengetahuan yang lebih umum, objektif dan pasti, serta yang bersifat

tetap, tidak berubah-ubah (Suhartono, 2008).

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


12

Sumber kelima yaitu intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang

paling dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas

ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman. Pengetahuan

yang bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang

bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera maupun

olahan akal pikiran. Ketika dengan serta-merta seseorang

memutuskan untuk berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan

yang jelas, maka ia berada di dalam pengetahuan yang intuitif.

Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat

diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun akal

pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku

secara personal belaka (Suhartono, 2008).

3. Tingkat Pengetahuan

Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam

domain kognitif, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat

ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


13

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari

(Notoatmodjo, 2007).

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi

atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Notoatmodjo,

2007).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi

masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


14

dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasiyang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang

telah ada (Notoatmodjo, 2007).

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian- penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada (Notoatmodjo,2007).

4. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya :

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


15

a. Pendidikan

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya

seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang

mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan

seseorang makin semakin baik pula pengetahuannya (Hendra,

2008).

b. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut

dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber

pengetahuan,atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi

pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yangdiperoleh dalam memecahkan permasalahan

yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo, 2007).

c. Usia

Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan

mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu,

bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat

seperti ketika berumur belasan tahun (Singgih, 1998 dalam

Hendra AW,2008). Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam

Hendra AW, 2008 juga mengemukakan bahwa memang daya

ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


16

uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur

seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan

yang diperolehnya, akan tetapi pada umur- umur tertentu atau

menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat

suatu pengetahuan akan berkurang.

d. Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan

seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang

rendahtetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari

berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu

akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Hendra,

2008).

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,


17

D. Kerangka Teori

Demografi
Pengetahuan safety riding Pengamanan
Kepemilikan SIM
Sikap
Waktu dan kondisi
Kondisi
kendaraan
Kewasapadaan
Kesadaradan Safety Riding
Tingkah laku
kelengkapan Motivasi
Lingkungan
Pendidikan
Menurunkan kerusakan motor Diklat
Menurunkan jumlah kecelakaan Teknis
Kebiasaan mengemudi yang langgeng Penegakan hukum

Gambar 2.1 :
Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi Anwar (2008), Dowshen (2008), dkk

E. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas maka penulis dapat membuat

kerangka konsep penilitian sebagai berikut :

Pengetahuan
safety riding
Perilaku
safety riding Safety Riding

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep

Gambaran Perilaku Safety…,ACEP ILHAM SIDIK, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,

Anda mungkin juga menyukai