I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Keselamatan dalam berlalu lintas merupakan dambaan dari seluruh pengguna jalan. Namun
ironis, pengemudi kendaraan bermotor di Indonesia pada umumnya mengemudikan kendaraan
tanpa dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan mengemudi serta etika berlalu lintas yang
benar. Akibatnya jalan raya menjadi semacam "Killing Ground", bagi para pengguna jalan.
Korban laka lantas setiap hari bergelimpangan di jalan raya, tanpa mengenal tua maupun muda,
laki-laki ataupun perempuan. Kecelakaan lalu lintas jalan tidak hanya mengakibatkan hilangnya
nyawa seseorang, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi dan mengganggu produktifitas
kehidupan. Setiap saat kita dapat menjadi korban kecelakaan, karenanya kurang pengetahuan,
ketrampilan dan etika berlalulintas. Pengguna jalan kurang memperhatikan keselamatan berlalu
lintas.
Kecelakaan lalu lintas bukan nasib. Kecelakaan lalu lintas terjadi selalu diawali dengan adanya
pelanggaran pengguna jalan, yang berakibat merugikan diri sendiri dan pengguna jalan lain.Oleh
sebab itu sudah saatnya kita memikirkan bagaimana menyelamatkan para pengguna jalan, agar
tidak menjadi korban sia-siadi jalan raya karena ketidaktahuan mengenai arti pentingnya
keamanan dan keselamatan dalam berlalu lintas di jalan raya.
Keamanan dan keselamatan berlalu lintas tersebut harus diwujudkan dengan langkah nyata
melalui proses pendidikan dan pelatihan mengemudi atau sekolah mengemudi.
Hampir seluruh masyarakat pengguna jalan mengemudikan kendaraan di jalan, tanpa melalui
proses belajar di sekolah mengemudi dengan benar. Masyarakat selama ini tidak pernah diberi
edukasi tentang pengetahuan, ketrampilan teknik mengemudikan kendaraan bermotor dan etika
berlalu lintas di jalan. Secara faktual, hal ini terlihat dengan tidak adanya budaya saling
menghargai antara sesama pengguna jalan, terjadinya saling serobot dan tidak ada yang mau
mengalah. Akibatnya, banyak terjadi pelanggaran, kecelakaan dan kesemrawutan dalam berlalu
lintas di jalan.
Di negara lain orang berlalu lintas sangat tertib. Mereka mengetahui akan aturan dalam berlalu
lintas : bagaimana saling menghargai, siapa yang harus diprioritaskan dan sebagainya. Semua
berjalan secara mekanik seolah-olah bagaikan robot. Hal ini bisa terjadi karena mereka sebelum
mengemudikan kendaraan telah diberi pendidikan dan pengetahuan tentang aturan berlalu
lintas, teknik berkendaraan serta etika berlalu lintas. Tertib lalu lintas mencerminkan budaya
bangsa.
Dalam hal ini psikologi berperan sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kelayakan
seseorang dalam berkendara di jalan raya. Pendekatan psikologis (tes psikologi) bertujuan untuk
memberikan gambaran terkait perilaku individu selama berkendara di jalan raya, termasuk
Point being, mentalku berupaya untuk meningkatkan kesadaran para pengemudi kendaraan
bermotor agar selalu berhati-hati dan menjaga keselamatan sesama pengguna jalan raya.
untuk menciptakan lingkungan/lingkup pengguna jalan raya yang sadar akan keselamatan
bersama.
Mengemudi tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Selain diperlukannya skill dalam
mengemudikan kendaraan bermotor yang baik dan memenuhi standar, seorang pengemudi juga
perlu memahami aspek-aspek di dalam dirinya yang dapat memengaruhi perilaku ketika sedang
mengemudi. Misalnya, stres karena terkena macet, polusi udara, hingga pengendara lain yang
melanggar rambu lalu lintas. Namun, jika dilihat dari sudut pandang psikologi terdapat berbagai
aspek yang dapat memengaruhi kondisi seseorang ketika berkendara, meskipun orang tersebut
memiliki skill berkendara yang baik.
B. Tujuan
1. Mewujudkan kepekaan dan kepedulian para pemangku kepentingan dalam mewujudkan
dan memelihara kestabilan lantas;
2. Membantu Pemerintah dalam menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan dan
meningkatkan kualitas keselamatan lalu lintas;
3. Sebagai upaya menyiapkan dan meningkatkan kualitas kemampuan dan keterampilan para
pengendara kendaraan bermotor dalam berlalu lintas;
4. Membangun budaya tertib berlalu lintas dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada
publik.
5. Sebagai pedoman bagi masyarakat mengenai pentingnya peran tes psikologi sebagai syarat
pembuatan SIM demi keselamatan sesama pengguna jalan raya.
Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang proses mental individu,
dan bagaimana pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku yang ditunjukkan dalam keseharian. Dalam
ilmu psikologi, untuk dapat mengetahui kondisi mental/kejiwaan seseorang maka dapat dilakukan
tes yang kemudian dikenal dengan istilah psikotes atau tes psikologi. Tes ini dapat bersifat tertulis,
verbal, dan visual. Tujuan dari psikotes adalah untuk mengukur kemampuan seseorang yang dilihat
dari konstruksi psikologis, seperti fungsi kognitif, kepribadian, emosional hingga psikomotorik.
Seiring dengan berkembangnya zaman, psikotes banyak diaplikasikan dalam berbagai sektor
kehidupan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan, seperti mengetahui minat bakat,
menyeleksi sumber daya manusia, hingga sebagai persyaratan untuk mendapatkan izin mengemudi
kendaraan.
Seluruh pengemudi di Indonesia diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Mengemudi atau
disingkat dengan SIM. Dalam pembuatan SIM syarat minimal usia individu adalah 17 tahun, dengan
harapan bahwa pada usia ini individu telah berkembang, baik secara fisik, perilaku, dan mental
karena diperlukan keterampilan teknis yang memadai dalam mengemudi, serta taat pada peraturan.
Dalam hubungannya dengan pembuatan SIM, psikotes memegang peran yang penting sebagai
pendukung dari segi psikologis dan sebagai syarat kesehatan rohani. Penyusunan alat tes psikologi
yang digunakan untuk memenuhi syarat kesehatan rohani dalam pembuatan SIM tertuang di dalam
Perpol No. 5 Tahun 2021 yang terdiri dari 3 aspek psikologis, yakni aspek kognitif, psikomotor, dan
kepribadian.
Melalui proses pengerjaan tes psikologi inilah kemudian dapat diketahui kondisi kesehatan
mental dan kesiapan seseorang ketika berkendara. Hasil tes ini juga dapat digunakan untuk menilai
dan mengetahui tingkat emosional seorang pengendara karena keputusan berkendara juga
tergantung dari tingkat emosional pengendara tersebut. Kesalahan dalam pengambilan keputusan
ketika berkendara dapat berakibat fatal dan dapat membahayakan diri sendiri maupun pengendara
lain disekitarnya.
Setelah mengetahui tentang pentingnya peran tes psikologi dalam proses pembuatan SIM, maka
dapat kita sepakati bersama bahwa kondisi psikologis seseorang memainkan peran penting dalam
memotivasi dan menentukan perilaku berkendara.
Salah satu permasalahan psikologi lalu lintas adalah perilaku pengguna jalan dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Secara umum, kecelakaan lalu lintas
disebabkan oleh:
2. Tes Psikologis
Implementasi tes psikologis secara berkala bagi calon pengemudi dan pengemudi yang
sudah memiliki SIM dapat membantu mengidentifikasi masalah psikologis yang mungkin
mempengaruhi kemampuan mereka dalam berkendara. Tes ini dapat mencakup aspek-
aspek seperti kecemasan, depresi, dan gangguan kognitif.
Deteksi dini masalah psikologis dalam konteks berkendara tidak hanya penting untuk
keamanan pengemudi dan pengguna jalan lainnya, tetapi juga untuk mendorong pengemudi
untuk mengambil tindakan preventif dan penanganan yang diperlukan demi kesejahteraan
mereka sendiri dan orang lain.
V. Prosedur Pelaksanaan Tes Psikologi dalam Pembuatan SIM Mentalku (Contoh gambar app
MENTALKU)
A. Tahapan Tes Psikologi SIM Mentalku
B. Instruksi dan Panduan Peserta Tes
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Tes
Tes psikologi SIM (Surat Izin Mengemudi) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk:
1. Kognitif dan Keterampilan Mengemudi
Tes ini mungkin melibatkan pertanyaan atau simulasi yang menguji pengetahuan tentang
aturan lalu lintas, tanda-tanda jalan, dan keterampilan mengemudi. Faktor ini dapat
mempengaruhi hasil tes, karena pengetahuan dan keterampilan yang tepat diperlukan untuk
lulus.
6. Kesiapan Psikologis
Beberapa orang mungkin tidak siap secara psikologis untuk menghadapi tes dan mungkin
cenderung membuat kesalahan atau kurang percaya diri.
8. Tekanan Waktu
Tes psikologi SIM biasanya memiliki batas waktu tertentu. Beberapa orang mungkin
terbebani oleh tekanan waktu dan membuat keputusan yang kurang baik dalam situasi
terburu-buru.
9. Keberuntungan
Faktor keberuntungan juga bisa memainkan peran. Kadang-kadang, seseorang mungkin
melakukan kesalahan kecil yang tidak mencerminkan kemampuannya secara keseluruhan,
tetapi kesalahan tersebut cukup untuk mengakibatkan kegagalan tes.
Penting untuk diingat bahwa faktor-faktor di atas bisa berinteraksi dan saling mempengaruhi.
Hasil tes psikologi SIM sebaiknya digunakan sebagai indikator kemampuan mengemudi
seseorang, tetapi juga harus diimbangi dengan pengalaman nyata di jalan raya dan keterampilan
mengemudi yang terus berkembang.
Sebagaimana tujuan dari tes psikologi dalam proses pembuatan SIM ini bertujuan untuk melihat
kondisi kesehatan rohani dari pemohon. Materi atau soal dari tes psikologi untuk pengajuan SIM
ini menilai sejumlah aspek seperti kemampuan konsentrasi, pengendalian diri, kecermatan,
kemampuan penyesuaian diri, stabilitas emosi, dan ketahanan kerja. Tujuan dari tes psikologi ini
juga sebagai tindakan preventif terhadap ketidaklayakan pengemudi dengan gangguan kesehatan
mental yang bisa membahayakan diri dan pengguna jalan lain. Dengan kata lain, untuk
memperoleh SIM tidak hanya dilihat dari kesehatan fisik dan skill saja, namun juga dilihat dari
kesehatan mental atau soft skill yang dapat dilihat dari tes psikologi ini.
Implementasi tes psikologi dalam kesadaran berkendara memiliki sejumlah dampak positif yang
signifikan. Beberapa dampak positif tersebut adalah:
Secara keseluruhan, tes psikologi dalam kesadaran berkendara memiliki potensi untuk
mengurangi risiko kecelakaan, meningkatkan keselamatan jalan, dan membantu pengemudi
mengembangkan keterampilan mengemudi yang lebih baik dalam situasi yang mungkin
kompleks.
VIII. Daftar Pustaka
A. Buku dan Jurnal
B. Sumber online (Korlantas)
C. Pedoman dan Undang-Undang Terkait Tes Psikologi dalam Berkendara dan Pembuatan SIM
IX. Lampiran
Informasi Kontak untuk Pertanyaan dan Konsultasi Lebih Lanjut