Anda di halaman 1dari 3

Menentukkan batas usia untuk supir angkutan umum

Usia 19-55 tahun untuk rute jauh, usia 55-60 tahun untuk rute yang dekat. Hal ini disebabkan,
lebih dari 80 % penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang dapat mengganggu fungsi
mandirinya dan menghambat aktivitas sehari-hari mereka.
Secara individu, seseorang disebut usia lanjut jika telah berumur 60 tahun keatas (di negara
berkembang) atau 65 tahun keatas (di negara maju). Di antara usia lanjut yang berumur 60
tahun keatas dikelompokkan lagi menjadi young old (60-69tahun), old (70-79 tahun) dan old-
old (80 tahun keatas). Dari aspek kesehatan, seseorang disebut sebagai usia lanjut (elderly)
jika berusia 60 tahun keatas, sedangkan penduduk yang berusia 49-59 tahun disebut sebagai
pra-senile. Usia lanjut yang berumur 70 tahun keatas disebut sebagai usia lanjut beresiko.
Dari aspek ekonomi, usia lanjut (60 tahun keatas) dikelompokkan menjadi: (1) Usia lanjut
yang produktif (usia lanjut yang sehat baik fisik, mental maupun sosial) dan (2) Usia lanjut
yang tidak produktif (usia lanjut yang sehat secara fisik tetapi tidak sehat dari aspek mental
dan sosial; atau sehat secara mental tapi tidak sehat dari aspek fisik dan sosial; ataupun usia
lanjut yang tidak sehat baik dari aspek fisik, mental maupun sosial)
Lebih dari 80 % penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang mengganggu fungsi
mandirinya. Untuk menilai kemandirian usia lanjut digambarkan dengan kemampuan
melakukan aktivitas sehari-hari (Activities of Daily Life = ADL) apakah mereka dapat tanpa
bantuan misalnya; bangun, mandi, ke WC, kerja ringan, makan, minum dsb. Hal ini dapat pula
dilanjutkan dengan memeriksa aktivitas tambahan sehari-hari IADL seperti berbelanja, pergi ke bank,
memasak, menyetir, membersihkan rumah atau menggunakan fasilitas kendaraan umum.

Usia merupakan factor penentu dalam

Dengan membatasi usia maksimal sopir, diharapkan mampu mengurangi risiko kecelakaan serta
tindakan agresif saat mengemudi

Menurut penelitian yang dilakukan Widorisnomo, kesejahteraan pengemudi dan pengaruh


penumpang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi disiplin berlalu lintas sopir bus.
Upah kerja yang tidak tetap itu membuat para sopir bus untuk berlomba-lomba dalam mencari
penghasilan yang sebanyak-banyaknya (Widorismono). Pendapatan sopir tidak berhubungan dengan
perilaku mengemudi tidak aman sopir. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kusumastutie. Kusumastutie menyatakan, tidak ada perbedaaan antara perilaku mengemudi
agresif antara sopir berpenghasilan rendah dengan tinggi (Kusumastutie, 2015). Kecepatan bus
tergantung dari jumlah penumpang yang naik. Kecepatan bus tinggi jika jumlah penumpang sudah
penuh sehingga sopir tidak perlu khawatir tentang pendapatan yang diperolehnya pada hari itu.
Solusi Pengendara yang Tidak Tertib
 Kondisi Kendaraan yang Nyaman
 Memperketat Proses Seleksi Menjadi Sopir Angkot
Diperlukannya seleksi yang ketat bagi calon sopir angkutan umum saat proses rekruitmen.
 Peremajaan Kendaraan
Suatu kondisi atau situasi memiliki pengaruh terhadap mood atau suasana hati seseorang.
Sama halnya Ketika sedang membawa kendaraan, kondisi cuaca, kelayakan kendaraan,
kepadatan jalan merupakan faktor penentu perilaku sopir dalam bertindak. Jika kendaran
yang dikendarai kurang layak maka akan menyebabkan sopir terkendala dalam mencari
penumpang. Pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor
PM 10 tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis
Jalan menyebutkan bahwa alat penunjang keselamatan merupakan standar minimal yang
harus dipenuhi untuk terhindarnya dari risiko kecelakaan disebabkan oleh faktor
manusia, sarana dan prasarana (Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2012) . Hal ini
mengakibatkan seorang sopir mudah terpancing emosinya dan bertindak agresif jika dia
tidak bisa mengambil penumpang sesuai target. Diperlukannya kesadaran bagi para
pemilik angkutan umum baik pengelola maupun sopir untuk rutin mengecek kondisi
kelayakan kendaraan yang dibawanya.
 Workshop terapi mindfulness
Mindfulness juga dapat menurunkan marah dan agresi ketika mengemudi karena dapat
meningkatkan regulasi atensi dan keterampilan dalam berkonsentrasi. Sejumlah peneliti
berpendapat bahwa kemampuan untuk menjaga konsentrasi ketika mengemudi dapat
memiliki dampak yang positif.
Mizell (1997) menjelaskan bahwa salah satu cara mengurangi agresi ketika mengemudi
adalah dengan mengajarkan pengemudi bagaimana cara membedakan antara hal-hal yang
bisa dan tidak bisa dikontrol ketika mengemudi.
Kegiatan ini merupakan pelatihan satu hari yang dimulai dengan pemaparan materi
mengenai pengaruh emosi marah terhadap perilaku mengendara sepeda motor. Selain itu,
pelatihan ini juga diisi dengan penyampaian pengatahuan-pengetahuan dasar mengenai
mindfulness serta praktik metode terapi mindfulness sederhana. Setelah penyampaian
materi, peneliti melakukan pengambilan data untuk melihat apakah terapi mindfulness
sederhana yang telah diajarkan sebelumnya memiliki pengaruh terhadap pengalaman
emosi marah.
 Modifikasi Perilaku Pengemudi
Upaya untuk mengubah perilaku dalam pendidikan mengemudi sangat diperlukan,
Naatanen dan Summala (1976) berpendapat bahwa, modifikasi perilaku manusia dalam
mengemudi sangat produktif untuk mengurangi resiko kecelakaan (Henderson, 1971).
Komponen dalam modifikasi dalam mengemudi sangat kompleks dalam penanggulangan
resiko kecelakan lalu lintas. Seperti halnya (Brawn dan Birne, 1960) menyatakan bahwa
kecelakaan dapat di kurangi dengan cara memodifikasi perilaku pengemudi dengan cara
memberikan pendidikan atas faktor tingginya resiko kecelakaan. Menurut Henderson
(1971), modifikasi perilaku mengemudi telah banyak berhasil dalam penurunan tingkat
kecelakaan, hal ini di pengaruhi oleh faktor motivasi pengemudi untuk mengemudi secara
aman.
 Pendidikan Bagi Pengemudi
Naatanen dan Summala (1989) menyarankan bahwa pendidikan mengemudi mungkin
dapat menekankan kesalahan dalam mengemudi dari pada peran pelatihan untuk
meningkatkan keterampilan mengemudi. Pendekatan umumnya akan mengarahkan
perhatian mengemudi terhadap informasi dari kesalahan yang cenderung mereka lakukan
dan mengerjakan mereka untuk menyesuaikan batas keselamatan yang sesuai. Bidang
pendidikan dalam mengemudi dapat di bagi menjadi tiga bagian yaitu pendidikan
mengemudi untuk orang dewasa, peserta didik, atau siswa sekolah menengah, pendidikan
mengemudi untuk mereka yang diidentifikasi sebagai pengemudi yang bermasalah, dan
pendidikan melalui iklan di media massa.
Para sopir perlu diberikan pengetahuan tentang dasar hukum yang mengatur beroperasinya
angkutan umum baik Pasal-Pasal dalam UU, Perda, PM, dan lain-lain. Sopir angkutan
umum perlu diberikan training tentang cara menyetir sesuai dengan standar keselamatan,
menjaga
 Memperbanyak Jumlah Anggota Polisi yang Berjaga
Keberadaan polisi yang mengatur lalu lintas mempengaruhi perilaku masyarakat saat
mengemudi, dalam hal ini ialah sopir angkutan umum. Lebih banyak polisi lalu lintas
yang menjaga daerah-daerah yang rawan macet sehingga pengendara lebih tata tertib.
Lebih memperingati kendaraan umum seperti bajaj, angkot dan bus sehingga tidak
mengganggu arus lalu lintas saat parkir atau berhenti sembarangan. Kendaraan umum
harus lebih nyaman dan gampang untuk di akses. Selain itu, pemerintah juga dapat
mengatur pedagang kaki lima sehingga tidak berhenti sembarangan dan lebih ditertibkan.
 Skorsing
Memberlakukan aturan skorsing pada pengemudi angkutan umum yang melanggar aturan tata
tertib. Sopir yang telah melanggar aturan lalu lintas dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi
pengguna jalan yang lain akan dikenakan skoring selama beberapa hari. Lamanya masa skoring
perlu diatur oleh pihak yang berwenang seperti pengelola angkutan umum dan juga pihak-pihak
berwenang. Sopir yang tidak diizinkan untuk membawa mobil atau menarik angkutan umum
untuk mencari penumpang hingga masa skorsing nya selesai. Jika kedapatan sopir membawa
angkutan umum saat masa skorsingnya belum selesai maka Ia akan dikenakan denda. Bagi
teman-teman sesama sopir yang membantu temannya untuk mencari penumpang saat sedang
menjalani skorsing akan diberikan sanksi berupa skorsing juga.
korsing ini factor
 Menentukkan batas usia untuk supir angkutan umum
Usia 19-55 tahun untuk rute jauh, usia 55-60 tahun untuk rute yang dekat. Hal ini
disebabkan, lebih dari 80 % penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang dapat
mengganggu fungsi mandirinya dan menghambat aktivitas sehari-hari mereka. Dengan
membatasi usia maksimal sopir, diharapkan mampu mengurangi risiko kecelakaan serta tindakan
agresif saat mengemudi

Anda mungkin juga menyukai