Praktikum Renita Ramadani
Praktikum Renita Ramadani
PERIODE 2010-2013
LAPORAN PRAKTIKUM
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Praktikum Profesi Studi Ilmu
Disusun Oleh :
Renita Ramadani
172030039
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktikum Profesi Hubungan Internasional
PERIODE 2010-2013’’.
Disusun Oleh :
Renita Ramadani
172030039
……………………………………..
Menyetujui,
Pembimbing,
NIDN :
Mengetahui,
Ketua, Ketua,
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia serta kesehatan
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan baik. Laporan Praktikum ini dibuat untuk memenuhi nilai
praktikum profesi. Namun, dengan segala keterbatasan akhirnya penulis dapat menyelesaikan
laporan praktikum profesi ini dengan hasil yang baik. Laporan praktikum profesi ini dapat
diselesaikan dengan baik tentu karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis
1. Drs. Alif Oktavian M.H. Selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membantu penulis untuk
Universitas Pasundan.
2. Taufik S.IP., MA Selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan
pikirannya dalam membantu penulis untuk menyelesaikan laporan praktikum profesi ini
dengan baik dan benar. Penulis merasa sangat terbantu dengan bimbingan – bimbingan
yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan praktikum
profesi.
4. Orang tua dan keluarga yang selalu mendukung penulis dalam situasi dan kondisi apapun
praktikum profesi ini, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran, dan masukan
yang membangun bagi penulis dalam memerhatikan laporan praktikum profesi. Semoga kita
IDENTITAS DIRI
Agama : Islam
TK KODIM : 2004-2005
Semenjak berakhirnya perang dunia-II, Pengembangan nuklir menjadi suatu isu yang penting
antar negara di dunia Internasional. Salah satunya adalah pengembangan nuklir di Iran yang
menghadapi banyak hambatan salah satunya adalah Amerika Serikat. Hingga AS menjatuhkan
Sanksi Ekonomi yang bertujuan untuk pemberhentian pengembangan tenaga Nuklir di Iran.
Akan tetapi hal itu tidak memojokan Iran. Pada tahun 2010 merupakan tahun dimana embargo
AS ini semakin meningkat, yaitu pada saat pemerintahan Mahmoud Ahmadinejad. Dimana
presiden Iran pada masa itu memulai kembali pengembangan tenaga nuklir yang sempat terhenti
sebelumnya, sehingga membuat Amerika kembali meningkatkan embargonya ke Iran. Hal ini
sangat menarik untuk diteliti, bagaiamana cara Iran bertahan di dalam sanksi ekonomi yang
diberikan AS. Dengan menggunakan teori Neo-Realisme akan membantu menjawab bagaimana
Iran bisa bertahan di tengah embargo yang dilakukan Amerika Serikat. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode deskriptif, metode deskriptif ini merupakan metode penjabaran
dari sumber dan data yang sudah tersedia di buku-buku, internet, jurnal, koran, serta media-
media lainnya yang mendukung. Hasil dari penelitian ini adalah bagaimana Iran melakukan
pembentukan kebijakan luar negerinya. Tidak hanya presiden yang ambil adil dalam
pembentukan kebijakan luar negeri Iran tetapi ada juga pemimpin tertinggi di Iran yaitu
Khamenei.
Key Words : Iran, Embargo, Kebijakan Luar Negeri, Mahmoud Ahmadinejad, Khamenei.
Abstract
Since the end of World War II, nuclear development has become an important issue between
countries in the international world. One of them is nuclear development in Iran which faces
many obstacles, one of which is the United States. Until the US imposes Economic Sanctions
aimed at stopping the development of nuclear power in Iran. But that doesn't corner Iran. 2010
was the year when the US embargo increased, namely during the reign of Mahmoud
Ahmadinejad. Where the Iranian president at that time restarted the development of nuclear
power which had been halted before, thus making America again increase its embargo on Iran. It
is very interesting to study how Iran survives in the economic sanctions given by the US. Using
the theory of Neo-Realism will help answer how Iran can survive the embargo imposed by the
United States. In this research the writer uses descriptive method. This descriptive method is a
method of describing the sources and data that are already available in books, internet, journals,
newspapers, and other supporting media. The result of this research is how Iran makes its foreign
policy formation. Not only is the president taking a fair share in shaping Iran's foreign policy but
PENDAHULUAN
Hubungan AS dan Iran diwarnai dengan isu nuklir, dimana kedua negara ini sempat
bekerja sama dalam pengolahan uranium yang notabennya mampu diolah menjadi tenaga
nuklir. Program nuklir Iran dan Amerika Serikat akan memberikan Iran teknologi reaktor
nuklir atau melalui program “Atoms for Peace”. Program tersebut sebelumnya disampaikan
Eisenhower saat berpidato dalam Majelis Umum Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) pada
Desember 1953 dan menjadi dasar perjanjian nuklir Iran dengan Amerika Serikat. Pada tahun
1970-an Iran bergabung dalam Non Proliferation Treaty (NPT) dan membentuk Atomatic
Energy Organization of Iran (AEOI) pada tahun 1974. Pengembangan program nuklir damai
Iran di dasarkan pada pasal 4 NPT yang berisikan “Semua Negara di dunia berhak
memanfaatkan tenaga nuklir secara damai dan wajib melaporkan semua kegiatan yang terkait
program nuklirnya kepada International Atomic Energy Agency”(Saragih, Lestari, & Muis,
2020)
Akan tetapi setelah terjadinya revolusi Islam Iran pada tahun 1979 yang dipimpin oleh
Ayatullah Khoemeini, hubungan Amerika Serikat dengan Iran memburuk. Seiring dengan
pengangkatan Khoemeini sebagai presiden Iran, Amerika Serikat tidak lagi membantu
program nuklir Iran dikarenakan telah ditemukannya pengayaan uranium bawah tanah di
Natanz dan Esfahan. Amerika Serikat juga menangguhkan kerjasama program nuklir dengan
tangan Amerika lagi di negaranya. AS pun kemudian tidak diberikan kekuasaan untuk lebih
leluasa mencampuri urusan dalam negeri Iran. Bagi Khomeini Amerika merupakan negara
yang suka menindas negara lain. Selain itu adanya pengambil alihan kedutaan Amerika oleh
para mahasiswa yang turun ke jalanan dan menyebabkan pemutusan hubungan diplomatic
Akibat kejadian itu, Amerika menjatuhkan sanksi kepada Iran setelah revolusi. Sanksi
Amerika pertama terhadap Iran tahun 1979. Kemudian Presiden Jimmy Carter mengeluarkan
perintah eksekutif yang menyita properti Iran di AS dan menyatakan bahwa “situasi di Iran
merupakan hal yang tidak biasa, dan ancaman luar biasa terhadap keamanan nasional,
kebijakan luar negeri dan ekonomi Amerika Serikat”. Sanksi yang diberikan AS yang
bertujuan untuk melemahkan perekonomian Iran, justru memperkuat Iran untuk semakin
mungkin berbagai sumber daya yang dimilikinya. Kenyataan bahwa Iran merupakan negara
terbesar kedua penghasil minyak dunia, memberikan situasi sulit bagi penerapan sanksi
embargo tersebut. Akan tetapi situasi ini berubah seiring tahun. Dan pada tahun 1983
presiden Ronald Reagen menambahkan Iran ke daftar negara sponsor Terorisme setelah
serangan Hizbullah yang di sponsori Iran yang menewaskan 214 marinir AS di Beirut.
Semenjak tahun 1980-an sebenarnya Iran AS sudah melakukan embargo, akan tetapi pada
masa ini embargo dilakukan dengan alasan menekan sikap Iran yang dinilai mendukung
gerakan terorisme, tujuan lain dari sikap ini adalah untuk menekan kekuatas strategis Iran di
1995 mengeluarkan dua perintah eksekutif yang melarang semua perdagangan dengan
Amerika dan investasi di Iran termasuk bidang perminyakan, dan juga melarang ekspor
mengenai pengembangan senjata pemusnah massal dan dukungan untuk teorisme oleh Iran.
Karena ketiadaan dukungan luas dari Internasional mengenai sanksi ini, pada akhirnya
menjadikan Iran semakin memperkuat hubangannya dengan negara lain dalam hubungan
ekonomi dan perdagannya. Namun situasi menjadi berubah setelah tahun 2000-an, dimana
dukungan internasional atas sikap AS ini semakin kuat. Pada tahun 2003 Prancis, Jerman,
dan Inggris Raya mulai bernegosiasi dengan Iran. Selain itu Republik Islam diam diam
membangun fasilitas pengayaan uranium di Natanz dan juga membangun pabrik produksi air
berat di Arak. Namun menyusul terpilihnya Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden pada
tahun 2005, negosiasi gagal dan Iran mengakhiri penangguhan konversi uranium. (Belfer
Center, 2015)
Sanksi embargo ini semakin meningkat pada masa pemerintahan Mahmud Ahmadinejad,
mulai dari tahun 2005 hingga berakir pada tahun 2013. Hal ini dikarenakan pada
pemerintahan Ahmadinejad, Iran pertama kali mengejar strategi nuklir sekaligus mengadopsi
kebijakan luar negeri yang tegas untuk menetapkan Iran sebagai kekuatan regional di Timur
Dapat dilihat sejak 2006-2010, Dewan Keamanan mengeluarkan enam resolusi yang
menargetkan program rudal nuklir dan balistik Iran. Sementara sanksi itu sendiri dibatasi
ruang lingkupnya, mereka memberikan justifikasi hukum internasional untuk sanksi yang
lebih ekspansif. Secara khusus, Resolusi 1929 mencatat “potensi hubungan antara
pendapatan Iran yang berasal dari sektor energinya dan kegiatan pendanaan nuklir sensitive
proliferasi.” Bahasan ini menyebabkan Eropa menargetkan sektor minyak dan gas Iran, dan
akhirnya membuka jalan penuh bagi Uni Eropa untuk embargo minyak Iran. (Belfer Center,
2015)
pengembangan nuklir. Program nuklir di Iran awalnya diperluas karena pendapatan minyak
“membawa kekayaan minyak ke meja masyarakat” hal ini membentuk “principal” yang
memandang program nuklir sebagai aset nasional yang paling penting dan menggabungkan
Akibatnya Iran menerima tiga sanksi di resolusi sanksi DK PBB internasional, terkait
nonproliferasi senjata nuklir dan ditambah dengan sanksi nonproliferasi unilateral AS dan
yang tidak berharga," dan Khamenei menyatakan, "kami tidak takut dengan sanksi Barat,"
karena "kami dapat menciptakan peluang dari ancaman ini." Para "pelaku utama" yang
berkuasa dan Khamenei menggunakan sanksi nonproliferasi yang ditargetkan, yang awalnya
kemajuan program nuklir.Di bulan Maret 2007, Khamenei mengacu pada rezim sanksi,
membangun narasi bahwa Barat sedang merencanakan untuk melawan kemajuan nuklir Iran
melalui sanksi ekonomi, militer, ancaman, tekanan politik, dan perang psikologis. Mengenai
kita sampai hari ini? Kami memperoleh energi nuklir di bawah sanksi; kami mencapai
kemajuan ilmiah di bawah sanksi; kami mencapai rekonstruksi luas negara di bawah sanksi.
Bahkan mungkin saja dalam kondisi tertentu sanksi menguntungkan kita; dari perspektif ini
Sikap Iran di bawah Ahmadinejad yang bersikeras tentang permasalahan hak Iran
untuk mengembangkan nuklir damai mengakibatkan kondisi internal negeri Mullah itu
terisolasi, namun di bawah kepemimpinannya selama 2 periode mulai dari 2005-2009 dan
2009-2013, Iran menjalin kerjasama dengan Russia dan China dalam bidang pengolahan
nuklirnya. Selain itu politik luar negeri Iran yang baik, sehingga Iran mampu bertahan
ditengah tenakanan dan isolasi politik maupun ekonomi yang dilakukan oleh negara barat,
oleh karena itu hal ini menjadi pantas untuk dibahas dalam kajian hubungan Internasional
Embargo pada 2010 akan tetapi Iran tetap bertahan dibawah sanksi. Melihat meningkatnya
popularitas Iran pasca naiknya Ahmadinejad sebagai presiden, dimana Iran kembali menjadi
perbincangan pentas politik internasional melalui sikap Iran mengenai pengayaan uranium
Boroujerdi, 2012)
Maka dari itu, dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan mendalam
terkait sanksi AS terhadap Iran, serta berupaya memberikan analisa mengenai Polugri Iran
Penelitian ini akan menjelaskan kebijakan Polugri Iran yang menunjukan pengaruhnya di
Sanski Embargo AS ?
Berdasarkan dari identifikasi masalah yang sudah penulis paparkan, maka penulis perlu
membatasi masalah agar pembahasan dalam praktikum profesi ini lebih terfokuskan. Dalam
hal ini penulis membuat batasan masalah pada Politik luar negeri Iran dalam menghadapi
Mengacu pada latar belakang dan identifikasi masalah yang sudah dipaparkan di atas, maka
rumusan masalah yang diangkat oleh penulis adalah untuk “ Mengetahui bagaimana Politik
luar negeri Iran dalam menghadapi sanksi embargo dan mempertahankan pengaruh kawasan
Dalam suatu kegiatan apapun yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan yang hendak
dicapai, adapun beberapa tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :
Berdasarkan tujuan penelitian yang sudah ditulis diatas, adapun beberapa kegunaan dari
1. Prasyarat kelulusan mata kuliah Praktikum dalam Program Studi Ilmu Hubungan
2. Memberikan manfaat baik secara akademik mengenai kebijakan polugri Iran dalam
menghadapi sanksi embargo AS bagi masyarakat pada umumnya dan khusunya bagi
3. Secara khusus memberikan analisis kepada pembaca mengenai Polugri Iran dalam
Whitney (1960), metode deskriptif adalah pencarian fakta interprestasi yang tepat.
Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyrakat serta tata cara yang
deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis,
factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti dalam mendapatkan data
kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai
Penelitian ini dilakukan di beberapa perpustakaan dengan tujuan untuk memperoleh data dan
2. Website Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung (Dispusip Kota Bandung)
Jl. Seram No.2, Citarum, Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40115.
issues/financial-sanctions/sanctions-programs-and-country-information/iran-sanctions
1.9 Jadwal dan Kegiatan Penelitian
Tahapan Persiapan :
1 a. Konsultasi Judul
b. Pengajuan Judul
Penelitian Lapangan :
a. Pengurusan Surat
2
Izin
b. Kepustakaan
3 Pengolahan Data
4 Analisa Data
5 Kegiatan Akhir :
a. Pelaporan
c. Perbaikan Hasil
Draft
d. Seminar Praktikum
Penelitian ini terdiri dari empat Bab dimana setiap Bab terdiri dari Sub Bab yang disesuaikan
dengan pembahasan yang dilakukan. Adapun sistematika penulisan penelitian ini disusun
sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
batasan masalah dan rumusan masalah. Di dalamnya juga disertakan tujuan dan
Merupakan Bab yang memuat tentang kerangka teoritis atau kerangka konseptual
penelitian.
kolektif mengenai fenomena dan masalah yang ada, Bab ini adalah inti pokok dari
Bab IV : Penutup
Bab akhir dari penulisan laporan penelitian praktikum ini yang di dalamnya
terdapat kesimpulan dari seluruh penelitian serta saran yang di butuhkan oleh
penulis agar penulis dapat membuat tulisan yang lebih baik kedepannya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Neo-Realisme
Hegemoni merupakan hal yang penting bagi suatu negara karena adanya national interest, maka
diperkirakan kerjasama akan sulit terjadi sehingga dibutuhkan suatu hegemoni atau dapat disebut
juga sebagai dominasi kekuatan untuk mengatur stabilitas tersebut. Negara hegemon
menggunakan kekuatan untuk membuat aturan-aturan dan keputusan tertentu yang berfungsi
untuk menjaga stabilitas namun masih memerlukan adanya peranan negara lain terutama yang
berkekuatan besar. Negara dianggap sebagai actor yang dominan dikarenakan memiliki
kedaulatan, namun tetap melihat institusi dan organisasi internasional yang juga merupakan actor
perilaku negara, karena struktur inilah yang menjadi primary Detereminant of State Behaviours,
negara lain atau lingkungan di sekitar negara itulah yang membentuk perilaku negara.
Dalam konteks paradigm Neorealisme, Kanneth Waltz melihat bahwa system internasional
adalah anarki yang berarti adanya physical force. Waltz percaya system internasional memiliki
sebuah stuktur yang bisa didefinisikan dengan tepat, dengan 3 karakterisktik penting yaitu :
Prinsip tatanan internasional adalah anarkis, dengan tidak adanya otoritas apa pun yang mengatur
sikap negara-bangsa terhadap satu sama lain. Menurut Waltz, sifat anarkis sitem internasional
telah menjadi prinsip tatanan dalam beberapa abad, sebuah pola dalam hubungan internasional
Menurut Waltz, karakter unit-unit dalam system itu identic atau dengan istilah lain, semua
negara dalam system internasional dibuat sama secara fungsional dengan tekanan struktur. Dunia
anarkis memaksakan suatu disiplin pada negara : mereka semua diminta untuk mencar keamanan
sebekum mereka bisa menunjukan fungsi lainnya. Akan tetapi secara fungsional sama, negara-
negara memiliki kemampuan yang jauh berbeda. Ada ketidaksamaan dan perubahan terus
menerus pada distribusi kekuasaan pada system internasional. Negara-negara memiliki kesamaan
dalam hal tugas yang mereka hadapi, meski kemampuan mereka dalam menuaikannya tidak
bersama sesuai dengan tingkatan merka dalam system internasional, dan terutama kekuatan
relative mereka. Sebagai kunci untuk memahami sikap negara-negara, distribusi kekuasaan
dalam system internasional terlalu mendesak pertimbangan ideology atau faktor internal lain.
Balance of Power atau yang dikenal dengan perimbangan kekuatan merupakan salah satu
konsel Teori Realisme yang dikembangkan oleh Hans J Morgenthau. Morgenthau dalam
Sheeran (2000) menjelaskan bahwa system internasional yang anarki membuat negara-
lanjut, Waltz mengembangkan argument Morgenthau dengan berpendapat bahwa ada dua
syarat Balance of Power yaitu (1) Tatanan dunia yang bersifat anarkis dan (2) tatanan yang
dipenuhi oleh actor atau unit lain yang selalu ingin mempertahankan hidupnya. (Paul,
Balance of Power mengacu pada suatu kondisi negara – negara kuat untuk
mencapai suatu keseimbangan atau equilibrium. Balance of power merupakan konsep dari
Power In World History” oleh Stuart J. Kaufman, Richard Little dan William C.
Wohlforth, negara – negara kuat (great powers) akan berusaha untuk mempertahankan
hegemoni mereka di dunia. Usaha – usaha negara ini untuk mempertahankan hegemoni
mereka bisa dilakukan dengan menyeimbangkan kekuatan negara mereka satu sama lain.
Mereka bersaing satu sama lain agar tidak ketinggalan, sehingga nantinya akan muncul
mengakibatkan terjadinya arms race atau perlombaan senjata. Jika diartikan arms
race atau perlombaan senjata adalah usaha kompetitif terus menerus (secara militer) yang
dilakukan oleh dua atau lebih negara yang masing-masing memiliki kapabilitas untuk
membuat senjata lebih banyak dan lebih kuat daripada yang lain.
“balance of power cenderung membentuk pola apakah beberapa atau semua negara
bertujuan untuk keseimbangan, atau apakah beberapa atau semua negara bertujuan untuk
power pada dasarnya terbagi atas 3 jenis, yaitu; 1). Hard Balancing, yang biasa terjadi
diantara negara-negara yang terlibat dalam persaingan intens atau konflik, sehingga mereka
terus memperbaharui kapabilitas militer mereka, 2). Soft Balancing, yang terjadi ketika
terbatas dengan satu sama lain untuk menyeimbangkan keadaan yang berpotensi
mengancam atau meningkatnya daya, dan 3). Asymmetric Balancing mengacu pada upaya
oleh negara-negara untuk menyeimbangkan dan ancaman tidak langsung yang ditimbulkan
Politik luar negeri merupakan salah satu bidang kajian studi Hubungan Internasional.
Politik liar negeri merupakan studi yang kompleks karena tidak saja melibatkan aspek-aspek
eksternal, tetapi juga aspek-aspek internal suatu negara. Anak Agung Banyu Perwita dalam
bukunya pengantar Ilmu Hubungan Internasional mendefinisikan politik luar negeri sebagai
“action theory” yaitu aksi suatu negara dalam membentuk keputusan tindakan atau sikap yang
ditunjukan ke negara lain dengan tujuan utama untuk mencapai suatu kepentingan tertentu.
Secara teoritis, politik luar negeri adalah seperangkat pedoman untuk memiliki kebijakan yang
ditunjukan ke luar wilayah suatu negara. Politik luar negeri ini juga merupakan perangkat yang
politik internasional. Negara biasanya mengupayakan hal tersebut melalui strategi atau rencana
yang dibuat oleh para pengambil keputusan, keputusan ini lah yang nentinya disebut sebagai
Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu negara melalui
keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari
lingkungan eksternalnya Kebijakan luar negeri menurutnya ditujukan untuk memelihara dan
mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara. Lebih lanjut, menurut Rosenau, apabila kita
mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara maka kita akan memasuki fenomena yang luas dan
kompleks, meliputi kehidupan internal (internal life) dan kebutuhan eksternal (eksternal needs)
termasuk didalamnya adalah kehidupan internal dan eksternal seperti aspirasi, atribut nasional,
kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang ditujukan untuk mencapai dan
memelihara identitas sosial, hukum, dan geografi suatu negara sebagai negara-bangsa. Pada
dasarnya kebijakan luar negeri merujuk pada fenomena proses dimana negara-negara berupaya
memenuhi kepentingan nasionalnya dalam masyarakat global. Kebijakan luar negeri muncul
sebagai suatu fenomena sosial karena setiap negara tidak dapat memenuhi sendiri seluruh
kebutuhan-kebutuhan sosial, politik, dan ekonominya bila hanya mengandalkan sumber daya
yang terdapat di dalam teritorialnya sendiri. Oleh karena itu, pemerintah suatu negara pada
umumnya akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dipenuhinya
sendiri tersebut di luar batas-batas wilayah teritorialnya atau dalam berhubungan dengan negara-
negara disusun. Tujuan tersebut dipengaruhi oleh sasaran yang dilihat dari masa lalu dan aspirasi
untuk masa yang akan datang. Tujuan kebijakan luar negeri dibedakan atas tujuan jangka
panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Pada dasarnya tujuan jangka panjang kebijakan
luar negeri adalah untuk mencapai perdamaian, keamanan, dan kekuasaan. Tujuan politik luar
negeri dapat dikatakan juga sebagai citra mengenai keadaan dan kondisi di masa depan suatu
negara dimana pemerintah melalui para perumus kebijaksanaan nasional mampu meluaskan
2.4 Embargo
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Embargo memiliki arti berupa
penyitaan sementara terhadap kapal-kapal asing, misalnya pada waktu perang, dengan maksud
agar kapal-kapal itu tidak meninggalkan pelabuhan. Dan makna lainnya adalah larangan lalu
lintas barang (antar negara). Istilah Embargo juga diartikan sebagai larangan menyiarkan berita
sebelum waktu yang telah ditentukan. (Bahasa, 2020). Berdasarkan Camridge Dictionary
menjadi suatu alat yang ampuh untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri sebuah negara karena
hal ini menghambat pertumbuhan negara dengan terhambatnya perdagangan yang menjadi
Seperti yang diketahui bahwasanya Sanksi ekonomi telah menjadi alat hubungan
internasional yang umum. Dimana Memang, negara atau lebih umum, komunitas internasional
menggunakan sanksi ekonomi untuk menghukum dan mencoba mengubah perilaku kebijakan
negara target yang dianggap tidak pantas atau menyalahi aturan. Dalam literatur, para sarjana
membedakan dua jenis sanksi yang digunakan dalam hubungan internasional: sanksi positif dan
sanksi negatif. Sanksi positif berupa imbalan aktual atau yang dijanjikan (bantuan kemanusiaan,
pengurangan tarif atau penghapusan tarif, dan sebagainya) sedangkan sanksi negatif adalah
penggunaan atau ancaman penggunaan hukuman. Seperti yang diperhatikan Baldwin dalam
bukunya Economic Statecraft, kedua jenis sanksi tersebut merupakan sarana untuk menjalankan
kekuasaan dan khususnya untuk mendorong kerja sama antar negara (Baldwin, 1985, p.20)
Dalam kaitan dengan polugri, dengan melihat asumsi di atas harus dipahami bahwa
negara sebagai aktor utama harus menghadapi negara lain seperti bola biliar yang sedang
dimainkan di atas mejanya bergerak dan bertubrukan satu sama lain. Yang membuat konsep bola
biliar ini menarik adalah adanya perasaan ketidakamanan bersama antar negara dan ketiadaan
otoritas kekuatan politik yang disebut anarki di dunia internasional. Tindakan negara-negara
karena itu didorong oleh keinginan untuk survive atau mempertahankan diri dari ancaman yang
PEMBAHASAN
besar dan cara-cara dimana kekuatan-kekuatan tersebut terlibat dalam sistem regional. Kekuatan
kemampuan superior mereka dan ketergantungan aktor lokal pada sekutu yang lebih kuat.
(Barzegar, 2010) Kannet Waltz mengatakan “Power Begs to be balance” sambil dia
mempertahankan anggapan bahwa penyebaran teknologi nuklir ke Iran akan menstabilkan Timur
Tengah. Bagi Waltz dan ahli teori lainnya yang mendukung pandangan realis mengenai politik
internasional, Timur Tengah menghadapi dua tantangan untuk menjadi stabilitas masa depan
Iran telah menjadi sumber perhatian terhadap keamanan Teluk Persia karena tiga alasan
utama yaitu : ambisi nuklirnya, penduduknya di tiga pulau UEA (Pulau Abu Musa, Greater
Tunb, dan Tunb Kecil), campur tangan dalam urusan dalam negeri negara-negara teluk Arab dan
Irak pada umumnya. Terpilihnya Ahmadinejad tidak menjadikan Pereda keraguan tentang niat
Iran, meskipun pemilihannya disambut dengan optimism yang hati-hati. Dengan dimulainya
pemerintahan presiden Ahmadinejad untuk tugas resmi, banyak yang beranggapan bahwa
Ahmadinejad dengan menuduh Israel sebagai ancaman ketika dia mengatakan bahwa: “Rezim
Zionis ini harus dihapus dari peta”. Dia ingin mengubah citra Iran yang digambarkan sebagai
ancaman oleh Barat dan Israel, dan untuk mengarahkan dunia Muslim dan mengingatkannya
pada musuh nyata mereka yang menduduki Yerusalem. Ahmadinejad menggunakan taktik
“populisme internasional” untuk memenangkan aliansi tidak hanya dunia Muslim, sebagai
negara Muslim yang bertanggung jawab atas kasus Palestina, tetapi juga dengan negara-negara
dunia ketiga yang anti-Amerika, anti- Barat. Langkah populis-internasional oleh Ahmadinejad
berfungsi sebagai upaya signifikan untuk memobilisasi dunia Muslim agar lebih kuat secara
internasional dan untuk mencegah saran AS untuk membangun aliansi dengan dunia Muslim
melawan Iran. Ahmadinejad mendukung langkahnya karena sejak menjabat dia telah
mengunjungi tujuh negara yang semuanya didominasi Muslim. Selain itu, “dia telah mengadakan
lebih dari 45 pertemuan di luar negeri, terutama dengan perwakilan dari negara-negara Muslim
yang dianggap tidak sopan, anti-Amerika atau anti-Barat di arena internasional (seperti
Venezuela & Kuba). Selain itu, dia telah berkomunikasi dengan lebih dari 52 pemimpin —
terutama di dunia Muslim tetapi juga dengan para pemimpin di Amerika Latin dan Afrika ”.
Bukan hanya itu, Peran konflik yang dimainkan Iran dalam revolusi Bahrain dan Suriah
membuat Iran sebagai (negara Islam) muncul dalam situasi yang kompleks dalam kaitannya
dengan dunia Islam dan hubungan internasional. Revolusi Suriah mengungkap bahwa Suriah
berada dalam aliansi yang kuat dengan Iran yang tidak terbatas pada hubungan politik atau waktu
yang terbatas. Jadi dalam hal mengakhiri penumpasan Suriah, sangat tidak terduga bahwa
Ahmadinejad mendukung sikap pemimpin dunia lainnya terhadap penumpasan tersebut dan
menunjukkan kepada dunia bahwa presiden menyadari apa yang terjadi di Suriah yang
bertentangan dengan pernyataan Khamenei tentang Suriah, bahwa yang terjadi bukanlah revolusi
Peristiwa di Suriah pada dasarnya berbeda dari yang terjadi di negara-negara lain di Timur
Tengah. Dengan mencoba mensimulasikan di Suriah peristiwa yang terjadi di Mesir, Tunisia,
Yaman, dan Libya, Amerika berusaha menciptakan masalah bagi Suriah, negara yang berada di
jalur perlawanan. Kebangkitan Islam di negara-negara kawasan bersifat anti-Zionis dan anti-
Amerika. Amerika dan Israel jelas terlibat dalam peristiwa di Suriah. Pergerakan rakyat Bahrain
mirip dengan pergerakan rakyat Mesir, Tunisia, dan Yaman, dan tidak ada gunanya membedakan
gerakan-gerakan serupa tersebut. Dapat dicatat bagaimana konflik internasional di sekitar Suriah
berkembang lebih seperti "orang sakit" di wilayah tersebut. Sebuah masalah yang bahkan jika
presiden Iran ingin menyelesaikannya sendiri, dia tidak akan dapat melakukannya karena
kekuatannya yang terbatas di dalam sistem pemerintahan. Juga, karena, masalah Suriah berada di
tangan Ayatollah Ali Khamenei dan (hingga saat ini) pemerintahan Presiden Hassan Rouhani
tidak memiliki suara di dalamnya. Meskipun Suriah menjadi semakin mahal bagi Iran, terutama
mengingat bahwa tidak ada prospek jangka pendek dari resolusi politik untuk krisis tersebut.
Suriah tetap menjadi komponen penting dalam kebijakan Iran untuk menjadi kekuatan yang
mendominasi di kawasan.
Hubungan Iran dengan negara-negara Arab telah menjadi rumit, sebagian dikarenakan Revolusi
Islam beberapa decade yang lalu, serta upaya terbaru oleh Amerika Serikat untuk membentuk
front persatuan melawan Iran atas masalah nuklir dan Perang melawan teror. Ahmadinejadi telah
bilateral dan sikap Iran agar masuk ke Gulf Cooperation Council (GCC). Di luar teluk Persia,
Ahmadinejad telah berusaha membangun kembali hubungan dengan negara-negara Arab lainnya
terutama Mesir.
Suriah
Iran telah berada di lintasan peningkatan komitmen terhadap Suriah sejak pemberontakan
yang hampir menggulingkan rezim Bashar al-Assad mulai tahun 2011. Tidak ingin
kehilangan sekutu lama dan mekanisme pendukung kelompok proxy di Lebanon dan
Palestina, Iran telah bergantung pada Islam. Korps Pengawal Revolusi (IRGC), terutama
Pasukan Quds yang berorientasi eksternal, untuk mendukung rezim Suriah. Awalnya
didirikan untuk mempertahankan revolusi Islam di Iran dari ancaman internal dan
eksternal, IRGC telah berkembang dalam lingkup sebagai mekanisme politik dan militer
pilihan bagi Iran untuk memperluas pengaruhnya di Timur Tengah. (Alex Deep, 2018)
Iran secara terbuka menegaskan bahwa nasib Asad hanya ditentukan oleh rakyat Suriah
dan bukan oleh kekuatan luar, dan tindakannya tampaknya dirancang untuk menjaga
Asad tetap berkuasa tanpa batas waktu terlepas dari ideologi sekulernya. Iran
menganggap Asad sebagai sekutu utama karena (1) rezimnya berpusat di sekitar
komunitas Alawitnya, yang mempraktikkan versi Islam yang mirip dengan Syiah; (2) dia
dan ayahnya, yang memimpin Suriah sebelum dia, telah menjadi sekutu Arab terdekat
Iran; (3) Kerja sama Suriah adalah kunci untuk mempersenjatai dan melindungi sekutu
paling dihargai Iran di Timur Tengah, Hizbullah Lebanon; dan (4) Iran tampaknya
khawatir bahwa ISIS dan ekstremis Islam Sunni lainnya akan berkuasa jika Asad jatuh.
Iran berusaha memastikan bahwa kelompok ekstremis Sunni tidak dapat dengan mudah
menyerang Hizbullah di Lebanon dari seberang perbatasan Suriah. Baik Iran dan Suriah
memberikan dukungan material dalam jumlah besar kepada rezim Suriah. Ini secara
langsung menyediakan dana rezim Asad, senjata, dan penasihat IRGC-QF, dan
perekrutan Hizbullah dan pejuang milisi non-Suriah Syiah lainnya. 43 Iran adalah
diperkirakan telah mengerahkan sekitar 1.300-1.800 IRGC-QF, pasukan darat IRGC, dan
bahkan beberapa personel pasukan khusus tentara reguler ke Suriah, meskipun jumlah
Israel
Iran menegaskan bahwa Israel adalah ciptaan tidak sah dari Barat dan penindas rakyat
Palestina dan Muslim Arab lainnya. Posisi ini berbeda secara dramatis dari rezim Shah
Iran pra-1979, yang memelihara hubungan yang relatif normal dengan Israel, termasuk
kedutaan besar di ibu kota masing-masing dan jaringan hubungan ekonomi yang luas.
Pemimpin Tertinggi Khamene'i telah berulang kali menggambarkan Israel sebagai "tumor
menimbulkan pernyataan oleh para pemimpin Israel bahwa Iran yang bersenjata nuklir
akan menjadi "ancaman eksistensial" bagi Negara Israel dan mendorong dukungan Iran
untuk faksi bersenjata di perbatasan Israel, seperti Hamas dan Hizbullah. Lebih luas lagi,
antara penduduk Israel dan merusak daya tarik negara itu bagi mereka yang memiliki
pilihan untuk tinggal di tempat lain. Posisi resmi Kementerian Luar Negeri Iran adalah
bahwa Iran tidak akan berusaha untuk memblokir pemukiman Israel-Palestina tetapi
prosesnya terlalu membebani Israel untuk menghasilkan hasil yang adil. Para pemimpin
Iran secara rutin menyatakan bahwa Israel menghadirkan ancaman strategis yang serius
bagi Iran dan bahwa komunitas internasional menerapkan "standar ganda" ke Iran
meskipun menjadi satu-satunya negara Timur Tengah yang memiliki senjata nuklir dan
tidak menjadi pihak dalam Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir. Para pemimpin Iran
menegaskan bahwa Israel adalah ancaman nuklir bagi Iran, mengutip pernyataan Israel
bahwa Israel mempertahankan opsi untuk menyerang fasilitas nuklir Iran secara sepihak.
Iran juga menegaskan bahwa persenjataan nuklir yang diklaim Israel adalah hambatan
utama untuk mencapai dukungan untuk zona bebas senjata pemusnah massal (WMD) di
Timur Tengah.
Untuk menganalisis kebijakan luar negeri Iran, penting untuk membahas kunci dari
kekuatan yang mendorong kebijakan luar negeri Iran, yaitu ideology Wilayat Al-Faqih . yang
dimana ideology Khomeini memperngaruhi kebijakan luar negeri. Ideology menurut Hunt dalam
karyanya yang terkenal ideology and foreign policy is “an interrelated set of convictions or
comprehensible terms and suggests appropriate ways of dealing with that reality”. Ideology
berkaitan dengan ide dan keyakinan, oleh sebab itu penting untuk mempertanyakan hubungan
yang terkait antara ide dan kebijakan dan bagaimana ide-ide tersebut dapat membentuk dunia,
mythical dimension and exempts decision-makers from presenting rational justification. It is the
will of Allah and it is what Islam wants are often used as justification”. Moreover, emphasizing
the word of Islam more than the word of Iran, does not necessarily obscure national interest,
and here comes the question of which one is in the service of the other. Is “Islam” the motivator
of Iranian foreign policy or Iranian “national interest”. meskipun penting utnuk memahami
ideology dalam kebijakan luar negeri Iran, akan tetapi hal itu tidak berarti memberikan wawasan
yang pasti tentang prilakunya. Ideology merupakan bagian penting karena merupakan kerangka
Mengacu pada Max Weber, Goldstein dan Keohane bersikeras bahwa mereka tidak
membantah bahwa ide-ide daripada kepentingan (seperti yang ditafsirkan oleh manusia)
menggerakkan dunia. Sebagai gantinya, mereka menyarankan bahwa gagasan serta minat
memiliki bobot kausal dalam penjelasan tindakan manusia. Dengan menerapkan posisi Weberian
ke dalam konteks politik luar negeri, Carlsnaes juga sampai pada kesimpulan bahwa, sifat
ideologis dari kebijakan luar negeri sering kali dikontraskan dengan gagasan tentang
kepentingan, kedua hal ini tidak saling eksklusif tetapi justru sebaliknya. , hidup berdampingan
badan-badan ideology.
Wilayat al Faqih adalah perwalian mutlak ahli hukum atas nama Imam Mahdi, atribut
kepemimpinan seperti itu mirip dengan para Nabi menurut keyakinan Syi'ah Dua Belas. Revolusi
Khomeini mempersiapkan jalan bagi ideologi revolusioner yang memiliki dimensi internal dan
eksternal. Dimensi internal adalah ideology Khoemeini yang menjadi acuan dalam pembentukan
kebijakan luar negeri, sedangkan Dimensi eksternal adalah pandangan dunia ideologi Khomeini
tentang posisi Iran dan hubungannya dengan sistem internasional, yang tertuang dalam konstitusi
Iran sebagai wacana rezim. Lebih jauh, ideologi agama Khomeini menekankan pentingnya
kebebasan dan kemerdekaan bukan hanya bangsa Iran tetapi juga bangsa Muslim dari belenggu
imperialisme. Khomeini, dari ideologinya, membentuk cara negara Iran akan mengadopsi
kebijakan luar negerinya, sebuah identitas Mahdi global, di mana ia menganjurkan Imperialisme
Teori Khomeini mungkin berfungsi sebagai romantisme utopis yang menantang tatanan
dunia. Negara revolusioner memiliki kebijakan luar negeri revolusioner yang terungkap dalam
yang berfungsi sebagai garis merah bagi intervensi imperialis di negara Iran. Sebagaimana
ditegaskan oleh konstitusi Iran dalam Pasal 152: “Kebijakan luar negeri Republik Islam Iran
didasarkan pada penolakan terhadap segala bentuk dominasi, baik pengerahan dan penyerahan
padanya, pelestarian kemerdekaan negara dalam segala hal dan integritas teritorialnya”.
(ALDosari, 2015)
Dapat dikatakan bahwa kepentingan Iran dalam politik luar negeri tidak cenderung beralih
atau melakukan perubahan yang substansial tetapi pada saat yang sama tidak akan identic dengan
visi dan prespektif kepresidenan Khatami, oleh karena itu, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad
berusaha membangun kembali rumah Iran dan urusan menghadapi lingkungan eksternal.
Ahmadinejad juga memaksa Iran dengan meningkatkan kekuatan militernya melalui kepemilikan
senjata nuklir dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitasnya untuk mendominasi pengaruhnya,
serta mengejar pertumbuhan ekonomi, ekspansi melalui maksimalkan pendapatan minyak,
menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional, selain membangun masyarakat Islam
berdasarkan Syiah, membantu Muslim dan gerakan pembebasan mereka dimana mana, dan
Wilayah geografis Iran diperkirakan 1649 juta kilo meter persegi. Posisi geografis
Iran berada di tengah-tengah benua Eurasia dan menjadi penghubung antar dua Teluk Arab
yang kaya akan energy, dan Laut Kaspia menonjol dalah pergerakan antara kekuatan-
kekuaran besar, Iran selalu mempengaruhi negara-negara secara global setiap perubahannya.
System internasional dan mempengaruhi perspektifnya. Situs penting Iran memainkan peran
dalam hubungan politik dan ekonomi dan peradaban antara Iran dan Teluk Arab. Iran
memainkan peran penting di timur tengah sepanjang sejarah sebagai kekuatan kekaisaran
sebagai pemain kunci dalam bentrokan antara Timur dan Barat, menjadi salah satu produsen
gas alam terbesar di dunia. Dengan runtuhnya Uni Soviet dan tidak adanya salah satu
kekuatan politik, itu merupakan penghubung yang sangat penting antara laut Kaspia dan
Teluk Persia, sebagai penghubung antara lima belas negara. Ini menunjukan pentingnya
kepemimpinan Geo-Ekonomi Iran. Sebagai titik sentral pasokan energy dunia, dan sebagai
penghubung antara pasar Asia tengah dan pasar Teluk Arab, muncul posisi geopolitik Iran
dalam membentuk koordinasi regional dan global menjadi faktor untuk mencapai tujuan
2) Demografis
Studi demografis menunjukkan bahwa analis memperkirakan populasi Republik Iran
pada tahun 2030 kira-kira akan melebihi populasi gabungan negara-negara Teluk, misalnya
populasi Iran telah melemahkan populasi Irak, yang berarti Iran secara numerik lebih unggul
dalam populasi dibandingkan banyak negara lain. , memberi mereka rasa superioritas dan
3) Faktor ekonomi
Republik Islam Iran mempunyai potensi ekonomi yang dimanfaatkan secara efektif
dalam politik luar negerinya untuk menyoroti sumber daya ekonomi yang dapat digunakan
dalam kebijakan luar negerinya. Iran memiliki cadangan minyak tersbesar ketiga di dunia
dan berkapasitas 190 miliah barel senilai (8,8%) dari total cadangan dunia, menurut perkiraan
yang disiapkan oleh perusahaan minyak internasional dan pusat penelitian. Iran merupakan
produsen minyak terbesar kedua di Organisasi negara pengekspor minyak bumi (OPEC),
setelah Arab Saudi dengan perkiraan kuantitas (3,7) juta barel dialokasikan (2,4) juta barel
Produksi minyak Iran adalah sekitar (13,47%) Total produksi OPEC, termasuk Irak-
sekitar (4,84%) Dari total produksi dunia (76,53) juta barel per hari, perkiraan OPEC untuk
tahun 2002. Iran adalah yang terbesar kedua di dunia setelah Rusia dalam hal cadangan gas,
diperkirakan mencapai 26 triliun meter kubik, sekitar (15%) dari kewaspadaan universal, dan
dapat bertahan hingga (400) dari tingkat produksi saat ini. (Alex Deep, 2018)
(agama) dan democrat, kedua lembaga tersebut berperan dalam kebijakan luar negeri dan
adalah “ Pemimpin Tertinggi, Presiden, Dewan Wali, Menteri Luar Negeri, NSC, dan
Mejelis. Proses pengambilan keputusan atas RUU mulai dari Mentri Luar Negeri,
Presiden, NSC, dan yang terakhir pemimpin tertinggi, yang harus menandatangani semua
kebijakan luar negeri sejak tahun 1989, tetap saja pemimpin tertinggi adalah orang yang
memiliki persetujuan akhir tentang kebijakan luar negeri. Dengan demikian, institusi
agama yang diwakili oleh Pemimpin Tertinggi juga mengalahkan institusi demokrasi
Menteri luar negeri akan melapor langsung kepada presiden di mana inisiatif
persetujuan Majelis dari semua perjanjian internasional yang dapat didiskusikan tetapi
pada saat yang sama tidak mengontrol proses eksekutif pengambilan keputusan kebijakan
luar negeri. Mengenai visi kebijakan luar negeri Iran, ada persaingan antara elit politik
(fraksi politik) yang mengadopsi ideology berbeda, atau mereka yang mungkin memiliki
pandangan berbeda tentang bagaimana Wilayat Al-Faqih dalam kebijakan luar negeri
seharusnya. Akan tetapi, ada dua kelompok utama elit politik Iran yang berkaitan dengan
pembuatan kebijakan luar negeri Iran : pertama Fraksi Konservatif, mereka yang
mengenepankan identitas revolusi Islam dan nilai-nilai Islam. Mereka ingin hubungan
yang baik dengan negara-negara Islam dan menentang pemulihan hubungan dengan AS.
Fraksi kedua yaitu Fraksi Pragmatis dan Reformis. Mereka menganjurkan agar Iran
memiliki peran kunci dalam hubungan internasional, perdagangan, dan ikatan politik
yang melindungi kepentingan negara, oleh karena itu bagi kaum Reformis tidak masalah
memiliki hubungan yang baik dengan AS. . Namun, keduanya sepakat pada tiga hal, yang
dapat dilihat sebagai prinsip fundamental rezim: kemerdekaan, kesetaraan, dan peran
pengambilan keputusan kebijakan luar negeri. Dalam rezim otokrasi perubahan dalam
kebijakan luar negeri datang dengan cepat, karena pemimpin oligarki menentukan
kebijakan luar negeri. para ahli juga menunjukkan bagaimana sifat sistem mempengaruhi
kebijakan luar negeri negara. Mereka menekankan bahwa tidak seperti rezim demokrasi
otokratis dan liberal, Iran yang digolongkan sebagai negara totaliter, juga akan
berdampak pada kebijakan luar negerinya, di mana kebijakan luar negeri dibentuk secara
tertinggi memiliki kekuasaan tak terbatas sehingga keputusannya tentang kebijakan luar
keputusan kebijakan luar negeri Iran tidak dapat diabaikan, karena itu merupakan
departemen kebijakan luar negeri House of Leadership. Lembaga ini memiliki peran
tertinggi dalam pengambilan keputusan kebijakan luar negeri dan bekerja dengan
lembaga lain yang bekerja dalam mendukung tujuan ideologis rezim. Institusi pimpinan
mencerminkan aspek ideologi dan kepentingan yang melekat pada institusi, atau dalam
dapat dikatakan sebagai pemain utama dalam perumusan kebijakan luar negeri Iran.
antara ideologi dan kepentingan, bukan presiden atau bahkan menteri luar negeri, peran
Rumah pemimpin tertinggi mencerminkan apa yang bisa disebut sentralisasi pembuatan
kebijakan. Karena House of the Supreme Leader adalah sebuah institusi, , maka “ada
interaksi antara kepentingan dan ideology, dalam pilihan dan keputusan manusia tidak
dapat dihindari oleh fakta saja bahwa endapan keduanya telah menjadi bagian integral
Ketika terjadi Revolusi Islam pada tahun 1979, semangat perang dingin
masih kuat di daerah tersebut. Sebagian besar negara termasuk dalam kubu
ideologis Timur atau Barat. Kemudian pada tahun 1979, para penguasa Iran
dipimpin oleh Khomeini, dan mencoba menciptakan kebijakan luar negeri Iran
yang berbunyi “Bukan Timur maupun Barat (tetapi) Republik Islam” hal ini
hampir tidak pernah terwujud karena Iran memiliki hubungan yang baik dengan
kubu Timur, terutama Rusia dan Cina. Kedua negara ini tetap menjadi sekutu
utama Iran hingga saat ini, bahkan jika negara tersebut juga memiliki agenda
politiknya sendiri.
Melihat kepada prinsip-prinsip di atas dimana Iran sudah tidak ingin negaranya di
dominasi oleh Barat maupun oleh Timur. Dan mempertahankan nilai-nilai Islam di
bahwasanya Republik Islam Iran memelihara huhum Agama dan memiliki pengadilan
agamanya sendiri untuk menafsirkan semua aspek hokum. Konstitusi Republik Islam Iran
memajukan institusi budaya, sosial, politik, dan ekonomi masyarakat Iran berdasarkan
prinsip dan Norma Islam. Semua keputuasn resmi harus sesuai dengan Al-Qur’an dan
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kebijakan luar Negeri Iran sangat dipengaruhi oleh suatu ideology yang disebut dengan
Wilayat Al-Faqih, yang dimana ideology Khoemeini mempengaruhi suatu kebijakan luar negeri
Iran. Wilayat Al-Faqih adalah sebuah perwalian mutlak ahli hukum atas nama Imam Mahdi.
Ideologi Khoemeini menekankan pentingnya kebebasan dan kemerdekaan bukan hanya bangsa
Iran tetapi juga bangsa Muslim dari belunggu imperialism. Dari Ideologinya membentuk cara
negara Iran akan mengadopsi kebijakan luar negerinya, yaitu sebuah identitas Mahdi Global,
Dalam pembuatan kebijakan luar negeri, Iran mempunyai lembaga transnasional dan
democrat, kedua lembaga ini berperan dalam kebijakan luar negeri dan juga dalam proses
jawab atas kebijakan luar negeri di Republik Islam Iran adalah Pemimpin tertinggi, Presiden,
Dewan Wali, Menteri, NSC, dan Majelis. Meskipun presiden dan jabatannya merupakan badan
utama yang menegerjakan kebijakan luar negeri sejak tahun 1989, akan tetapi tetap saja
pemimpin tertinggi adalah orang yang memiliki persetujuan akhir mengenai kebijakan luar
negeri. Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan kebijakan luar negeri Iran diantaranya
tangan di dalam konflik Suriah, begitupun dengan Amerika dan Israel. Dapat dikatakan bahwa
campur tangan Iran di Suriah berada di tangan Ayatollah Ali Khamenei dan pemerintah Presiden
tidak memilik suara di dalamnya. Meskipun begitu, Suriah menjadi semakin berharga dimata
Iran, terutama mengingat tidak ada prospek jangka pendek dari resolusi politik untuk krisis di
Suriah. Maka dari itu Suriah menjadi komponen yang penting dalam kebijakan luar negeri Iran
ALDosari, N. R. (2015). Foreign Policy from Khatami to Ahmadinejad There is One Foreign
Policy in Iran, which is Khamenei’s Foreign Policy. World Journal of Social Science
COMPETING WITH THE UNITED STATES IN THE MIDDLE EAST. Retrieved from
https://mwi.usma.edu/balance-power-balance-resolve-iran-competing-united-states-middle-
east/
Anugrah, F. (2019). Dampak Kebijakan Embargo Negara Arab Terhadap Ekonomi Qatar.
https://doi.org/10.32734/politeia.v11i2.1151
Barzegar, K. (2010). Balance of power in the Persian Gulf: An Iranian view. Middle East Policy,
Belfer Center. (2015). Sanctions Against Iran : A Guide to Targets , Terms , and Timetables.
Belfer Center for Science and International Affairs, Harvard Kennedy School, (April), 69–
88.
https://dictionary.cambridge.org/us/dictionary/english/embargo
Golliard, M. (2013). Economic Sanctions: Embargo on Stage. Theory and Empirical Evidence.
Penim Walter. (2020). Teori Neorealisme dalam konflik India-Pakistan. Retrieved from
https://www.seniberpikir.com/teori-neorealisme-dalam-konflik-india-pakistan/
Rosenau, J. N., & Aydinli, E. (2005). Introduction. In Globalization, Security, and The Nation
Rosenberg, H., Modrak, J. B., Hassing, J. M., Al-Turk, W. A., & Stohs, S. J. (1979). No 主観的
健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析
http://www.oxfordresearchgroup.org.uk/publications/briefing_papers_and_reports/
sanctioning_iran_implications_and_consequences
Saragih, H. M., Lestari, M. M., & Muis, N. (2020). Posisi Republik Islam Iran Dalam Program
Nuklir Dalam Perspektif Amerika Serikat. FOKUS Jurnal Kajian Keislaman Dan
Street, K., Washington, N. W. S., & Cordesman, A. H. (2006). Iranian Nuclear Weapons ? The
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004