Anda di halaman 1dari 5

Apa itu laryngopharyngeal reflux (LPR)?

Laryngopharyngeal reflux (LPR) adalah kondisi ketika asam di lambung naik ke


bagian belakang tenggorokan, kotak suara, bahkan ke bagian belakang saluran
napas hidung.
Kondisi yang dikenal juga dengan sebutan silent reflux atau refluks laringofaring
ini hampir serupa dengan GERD (gastroesophageal reflux disease).
Naiknya asam lambung akibat LPR dapat mencapai banyak area, sedangkan
GERD hanya sampai ke area kerongkongan. Dalam kondisi LPR, asam lambung
bahkan dapat naik ke bagian belakang saluran napas hidung.
Masalah sistem pencernaan ini bisa menyerang siapa saja, baik itu orang dewasa
maupun anak-anak.

Tanda dan gejala laryngopharyngeal reflux


(LPR)

Gejala LPR hampir mirip seperti gejala GERD, tapi cenderung tidak menyebabkan
rasa mulas atau sensasi perih terbakar di dada dan tenggorokan.
Setiap orang yang mengalami kenaikan asam lambung ini bisa mengalami gejala
yang berbeda-beda. Akan tetapi, umumnya orang dewasa akan mengeluhkan gejala
berikut.
 Sakit tenggorokan.
 Suara serak ringan.
 Kesulitan menelan.
 Sensasi benjolan di tenggorokan.
 Merasa ada yang mengganjal di tenggorokan, seperti dahak .
 Batuk karena asam lambung.
 Laring (kotak suara) merah, bengkak, atau iritasi.
Mengutip situs University of Michigan Health, gejala LPR pada anak akan sedikit
berbeda dengan orang dewasa. Gejalanya kemungkinan dialami sebagai berikut.
 Muntah terus menerus.
 Perdarahan dari kerongkongan.
 Masalah pernapasan.
 Mudah tersedak.
 Pneumonia berulang.
 Asma.
 Masalah menelan
 Anemia.
 Bayi menjadi rewel.

Kapan harus pergi ke dokter?


Jika Anda mengalami gejala di atas secara berulang atau tidak kunjung membaik
dalam beberapa hari, segera periksa ke dokter.
Bila Anda mendapati si kecil terus menangis dan kerap kali tersedak saat
menyusui, makan, atau minum, juga sebaiknya segera kunjungi dokter.

Penyebab laryngopharyngeal reflux (LPR)


LPR disebabkan oleh asam lambung yang naik hingga ke tenggorokan. Saat Anda
menelan, makanan melewati tenggorokan dan melalui kerongkongan ke perut.
Otot yang disebut sfingter esofagus bagian bawah mengontrol pembukaan antara
kerongkongan dan lambung.
Normalnya, otot tetap tertutup rapat kecuali saat Anda menelan makanan.
Ketika otot ini gagal menutup, isi perut yang mengandung asam dapat berjalan
kembali ke kerongkongan.
Asam yang bergerak mundur inilah yang disebut refluks dan menyebabkan silent
reflux alias refluks diam-diam.

Faktor risiko laryngopharyngeal reflux (LPR)


Siapa pun bisa terkena LPR, tetapi risikonya akan lebih besar seiring
bertambahnya usia.
Di samping itu, berikut beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kondisi
ini.
 Memiliki pola makan yang buruk.
 Sering memakai pakaian ketat.
 Kelebihan berat badan.
 Mengalami stres terus-menerus.

Komplikasi laryngopharyngeal reflux (LPR)


Silent reflux yang tidak diobati dengan tepat, bisa mengganggu aktivitas harian
Anda.
Selain gejala yang bertambah parah, timbul masalah kesehatan lainnya seperti
berikut.
 Batuk kronis.
 Pembengkakan pita suara.
 Bisul (luka terbuka) pada pita suara.
 Pembentukan granuloma (massa) di tenggorokan.
 Memburuknya asma, emfisema, dan bronkitis.
 Meningkatkan risiko kanker kotak suara.

Diagnosis laryngopharyngeal reflux (LPR)


LPR biasanya didiagnosis lewat keluhan gejala pasien, seperti iritasi atau
pembengkakan di tenggorokan dan bagian belakang kotak suara.
Dalam banyak kasus, tidak diperlukan pemeriksaan khusus untuk menetapkan
diagnosis. Namun pada beberapa kasus, dokter mungkin meminta pasien untuk
menjalani beberapa tes kesehatan berikut.
1. Pengamatan menelan
Pasien menelan cairan khusus yang disebut barium, yang melapisi esofagus,
lambung, dan usus.
Cairan ini terlihat pada sinar-X dan memungkinkan dokter untuk melihat
pergerakan makanan saat melewati mulut ke kerongkongan.
2. Pemeriksaan endoskopi
Dokter juga dapat melihat bagian dalam lambung dan kerongkongan dengan
endoskop, yakni tabung tipis panjang dengan kamera di ujungnya.
Alat ini akan dimasukkan dokter melalui mulut, turun ke kerongkongan, dan
masuk ke saluran cerna.
3. Tes pH esofagus
Tes LPR ini dilakukan untuk mengukur dan mencatat pH (tingkat asam) di
kerongkongan. Sebuah tabung tipis dan kecil dengan alat di ujungnya dapat
mendeteksi asam.
Alat ini dimasukkan melalui hidung, turun ke kerongkongan, dan diposisikan
sekitar 2,5 cm di atas sfingter esofagus bagian bawah.

Pengobatan laryngopharyngeal reflux (LPR)


Sebagian besar kasus LPR tidak memerlukan perawatan medis dan dapat ditangani
dengan perubahan gaya hidup seperti berikut ini.
 Ikuti diet rendah asam, rendah lemak, tidak pedas. Hindari makanan pemicu
maag atau naiknya asam lambung.
 Sering makan tapi dengan porsi kecil.
 Menurunkan berat badan.
 Berhenti merokok, minum alkohol, dan minum kopi.
 Tidak makan berat dalam 2 jam sebelum tidur.
 Jangan konsumsi makanan berat, kurang dari 2 jam sebelum tidur.
 Sebaiknya tidak langsung tidur setelah makan.
 Posisi kepala lebih tinggi saat tidur menggunakan bantal untuk mencegah
asam lambung naik ke atas.
Jika perawatan di atas kurang efektif, dokter mungkin akan meresepkan obat-
obatan berikut.
 Antasida.
 Ranitidin.
 Inhibitor pompa proton, seperti omeprazole, pantoprazole,
dan esomeprazole.
Rangkuman
 LPR adalah kondisi ketika asam lambung naik ke kerongkongan dan masuk ke bagian
belakang tenggorokan, kotak suara, bahkan mungkin ke bagian belakang hidung.
 Gejalanya berbeda dengan GERD. Kondisi ini tidak menimbulkan heartburn, melainkan
sakit tenggorokan, suara serak, sulit menelan, dan batuk menerus.
 Penanganannya berkaitan dengan menghindari makanan pemicu naiknya asam lambung,
tidak langsung tidur setelah makan berat, dan konsumsi obat asam lambung.

Anda mungkin juga menyukai